Anda di halaman 1dari 28

TEORI-TEORI YANG BERDASARKAN PSIKOANALISIS DALAM

PSIKOLOGI SOSIAL
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi Sosial 2

Dosen Pengampu : H. Imam Sunardi, M.Si

Disusun oleh :

Fitriyani Suryaman 1156000064

Fuza Maulida 1156000065

Ighsal Akbar Ramadhan 1156000080

KELAS B / SEMESTER 4

FAKULTAS PSIKOLOGI

UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

2017 M
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
nikmat rahmat dan karunianya kepada kami semua hingga dalam kesempatan ini kami
mampu untuk menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Makalah tentang Teori-Teori yang Berdasarkan Psikoanalisis Dalam Psikologi Sosial


ini kami sajikan meskipun didalamnya masih banyak kekurangan, dan kami banyak
mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen pengampu, H. Imam Sunardi, M.Si yang
telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun
pembaca, sehingga akan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan yang lebih mendalam
tentang Sikap. Sekiranya banyak kekurangan dan kesalahan kami baik dari penulis maupun
materi yang disajikan, kami mohon maaf dan kritik serta sarannya.

Bandung, April 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ......................................................................................................................... i
Daftar Isi ................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 2
2.1. Teori-teori yang Berdasarkan Psikoanalisis dalam Psikologi Sosial .............................................. 2
2.2. Teori Psikodinamika dari Fungsi Kelompok ................................................................................... 2
2.3. Teori Perkembangan Kelompok ..................................................................................................... 6
2.4. FIRO : Teori Tiga Dimensi tentang Tingkah Laku Antar Pribadi ................................................ 10
2.5. Teori Psikoanalisis tentang Sikap Sosial ...................................................................................... 18
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 22
3.1 Kesimpulan .................................................................................................................................... 22

3.2 Saran .............................................................................................................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 23

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sigmund Freud adalah bagian dari segelintir orang penting dalam sejarah peradaban karena telah
mengubah cara berpikir manusia mengenai diri mereka sendiri yang disebut dengan psikoanalisis.
Secara kronologis, psikoanalisis tumpang tindih dengan aliran pemikiran psikologi lainnya karena
pokok kajiannya adalah psikopatologi, atau perilaku tak normal yang relatif diabaikan leh aliran
pemikiran lainnya.

Seiring dengan berjalannya waktu pemikir yang mendalami tentang psikoanalisis ini
bermunculan dan memberikan teori-teori lainnya termasuk tentang cara individu berinteraksi dengan
masyarakat sekitar.

Sehingga dalam makalah ini kami akan mengkaji teori yang muncul karena adanya aliran
psikoanalisis ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Mengetahui teori yang dikemukakan berdasarkan psikoanalisis dari beberapa tokoh
2. Mengetahui psikodinamika dari fungsi kelompok
3. Mengetahui teori perkembangan kelompok beserta habatannya
4. Mengetahui dimensi tingkah laku antar pribadi
5. Mengetahui teori mengenai sikap sosialmenurut psikoanalisis

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Teori-Teori yang Berdasarkan Psikoanalisis dalam Psikologi Sosial

Percobaan percobaan untuk mengamalkan prinsip prinsip psikoanalisis dalam berbagai persoalan
perilaku sosial telah menimbulkan berbagai kontrovesi. Masalahnya, psikoanalis sendiri merupakan
aliran yang menyimpang dari garis logika yang umumnya berlaku di Amerika.

Walaupun demikian, Freud bukanlah satu satunya orang yang mengajukan pandangan
psikoanalisis ada tokoh lain seperti Sullivan Adler, Fromm, dan Horney yang mengemukakan teori
teori yang dikenal sebagai neo analitis. Aliran neo analisis ini meskipun masih bersumber pada teori
freud, mengandung aspek aspek yang lebih dapat di terapkan dalam psikologi sosial.

Teori teori yang akan di kemukakan dalam sub-bab berikut ini, semuanya berawal dari neo-
analisis dan secara beruntun teori-teori tersebut:

1. Bion (1948-1951) : teori psikodinamika dari fungsi kelompok


2. Bennis & Sheppard (1956) : teori perkembangan kelompok
3. Schutz (1955-1956) : teori tiga dimensi dari tingkah laku antar pribadi
4. Sarnoff (1960) : teori ppsikoanalisis dari sikap sosial.
2.2 Teori Psikodinamika Dari Fungsi Kelompok

Bion mendasarkan teorinya pada hasil pengamatan dan partisipasinya dalam kelompok-
kelompok terapi. Sekalipun demikian, teorinya tersebut dapat juga diterapkan pada setiap kelompok
lain.

Ia sedikit sekali menggunakan konsep konsep psikoanalisis secara terbuka. Walaupun demikian,
secara tersirat dalil-dalilnya tentang fungsi kelompok didasari oleh anggapan anggapan psikoanalisis.

