Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH SEJARAH PERTUMBUHAN,PERKEMBANGAN DAN

PENGKODIFIKASIAN SERTA PEMANTAPAN DAN PENYUSUNAN


SISTEMATIKANYA

Dosen pengampu : Prof. Dr. Makrum Kholil M. Ag

HKI C

Disusun Oleh :

1. Siti Nur Hanifah (10122084)

2. Tri Muh Suratno (10122087)

3. Ferry Thoriquh Falah (10122089)

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI K.H ABDURRAHMAN WAHID

PEKALONGAN
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.,

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat yang begitu
banyak, terutama nikmat sehat wal afiat ,sehingga dapat menyelesaikan makalah tepat pada
waktunya yang berjudul” Sejarah pertumbuhan,perkembangan dan pengkodifikasian serta
pemantapan dan penyusunan sistematikanya”. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, para sahabat, tabiin, serta pengikutnya yang setia
hingga akhir zaman.

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Prof. Dr. Makrum Kholil M. Ag selaku
dosen Mata Kuliah Qawaid Fiqhiyah dalam kegiatan belajar mengajar, atas tugas yang diberikan
sehingga mampu memberikan wawasan pengetahuan mengenai Al-Qur’an. Dan kepada semua
pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini, semoga bantuan dari pihak yang terlibat
mendapat balasan dari Allah SWT dengan pahala yang berlipat ganda.

Makalah ini tidak terlepas dari kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, dengan senang
hati kami menerima saran dan kritik yang membangun dari pembaca guna perbaikan penulisan
makalah ini. Dengan demikian, semoga makalah ini mampu menambah pemahaman pengetahuan
dan bermanfaat bagi pembaca.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Pekalongan,

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul..................................................................................................
Kata Pengantar..................................................................................................ii
Daftar Isi...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................2
C. Tujuan.................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. SEJARAH PERTUMBUHAN QAWAID FIQHIYAH.......................3
B. PERKEMBANGAN DAN PENGKODIFIKASIAN...........................6
C. PEMANTAPAN DAN PENYUSUNAN SISTEMATIKANYA........9

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.........................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sejarah qawaid fiqhiyah dimulai sejak periode awal Islam, ketika umat Islam mulai
menghadapi situasi dan permasalahan baru setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Pada masa
itu, para sahabat beliau dan generasi berikutnya dihadapkan pada kebutuhan untuk memahami
dan menerapkan hukum syariat dalam konteks kehidupan sehari-hari.

Para sahabat Nabi dan generasi berikutnya melakukan ijtihad (pemikiran hukum) dalam
menafsirkan ajaran Islam dan mengambil keputusan hukum untuk situasi-situasi yang belum
diatur secara spesifik dalam Al-Quran dan Hadis. Proses ijtihad ini merupakan awal dari
pengembangan prinsip-prinsip hukum yang kemudian menjadi cikal bakal qawaid fiqhiyah.

Dalam periode klasik, yakni sekitar abad ke-2 Hijriyah, muncul berbagai madzhab hukum
Islam seperti Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Madzhab-madzhab ini menghasilkan karya-
karya monumental dalam bidang fiqh yang menjadi landasan bagi pengembangan qawaid
fiqhiyah. Para ulama dalam madzhab-madzhab tersebut mulai merumuskan prinsip-prinsip
umum yang dapat digunakan sebagai panduan dalam menetapkan hukum Islam.

Selama periode ini, prinsip-prinsip fiqhiyah seperti "maslahah mursalah" (kepentingan


umum) dan "istihsan" (kebijaksanaan) mulai diakui sebagai bagian penting dari qawaid fiqhiyah.
Meskipun berbagai madzhab memiliki pendekatan yang berbeda dalam merumuskan prinsip-
prinsip tersebut, ada juga kesamaan dalam beberapa prinsip yang diterima secara luas di seluruh
madzhab.

Perkembangan lebih lanjut dalam sejarah qawaid fiqhiyah terjadi pada periode menengah,
sekitar abad ke-5 dan ke-6 Hijriyah. Pada masa ini, karya-karya besar tentang prinsip-prinsip
hukum Islam mulai ditulis, termasuk karya terkenal seperti "Qawa'id al-Ahkam fi Masalih al-
Anam" karya Imam Abu Ishaq al-Shatibi. Karya ini membahas tentang pentingnya memahami
tujuan-tujuan (maqasid) syariat dalam menetapkan hukum.

