Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH TEKNIK-TEKNIK KONSELING

Pendekatan Psikoanalisis
Dosen Pengampu : Tika Febriyani, M.Pd

Disusun Oleh Kelompok :8


Kelas : IV BKPI-F
Arisa Mutiara Salsabila (2011080389)
Irma Nursafitri (2011080080)
Siti Magfiroh (2011080358)

BIMBINGAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
1442H/2021
KATA PENGANTAR
Bismillahir-Rahmanir-Rahim

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam.
Rahmat dan keselamatan semoga senantiasa dilimpahkan Allah Kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya, serta para pengikutnya yang setia
hingga hari pembalasan kelak. Dan tak lupa saya bersyukur atas tersusunnya
Makalah kami yang berjudul Pendekatan Psikoanalisis mata kuliah Teknik-teknik
Konseling.

Tujuan kami menyusun makalah ini adalah tiada lain untuk memperkaya
ilmu pengetahuan kita semua, dan untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknik-
teknik konseling. Dengan terselesaikannya makalah ini, maka tidak lupa kami
mengucapkan terimakasih kepada pihak- pihak yang berperan dalam membantu
penyusunan makalah ini hingga selesai seperti saat ini. Akhir kata kami
mengharapkan adanya kritik dan saran atas kekurangan kami dalam penyusunan
makalah ini, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna khususnya bagi
Mahasiswa uin raden intan lampung dan juga semua pihak.

Bandar Lampung, 20 Februari 2022

Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 1

1.3 Tujuan Makalah ............................................................................................. 1

BAB II ..................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3

A. Pandangan Tentang Manusia .......................................................................... 3

B. Konsep Dasar Pendekatan Psikoanalisis ........................................................ 4

C. Tujuan Konseling .......................................................................................... 17

D. Peran dan Fungsi Konselor ........................................................................... 17

E. Teknik- Teknik Konseling ............................................................................ 18

BAB III ................................................................................................................. 22

PENUTUP ............................................................................................................. 22

Kesimpulan ........................................................................................................ 22

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 23

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendekatan Psikoanalisis dalam konseling merepresentasikan tradisi utama da
lam konseling dan psikoterapi kontemporer. Konseling Psikoanalisis memberi kan
perhatian terhadap kemampuan konselor untuk menggunakan apa yang terjadi,
dalam hubungan antara konseli dan konselor yang bersifat segera dan terbuka dalam
rangka mengeksplorasi tipe perasaan dan dilema hubungan yang mengakibatkan
kesulitan bagi konseli dalam kehidupannya sehari-hari (McLeod, 2006, p. 90).
Pendekatan Psikoanalisis merupakan pendekatan yang banyak mempengaruhi
timbulnya pendekatan-pendekatan lain dalam konseling.

Teori Psikoanalisis juga merupakan teori kepribadian yang paling kom


prehensif yang mengemukakan tentang tiga pokok pembahasar yaitu struktur
kepribadian, dinamika kepribadian, dan perkembangan kepribadian (Alwisol, 2004,
p. 15). Psikoanalisis sering juga disebut dengan Psikologi Dalam, kare na
pendekatan ini berpendapat bahwa segala tingkah laku manusia bersumber pada
dorongan yang terletak jauh di dalam alam ketidaksadaran. Selain itu, Psikoanalisis
banyak digunakan secara bergantian dengan istilah Psikodinamik, karena
menekankan pada dinamika atau gerak dorong mendorong antara alam
ketidaksadaran dan alam kesadaran, di mana alam ketidaksadaran mendorong untuk
muncul ke dalam alam kesadaran (Alwisol, 2004, p. 17).

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa Pandangan Freud Tentang Manusia
b. Apa Saja Konsep Dasar Pandangan Psikoanalisis
c. Apa Tujuan Konseling Dalam Pendekatan Psikoanalisis
d. Bagaimana Peran Dan Fungsi Konselor Dalam Pendekatan Psikoanalisis,
dan
e. Bagaimana Teknik-teknik Konseling Dalam Pendekatan Psikoanalisis

1.3 Tujuan Makalah


a. Mengetahui Apa Pandangan Frued Tentang Manusia
b. Mengetahui Apa Saja Konsep Dasar Pandangan Psikoanalisis
c. Mengetahui Apa Tujuan Konseling Dalam Pendekatan Psikoanalisis

1
d. Mengetahui Bagaimana Peran Dan Fungsi Konselor Dalam Pendekatan
Psikoanalisis, dan
e. Mengetahui Bagaimana Teknik-teknik Konseling Dalam Pendekatan
Psikoanalisis

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pandangan Tentang Manusia
Aliran Freudian memandang manusia sebagai makhluk deterministik.
Menurut Freud, tingkah laku manusia ditentukan oleh kekuatan irasional, motivasi
bawah sadar (unconsiousness motivation), dorongan (drive) biologis dan insting,
serta kejadian psikoseksual selama enam tahun pertama kehidupan (Thompson,
et.al., 2004, p. 77; Corey, 1986, p. 12). Insting merupakan pusat dari pendekatan
yang dikembangkan Freud. Walaupun Freud pada dasarnya menggunakan istilah
libido yang mengacu pada energi seksual, ia mengembangkan istilah ini menjadi
energi seluruh insting kehidupan. Insting-insting ini bertujuan sebagai pertahanan
hidup dari individu dan manusia, berorientasi pada pertumbuhan, perkembangan
dan kreativitas. Libido dipahami sebagai sumber motivasi yang lebih luas dari
sekadar energi seksual. Freud memasukkan tingkah laku yang bertujuan
mendapatkan kesenangan dan menghindari kesakitan merupakan libido (Corey,
1986, p. 12).

Freud juga mengemukakan tentang konsep insting mati (death instincts),


yang berhubungan dengan dorongan agresif (aggresive drive). Ia mengatakan
bahwa manusia memanifestasikan insting mati (death instincts) ini melalui ringkah
laku seperti keinginan bawah sadar untuk mati atau untuk menyak diri sendiri dan
orang lain. Freud percaya bahwa dorongan seksual dan agresif adalah kekuatan
yang menentukan tingkah laku manusia (Corey, 1986, p. 12). Insting hidup (Life
instincts), untuk mempertahankan hidup, berorientasi pada pertumbuhan,
perkembangan, dan kreativitas. Semua tindakan bertujuan memperoleh kesenangan
dan menghindari rasa sakit. Walaupun terdapat konflik antara life instincts (Eros)
dan death instincts (Thanatos), individu bukan korban dari agresi dan self-
destruction karena kedua insting tersebut. Pada buku Civilization and the
Discontents (1930; 1962), Freud mengindikasikan bahwa tantangan utama bagi
manusia adalah bagaimana manusia mengelola dorongan gresifnya (Corey, 1986,
p. 12).