Menurut Bion, kelompok bukanlah sekedar kumpulan individu, melainkan merupakan suatu
satuan dengan ciri dinamika dan emosi tersendiri. Ciri-ciri kelompok ini berfungsi pada taraf tidak
sadar dan disadarkan pada kecemasan-kecemasan dan motivasi-motivasi dasar yang terdapat pada
manusia. Ia menganggap kelompok sebagai versi makrokosmos dari individu. Dengan demikian pada
kelompok terdapat :

 Kebutuhan kebutuhan dan moif motif (fungsi id)


 Tujuan dan mekanisme (fungsi ego )dan
 Keterbatasan keterbatasan (fungsi super ego)

Kelompok juga dikatakan mempunyai konflik-konflik yang senilai dengaan konflik Oedipoes.

2
a. Kelompok Kerja
Kelompok kerja adalah kelompok yang bertujuan melaksanakan suatu tugas. Ia mempunyai
sejumlah peraturan dan prosedur. Ia memiliki mekanisme administrasi untuk mencapai kerja
sama mekanisme anggota kelompok. Oleh karena itu, Bion cenderung menamakan kelompok
kerja ini sebgai kelompok yang bertarap tinggi (Sopbisticated). Kelompok ini relative tidak
beremosi dan berorientasi pada kenyataan.
Ciri–ciri emosional kelompok muncul pada saat dipertanyakan tentang alasan-alasan
keberadaanya. Namun, emosi-emosi ini harus di tekan (repressed) demi kebutuhan kelompok.
Sistem yang ada akan mengatur sedemikian rupa sehingga emosi-emosi yang timbul tidak saling
konflik.
Fungsi kelompok kerja ini mirip dengan fungsi ego. Sebagimana ego, kelompok kerja ini
memiliki sifat sifat berikut:
 Dikuasi oleh prinsip realitas
 Diaktipkan oleh kebutuhan untuk mempertahankan diri
 Menyalur emosi-emosi untuk mencegah konflik sambil memberi kesempatan unuk
meredakan ketegangan
 Berespon terhadap perutan dan keterbatasan dari kelompok (super ego) maupun terhadap
tuntutan tuntutan emosionalnya (id)
b. Asumsi-asumsi Dasar tentang Kelompok
Bion mengumpakakan bahwa ada tiga asumsi dasar tentang mekanisme kerja kelompok yang
masing masing berkaitan dengan keadaan emosi tertentu dari kelompok. Ketiga asumsi dasar itu
adalah:
 Asumsi ketergantungan
 Asumsi pasangan
 Asumsi melawan – lari
 Asumsi ketergantungan
1) Asumsi Ketergantungan

Dalam asumsi ini kelompok dianggap terbentuk karena adanya perasaan-perasaan


ketidakberdayaan dan frustrasi di kalangan anggotanya. Dalam keadaan merasa tidak berdaya
dan frustasi ini.

Individu-individu anggota kelompok itu mencari dan mengharapkan perlindungan serta


perawatan dan pemimpinnya. Pemimpin dianggap mempunyai kemampuan dan kemampuan itu
di harapkan dapat mengarahkan perilaku kelompok dan interaksi antara anggota kelompok.

Ciri dari kelompok semacam ini adalah inefisiensi dalam komunikasi antar anggota karena
komunikasi langsung yang ada hanyalah komunikasi antar anggota dan pemimpin.

3
2) Asumsi Pasangan

Dalam asumsi ini kelompok ini dianggap terbentuk karena adanya dorongan pada anggota
untuk saling berpasangan. Komunikasi mantap yang terjadi antara dua orang dari jenis kelamin
yang berbeda dianggap mempunyai tujuan tujuan seksual. Timbul harapan bahwa akan terjadi
keturunan-keturunan yang akan mempertahankan eksistensi (kekekalan) kelompok. Jadi selain
perasaan tidak mau terasing satu sama lain, kelompok ini terbentuk juga atas dasar emosi
mengharap. Fungsi pemimpin adalah sebagai juru selamat (Mesiah) yang bertugas menjaga
kelestarian pasangan dan mempertahankan keutuhan kelompok serta memperkecil
kemungkianan pecahnya kelompok.

3) Asumsi Melawan-Lari

Yang mendasari asumsi ini adalah kemarahan, ketakutan, kebencian, dan agresitivitas. Cara
satu-satunya yang diketahui oleh kelompok untuk mempertahankan eksistensi (kekekalan)
mereka adalah berkelahi melawan sesuatu atau lari menghindari sesuatu. Tugas pemimpin
adalah memungkinkan anggota anggota kelompoknya untuk biasa melawan atau melarikan diri.