Seiring dengan perkembangan zaman, qawaid fiqhiyah terus beradaptasi dengan perubahan
sosial, politik, dan ekonomi. Para ulama kontemporer terus mengembangkan prinsip-prinsip
hukum Islam untuk menghadapi tantangan-tantangan baru dalam masyarakat modern. Dengan
demikian, qawaid fiqhiyah bukan hanya merupakan warisan intelektual berharga dari masa
lampau, tetapi juga merupakan sumber inspirasi untuk menemukan solusi bagi masalah-masalah
kontemporer umat Islam.

iv
B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana sejarah pertumbuhan Qawaid Fiqhiyah?

2. Bagaimana perkembangan dan pengkodifikasian Qawaid Fiqhiyah?

3. Bagaimana pemantapan dan penyusunan sistematika Qawaid Fiqhiyah?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui sejarah pertumbuhan Qawaid Fiqhiyah

2. Untuk mengetahui perkembangan dan pengkodifikasian Qawaid Fiqhiyah

3. Untuk mengetahui pemantapan dan penyusunan sistematikan Qawaid Fiqhiyah

v
BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Pertumbuhan Qawaid Fiqhiyah

Ali Ahmad al-Nadwi, seorang ulama ushul kontemporer, menyebut tiga periode penyusunan
qawaid Fiqhiyyah yaitu; periode kelahiran, pembukuan, dan penyempurnaan.1

1. Periode Kelahiran.

Masa kelahiran dimulai dari pertumbuhan sampai dengan pembentukan berlangsung selama
tiga abad lebih dimulai dari zaman kerasulan sampai abad ketiga hijrah. Periode ini dari segi fase
sejarah hukum Islam, dapat dibagi menjadi tiga periode: zaman Nabi Muhammad SAW., yang
berlangsung selama 22 tahun lebih, zaman tabi’in, dan zaman tabi’it al-tabi’in yang berlangsung
selama lebih kurang 250 tahun. Pada masa kerasulan adalah masa tasyri’ (pembentukan hukum
Islam) merupakan embrio kelahiran qawaid fiqhiyyah. Nabi Muhammad SAW. menyampaikan
Hadis yang jawami’ ‘ammah (singkat dan padat). Hadis tersebut dapat menampung masalah-
masalah fiqh yang banyak jumlahnya. Berdasarkan hal tersebut, maka Hadis Rasulullah
Muhammad SAW. disamping sebagai sumber hukum, juga sebagai qawaid fiqhiyyah. Demikian
juga ucapan-ucapan sahabat juga dikategorikan sebagai jawami’al-kalim dan qawaid fiqhiyyah
oleh banyak ulama. al-Nadwi, menyebut beberapa sabda Rasulullah SAW. yang telah berbentuk
qaidah-qaidah, terutama qaidah hukum. Rasulullah Muhammad SAW. yang memiliki
kemampuan dalam menghasilkan jawami’ al-kalim yaitu ungkapan-ungkapan yang
ringkas ,namun padat makna dan berdaya cakup luas. Misalnya Rasulullah SAW. bersabda:
‫( بالضمان الخراج‬keuntungan adalah imbalan resiko); ‫( الضرروالضرار‬Tidak ada mudharat
(bahaya) dan tidak ada pula memudharatkan); dan ‫البينة على المدعى واليمين على من انكر‬
(Bukti adalah kewajiban bagi penuduh, sedangkan sumpah adalah kewajiban orang yang telah
membantahnya).2

Hadis-Hadis tersebut di atas memiliki daya berlaku untuk banyak ketentuan hukum karena
bentuknya sebagai jawami’ al-kalim tadi, sehingga dalam satu segi menyerupai qaidah fiqhiyyah.
Meskipun terdengar sederhana, namun daya cakupnya melingkupi banyak bab fiqh.3

2. Periode Pembukuan

Pada abad ini terjadi penurunan dinamika berpikir dalam bidang hukum dan mulai
munculnya kecenderungan taqlid dan melemahnya ijtihad. Hal ini merupakan akibat sampingan
dari tersisanya warisan fiqh yang amat kaya berkat pembukuan pemikiran fiqh yang disertai
dengan dalil-dalilnya, dan perselisihan pendapat antar mazhab beserta hasil perbandingannya
1
Ali Ahmad An-Nadwi, al-Qawaid al-Fiqhiyyah, Damaskus, Dar al-Qalam, 1998, h. 89.
2
Ibid, h. 90-94.
3
Al-Burnu, Muhammad Sidqi b. Ahmad, Abu al-Harith alGhazzi (2003), op.cit., h. 51

vi
(tarjih). Oleh karena itu, pekerjaan yang tersisa pada periode ini adalah upaya takhrij, yaitu
mempergunakan sarana metodologis yang telah tersedia dalam mazhab tertentu untuk
menghadapi kasus-kasus hukum baru.4

Karena faktor mulai tampilnya qawaid fiqhiyyah sebagai disiplin ilmu tersendiri, ditandai
dengan dihimpunnya qaidah-qaidah fiqhiyyah itu dalam karya yang terpisah dari bidang lain, al-
Nadwi memilih abad IV H. sebagai permulaan era pertumbuhan dan pembukuan qawaid
fiqhiyyah.