Selanjutnya, Freud melihat individu pada dasarnya adalah setan (et) dan
korban (victim) dari insting yang harus menyeimbangkan dengan kekuatan sosial

3
untuk memberikan struktur di mana individu dapat berfungsi. Untuk mencapai
keseimbangan, individu harus memiliki pemahaman mendalam tentang kekuatan
yang memotivasi mereka untuk bertingkah laku (Thompson, et.al., 2004, p. 77).

Menurut teori Psikoanalisis, konsep dasar manusia berputar sekitar psychic


determinism dan unconcious mental processes. Psychic determinism berarti bahwa
fungsi mental atau kehidupan mental merupakan manifestasi logis yang secara terus
menerus dari hubungan kausatif antara keduanya. Menurut Freud, tidak satupun
peristiwa terjadi secara random dan keberulan, semuanya memiliki sebab dan akibat
dri peristiwa yang terjadi. Selanjutnya unconsious mental process adalah apa yang
ada dalam pikiran dan tubuh yang tidak kita ketahui, di bawah level kesadaran,
sehingga manusia seringkali tidak mengerti perasaan dan tingkah lakunya sendiri
(Thompson, et.al., 2004, p. 78).

Freud percaya bahwa konflik yang tidak terpecahkan, represi, dan free
floating anxiety (kecemasan) pada umumnya berjalan bersamaan. Kesakitan dan
konflik tidak dapat diselesaikan pada level kesadaran karena ditekan, dikubur dan
dilupakan ke level unconciousness (ketidaksadaran), sehingga untuk
menyelesaikan masalahnya hanya dapat dilakukan dengan membuka konflik awal.
Hal ini dapat dilakukan dengan memanggil kembali ingatan dan mengintegrasikan
ingatan yang telah ditekan dengan fungsi kesadaran individu yang memberikan
simtom untuk sembuh dari free-floating anxierv (Thompson, et al., 2004, p. 78).

B. Konsep Dasar Pendekatan Psikoanalisis


Pendekatan Psikoanalisis memiliki ciri-ciri, antara lain menekankan pada
pentingnya riwayat hidup konseli (perkembangan psikoseksual), pengaruh dan
impuls impuls genetik (instink), pengaruh energi hidup tlibido), pengaruh
pengalaman dini individu, dan pengaruh rionalitas dan sumber-sumber ketidak
sadaran tingkah laku Kontribusi Freud yang terbesar dalam dunia psikologi dan
psikiatri adalah konsep unconsiouness dan level of consiousness yang merupakan
kunci dalam memahami tingkah laku dan masalah kepribadian Menurut Freud,
manusia memiliki gambaran jiwa yang dianalogikan seperti gunung es (Corey,
1986, p. 12).

4
Consciousness (kesadaran) berisi ide-ide atau hal-hal yang disadari, subcon
sciousness (prakesadaran) berisi ide-ide atau hal hal tidak disadari yang sewaktu
waktu dapat dipanggil ke level kesadaran; unconscio vess (ketidaksadaran)
merupakan bagian terbesar dari gambaran jiwa manusia yang berisi dorongan
dorongan yang sebagian besar sudah ada sejak lahir yaitu dorongan seksual dan
agresi, sebagian lagi berasal dari pengalaman masa lalu yang pernah terjadi pada
tingkat kesadaran dan bersifat traumatis, sehingga perlu ditekan dan dimasukkan
dalam ketidaksadaran dengan kata lain sudah dilupakan. Dorongan-dorongan
ketidaksadaran bagian terbesar dari kepribadian, ingin muncul dan mendesak terus
ke kesadaran, tingkah laku; sedangkan tempat di atas sa ngat terbatas sekali
(Alwisol, 2004, p. 16, Corey, 1986, p 12). Bukti-bukti kli nis yang membuktikan
adanya uncomiousness adalah (1) mimpi sebagai simbol yang merepresentasikan
kebutuhan yang tidak disadari, harapan dan konflik, (2) karieo lidah islip of tongue)
dan lupa, (3) posthypnotic suggestions pasca hipnoris), (4) maurial derived from
free association techniques (matral yang didapat dari aplikan teknik asosan behan),
dan (5) material derived from projective techniques Imaterial yang didapat dari
aplikasi teknik proyekzd (Corry, 1986, p. 141. Teori Psikoanalisis melihat
kepribadian terdiri dari tiga hal yain mruktur atau organisasi kepribadian yang
terdini id, ego, dan supereg dinamika kepribadian yairo dinamika pergerakan antara
id, ego, dan perego dan perkembangan kepribadian yaitu perkembangan
paikoseksual

➢ Struktur atau Organisasi Kepribadian

Menurut pandangan Prikoanalisis, struktur atau organisasi kepribadian


individa terdiri dari tiga sistem yaitu id, ego, dan superego. Pada orang yang
dianggap sehat mental, ketiga sisteon merupakan kesatuan organisasi yang
harmonis. Sehingga memungkinkan individu berhubungan dengan lingkungan
secara efisien dan memuaskan. Bila ketiga sistem bertentangan satu sama lain,
individu mengalami kesulitan penyesuaian diri Tingkah laku manusia hampir selalu
merupakan produk interaksi ketiga sistem tersebut (Corey, 1986, p. 12).