Bion tidak menutup kemungkinan adanya asumsi-asumsi lain. Tetapi ia menyatakan bahwa
dalam observasinya, ketiga asumsi inilah yang sering terjadi. Suatu kelompok bisa saja berubah
mekanisme kerjanya dari satu asumsi ke asumsi yang lain, tetapi ketiga asumsi itu masing-
masing berdiri sendiri pada saat tertentu hanya asumsi yang berlaku, tidak bisa dua atau tiga
sekaligus.

c. Mentalitis Kelompok

Mentalitas kelompok merupakan fungsi superego dari kelompok ia merupakan kesepakatan


atau kemauan bersama dari anggota-anggotanya. Bagaimana angota-anggotanya menyalurkan
pendapatnya masing masing sampai membentuk kesepakatan kelompok, individu itu sendiri
tidak menyadarinya. Ia hanya mengetahui bahwa bila ada seseorang yang bertingkah laku
menyimpang dari kesepakatan bersama, ia tidak senang tidak setuju.

Jadi, jika ada anggota kelompok yang betingkah laku menentang asumsi dasar yang sedang
berlaku dan kelompok, maka akan ada suatu mekanisme yang mengembalikan perilaku orang
itu kejalan yang benar.

d. Kebudayaan Kelompok

Kebudayaan kelompok adalah struktur kelompok pada suatu waktu tertentu, pekerjaan yang
dilakukan dan organisasi yang dianutnya. Kebudayaan kelompok itu merupakan hasil konflik

4
antara kemauan – kemauan individual dan mentalitas kelompok. Contoh kelompok egalitarian ,
kelompok agresi, kelompok pembuat keputusan dan sebagainya.

Setiap kelompok bisa mempunyai beberapa struktur sekaligus salah satu yang dominan pada
saat tertentu adalah yang menentukan asumsi dasar yang berlaku pada saat itu.

e. Sistem Protomental

Sistem protomental adalah kesatuan yang bersifat abstrak dari ketiga asumsi dasar. Sistem
itu merupakan sebauah matrik yang terdiri dari semua elemen kejiawaan dari fisik yang ada
pada kelompok. Pada salah satu asumsi dasar sedang bekerja pada sebuah kelompok, asumsi
dasar yang lain seakan akan bersembunyi dan sistem protomental sampai tiba saatna terjadi
perubahan di mana terjadi perubahan pada serangkain emosi ang menyebabkan berfungsinya
asumsi dasar yang lain. Jadi sistem ini merupakan tempat penyimpanan asumsi-asumsi dasar
yang sekaligus berungsi sebagai pencegah kemungkinan terjadinya konflik antar asumsi dasar
tersebut.

2.3 Teori Perkembangan Kelompok

Teori yang berorientasi psikoanalisis ini di kemukakan oleh bennis dan Shepard (1956). Selain di
pengaruhi oleh S.Freud , teori ini mendapat pengaruh pula dari Sullivian (1953), Lewin (1947), dan
Schutz (1955).

Perhatian pokok dari teori ini adalah proses perkembangan kelompok yang terjadi dalam
interaksi antara orang orang yang berada dalam suatu situasi latihan (training). Karena situasi latihan
merupakan situasi kelompok yang khas, maka kiranya perlu kita bicarakan terlebih dahulu ciri-ciri
utama dari sekelompok seperti itu.

a. Ciri-ciri Hubungan Antarmanusia dalam Kelompok Latihan

Bennis & Shepard mendasarkan teorinya pada pengamatan terhadap kelompok kelompok latihan
di National Training Laboratory or group development di Bethel, Mine, A.S. Peserta kelompok
dipilih dari berbagai latar belakang dan kepribadian, antara lain guru, pendeta, pekerja sosial, ahli
sosiologi, ahli psikologi, administrator dan supervisor. Setiap kelompok terdri dari 6-8 kelompok dan
pada awal pertemuan anggota anggota kelompok itu belum belum saling mengenal. Pada setiap
kelompok ditugaskan seorang pelatih yang harus melakukan tugasnya berdasarkan suatu prosedur
yang suda dibatasi dengan ketat. Pertemuan kelompok dilakukan beberapa kali seminggu selama
jangka waktu beberapa minggu.

5
Tujuan utama latihan kelompok ini adalah :

1) Pada tingkat individual


a) Primer: membantu peserta untuk mengembangkan pengertian terutama motivasinya dalam
bereaksi terhadap orang lain dan membantu mereka untuk meramalkan secara lebih tepat
konsekuensinya dari tindakannya.
b) Sekunder:
- Peningkatan pemahaman tentang situasi kelompok dan berbagai daya yang bekerja
dalam kelompok selama berlangsungnya tingkah laku hubungan antar manusia.
- Peningkatan kendali terhadap komunikasi antar manusia.
2) Pada tingkat kelompok : membentuk komunikasi yang valid. Komunikasi yang valid berarti
setiap anggota kelompok dimungkinkan untuk mengkomunikasikan perasaan, motivasi,
keinginan, dan sebagainya secara cepat dan bebas.
Ciri-ciri komunikasi yang valid :
- Persepsi masing-masing anggota kelompok tentang posisinya sendiri dalam kelompok
sesuai dengan persepsi anggota kelompok yang lain.
- Tujuan kelompok yang disepakti bersama, sejalan dengan keinginan masing-masing
anggota
- Antar anggota terbuka kemungkinan untuk berkomunikasi dalam berbagai tingkatan.

Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, pelatih mendorong kelompok untuk mengekspresikan


diri masing-masing secara bebas tetapi ia menghindari peran sebagai pemimpin. Kelompok harus
menetukan sendiri apa keinginan mereka dan bagaimana mereka sebagai kelompok mau berfungsi.
Pada suatu saat dalam proses itu mungkin pelatih tidak diingini dan diminta keluar dari kelompok
dan pelatih akan menurut, sebab hal ini merupakan suatu tanda bahwa proses dalam kelompok
sedang mengalami kemajuan.

Beberapa saat kemudian mungkin ia diminta bergabung kembali dengan kelompok, tetapi
pada saat ini posisinya sebagai bukan pemimpin sudah diterima oleh kelompok. Pelatih sekarang
berada dalam posisi yang sama dengan anggota yang lainnya dan dalam posisi ini ia bisa lebih
efektif membantu kelompok untuk mencapai tujuan, yaitu komunikasi yang valid.

Teori ini selanjutnya adalah mengenai proses perubahan dalam menuju tujuannya, yaitu
komunikasi yang valid.

b. Hambatan-hambatan terhadap Komunikasi yang Valid

Pada waktu orang orang yang tidak saling mengenal membentuk kelompok, ada keragu-raguan
(uncertainty) tertentu yang menghambat proses komunikasi karena biasanya tidak ada orang yang

6
mau menyatakan perasaanya dengan bebas kalau ia tidak tahu betul bagaimana nanti reaksi orang
teradap pernyataan itu.

Keraguan pada awal komunikasi itu dapat dibagi dalam dua wilayah utama, yaitu wilayah
ketergantungan (dependence) dan wilayah saling ketergantungan (interdependence). Dalam wilayah
ketergantungan keraguan menyangkut masalah otoritas. Pertanyaannya adalah siapa yang berkuasa
atas siapa, atau siapa yang akan menjadi pemimpin dan siapa yang harus menjadi pengikut? Dalam
wilayah saling ketergantungan, keraguan menyangkut masalah hubungan antaranggota kelompok.
Pertanyaannya adalah seberapa jauh salah satu orang akan mendapat atau memberi afeksi dari atau
kepada orang lainnya? Seberapa jauh kedekatan emosional akan terjadi?

Untuk mencapai tujuan kelompok, yaitu komunikasi yang valid kelompok harus mencairkan
keraguan ini. Dalam proses pencairan keraguan itu, keraguan tentang masalah otoritas diselesaikan
dahulu, baru menyusul penyelesaian karaguan tentang afeksi. Dengan perkataan lain, keraguan
ketergantungan diselesaikan lebih dahulu dan merupakan prasyarat bagi penyelesaian keraguan saling
ketergantuangan.

c. Tahap-tahap Perkembangan Kelompok

Sesuai dengan adanya hambatan keraguan tersebut diatas, maka proses perkembangan kelompok
dapat dibagi dalam dua tahap utama, yang masing-masing terbagi lagi dalam tiga subtahap.

1) Tahap Otoritas, yaitu tahap dimana keraguan ketergantungan dicairkan. Tahap ini terbagi ke
dalam tiga subtahap.
a) Tahap ketergantungan (subtahap-I) : anggota-anggota kelompok masih mengharapkan
pelatih tampil sebagai pemimpin yang akan mengatur mereka dengan serangkaian
ketentuan.
b) Tahap pemberontakan (subtahap-II). Tahap ini ditandai dengan perasaan perasaan negatif
terhadap pelatih. Tidak jarang pelatih di minta meninggalkan kelompok. Selanjutnya
biasanya kelompok terpecah menjadi dua subkelompok. Subkelompok pertama
mengingingkan dipilihnya seorang pemimpin atau ketua yang akan mengatur kelompok
lebih lanjut, sedangkan subkelompok kedua lebih suka suasana yang tidak formal, yang
tidak terikat pada satu pemimpin tertentu.
c) Tahap pencairan (subtahap-III). Dalam tahap ini terdapat dua kemungkinan. Pertama
kelompok dalam tempo relatif singkat mencapai kesepakatan tentang masalah
kepemimpinan kelompok dan segera meningkat ketahap pribadi (personal). Kedua,
kelompok tidak bisa mencapai kata sepakat. Dalam waktu yang lama, bahkan mungkin
pada waktu yang tidak ada batasanya. Dalam kemungkinan kedua ini kelompok semakin
lama semakin rapuh dan terpecah-pecah menjadi sub-kelompok yang saling bertentangan.

