TEORI-TEORI KONSELING
Oleh Kelompok 4 :
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kita panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kita, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ilmiah.
Harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi para
pembaca. Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya
dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Bagaimanapun latarbelakang biografis kita semua, menuntut ilmu
pengetahuan boleh bagi setiap orang, apa lagi menuntut ilmu pengetahuan agama
Islam sangat dianjurkan karena diwajibkan bagi setiap umat Islam menuntut ilmu
agamanya sendiri.
Akhir kata saya berharap semoga makalah ilmiah ini dapat memberikan
manfaat maupun motivasi terhadap pembaca.
Kelompok 4
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Apa saja teori-teori dalam konseling?
C. Tujuan Penulisan
Untuk Mengetahui teori-teori dalam konseling.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori-Teori Konseling
Lahirnya suatu teori mempunyai kaitan dasar pribadi, sosiologis, dan
filosofis. Ciri khas yang ditampilkan oleh beragam teori sangat dipengaruhi oleh
kepribadian pembuatnya, kehidupan dan lingkungan sekitarnya, serta cara
pandang pengarang dalam berfilsafat. Munculnya teori-teori dalam konseling
sendiri bersamaan dengan awal munculnya bimbingan konseling yaitu pada abad
ke 20. Teori-teori dalam bimbingan konseling adalah:
1. Teori Konseling Psikoanalisis
Pendekatan psikoanalisis menganggap bahwa tingkah laku abnormal
di sebabkan oleh faktor-faktor intropsikis (konflik tidak sadar, represi,
kecemasan) yang menggangu penyesuaian diri. Menurut freud, esensi pribadi
seseorang bukan terletak pada apa yang ia tampilkan secara sadar, melainkan
apa yang tersembunyi dalam ketidaksadarannya. Freud beranggapan bahwa
gangguan jiwa pada orang dewasa, pada umumnya berasal dari pengalaman
pada masa kanak-kanak.1 dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan
terapi psikoanalisis (psychonalysis teraphy) adalah teknik atau metode
pengobatan yang dilakukan oleh terapis dengan cara menggali permasalahan
dan pengalaman yang direpresnya selama masa kecil serta memunculkan
dorongan-dorongan yang tidak disadarinya selama ini.
a. Teori Kepribadian
Pendekatan psikoanalisis menganggap energi psikis yang paling
dasar disebut libido yang bersumber dari dorongan seksual yang terarah
kepada pencapaian kesenangan.2 Teori kepribadian menurut Freud,
menyangkut tiga hal yaitu: struktur, dinamika, dan perkembangan
kepribadian.
1
Mohamad Surya, Teori-Teori konseling (Bandung: Bani Quraisy, 2003), h. 32
2
Ibid,. h. 28
3
1) Struktur Kpribadian
Berikut aspek-aspek yang menjadi perhatiaanya adalah id, ego,
dan super ego. Dalam teori psikonalisis, id merupakan sistem
kepribadiaan yang paling dasar yang didalamnya terdapat naluri-
naluri bawaan. Freud berpendapat bahwa psinsip kerja id adalah
prinsip kesenangan. Id selalu mencari kesenangan dan menghindari
rasa sakit atau ketidaknyamanan. Tempatnya ada pada alam bawah
sadar dan secara langsung berpengaruh terhadap perilaku seseorang
tanpa disadari.
Selanjutnya adalah ego, ego memiliki kontak dengan dunia
eksternal dari kenyataan. Ego adalah eksekutif dari kepribadian yang
memerintah, mengendalikan dan mengatur. Tugas utama ego adalah
menjembatani naluri-naluri dengan lingkungan sekitar. Ego
mengendalikan kesadaran dan melaksanakan sensor. Dengan diatur
oleh asa kenyataan, ego berlaku realistis dan berpikir logis serta
merumuskan rencana-rencana tindakan pemuasan kebutuhan.
Menurut psikoanalisis, super ego adalah suatu sistem
kepribadian yang mengandung nilai-nilai dan aturan-aturan yang
digunakan untuk menilai suatu hal yang menunjukan pada suatu
kebenaran dan kesalahan(baik buruk). Dengan kata lain, super ego
adalah hati nurani. Peranansuper ego adalah sebagai sumber motivasi
utama dan juga sebagai penyebab timbulnya pertentangan-
pertentangan didalam diri.3
Ketiga sistem ini mempunyai fungsi, sifat, prinsip kerja dan
dinamika sendiri-sendiri. Walaupun demikian ketiganya mempunyai
hubungan yang sangat erat dan sulit untuk memisahkannya satu
persatu, karena tingkah laku seseorang merupakan hasil pengaruh
dari sistem aspek tersebut4
2) Dinamika Kepribadian
3
Tristiadi Ardi Ardani, Psikiatri Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008), h. 66-69.