Pada periode pembukuan, qawaid fiqhiyyah telah dibukukan dan memastikan qawaid
tersebut dapat diwariskan sebagai salah satu khazanah ilmu Islam yang berharga. Abu Tahir al-
Dabbas, seorang fukaha yang hidup pada abad ketiga dan keempat Hijrah adalah orang pertama
yang mengumpulkan qawaid fiqhiyyah. Pada waktu itu, ia telah mengumpulkan sebanyak 17
qaidah.5 Usaha ini kemudian diteruskan oleh Abu al-Hasan alKarakhi dengan menghimpunkan
sejumlah 39 qaidah. Kemudian Abu Zayd Abd Allah Ibn Umar al-Din al-Dabusi al- Hanafi ,telah
menyusun Kitab Ta’sis al-Nazar pada kurun kelima Hijrah. Kitab ini memuat sejumlah 86 qaidah
fiqhiyyah berserta dengan pembahasan terperinci berkenaan qawaid tersebut.

Kegiatan tersebut di atas diikuti oleh Ala al-Din Muhammad bin Ahmad al-Samarqandi
dengan judul ‘Idah al-Qawaid. Pada kurun ketujuh Hijrah, penulisan ilmu ini telah dilanjutkan
oleh Muhammad bin Ibrahim al- Jarmial Sahlaki dan Izz al-Din Abd al-Salam dengan masing-
masing tulisan mereka berjudul al-Qawaid fi Furu’ al- Syafi’iyyah dan Qawaid al-Ahkam fi
Masalih al-Anam.6 Menjelang abad kedelapan Hijrah muncul lagi beberapa penulis dalam ilmu
ini yang telah dilakukan oleh beberapa orang ulama pada masa itu seperti al-Asybah wa al-
Nazhair oleh Ibn al-Wakil al-Syafi’i , Kitab al-Qawaid oleh al- Muqarra al-Maliki, al-Majmu al-
Muhadzdzab fi Dabt Qawaid al-Madzhab oleh al-‘Allai al-Syafii, al-Asybah wa alNazhair oleh
Taj al-Din al-Subki, al-Asybah wa alNazhair oleh Jamal al-Din al-Isnawi, alManthur fi al-
Qawaid oleh Badr al-Din al-Zarkasyi, al-Qawaid fi al-Fiqh oleh Ibn Rajb al-Hanbali dan al-
Qawaid fi al-Furu` oleh `Ali bin Usman al-Ghazzi. Masa ini merupakan masa keemasan dalam
proses penulisan dan pembukuan ilmu al-Qawaid al-Fiqhiyyah.

Diabad kesembilan Hijrah, yang membukunan ilmu ini antara lain: Muhammad bin
Muhammad al-Zubayri dengan kitabnya Asna al-Maqasid fi Tahrir al-Qawaid, Ibn al-Haim al-
Maqdisi dengan kitabnya al-Qawaid al-Manzumah, Taqiy al-Din al-Hisni dengan kitabnya Kitab
al-Qawaid.

Diabad kesepuluh, yang merupakan puncak usaha pembukuan ilmu ini di mana al-Imam
Jalal al-Din al-Suyuthi telah mengeluarkan sebuah kitab dalam bidang ini yang berjudul al-
Asybah wa al-Nazhair. Kitab tersebut telah menggabungkan semua qaidah yang terdapat di
4
Abdul Mun’im Saleh, Op.cit. h. 186
5
Al-Burnu, Muhammad Sidqi b. Ahmad, Abu al-Harith alGhazzi (2003), op.cit., h. 69; Ahmad b. Muhammad al-
Zarqa’ (2001), op. cit., h. 37.
6
Al-Burnu, Muhammad Sidqi bin Ahmad, Abu al-Harith alGhazzi, op.cit., h. 72

vii
dalam kitab karangan al-`Allai, al-Subki dan al-Zarkasyi. Begitu pula, Zayn al-Abidin Ibn
Ibrahim al-Misri telah menyusun sebuah kitab dalam bidang ini yang turut diberi nama al-
Asybah wa alNazhair. Kitab ini pula telah memuatkan 25 qaidah fiqhiyyah yang telah dibagikan
kepada dua bagian yaitu, bagian pertama mengandung qaidah asas yang berjumlah enam qaidah,
sedangkan bagian kedua mengandung sembilan belas qaidah yang terperinci.