1) Id

5
Id merupakan sistem utama kepribadian Ketika lahir manusia seluruhnya ter diri
dari id. Id berisi segala sesuatu yang secara psikologis diturunkan, telah ada sejak
lahir termasuk insting yaitu insting mempertahankan hidup (life instinct)
merupakan dorongan seksual atau libido dan dorongan untuk mati (death vistinct)
merupakan dorongan agresi (marah, menyerang orang lain, berkelahi) (Corey,
1986. p. 13). Id merupakan rahim tempar ego berkembang. Id adalah sumber utama
dar, reservoir atau cadangan dan energi-energi psikis dan merupakan penggerak ego
dan superego yang berhubungan erat dengan proses-proses jasmani, dari mana
energi berasal (Thompson, et al., 2004, p. 80). Id disebut juga kenyataan psikis yang
sebenarnya, karena id merupakan pencerminan penghayatan subyektif dan tidak
mengenal kenyataan obyek f karena berada di level ketidaksadaran (unconscious),
irasional, dan tidak terorganisir la tidak dapat mentolerir peningkatan energi yang
dirasakan sebagai suatu ketegangan pada diri seseorang Id memiliki prinsip
kenikmatan (pleasure principle). Hal ini berarti bahwa id akan berusaha
menyalurkan ketegangan dengan segera dan mengembalikan keseimbangan, agar
kembali pada keadaan tenang dan menyenangkan (Alwisol, 2004, p. 16-17, Corey,
1986, p. 13).

Untuk menghilangkan rasa sakit dan mendapat kenikmatan, id mempunyai dua


proses, yaitu:

• Tindakan refleks
Tindakan refleks adalah reaksi otomatis dan bawaan, seperti bersin dan ber
kedip. Id tidak dapat membedakan antara realitas dan bukan realitas.
• Proses primer
Adalah menghentikan ketegangan dengan membentuk khayalan tentang
obyek yang dapat menghilangkan ketegangan. Pengalaman di mana obyek
yang diinginkan hadir dalam bentuk gambaran ingatan pemenuhan hasrat
(with fulfillment), Proses primer tidak dapat mengurangi ketegangan, maks
dibutuhkan proses sekunder ego (Alwisol, 2004, p. 16-17, Thompson, et al,
2004, p. 80)
2) Ego

6
Ego merupakan bagian yang memiliki kontak dengan realitas dunia luae la
bertindak sebagai eksekutif yang mengatur, mengontrol, meregulasi kepribadian,
Ego dapat dianalogikan sebagai polisi lalu lintas (traffic cop) untuk Id, Superego
dan dama Tugas utama Ego adalah memediasi antara insting dan lingkungan sekitar
Ego mengontrol kesadaran dan bertindak sebagai sensor (Corry, 1986, p. 13) Ego
berfungsi untuk mewujudkan keburuhan pada dunis ayata, dan mampu
membedakan apa yang ada dalam diri dan luar diri yang disebut juga dengan proses
sekunder. Ego memiliki tiga fungsi, yaitu:

• Prinsip kenyataan (reality principles)


Prinsip ini bertujuan untuk mencegah terjadi ketegangan sampai ditemukan
objek yang sesuai.
• Pengujian terhadap kenyataan (reality testing).
Berarti bahwa ego mengontrol semua fungsi kognitif dan intelektual,
menyusun rencana pemenuhan kebutuhan, dan menguti rencana tersebut.
Eksekutil kepribadian berguna untuk mengontrol pintu pintu ke arah
tindakan, memilih lingkungan, memutuskan insting mana yang akan
dipuaskan, bagaimana cara yang digunakan untuk memuaskannys
(Thompson, at al., 2004, p. 80 81) Kemudian mengintegrasikan tuntutan Id,
Superego dan realitas.
• Mekanisme pertahanan diri (Defense Mechanism)
Yaitu mengendalikan Id dan menghalau impuls dan perasaan cemas yang
odak menyenangkan melalui strategi tingkah laku yang dipilih oleh individo
yang termasuk dalam mekanisme pertahanan diri (Alwisol, 2004, p. 18).
Strategi strategi yang dilakukan individu dalam rangka mempertahankan
diri akan dijelaskan lebih lanjur pada bagian selanjutnya.
3) Superego

Superego merupakan perwujudan internal dari nilai-nilai dan prinsip moral,


serta cita-cita tradisional masyarakat. Superego merupakan wewenang moral dari
kepribadian dan merepresentasikan hal-hal yang ideal, bukan yang real,
memperjuangkan kesempurnaan, bukan kenikmatan, memutuskan benar-salah,
bertindak sesuai norma moral masyarakat. Superego merupakan internalisasi dari

7
standar orangtua dan masyarakat, berkaitan dengan hadiah (reward) dan hukuman
psikologis Reward thadiah) psikologis adalah perasaan bangga dan kecintaan pada
diri sendiri (self-love), sedangkan punishment (hukuman) paikologis adalah
perasaan bersalah dan rendah diri tinferiority) (Alwisol, 2004, p. 18, Carey, 1986,
p. 13)

Superego terdiri dari dua bagian yaitu:

• Suara hati (conscience) yang merupakan sub-sistem Superego, berisi hal-


hal yang menurut orangtua tidak baik dilakukan dan bila dilakukan
mendapat hukuman.
• Ego Ideal, yaitu wadah yang menampung hal-hal yang diharapkan untuk
dilakukan dan bila dikerjakan mendapat hadiah. Dalam proses ini terdapat
introyeksi yaitu proses masuknya suara hati (conscience) dan ego ideal yang
berasal dari pendidikan orangtua ke dalam diri individu sehingga
membentuk kontrol dir (Alwisol, 2004, p. 18, Thompson, et al., 2004, p.
81).

Superego berfungsi merintangi impuls impuls ld, terutama impuls seksual


dan agresif, mendorong Ego untuk menggantikan tujuan realistis dengan tujuan
moralistis, mengajar kesempurnaan, dengan demikian seolah-olah Superego selalu
menentang Id dan Ego, serta selalu berusaha untuk membentuk bayangannya
sendiri (Alwisol, 2004, p. 18). Menurut Freud ketidaksadaran meliputi 85% dari
seluruh pikiran: Hal ini berarti bahwa sebagian dari pikiran manusia merupaka hai
yang tidak disedari, dorongan (drives), keinginan, sikap, motivasi dan fanta sida
dan mempengaruhi bagaimana manusia berpikir, merasa dan bertingka laku pada
alam kesadarannya (Thompson, et al., 2004, p. 78).