4
Mohamad Surya, op. cit. h. 33-34.
4
5
Sofyan S. W illis, Konseling Keluarga, (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 96.
5
d. Teknik Konseling
6
Latipun, Psikologi Konseling, (Malang: UMM Press, 2001), h. 60.
7
Anggit Fajar Nugroho, “Teori-Teori Bimbingan Konseling dalam Pendidikan”, Jurnal
Tawadhu, Vol. 2 No.1, 2018, h. 435-436.
6
4) Analisis Resistensi
8
Mohamad Surya, op. cit., h.36.
9
Ibid,. h.36-37.
10
Tristiadi Ardi Ardani, op. cit. h. 70
7
11
Mohamad Surya, loc. cit. h. 37.
12
3 Tristiadi Ardi Ardani, loc. cit. h. 70 – 71.
13
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung: Refika Aditama,
2009), h. 91.
8
a. Teori Kepribadian
Untuk memahami lebih luas tentang pandangan Rogers terhadap
manusia, Rogers mengungkapkan bahwa terdapat tiga unsur yang sangat
mendasar hubungannya dengan kepribadian. Pertama, self. Self adalah
bagian dari kepribadian yang sangat penting . Self meliputi dua hal, yaitu
real self (siapa saya ini sebenarnya), dan ideal self (saya seharusnya
menjadi orang yang bagaimana). Yang kedua adalah medan fenomenal,
merupakan keseluruhan pengalaman seseorang yang diterimanya baik
yang disadari maupun tidak. Dan ketiga adalah organisme, merupakan
keseluruhan totalitas individu, yang meliputi pemikiran, perilaku, dan
keadaan fisik. Organisme mempunyai satu kecenderungan dan dorongan
dasar, yaitu mengaktualisasikan, mempertahankan dan mengembangkan
diri. Akhirnya konsep self itu mencakup gambaran siapa dirinya, siapa
seharusnya dirinya dan siapa kemungkinan dirinya.14
b. Perilaku Bermasalah
Perilaku bermasalah menurut Rogers adalah ketika tidak adanya
hubungan yang kongruen antara real self dan ideal self. Dikatakan
bermasalah apabila tidak ada kesesuaian antara pengalaman dengan self
atau dalam keadaan kongruensi yang segala pengalamannya dianggap
ancaman dan individu terus melakukan penolakan terhadap pengalaman-
pengalamannya.15
c. Tujuan Konseling
Secara ideal tujuan konseling berpusat pada klien tidak terbatas
oleh tercapaianya pribadi yang kongruensi saja. Pada dasarnya tujuan
konseling menurut Rogers sama dengan tujuan hidup, yaitu “pribadi yang
berfungsi sepenuhnya”.16
Adapaun tujuan konseling dengan pendekatan client centered
adalah sebagai berikut:
14
Anggit Fajar Nugroho, op. cit. h.439
15
Ibid.
16
Ibid.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
17
WS. Winkel, Bimbingan Konseling, (Yogyakarta: PT Grasindo, 2007), h. 402.
10
B. Saran
Makalah ini masih sangatlah jauh dari sempurna, karena masih banyak
referensi-refesensi yang dapat digunakan. Keterbatasan kemampuan
penulislah yang masih kurang dalam memaksimalkan penulisan ini. Kritik
dan saran sangat diharapkan dari dosen dan rekan-rekan mahasiswa agar
penulisan yang akan datang menjadi lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Ardani, Tristiadi Ardi. Psikiatri Islam. Malang: UIN Malang Press. 2008.
Corey, Gerald. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika
Aditama. 2009.
Latipun. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press. 2001.
Nugroho, Anggit Fajar. “Teori-Teori Bimbingan Konseling dalam Pendidikan”.
Jurnal Tawadhu, Vol. 2 No.1, 2018.
Surya, Mohamad. Teori-Teori konseling. Bandung: Bani Quraisy. 2003.
Willis, Sofyan S. Konseling Keluarga. Bandung: Alfabeta. 2011.
Winkel, WS. Bimbingan Konseling. Yogyakarta: PT Grasindo. 2007.