7
2) Tahap Pribadi, yaitu tahap dimana dicairkan keraguan saling ketergantungan. Tahap ini
dibagi lagi menjadi tiga subtahap berikut :
a) Tahap harmoni (subtahap-IV). Dalam subtahap ini semua anggota kelompok merasa
senang, santai, bahagia. Kerukunan antar anggota sangat tinggi. Mereka merencanakan
berbagai kegiatan yang melibatkan dan menyenangkan semua anggota. Pendek kata,
mereka adalah keluarga besar yang bahagia.
b) Tahap identitas pribadi (subtahap-V). Disini kelompok terbagi lagi menjadi dua
subkelompok. Sebagian tetap menginginkan suasana rukun dan bahagia dalam kelompok,
sebagian lain menghendaki kembalinya identitas pribadi masing-masing. Subkelompok
yang terkahir menginginkan lebih banyak kegiatan individual dalam kelompok dan
mengurangi kegiatan bersama yang melibatkan seluruh anggota kelompok. Biasanya
antara kedua subkelompok ini terjadi banyak konflik.
c) Tahap pencairan masalah antar pribadi (subtahap VI). Pada tahap ini setiap anggota
kelompok sudah dapat menyatakan konsepnya masing-masing tentang perilaku manusia.
Termasuk perilakunya sendiri dan orang lain. Masing-masing sudah mencapai pengertian
atau pemahaman yang baik tentang perilaku sehingga mereka lebih dapat menerima
perilaku orang lain dan komunikasi yang valid pun tercapai. pada tahap ini perkembangan
kelompok dinyatakan mencapai titik akhir.

Bennis dan Shepard menyatakan bahwa tidak semua kelompok bisa mencapai titik akhir
perkembangannya. Ada kelompok-kelompok yang terfiksasi (terpaku) pada subtahap tertentu pada
awal perkembangan yang beku ini mencair untuk meningkat ke subtahap yang berikut. Akan tetapi,
ada juga kelompok yang terpaku selama pada subtahap awal tertentu sampai kelompok itu bubar
sendiri.

Bennis dan Shepard menyatakan pula bahwa teori ini hanya berlaku bagi kelompok-kelompok
khusus, yaitu yang mempunyai ciri-ciri yang sama dengan yang diamatinya di laboratorium. Akan
tetapi, teori mereka ternyata cukup sesuai dengan kenyataan yang terdapat pada berbagai kelompok.
Oleh karena itu, ada beberapa pihak yang menyatakan bahwa teori ini dapat juga diterapkan pada
kelompok-kelompok pada umumnya, antara lain Schutz (1958) yang memasukkan teori
perkembangan kelompok dari Bennis dan Shepard ini ke dalam teorinya sendiri yang akan
dikemukakan dalam sub-bab berikut.

2.4 FIRO : Teori Tiga Dimensi Tentang Tingkah Laku Antar Pribadi

Firo adalah singkatan dari Fundamental Interpersonal Relations Orientation (Orientasi Dasar
dari Hubungan-hubungan Antar pribadi). Teori ini dikemukakan oleh Schutz (195, 1958) dan pada
dasarnya mencoba menerangkan perilaku-perilaku antar pribadi dalam kaitannya dengan orientasi
(pandangan) masing-masing individu kepada individu-individu lainnya.

8
Ide pokoknya adalah bahwa setiap orang mengorientasikan dirinya kepada orang lain dengan
cara tertentu (khas) dan cara ini merupaka faktor utama yang mempengaruhi perilakunya dalam
hubungan pribadi.

Awal dari teori ini bermula dari minat Schutz terhadap pembentukan kelompok-kelompok kerja
efektif. Pengamatannya terhadap proses pembentukan kelompok ini kemudian sangat dipengaruhi
oleh karya-karya Bion (1949) dan Redl (1942) sehingga tidak mengherankan jika teori Schutz sangat
berbau psikoanalisis.

Secara singkat teori FIRO ini adalah sebagai berikut: pola hubungan antar individu pada
umumnya dapat dijelaskan dalam kaitan dengan tiga kebutuhan antar pribadi, yaitu inklusi
(keikutsertaan), control, dan afeksi (kasih). Kebutuhan ini terbentuk pada masa kanak-kanak dalam
interaksi dengan orang dewasa; khususnya orangtua. Pada masa dewasa, kebutuhan akan inklusi
tergantung pada sampai dimana anak diintegrasikan dalam kelompok keluarga. Kalau anak tidak
cukup diikutsertakan dalam keluarga, maka pada saat ia dewasa akan timbul perasaan tidak berarti,
tidak berharga (insignificant).

Kebutuhan akan kontrol tergantung pada pola hubungan orang tua anak, apakah menekankan
pada kebebasan, pengarahan, atau pengendalian.

Kegagalan pemenuhan kebutuhan akan kontrol pada masa kanak-kanak akan menimbulkan
perasaan ketidakmampuan (incompetent) pada masa dewasa.