Sitten lid, Ego, dan Superego saling berinteraksi. Id mendesak, Ego


mengatur sedangkan Superego mengamati dan menyelis id dan Superego
Seandainya Ego berhasil mengontrol kehendak. Id maka Id akan diberi hadiah
dalam bentuk perasaan Irga dan tenang. Sebaliknya, jika Ego gagal menyalurkan
kehendak Id menurut batasan realitas dan nilai nilai moral, ia akan dihukum berupa
kecemasan. Menurut Freud, terdapat tiga kecemasan yang dapat dialams individu,
yaitu :

8
• Kecemasan realitas
Kecemasan yang dirasakan karena adanya ancaman yang nyata atau an
caman yang diperkirakan akan dihadapi di lingkungan. Tingkat kecemasan
yang akan dirasakan adalah setimpal dengan ancaman yang ada atau
diperkirakan Comohnya, merasa cemas untuk meninggalkan mobil yang
baru dibeli di tepi jalan yang gelap dan sepi
• Kecemasan moral
Kecemasan yang dihasilkan dari hati nurani Individu yang memiliki kata
hati yang mantap dan mudah merasa bersalah jika melanggar norma dan
nilai masyarakar, minalnya, merasa cemas acan kegagalan saat akan meng
hadapi ujian.
• Kecemasan neurotic
Kecemasan yang muncul dari rasa bimbang karena tidak dapat mengontrol
naluri-nalurinya sehingga menyebabkan ia melakukan sesuatu di luar kon
trolnya Keragu-raguan seperti ini seringkali tidak dapat dicari sumber
penyebabnya Kecemasan neurotik ini bersifat tidak sadar (aconscious
(Loekmono, 2003, p. 7).
4) Dinamika Kepribadian

Insring merupakan representasi psikologis yang dibawa sejak lahir yang


mengacu pada keinginan (sh) yang merupakan bagian dari kebutuhan (ned)
Contohnya, lapar adalah kebutuhan (ned) yang mengarah pada keinginan (wish)
akan makanan. Keinginan (wish) ini menjadi motif tingkah laku. Freud Percaya
bahwa tingkah laku manusia dimotivasi oleh insting dasar (Thompson et al., 2004,
p 81). Beberapa istilah yang digunakan dalam membahas dinamika kepribadian
yaitu:

• Labido adalah energi yang membolehkan insting kehidupan bekerja.


• Cathexis adalah mengarahkan energy libidinal manusia kepada objek orang
atau ide yang memuaskan kebutuhan.
• Anticathexis adalah kekuatan yang digunakan oleh Ego untuk Menghalangi
impuls dari ld. Reality prisciple dan Superego mengarahkan tingkah laku

9
Ego dan bertindak sebagai lawan dari plesure principle dari ld (Thomspon,
et al., 2004, p. 81).
5) Perkembangan Kepribadian

Psikoanalinis memiliki pendekatan yang unik dalam melihat perkembangan


kepribadian manusia Freud mengemukakan perkembangan psikoseksual yang
merupakan dasar pemahaman terhadap permasalahan yang dialami oleh konseli.
Corey (1986) menemukan bahwa permasalahan yang ditemuinya dalam konseling
individual dan kelompok adalah (1) ketidak mampuan mempercayai diri Sendari
dan orang lain, ketakutan akan cinta dan hubungan yang dekat, serta rendahnya
percaya diri (self-esteem), (2) ketidak mampuan mengenali dan mengekspresikan
perasaan kemarahan (hostility), kemarahan (rage) dan kebencian, dan (3) ke
tidakmampuan untuk menerima sepenuhnya seksualitas diri dan perasaan seksual,
kesulitan menerima diri sebagai perempuan atau laki-laki Menurut i koanalisis
Freudian, tiga area perkembangan personal dan sosial ini dibentuk pada enam tahun
pertama kehidupan manima. Periode ini merupakan landasan perkembangan
kepribadian di masa masa selanjutnya (Corey, 1986, p. 16-17).

Dalam pendekatan Psikoanalinis, terdapat lima fase perkembangan psiko


seksual, yaitu:

• Fase Oral (0-1 tahun)


Anak memperoleh kepuasan dan kenikmatan yang bersumber pada min
lumnya, melalui menghisap dan menggigit. Pada masa ini hubungan sosial
bayi lebih bersifat fisik dan obyek sosial terdekat adalah ibu. Masalah
kepribadian yang muncul karena tidak terpenuhinya keburuhan pada fase
ini adalah ketidakpercayaan kepada orang lain, menolak cinta dari orang
lain dan ketakutan serta ketidakmampuan membentuk hubungan yang intim
(Corey, 1986, p. 18).
• Fase Anal (1-3 tahun)
Pusat kenikmatan terletak pada daerah anus yaitu melalui menahan dan
melepaskan terutama saat buang air besar. Tahap konflik pertama antara
insting internal den tuntutan luar Inilah saat paling tepat mengajar di siplin
pada anak melalui toilet training (latihan buang air besar), Tugas

10
perkembangan yang utama pada masa ini adalah belajar kemandirian,
menerima kekuatan personal dan belajar mengekspresikan perasaan negatif
seperti kemarahan dan agresi. Pada masa ini peran orangtua dalam men
disiplinkan anak memiliki konsekuensi signifikan dalam perkembangan
kepribadian anak di masa yang akan datang. Dalam tahap ini juga pem
bentukan kata hati dan hati nurani (Corey, 1986, p. 18).
• Fase Phallic (3-5 tahun)
Anak memindahkan pusat kepuasan pada daerah kelamin Fase ini me
rupakan pembentukan identitas seksual. Anak mulai tertarik perbedaan
anatomis antara laki-laki dan perempuan. Konflik yang terjadi masa ini
berpusat pada hasrat inses yang tidak disadari (unconsious incestous desire)
yang dikembangkan oleh anak kepada orangtua yang berlainan jenis
kelamin. Pada anak laki-laki masa phallic ini dikenal sebagai oedipus
complex yang menempatkan ibu sebagai objek cinta bagi anak laki-laki.
Sedangkan pada anak perempuan masa phallic disebut juga dengan electra
complex di mana anak perempuan mencari cinta dan penerimanaan ayah.
Cara orangtua merespon secara verbal dan nonverbal terhadap keinginan
seksual anak memiliki pengaruh pada pembentukan identitas seksual dan
perasaan yang dikembangkan oleh anak (Corey, 1986, p. 18).
• Fase Laten (5-12 tahun)
Fase ini disebut juga masa tenang di mana minat seksual digantikan oleh
minat pada sekolah, teman bermain, olah raga dan berbagai aktivitas yang
baru bagi anak. Karena pada masa ini perkembangan pesat terjadi pada
aspek motorik dan kognitif. Pada masa ini sosialisasi sebagai anak meluas
ke luar keluarga inti dan membentuk hubungan dengan orang lain (Corey,
1986, p. 18).
• Fase Genital (12 tahun ke atas)
Fase ini adalah tahap akhir perkembangan psikoseksual Pada masa ini alat
reproduksi seksual mulai matang dan mulai terjadi puber, energi psikis
libido diarahkan untuk hubungan heteroseksual. Individu menggunakan
energi seksual pada berbagai aktivitas yang diterima masyarakat seperti