Diskripsi sejarah pembukuan kitab qawaid fihiyyah tersebut di atas, maka fukaha
Malikiyyah telah memainkan peranan penting dalam pembukuan qawaid fiqhiyyah. Diantaranya
ialah Juzaym yang merupakan tokoh fuqaha Malikiyyah yang telah mengarang kitab dalam
bidang ini yang berjudul al-Qawaid. Kemudian diikuti pula dengan Syihab al-Din Abi al-Abbas
Ibn Idris al-Qarafi (dari kalangan fuqaha abad ketujuh Hijrah) yang telah menyusun pula
sejumlah 548 qaidah fiqh di dalam kitabnya yang bernama Anwar al-Furuq fi Anwa’ al Furuq’.
Tiap-tiap qaidah yang dikemukakannya pasti akan dinyatakan sekali dengan contoh-contoh
masalah cabang atau furu’ yang munasabah sehingga jelas perbedaan di antara qaidah yang
terdapat di dalam kitab karangannya itu.

Dari kelompok fukaha Syafi’iyyah, antara lain ulama yang terkenal dalam menyusun kitab
qawaid fiqhiyyah ini adalah Muhammad Izz al-Din Abd al-Salam (dari kalangan fukaha abad
ketujuh Hijrah) yang telah menulis kitab yang berjudul Qawaid al-Ahkam fi Masalih al-Anam.
Kemudian pada abad kelapan Hijrah Taqiy al-Din al-Subki telah menulis sebuah kitab yang
bernama al-Asybah waal-Nazhair yang kemudian telah disempurnakan oleh Jalal al-Din Abd al-
Rahman Abi Bakr al-Suyuthi dengan tulisannya yang juga diberi nama yang sama yaitu al-
Asybah wa al-Nazhair.

Dari kelompok fukaha Hanabilah, ulama yang terkenal, antara lain tokoh yang terlibat
dalam kegiatan menulis dalam bidang ini adalah Najm al-Din al-Tufi yang telah menulis kitab al-
Qawaid al-Kubra dan al-Qawaid al-Sughra. Selain itu, terdapat seorang lagi tokoh dari kalangan
fukaha Hanbaliyyah yang telah menyumbangkan kepada perkembangan ilmu ini, yaitu Abd al-
Rahman Ibn Rajab. yang menulis kitab dengan judul al-Qawaid fi al-Fiqh. 35 Periode
pertumbuhan dan perkembangan berakhir dengan tampilnya al-Majllah al-Ahkam al-‘Adhiyyah
pada abad ke 11 H.7

3. Periode Penyempurnaan

Pada abad ke 11 H. lahirlah kitab al-Majllah alAhkam al-Adhiyyah, dalam versi yang telah
disempurnakan. Misalnya qaidah: (sesungguhnya tidak berhak bertindak dengan kehendaknya
sendiri atas milik orang lain tanpa izin pemliknya). Jika dalam versi Abu Yusuf larangan
mengenai milik orang lain itu hanya menyangkut perbuatan, Versi al-Majallah juga melarang
bentuk perkataan. Akan tetapi dua-duanya menyampaikan pesan yang sama, yaitu penghargaan
atas hak milik, salah satu bagian dari hak asasi manusia.

7
Abdul Mun’im Saleh .Op.cit, h, 192

viii
Al-Majallah merupakan undang-undang hukum perdata yang dalam mukaddimahnya
tercantum 100 butir ketentuan umum. Ketentuan umum pasal 1 adalah tentang definisi fiqh.
Sedangkan pasal 2 sampai 100 adalah 99 qaidah fiqh yang menjadi landasan dari pasal- pasal
pada bagian batang tubuhnya. Dalam mukaddimah itu, setiap qaidah fiqh disertai dengan nomor
pasal pada batang tubuh yang menjadi rinciannya.

Pada abad ke 11 H. telah dilakukan pensyarahan terhadap kitab kitab-kitab qawaid


fiqhiyyah. Ahmad bin Muhammad al-Hamawi yang antara lain tokoh fukaha yang telah
mensyarahkan kitab al-Asybah wa al-Nazhair, karangan Zayn al-Abidin Ibrahim Ibn Nujaym al-
Misri yang memuat 25 qaidah yang ia buat dalam kitabnya yang berjudul Ghamzu ‘Uyun al-
Basa’ir.8