Kebutuhan akan afeksi berangkat dari kondisi pada masa kanak-kanak, apakah anak diterima
atau ditolak oleh orangtua. Kekurangan dalam hal ini akan menimbulkan perasaan tidak dicintai
(unlovable).

Dalam usahanya untuk mengatasi perasaan-perasaan yang kurang menyenangkan, orang yang
kuran terpenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya tersebut akan mengembangkan mekanisme
pertahanan (defence mechanism) yang pada gilirannya akan mewarnai perilaku dalam hubungan antar
pribadi. Jika dua orang memulai sesuatu hubungan antar pribadi, maka ada dua pola perilaku yang
mungkin terjadi, yaitu kompatibel atau nonkompatibel. Dalam hubungan yang kompatibel kedua
orang dapat bekerja sama dengan baik, sedangkan dalam hubungan nonkompatibel keduanya tidak
dapat bekerja sama. Hubungan antara dua orang dapat bervariasi derajat kompatibilitas antara
berbagai pasangan (dyad) akan memperngaruhi iklim dan efektivitas kelompok.

a) Postulat-postulat

Teori FIRO tersebut oleh Schuax diuraikan kedalam empat postulat dan beberapa prinsip.

Postulat 1. Postulat tentang kebutuhan antar pribadi.

9
a. Setiap orang mempunyai tiga kebutuhan antar pribadi: Inklusi, kontrol, dan afeksi.
b. Inklusi, kontrol, dan afeksi adalah tiga rangkaian perilaku antar pribadi yang cukup untuk
meramalkan dan menerangkan gejalan-gejala antar pribadi.

Postulat 2. Postulat kesinambungan hubungan. Perilaku seseorang dalam hubungan antar pribadi
akan sama dengan perilaku yang telah dialami dalam hubungan terdahulu, khususnya dengan
orang tuanya dalam cara yang berikut :

Prinsip Keajegan: kalau seorang dewasa melihat posisinya dalam hubungan antar pribadi serupa
dengan posisi dalam hubungan anak-orangtua, maka reaksi orang dewasa itu akan serupa pula
dengan perilakunya terhadap orangtua semasa kanak-kanak.

Prinsip Identifikasi: jika seorang dewasa melihat posisinya dalam hubungan antar pribadi dimana
posisinya serupa dengan posisi orangtua dalam hubungan orangtua-anak sewaktu masih kanak-
kanak, maka ia akan melakukan perilaku yang serupa dengan perilaku orangtuanya dimasa itu.

Postulat 3. Postulat Kompatibilitas. Jika kompatibilitas sebuah kelompok (n) lebih besar
daripada kelompok lainnya (m) maka pencapain tujuan (n) akan melebihi (m).

Postulat 4. Postulat Perkembangan Kelompok. Pembentukan dan perkembangan hubungan


antara dua orang atau lebih (suatu kelompok) selalu mengikuti urutan yang sama.

Prinsip Integrasi Kelompok. Sejak saat kelompok dimulai sampai berkahirnya, ada tiga
interval yang berlaku dalam kelompok dimana berturut-turut wilayah interaksi yang dominan
adalah inklusi, kontrol, dan afeksi. Siklus ini berulang kembali.

Prinsip Pencairan Kelompok. Pada periode setelah diperkirakan saat akhir kelompok urutan
dari wilayah interaksinya adalah kebalikannya: afeksi, kontrol, dan inklusi.

b) Tiga Kebutuhan Antar pribadi

Dalam postulat 1, Schutz menunjukkan adanya hubungan yang sejajar antara kebutuhan
biologis dan kebutuhan antar pribadi. Ada tiga aspek yang dikemukakan berikut ini :

 Kebutuhan biologis adalah prasyarat untuk tercapainya hubungan yang memuaskan antara
organisme dengan lingkungan fisiknya, sedangkan kebutuhan antar pribadi merupakan
prasyarat untuk membentuk hubungan yang memuaskan antara manusia dengan
lingkungan kemanusiaan.
 Penyakit fisik dan kadang kematian, disebabkan oleh pemuasan kebutuhan biologis yang
tidak adekuat; penyakit-penyakit mental dan juga kematian disebabkan oleh pemuasan
kebutuhan antar pribadi yang tidak adekuat.

10
 Organisme mempunyai cara-cara tertentu untuk menyesuaikan diri terhadap kekurang
puasan biologis maupun antar pribadi yang biasanya cukup berhasil untuk sementara
waktu.

Ketika seorang anak kekurangan pemuasan kebutuhan-kebutuhannya, maka ia akan


mengembangkan pola perilaku tertentu untuk menyesuaikan diri dengan kekurangan-kekurangan
tersebut. Pola perilaku tersebut akan menetap dan terbawa sampai dewasa dan akan
mempengaruhi orientasi orang yang bersangkutan terhadap orang lan.