11
membangun pertemanan, terlibat pada aktivitas seni dan olah raga serta
mempersiapkan karir (Corey, 1986, p. 19).
6) Mekanisme Pertahanan Ego (Ego-Defense Mechanisms)

Mekanisme pertahanan ego (ego-defense mechanisms) membantu individu


meng atasi kecemasan dan mencegah terancamnya ego. Pertahanan ego (ego-
defense) merupakan tingkah laku normal karena ia memiliki nilai adaptif bila tidak
menjadi gaya hidup dalam menghadapi realitas. Mekanisme pertahanan ego (ego
defense mechanism) memiliki dua karakteristik, yaitu: (1) menyangkal realitas atau
(2) mengganti realitas (distort reality). Ego-defense beroperasi pada alam
ketidaksadaran (Corey, 1986, p.. 14). Clark (1991) mendefinisikan mekanisme
pertahanan (defense mechanisms) sebagai gangguan ketidaksadaran dari realitas
yang bertujuan untuk mengurangi efek yang menyakitkan dan konflik melalui
respon yang otomatis dan sudah menjadi kebiasaan. Mekanisme pertahanan ego
(ego-defense mechanisms) bersifat spesifik, tidak disadari (unconscious), usaha
untuk beradaptasi yang digunakan untuk menyelesaikan konflik dan memberikan
kelegaan (relief) terhadap kecemasan (Thompson, et.al., 2004, p. 81). Di bawah ini
dideskripsikan beberapa ego defense yang umum digunakan oleh individu dalam
berhubungan dengan orang lain, antara lain:

• Represi (repression) dan supresi (suppression)


Represi adalah proses ego memakai kekuatan anticathexes untuk menekan
segala sesuatu (ide, insting, ingatan, pikiran) yang dapat menimbulkan
kecemasan keluar dari kesadaran (Alwizol, 2004, p. 301. Represi
mendorong memori, konflik, ide dan persepsi yang berbahaya dan
mengancam Ego dari alam kesadaran ke alam ketidaksadaran dan
menempatkan penutup untuk mencegah hal-hal yang telah masuk ke alam
ketidaksadaran muncul kembali. Dalam represi individu secara tidak sadar
menghalangi pikiran yang menyakitkan dari memori. Sedangkan supresi
(suppression) adalah usaha sadar untuk melakukan hal yang sama dengan
represi (Thompson, et.al.,2004, p. 83). Contoh: anak yang kurang
berprestasi (underachievement) mungkin menckan ingatan-ingatan yang
menyakitkan tentang pengalaman mengalami kegagalan pada masa sekolah

12
(Thompson, et al., 2004, p. 83), Represi memiliki dinamika dengan
pemindahan (displacement), seperti:
❖ Represi dan penempatan yang salah (displacement), contohnya seorang
anak yang takut mengekspresikan kemarahannya kepada orangtuanya
menjadi memberontak kepada guru.
❖ Represi dan gejala atau simtom histeria, contohnya seorang pilot menjadi
buta walaupun secara fisiologis matanya sehat, sesudah pesawat yang
dikemudikannya jatuh dan kopilot yang juga teman baiknya meninggal
dunia.
❖ Represi dan gangguan psiko-fisiologis (psychophysiological disorder).
contohnya wanita yang mengalami migrain setiap kali menekan rasa marah,
memilih menuruti orang lain alih-alih mengikuti kemauannya sendiri agar
tidak perlu tumbul rasa marah yang harus ditekan
❖ Represi dan fobia, contohnya pria yang takut dengan barang yang ter buat
dari karet. Waktu masa kecil dia pernah dihukum berat ayahnya karena
meletuskan balon keret hadiah adiknya. Karet kini menjadi pe micu ingatan
kejadian di mana linkuman itu terjadi dan harapan masa kecil agar adiknya
mati.
❖ Represi dan nomadisme, contohnya orang yang selalu berpindah-pindah
tempat atau berubah ubah minatnya sebagai usaha melarikan diri dari
suasana frustasi (Alwisol, 2004, p. 31).
• Pembentukan Reaksi (reaction formation)
Pembentukan reaksi (reaction formation) adalah tindakan defensif dengan
cara mengganti impuls atau perasaan yang menimbulkan kecemasan dengan
impuls atau perasaan yang berlawanan atau kebalikannya dalam kesadaran.
Dapat pula pengembangan sikap, karakter atau sikap sadar (conscious attitude)
yang sangat berbeda dari perasaan yang sebenarnya yang telah ditekan. Hal ini
dilakukan sebagai cara untuk mengganti impuls yang mengakibatkan kecemasan
(anxiety-producing impulses) dan melanggar ketentuan superego dengan
kesadaran dengan hal yang bertentangan. Misalnya mengganti rasa benci dengan
cinta, rasa bermusuhan dengan ekspresi persahabatan, dan lain sebagainya
(Alwisol, 2004, p. 32; Thompson, et.al., 2004, p. 83). Contoh: ibu membenci