Sejarah pertumbuhan dan perkembangan ilmu qawid fiqhiyyah, dengan jelas menunjukkan
bahawa para ulama dalam bidang fiqh sejak awal abad ketiga Hijrah, telah begitu serius
mengembangkan pembahasan qawaid fiqhiyyah ini. Hal ini adalah berdasarkan kepada gerakan
atau usaha pengumpulan dan pembukuan qawaid tersebut yang ditemui sejak awal abad ketiga
Hijrah. Sejumlah permasalahan yang mempunyai persamaan dari sudut fiqhiyyah telah
dihimpunkan serta diletakkan di bawah satu qaidah fiqhiyyah. Apabila terdapat masalah fiqh
yang dapat dicakup di bawah sesuatu qaidah fiqhiyyah, maka, masalah fiqh itu ditempatkan di
bawah qaidah fiqhiyyah tersebut. Selain itu, melanjutkan himpunan Qawaid fiqhiyyah yang
bersifat umum itu, juga ia memberikan peluang kepada generasi berikutnya untuk terus mengkaji
dan menelaah permasalahan yang dibicarakan dalam bidang fiqh yang secara keseluruhan
melibatkan pembahasan hukum. Dengan bantuan qawaid fiqhiyyah tersebut, permasalahan
tersebut akan lebih mudah diselesaikan dalam jangka waktu yang tidak begitu lama.

B. Perkembangan dan pengkodifikasian Qawaid Fiqhiyah

Pada awalnya, metode ini dikenal dengan berbagai nama seperti al-Qawaid, ad-Dhawabid,
al-Faruq, al-Alghaz, Muthorohat al-Afrad, Maarif al-Afrad, dan al-Khiyal. 9 Namun, melalui
proses evolusi dan perkembangan yang panjang, metode ini akhirnya mendapatkan nama baku
untuk studi ilmiahnya, yaitu Ilmu al-Qawaid al-Fiqhiyyah (kaidah-kaidah fiqih). Dalam
terminologi lain, metode ini juga dikenal sebagai al-Asybah wa al-Nazhair (hal yang serupa dan
sebanding).10

1. Masa Perkembangan

8
Ahmad bin Muhammad al-Zarqa, op. cit., h. 40.
9
A1-Allamah Jalal A1-Faqth Mustafa Dziraq, Qawa 'id Fiqhiyyah (Jiddah: Da'r al-Basyir, 2000), h. 134
10
A. Djamli, Kidah-Kaidah Fiqih : Kidah-kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah-Masalah yang Praktis
(Jakarta: Fajar Interpratama Offset, 2010), 7

ix
Perkembangan Qawaid fiqhiyyah dimulai pada masa Tabi'in, yang merupakan
periode awal perkembangan ilmu fiqih. Pada masa ini, fiqih mulai bergerak dari wilayah
praktek seperti pada masa Khulafa al-Rasyidun, yang lebih fokus pada penerapan
langsung dari ajaran Nabi, menuju wilayah teori. Ini menyebabkan produksi hukum fiqih
lebih banyak melalui proses penalaran terhadap teori daripada berdasarkan pemahaman
langsung terhadap kasus-kasus yang terjadi.

Selain menjelaskan persoalan-persoalan aktual (waqi'iyyah), fiqih pada periode ini


juga mulai memperluas cakupannya. Periode ini juga mencerminkan perubahan fiqih dari
sifatnya yang lebih praktis menjadi lebih teoritis (nazariyyah). Setelah melewati masa
pendasarannya, ilmu fiqih mengalami perkembangan yang pesat, yang ditandai dengan
munculnya berbagai madzhab, termasuk Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali.11

Perkembangan selanjutnya dari ilmu fiqih mencakup penulisan, pembukuan, dan


penyempurnaan hingga akhir abad ke-13 H. Ini menunjukkan bahwa ilmu fiqih telah
mengalami transformasi yang signifikan dari masa pendasarannya hingga mencapai
tingkat perkembangan yang lebih maju.

2. Masa Pembukuan

Sulit untuk mengetahui dengan pasti siapa pembentuk pertama kaidah fiqih, tetapi
melalui penelitian kitab-kitab kaidah fiqih dan analisis masa pembentukannya secara
bertahap dalam sejarah hukum Islam, terdapat beberapa ulama yang diketahui terlibat
dalam pembentukan kaidah-kaidah fiqih.

Salah satunya adalah Abu Thahir, seorang ulama dari mazhab Hanafi yang hidup di
akhir abad ke-3 dan awal abad ke-4 H. Dia diketahui telah mengumpulkan 17 kaidah fiqih
mazhab Hanafi.12

Kemudian, Abu Saad Al-Harawi, seorang ulama mazhab Syafi'i, mengunjungi Abu
Thahir dan mencatat kaidah fiqih yang dihafalkan olehnya. Sekitar seratus tahun
kemudian, muncul seorang ulama besar, yaitu Imam Abu Hasan al-Karkhi, yang
menambahkan kaidah fiqih dari Abu Thahir menjadi 37 kaidah.

Penjelasan di atas mengindikasikan bahwa kaidah-kaidah fiqih mulai muncul pada


akhir abad ke-3 Hijriah. Pada saat itu, wilayah kekuasaan umat Islam semakin luas, yang
berdampak pada munculnya tantangan dan masalah-masalah yang perlu dicari solusinya.