Inklusi. Inklusi adalah rasa ikut saling memiliki dalam suatu situasi kelompok. Kebutuhan
yang mendasari adalah hubungan yang memuaskan dengan orang lain. Inklusi terdiri dari
beberapa macam, mulai dari interaksi intensif sampai penarikan atau pengeculan diri
sepenuhnya.

Hubungan orangtua-anak bisa positif (anak sering kontak dengan orang tua) dan bisa negatif
(anak jarang kontak dengan orang tua). Kekhawatiran anak adalah bahwa ia tidak berguna atau
bahkan ia merasa tidak ada sama sekali.

Kontrol. Kontrol adalah aspek pembuatan keputusan dalam hubungan antar pribadi:
Kebutuhan yang mendasarinya adalah keinginan untuk menjaga dan mempertahankan
hubungan yang memuaskan dengan wewenang dan kekuasaan. Tingkah kontrol bisa
bervariasi dari terlalu disiplin sampai terlalu bebas dan tidak disiplin.

Hubungan orangtua-anak juga bervariasi dari perilaku-perilaku yang menghambat (orangtua


sepenuhnya mengontrol anak dan membuatkan keputusan-keputusan untuk anaknya) sampai
perilaku-perilaku yang serba boleh (orangtua membiarkan saja anak untuk membuat keputusan-
keputusan sendiri tanpa petunjuk dari pihaknya). Kecemasan anak adalah bahwa ia tidak tahu apa
yang diharapkan darinya dalam hierarki kekuasaan, bahwa ia adalah seorang yang tidak mampu
menangani persoalan-persoalan dan bahwa ia adalah seorang yang tidak bertanggung jawab.

Hubungan orangtua-anak yang ideal akan mengurangi kecemasan ini. Kalau kecemasan itu
berlangsung terus, maka untuk menguranginya orang yang bersangkutan bisa mengikuti
peraturan dengan ketat dan mendominasi orang lain, atau ia mungkin menarik diri sama sekali,
menolak untuk diatur dan mengatur.

Afeksi. Afeksi adalah mengembangkan ketertarikan emosional dengan orang lain. Kebutuhan
dasarnya adalah hasrat untuk disukai dan dicintai. Eksperesi tingkah lakunya bisa positif
(bervariasi dari terkesan sampai cinta) dan bisa juga negatif (bervariasi dari ketidaksenangan
sampai benci).

11
Hubungan orangtua-anak bisa berlangsung dalam afeksi yang positif atau negatif. Kecemasan
yang timbul adalah takut tidak disenangi dan ditolak. Perilaku-perilaku untuk mengurangi
kecemasan itu antara lain adalah penarikan diri (menghindari hubungan yang dekat), pura-pura
bersahabat, ramah yang berlebihan, atau menghormat-hormat.

c) Tipe-tipe Tingkah Laku Antar pribadi

Tingkah laku antar pribadi menurut Schutz sangat dipengaruhi oleh hubungan orangtua-anak.
Dalam hubungan orangtua-anak, kebutuhan-kebutuhan antar pribadi dapat terpenuhi dalam
jumlah yang terlalu sedikit, terlalu banyak, atau ideal. Kadar pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
itu akan membentuk berbagai macam perilaku antar pribadi, diantaranya ada yang berkembang
kearah perilaku patologis.

1. Tipe-tipe Perilaku Inklusi


a. Perilaku kurang sosial (under social behavior): Perilaku ini timbul jika kebutuhan akan
inklusi kurang terpenuhi, misalnya sering tidak diacuhkan oleh keluarga semasa kecil.
Kecenderungan orang ini akan menghindari hubungan dengan orang lain, tidak mau ikut
dalam kelompok, menjaga jarak antara dirinya dengan orang lain, tidak mau tahu, acuh tak
acuh. Kata lain, ada kecenderungan introvert dan menarik diri.
b. Perilaku terlalu sosial (oversocial behavior): Psikodinamikanya sama dengan perilaku kurang
sosial, yaitu disebabkan oleh kurang inklusi. Namun, pernyataan perilakunya sangat
berlawanan. Orang yang terlalu sosial cenderung memamerkan diri berlebih-lebihan
(exhibitionistic). Bicaranya keras, selalu menarik perhatian orang, memaksakan dirinya untuk
diterima dalam kelompok, sering menyebut namanya sendiri, suka mengajukan pertanyaan
yang mengagetkan.
c. Perilaku sosial (social behavior): Perilaku ini tumbuh pada orang-orang yang pada masa
kecilnya mendapatkan cukup kepuasan akan kebutuhan inklusi. Ia tidak mempunyai masalah
dalam hubungan antar pribadi. Berada bersama orang lain atau sendirian, bisa sama-sama
menyenangkan untuk dirinya, tergantung pada situasi dan kondisinya. Ia bisa sangat
berpartisipasi, tetapi bisa juga tidak ikut-ikutan; Ia bisa sangat berpartisipasi, tetapi bisa juga
tidak, secara tidak disadari ia merasa dirinya berharga dan bahwa orang lain pun tahu akan hal
itu tanpa ia menonjol-nonjolkan diri. Dengan sendirinya orang lain akan melibatkan dia dalam
aktivitas-aktivitas mereka.
2. Tipe-tipe Perilaku Kontrol
a. Perilaku abdikrat (abdicrat behavior): Orang yang berperilaku jenis ini merasa dirinya tidak
mampu membuat keputusan dan bahwa orang lain pun mengetahui akan kelemahan itu. Oleh
karena itu, ia cenderung, menghindari pembuatan keputusan dalam hubungan antar pribadi. Ia
lebih suka dipimpin daripada memimpin dan ia lebih suka menjadi yang submisif.