13
anak karena kelahiran hampir merenggut nyawa, tetapi Superego tidak
membenarkannya, maka reaksinya adalah menyayangi anak tersebut secara
berlebihan sehingga anak menjadi terkekang.
• Proyeksi (Projection)
Proyeksi adalah melakukan atribusi pada karakteristik orang lain di luar diri
(Thompson, et.al., 2004, p. 83). Hal ini dilakukan karena Superego me
larang, individu mengatribusikan pikiran, perasaan, motif yang tidak dapat
diterima dengan memproyeksikan terhadap orang lain. Proyeksi disebut
juga mekanisme mengubah kecemasan neurotik atau moral menjadi
kecemasan realistis, dengan cara melemparkan impuls-impuls internal yang
mengancam dipindahkan ke obyek di luar, sehingga seolah-olah ancaman
itu terproyeksi dari obyek eksternal kepada diri orang itu sendiri.
Pengubahan ini mudah dilakukan karena sumber asli kecemasan neurotik
atau moral itu adalah ketakutan terhadap hukuman dari luar (Alwisol, 2004,
p. 30). Contoh: Ani membenci Bintang, maka Ani mengatakan bahwa
Bintang membenci dia. Contoh berikutnya: siswa yang tidak menyukai
gurunya mengatakan bahwa "guru saya tidak menyukai saya, dia berpikir
saya bodoh" (Thompson, et.al., 2004, p. 83).
• Rasionalisasi (rationalisation)
Rasionalisasi merupakan cara untuk memberi alasan-alasan yang masuk
akal sebagai usaha untuk mempertahankan Egonya sehingga seolah-olah
dapat dibenarkan. Cara ini membantu mengurangi ledakan yang akan di
rasakan dan juga memberi peluang kepada Ego untuk berlindung di balik
alasan yang diberikan. Misalnya, orangtua memukul anak, agar dibenarkan
memberi alasan bahwa itu untuk mendidik anaknya untuk dapat berangkah
laku baik. Contoh lainnya, ketika Fanı mendapat nilai yang rendah pada
mata pelajaran matematika, ia mencari alasan-alasan yang masuk akal un
tuk menjelaskan mengapa ia mendapat nilai rendah, seperti: sakit, ada ma
salah keluarga sehingga tidak dapat belajar dengan baik, atau gurunya pilih
kasih (Lockmona, 2003, p. 9).
• Penempatan yang keliru (displacement)

14
Penempatan yang keliru (displacement) adalah mengarahkan energi dani
objek utama ke objek pengganti ketika insting terhalangi (Thompson, et al.,
2004, p. 83). Cara ini dilakukan untuk menghadapi kecemasan dengan
memindahkan pada obyek "yang lebih aman". Ketika obyek kateksis asli
yang dipilih oleh insting tidak dapat dicapai karena ada rintangan dari luar
(sosial, alami) atau dari dalam (antikateksis). Insting itu ditekan kembali ke
ketidaksadaran atau ego menawarkan kateksis baru yang berarti pemin-
dahan energi dari satu obyek ke obyek yang lain, sampai ditemukan obyek
yang dapat mereduksi ketegangan. Sumber dan tujuan dari insting selalu
tetap, obyeknya yang berubah-ubah melalui displacement (Alwisol, 2004,
p. 29). Contoh: Rini tidak senang dimarahi Lili, tapi tidak bisa marah
kembali pada Lali karena Lili adalah atasannya, kemarahan Rini
dilampiaskan kepada bawahannya. Contoh lainnya adalah kemarahan anak
pada orangtua dilampiaskan ke saudara yang lebih kecil atau obyek lain
karena takut dibalas oleh orangtua (Thompson, et.al., 2004, p. 83).

Proses mengganti obyek kateksis untuk meredakan ketegangan di atas


adalah kompromi antara tuntutan insting Id dengan realitas Ego, sehingga disebut
juga reaksi kompromi (compromised reaction). Terdapat tiga macam reaksi
kompromi, yaitu sublimasi, subsitusi, dan kompensasi (Alwisol, 2004, p. 30).

❖ Sublimasi (Sublimation)
Dorongan yang tidak dibenarkan Superego tetap dilakukan dalam bentuk
tingkah laku kreatif yang sesuai tuntutan masyarakat. Sublimasi merupakan
kompromi yang menghasilkan prestasi budaya yang lebih tinggi dan
diterima masyarakat sebagai kultural kreatif (Alwisol, 2004, p. 30). Contoh:
Mamat bertinju sebagai sublimasi dorongan gresi. Menjadi tukang jagal
hewan merupakan sublimasi dari dorongan sadisme. Anak menghisap
permen sebagai sublimasi dari kenikmatan menghisap ibu jari (Alwisol,
2004, p. 30).
❖ Substitusi
Pemindahan atau kompromi di mana kepuasan yang diperoleh masih mirip
dengan kepuasan aslinya. Contohnya, remaja yang cemas untuk

15
menyalurkan dorongan seksnya, mengganti dengan membaca buku porno
dan atau masturbasi (Alwisol, 2004, p. 30).
❖ Kompensasi (compensation)
Usaha untuk menutupi kelemahan di satu bidang dengan membuat prestasi
di bidang lain, sehingga Ego terhindar dari ejekan atau rasa rendah diri.
Contoh: Gadis kurang cantik tidak berhasil menarik perhatian dengan
kecantikan, tetapi belajar tekun dan berprestasi, sehingga memperoleh
kepuasan karena orang kagum pada kepan daiannya.
❖ Fixasi dan regresi
Fiksasi adalah terhentinya perkembangan normal pada tahap perkembangan
tertentu karena perkembangan lanjutannya sangat sukar sehingga menimbul
kan frustasi dan kecemasan yang terlalu kuat. Contoh: kecemasan dan
frustasi untuk mandiri secara finansial, membuat remaja atau orang dewasa
hidup bersama orangtua dan tergantung secara berlebihan kepada
orangtuanya (Alwisal, 2004, p. 30). Sedangkan regresi adalah usaha untuk
menghindari kegagalan atau ancaman terhadap Ego, individu mundur
kembali ke taraf perkembangan lebih rendah. Frustrasi, kecemasan dan
pengalaman trau matik yang sangat kuat pada tahap perkembangan tertentu
dapat pula menyebabkan regresi (Alwisol, 2004, p. 30). Contoh: Jono
kembali kekanak kanakan dengan bersikap manja karena takut menghadapi
tanggung jawab atau karena takut tidak mendapat perhatian.
❖ Penyangkalan (Denial)
Penyangkalan (demal) adalah menolak kenyataan, menolak stimulus atau
persepsi realistik yang tidak menyenangkan dengan menghilangkan atau
mengganti persepsi itu dengan fantasi atau halusinasi. Denial
menghilangkan "bahaya yang datang dari luar" dengan mengingkari
(menganggap bahaya itu tidak ada) (Alwisol, 2004, p. 34). Penyangkalan
(denial) merupakan respon defensif, individu menyangkal untuk melihat
atau menerima masalah atau aspek hidup yang menyulitkan dan biasanya
beroperasi pada taraf preconscious atau conscious.
❖ Introyeksi (introjection)