11
Ahmad Sudirman Abbas, Sejarah Qawa 'id Fiqhiyyah (Jakarta: Radar Jaya Offset, 2004), h.21.
12
Djazuli, Kidah-Kaidah Figih : Kidah-kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan MasalahMasalah yang Praktis, h.
12.

x
Oleh karena itu, para ulama merasa perlunya sebuah metode yang mudah untuk
menyelesaikan masalah, dan kaidah-kaidah fiqih pun mulai muncul.

Dalam buku "Kaidah-Kaidah Fiqih" karya A. Djazuli, dijelaskan bahwa skema


pembentukan kaidah fiqih sebagai berikut:13

3. Pengkodifikasian

Diyakini bahwa pada masa inilah dimana qawaid fiqhiyah mempunyai posisi tersendiri
sebagai disiplin ilmu ke dua setelah ushul fiqh. Memasuki abad ke 4 Hijriah dan setelahnya,
dimana semangat Ijtihad telah melemah sementara taqlid terus mewabah karena saat itu mulai
banyak timbul perkara-perkara baru dalam kehidupan manusia.

Era ini juga menjadi awal masa di mana bidang fiqh mulai mengalami dikotomi dalam
kemasan madzab. Pembukuan terhadap fiqih madzhab tertentu dirasa cukup menjadi penenang
bagi setiap orang saat itu untuk merujuk kepada bacaan tertentu pada masalah tertentu pula.
Seolah-olah era Ijtihad sudah mati secara total pada masa itu.

Namun, berkembangnya persoalan-persoalan baru ternyata tak mampu terjawab oleh kitab-
kitab madzab. Ulama-ulama pun bangkit untuk membuat kumpulan kaidah yang diharapkan
dapat menjaga hukum dan fatwa ulama dari teori yang salah.

Di antara yang memulai kodifikasi terhadap qawaid al fiqhiyyah adalah :

1. Imam Abu Hasan al Karkhi dengan kitab ushul al Karakhi


2. Abu Zaid al Dabusi menyusun kitab ta’sisun Nadhar
3. Abu Thahir ad Dibas menyusun 17 kaidah yang disempurnakan Karakhi menjadi 37
4. Imam Abi Laits as-Samarqhandi dengan kitab yang terkenal hingga saat ini yaitu ta'sisu
nadhir
Memasuki abad ke 7 dan 8 Hijriah, terlihat bahwa qawaid al fiqhiyyah mengalami
peningkatan yang signifikan. Bahkan banyak yang menjulukinya masa keemasan kodifikasi
untuk bidang ini. Semakin deras bermunculan dari setiap madzhab yang menyusun dan
mengklasifikasikan qawaidh fiqhiyah menjadi bab tertentu dalam satu kitab.

Jika yang memulai kodifikasi di abad ke empat adalah kebanyakan dari ulama Hanafi, maka
di abad ini yang lebih pesat menyebarkan karya ilmu qawaid adalah dari golongan Syafi’iyah.
Namun bukan berarti dari madzhab yang lain tidak sama sekali berkontribusi.Yang lebih
mengesankan lagi, ulama di era abad ke sembilan dan sepuluh mencoba mengklasifikasikan
qawaid dengan mengumpulkan semua karya dari seluruh madzhab.

13
Ibid, h. 13-14

xi
Seperti imam as shuyuthi yang mengumpulkan qawaid penting dari al a’lai, as subuky, dan
az-zakarsy bahkan dengan nama kitab yang sama, yakni al asybah wan-nadzoir. Di era inilah
sangat dikenal sekali sebagai masa kodifikasi dan penyusunan maqashid al fiqhiyyah14.

C. Pemantapan dan penyusunan sistematika Qawaid Fiqhiyah

Sebelumnya telah diuraikan bahwa qawaid fiqhiyah di awal-awal kemunculannya hanya


beredar pada ungkapan lisan para ulama terdahulu baik dari generasi tabi'in atau para imam
mujtahid, kemudian diriwayatkan oleh para muridnya dan fuqaha pengikut mereka, sampai
kepada penulisannya sehingga mulai menampakkan identitasnya. Tanpa memandang ringan
usaha yang diberikan namun sejauh ini qawaid tersebut masih terpisah-pisah, tersebar dalam
berbagai karya tulis, sebagian bercampur dengan ilmu lain seperti furuq dan alghaz,
kadangkadang bercampur dengan qawaid ushuliyah.