16
Introyeksi adalah suatu bentuk pertahanan diri yang dilakukan dengan
mengambil alih nilai-nilai dan standar orang lain baik positif maupun
negatif (Lockmono, 2003, p. 10). Contoh; anak yang mendapat penganiyaan
semasa masa kecilnya, mengambil cara orangtua mengatasi stres sehingga
melestarikan siklus kekerasan.
❖ Identifikasi
Identifikasi merupakan cara mereduksi ketegangan dengan meniru (melaku
kan imitasi) atau mengidentifikasikan diri dengan orang yang dianggap
berhasil memuaskan hasratnya dibanding dirinya. Individu mungkin me
lakukan imitasi beberapa karakteristik dari model atau mengkopi seluruh
karakteristik modelnya. Identifikasi merupakan proses pemindahan energi
psikis dari Id dan merupakan mekanisme pertahanan sejalan dengan konsep
pemindahan energi psikis tersebut (Alwisol, 2004, p. 28). Identifikasi
biasanya terjadi pada orangtua yang memiliki jenis kelamin yang sama.
Contohnya: saya cinta sekali pada ayah, saya ingin sekali seperti dia
(Thompson, et.al., 2004, p. 81). Pada orang dewasa identifikasi dapat
dilakukan dengan meniru tingkah laku bintang film atau orang yang
dikagumi sebagai proses introyeksi untuk meningkatkan harga diri dan
menekan perasaan rendah diri, sehingga orang dewasa merasa lebih bangga
dengan dirinya sendiri (Alwisol, 2004, p. 28).

C. Tujuan Konseling
Tujuan utama konseling dalam pola pikir Psikoanalisis adalah membuat
kesadaran (conscious) hal-hal yang tidak disadari (unconscious) konseli. Hal hal
yang terdapat di level ketidaksadaran (unconscious) dibawa ke level ke sadaran
(conscious). Ketika hal-hal yang telah ditekan di alam ketidaksadaran dimunculkan
kembali, maka masalah tersebut dapat diatasi secara lebih rasional dengan
menggunakan berbagai metode (Thompson, et al., 2004, p. 92).

D. Peran dan Fungsi Konselor


Fungsi konselor dalam konseling Psikoanalisis sangat dominan. Konselor
me nentukan proses dan arah konseling. Peran dan fungsi konselor pada pendekatan
Psikoanalisis adalah :

17
a) Sedikit bicara tentang dirinya dan jarang sekali menunjukkan reaksi
pribadinya.
b) Percaya bahwa apa pun perasaan konseli terhadap konselor merupakan
produk dari perasaannya yang diasosiasikan dengan orang yang penting
(significant person) di masa lalunya.
c) Melakukan analisis terhadap perasaan-perasaan konseli adalah esensi terapi.
Menciptakan suasana agar konseli merasa bebas mengekspresikan pikiran
pikiran yang sulit, setelah beberapa kali pertemuan tatap muka Dengan cara
meminta konseli berbaring di sofa dan terapis duduk di arah belakang kepala
konseli, sehingga tidak terlihat.
d) Berupaya agar konseli mendapat wawasan terhadap permasalahan dengan
mengalami kembali dan kemudian menyelesaikan pengalaman masa
lalunya.
e) Membantu konseli menemukan kebebasan bercinta, bekerja, dan bermain.
f) Membantu konseli menemukan kesadaran diri, kejujuran dan hubungan
pribadi yang efektif, dapat mengatasi kecemasan dengan cara realistis, dan
dapat mengendalikan tingkah laku impulsif dan irasional.

E. Teknik- Teknik Konseling


Beberapa teknik konseling dalam pendekatan Psikoanalisis adalah untuk
mem buka alam ketidaksadaran (unconsciousness), di antaranya adalah:

1. Teknik Analisis Kepribadian (Case Histories)

Pendekatan Dinamika penyembuhan gangguan kepribadian dilakukan


dengan melihat dinamika dari dorongan primitif (libido) terhadap Ego dan
bagaimana Superego menahan dorongan tersebut. Apakah Ego bisa
mempertahankan ke seimbangan antara dorongan Id dan Superego. Kemudian
dicari penyebab mengapa Ego tidak dapat mempertahankan keseimbangan itu
(Thompson, et.al., 2004, p. 92). Pendekatan sejarah kasus (case history) bertujuan
untuk melihat fase-fase perkembangan dorongan seksual apakah berjalan wajar,
apakah ada hambatan dan pada fase mana mulai terjadi hambatan.

2. Hipnotis (Hipnosis)

18
Hipnosis bertujuan untuk mengeksplorasi dan memahami faktor
ketidaksadaran (unconsciousness) yang menjadi penyebab masalab, Konseli diajak
melakukan katarsis dengan memverbalisasikan konflik-konflik yang telah ditekan
ke alam ketidaksadaran. Akan tetapi hipnotis telah banyak ditinggalkan karena
tidak semua orang dapat diajak ke alam ketidaksadaran dan dapat menemukan
konflik-konflik di level ketidaksadaran (unconsciousness). Selain itu, hasil tidak
bertahan lama, karena setelah sadar penyebab masih tetap ada dan mengganggu
(Thompson, et al., 2004, p. 93).

3. Asosiasi Bebas (Free Association)

Asosiası bebas bertujuan untuk meninggalkan cara berpikir yang biasa me


nyensor pikiran. Hal ini dilakukan dengan meminta konseli berbaring rileks,
kemudian diminta untuk mengasosiasikan kata-kata yang diucapkan sendiri atau
oleh konselor, dengan kata yang pertama kali muncul dalam ingatannya tanpa
memperhitungkan baik-buruk, benar-salah, atau meskipun kelihatan aneh,
irasional, menggelikan atau menyakitkan. Dengan cara ini Id diminta bicara,
sedangkan Ego dan Superego tinggal diam (Thompson, et.al., 2004, p. 93).