Qawaid fiqiyah mencapai kemantapannya pada akhir abad ke-13, di masa pemerintaan
Sultan al-Ghazi Abdul Aziz Khan al-Usmani, yaitu ketika satu komite yang terdiri dari fuqaha’
masa itu berhasil merumuskan kumpulan qawaid fiqhiyah yang dinamakan al-Majallah al-
Adliyah al-Usmaniyah.

Qawaid tersebut dipilih dan disaring dari sumber-sumber hukum Islam dan karya-karya
besar yang dalam bidang qawaid fiqiyah seperti al-Asybah wa al-Nazhair Ibnu Nujaim, Majami'
alHaqaiq al-Khadimy. Dan perlu dicatat bahwa para fuqaha’ yang menulis ini bekerja dengan
sangat baik, baik dalam pemilihan maupun dalam sistematisasinya yang mirip undang-undang
dengan ungkapan yang ringkas. Kitab al-Majallah yang diluncurkan tahun 1286 H menjadikan
qawaid fiqiyah lebih dikenal orang.

Penulisan qawaid fiqhiyah pada masa kini dapat dibagi kepada beberapa model. Ada model
tahqiq (studi) terhadap karya ulama terdahulu, ada yang merangkum qawaid fiqhyah dari kitab-
kitab fiqh, dan ada yang menyusun qawaid tersebut dengan urutan tertentu. Di antara kitab
qawaid yang telah ditahqiq ialah:

1) al-Asybah wa al-Nazhair karya Ibnu Subki, tahun 1411


2) al-Asybah wa al-Nazhair karya Ibnu Wakil , tahun 1413
3) al-Qawaid karya al-Hishni
4) al-Mantsur fi al-qawaid karangan al-Zarkasyi
5) al-Qawaid karya al-Maqarra
6) Idhah al-masalik karya al-Wansyarisiy, tahun 1400 H
7) Mukhtasar Min qawaid al-Alai wa kalam al-Asnawi karya Ibnu Katib al-Dahsyah, taun
1984
8) al-Majmu' al-Muzhab fi qawaid al-Mazab karya al-Ala-I, tahun 1414
14
Firman Arifandi, LL.B, LL.M, "Qawaid Fiqhiyyah Sebagai Formulasi Hukum", (Setiabudi Jakarta Selatan, Cet 1 : 11
september 2018) Hal.16

xii
9) Syarah al-manhaj al-Muntakhab ila Qawaid al-Mazhab karya Ibnu al-Manjur.
Di antara penulisan modern yang merangkum qawaid dari kitab-kitab fikih ialah:

1) Qawaid Fiqh al-Maliki, dirangkum dari al-Isyaraf 'ala Masail al-Khilaf karya Qadhi
Abdul Wahab, dirangkum oleh DR. Muhammad al-Ruki, taun 1419.
2) al-Qawaid al-Fiqhyah pada Bab Ibadah dan Muamalah, dirangkum dari al-Mugni Ibnu
Qudamah, oleh Abdullah Isa, 1409.
3) al-Qawaid wa al-Dhawabith yang dirangkum dari al-Tahrir li al-Husairi oleh DR. Ali
Ahmad al-Nadawi, taun 1411.
4) Al-qawaid wa al-Dhawabith al-fiqiyah 'Inda Ibnu Taimiyah Fi Kitab Thaharah wa al-
Shalah, karya Dr. Nasir al-Miman, tahun 1416.
Kitab-kitab yang menyusun ulang qawaid, di antara nya adalah sebagai berikut:

1) Qawaid Fiqh, karangan syeikh Amim al-Ihsan alMujaddidiy al-Barkatiy, yang


mengampulkan 26 Kaedah dan menyusun menurut huruf hijaiyah, tahun 1407 H.
2) Mausu'ah al-Qawaid al-Fiqhiyah, karya DR. Sidqi al-Burnu, tahun 1419.
3) Jamharah al-qawaid al-Fiqhiyah, karya Ali al-Nadawi
Kitab-kitab yang membahas kaidah fikih tertentu atau studi teoritis mendasar, sebagai
berikut:

1) Qa'idah al-Umur bi Maqasidiha oleh Ya'qub al-Bahusain, tahun 1418 H.