4. Analisis Resistansi (Analysis of Resistance)

Analisis reusransi adalah melakukan analisis terhadap sikap resisten


konseli. Resistansi dapat berbentuk tingkah laku yang tidak memiliki komitmen
pada pertemuan konseling, tidak menepati janji, menolak mengingat mimpi, meng
halangi pikiran saat asosiasi bebas, dan bentuk-bentuk lainnya. Analisis tentang
kondisi ini akan membantu konseli berhasil dalam terapi (Thompson, et.al., 2004,
p. 96).

5. Analisis Transferensi (Analysis of Transference)

Transference terjadi ketika konseli memandang konselor seperti orang lain.


Pada proses konseling, terkadang konseli mentransfer perasaan tentang orang yang
penting baginya pada masa lalu kepada konselor. Dalam analisis transferensi,
konselor mendorong transferensi ini dan menginterpretasikan perasaan-perasaan
positif dan negatif yang diekspresikan. Pelepasan ini bersifat terapeutis, katarsis

19
emosional. Tetapi nilai sesungguhnya dari analisis konselor tentang transferensi
yang terjadi (Thompson, et.al., 2004, p. 95).

6. Interpretasi (Interpretation)

Interpretasi merupakan pengembangan dari teknik asosiasi bebas. Terdapat


tiga aspek yang diinterpretasi, yaitu: mimpi (dreams), parapraxia, dan humor. Pada
saat melakukan interpretasi, konselor membantu konseli memahami peristiwa dari
masa lalu dan sekarang. Interpretasi menyangkut penjelasan dan analisis berbagai
pikiran, perasaan, dan tindakan konseli. Konselor harus memilih waktu yang tepat
untuk melakukan ini, sehingga konseli siap menerima dan mendapat insight
(Thompson, et al., 2004, p. 94). Pada analisis mimpi konseli secara sadar
sepenuhnya diajak untuk mengeskplorasi ketidaksadarannya dengan menganalisis
mimpinya. Analis harus menyadari arti yang nyata/kelihatan (manifest content) dan
arti tersembunyi yang sesungguhnya (latent content).

Menurut Freud, mapi mengekspresikan pemenuhan harapan harapan (wish


fulfillmen). Menurut pendekatan Psikoanalisis terdapat tiga jenis mimpi, yaitu (1)
mimpi yang bermakna, yang berisi hal-hal yang rasional, (2) mimpi yang sangat
berbeda dengan kejadian yang terjadi dalam kehidupan individu, (3) mimpi yang
tidak logis dan senseless episodes. Freud berpendapat bahwa mimpi membuka
keinginan dan harapan yang tidak terpenuhi. Mimpi dapat menjaga individu dari
kesakitan. Ketika individu tidur, pertahanan diri menjadi lebih rendah dan
keinginan dan perasaan yang dilarang Superego dapat dikeluarkan lewat mimpi
(Thompson, et al., 2004, p. 94). Pada analisis mimpi konseli secara sadar
sepenuhnya diajak untuk mengeskplorasi ketidaksadarannya dengan menganalisis
mimpinya: Analis harus menyadari arti yang nyata/kelihatan (manifest content) dan
arti tersembunyi yang sesungguhnya (latent content).

Parapraxia disebut juga Freudian slips, yaitu alasan yang dikemukakan


dengan sengaja (consciously excused) sebagai kesalahan yang tidak berbahaya,
tetapi melalus keceplosan (slip) ini ld mendorong hal-hal yang telah ditekan dalam
ketidaksadaran (unconsciousness) ke level kesadaran (consciousness). Menurut
Psikoanalisis, setiap perbuatan yang dilakukan individu seperti melupakan nama
orang dan teriris pisau mengandung motivasi ketidaksadaran (unconsciousness)

20
(Thompson, et.al., 2004, p. 95). Adapun humor seperti candaan lucu (jokes), kata-
kata lucu (puns) dan satir merupakan cara yang dapat diterima norma sosial di mana
ketidaksadaran mencari jalan untuk masuk ke level kesadaran. Hal-hal yang
diceritakan dalam humor merupakan ekspresi dari pikiran yang ditekan yang
biasanya merepresentasikan id dan superego. Karena pikiran tentang hal-hal yang
berbau seksual biasanya ditekan dan dilarang Superego, banyak candaan lucu jokes)
yang berorientasi seksual sebagai cara mengekspresikan pikiran-pikiran seksual
yang ditekan karena tabu dibicarakan secara terbuka (Thompson, et.al., 2004, p.
95). Misalnya, orang yang senang berceloteh dan bercerita yang mengandung unsur
seksual, menurut Psikoanalisis memiliki dorongan-dorongan seksual yang ditekan
oleh Superego sehingga conta dan kata-kata yang mengandung unsur seksual
merupakan ventilasi penyaluran dorongan Id.

21
BAB III

PENUTUP
Kesimpulan
Pendekatan Psikoanalisis merupakan pendekatan yang banyak mempe-nga
ruhi timbulnya pendekatan-pendekatan lain dalam konseling. Psikoanalisis disebut
dengan psikologi dalam, karena pendekatan ini ber pendapat bahwa segala tingkah
laku manusia bersumber pada dorongan yang terletak jauh di dalam ketidaksadaran.
Aliran Freudian memandang manusia sebagai makhluk deterministik. Me nurut
Freud, tingkah laku manusia ditentukan oleh kekuatan irasional, mo tivasi bawah
sadar (unconsciousness motivation), dorongan (drive) biologis dan insting, serta
kejadian psikoseksual selama enam tahun pertama kehi dupan Manusia memiliki
insting mati (death instincts), yang behubungan dengan dorongan agresif (aggresive
drive) dan insting hidup (life insting).

Tujuan utama konseling dalam pola pikir Psikoanalisis adalah membuat


kesadaran (conscious) hal-hal yang tidak disadari (unconscious) konseli. Hal hal
yang terdapat di level ketidaksadaran (unconscious) dibawa ke level ke sadaran
(conscious).

22
DAFTAR PUSTAKA
Dra. Gentina Komalasari, M. Psi, dkk (2016). Teori dan Teknik Konseling.
PT Indeks, Jakarta 2016

www.indeks-penerbit.com

23

Anda mungkin juga menyukai