2) Qa'idah al-Masyaqqah tajlibu al-taysir oleh Jum'ah al-Said Makki.
3) Qaidah I'mal al-Kalam aula min Ihmalihi oleh Syeik Musthafa Hurmusy tahun 1406.
4) Qaidah al-Yaqin la Yazulu bi al-Syak oleh Ya'qub alBahusain tahun 1416
Kitab- kitab yang fokus untuk membahas sisi sejarah qawaid fiqhiyah, sebagai berikut:

1) al-Qawaid al-Fiqihiyah: Nasyaatuha, Dirasah Muaallafatuha, Adillatua, Muhimmatuha,


Tathbiquha oleh Dr. Ali Ahmad al-Nadwi.
2) al-Qawaid al-Fiqhiyah: al-Mabadi’, al-Muqawamat, alMasadir, al-Daliliyah, al-
Tatawur, oleh Ya'qub al-Bahusain, tahun 1418.
3) al-Wajiz fi Idhah al-Qawaid al-Kulliyah oleh Dr. Muhammad Sidqi al-Burnu tahun 1404.
al-Qawaid al-Kubra oleh Dr. Abdullah al-'Ajlan tahun 1416 H.15

BAB III PENUTUP

Kesimpulan:

15
Syafrudin Halimy Kamaludin, “SEJARAH PERUMUSAN DAN PERKEMBANGAN,” 2014.

xiii
Ali Ahmad al-Nadwi, seorang ulama ushul kontemporer, menyebut tiga periode penyusunan
qawaid Fiqhiyyah yaitu; periode kelahiran, pembukuan, dan penyempurnaan. Pada awalnya,
metode ini dikenal dengan berbagai nama seperti al-Qawaid, ad-Dhawabid, al-Faruq, al-Alghaz,
Muthorohat al-Afrad, Maarif al-Afrad, dan al-Khiyal.Namun, melalui proses evolusi dan
perkembangan yang panjang, metode ini akhirnya mendapatkan nama baku untuk studi
ilmiahnya, yaitu Ilmu al-Qawaid al-Fiqhiyyah (kaidah-kaidah fiqih). Dalam terminologi lain,
metode ini juga dikenal sebagai al-Asybah wa al-Nazhair (hal yang serupa dan sebanding). Di
antara yang memulai kodifikasi terhadap qawaid al fiqhiyyah adalah :

1. Imam Abu Hasan al Karkhi dengan kitab ushul al Karakhi


2. Abu Zaid al Dabusi menyusun kitab ta’sisun Nadhar
3. Abu Thahir ad Dibas menyusun 17 kaidah yang disempurnakan Karakhi menjadi 37
4. Imam Abi Laits as-Samarqhandi dengan kitab yang terkenal hingga saat ini yaitu ta'sisu
nadhir
Sebelumnya telah diuraikan bahwa qawaid fiqhiyah di awal-awal kemunculannya hanya beredar
pada ungkapan lisan para ulama terdahulu baik dari generasi tabi'in atau para imam mujtahid,
kemudian diriwayatkan oleh para muridnya dan fuqaha pengikut mereka, sampai kepada
penulisannya sehingga mulai menampakkan identitasnya. Tanpa memandang ringan usaha yang
diberikan namun sejauh ini qawaid tersebut masih terpisah-pisah, tersebar dalam berbagai karya
tulis, sebagian bercampur dengan ilmu lain seperti furuq dan alghaz, kadangkadang bercampur
dengan qawaid ushuliyah.

xiv
DAFTAR PUSTAKA

Ali Ahmad An-Nadwi, al-Qawaid al-Fiqhiyyah, Damaskus, Dar al-Qalam, 1998, h. 89

Al-Burnu, Muhammad Sidqi b. Ahmad, Abu al-Harith alGhazzi (2003), op.cit., h. 51

Abdul Mun’im Saleh, Op.cit. h. 186

Al-Burnu, Muhammad Sidqi b. Ahmad, Abu al-Harith alGhazzi (2003), op.cit., h. 69; Ahmad b.
Muhammad al-Zarqa’ (2001), op. cit., h. 37.

Al-Burnu, Muhammad Sidqi bin Ahmad, Abu al-Harith alGhazzi, op.cit., h. 72

Abdul Mun’im Saleh .Op.cit, h, 192

Ahmad bin Muhammad al-Zarqa, op. cit., h. 40.

A1-Allamah Jalal A1-Faqth Mustafa Dziraq, Qawa 'id Fiqhiyyah (Jiddah: Da'r al-Basyir, 2000), h.
134

A. Djamli, Kidah-Kaidah Fiqih : Kidah-kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah-


Masalah yang Praktis (Jakarta: Fajar Interpratama Offset, 2010), 7

Ahmad Sudirman Abbas, Sejarah Qawa 'id Fiqhiyyah (Jakarta: Radar Jaya Offset, 2004), h.21.

Djazuli, Kidah-Kaidah Figih : Kidah-kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan MasalahMasalah


yang Praktis, h. 12.

Firman Arifandi, LL.B, LL.M, "Qawaid Fiqhiyyah Sebagai Formulasi Hukum", (Setiabudi Jakarta
Selatan, Cet 1 : 11 september 2018) Hal.16

Syafrudin Halimy Kamaludin, “SEJARAH PERUMUSAN DAN PERKEMBANGAN,” 2014.

xv

Anda mungkin juga menyukai