12
b. Perilaku otokrat (autocrat behavior): Terdapat kecenderungan mendominasi orang lain, ingin
selalu menduduki posisi-posisi atas, mau membuat semua keputusan, tidak hanya untuk
dirinya sendiri melainkan juga untuk orang lain. Dinamika yang mendasari perilaku ini sama
dengan perilaku abdikirat, tetapi reaksi tidak sadar terhadap perasaan tidak mampu pada tipe
otokrat ini adalah mencoba untuk membuktikan bahwa ia mampu dan bisa membuat
keputusan.
c. Perilaku demokrat: Perilaku ini merupakan perilaku yang ideal. Orang-orang yang berperilaku
demokrat biasanya selalu berhasil untuk memecahkan berbagai persoalan dalam hubungan
antar pribadi. Ia bisa senang dalam kedudukan atasan maupun bawahan, tergantung pada
situasi dan kondisinya. Dalam ketidaksadarannya ia merasa mampu dan kemampuannya ini
tidak perlu dibuktikan kepada orang lain.
d. Perilaku patologis dari tipe kontrol ini adalah :
 Psikopat : tidak mau menerima segala kontrol dalam bentuk apapun;
 Ketaatan yang obsesif : terlalu taat terhadap segala kontrol yang datang dari luar.
3. Tipe-tipe Perilaku Afeksi
a. Perilaku kurang pribadi (underpersonal behavior). Pada perilaku ini orang cenderung
menghindari hubungan pribadi yang terlalu dekat, kalau ramah hanya dibuat-buat, padahal
secara emosional tetap menjaga jarak. Pengalaman-pengalaman masa kecilnya yang
menyebabkan orang ini merasa bahwa ia adalah orang yang tidak bisa dicintai dan secara
tidak disadari ia tidak ingin orang lain mengetahui hal itu.
b. Perilaku terlalu pribadi (overpersonal behavior). Orang pada perilaku ini menginginkan
hubungan emosional yang sangat erat, terlalu intim dalam berkawan, dan kadang-kadang
menuduh kawannya tidak setia kalau kawan itu berteman dengan orang lain. Psikodinamika
perilaku ini sama dengan perilaku kuran pribadi yaitu ada kecemasan untuk dicintai dan
merasa tidak bisa dicintai.
c. Perilaku pribadi (personal behavior). Ini adalah perilaku yang idela. Orang bisa bertindak
tepat dan selalu merasa senang dalam hubungan emosi yang dekat maupung renggang. Ia
tidak punya kecemasan-kecemasan dan yakin bahwa ia adalah orang yang patut untuk
dicintai.
d. Perilaku patologis dari tipe afeksi ini adalah psikoneurosis.
Dari tipe-tipe perilaku tersebut diatas perlu dicatat bahwa postulat yang dijadikan dasar oleh
Schuatz adalah bahwa perilaku yang terjadi pada masa dewasa merupakan kelanjutan dari
kondisi hubungan orangtua-anak pada masa kecil. Dengan demikian, kalau seorang mendapati
dirinya pada posisi “anak” dalam hubungannya dengan yang dulu dilakukan terhadap
orangtuanya. Sebaliknya, kalau dalam hubungan itu ia melihat posisinya sebagai “orang tua”,
maka ia akan melakukan yang pernah dilakukan orangtuanya sendiri semasa ia kanak-kanak.

13
d) Kompatibilitas
Istilah kompatibilitas digunakan oleh Schutz untuk menunjukkan derajat hubungan antara dua
orang atau lebih. Dua orang dikatakan kompatibel bila mereka bisa bekerja sama dengan serasi.
Dalam postulat 3 dikatakan bahwa kelompok yang kompatibel lebih efektif dalam mencapai
tujuan-tujuan kelompok daripada kelompom yang tidak kompatibel.
Dalam hubungan ini Schutz membedakan tiga jenis kompatibilitas dan selanjutnya
mengemukakan beberapa teorem tentang kompatibilitas.
1) Jenis-jenis Kompatibilitas :
a. Kompatibilitas saling terkait (interchange compatibility). Kompatibilitas jenis ini, antara dua
orang, adalah maksimum jika derajat perilaku yang ditunjukkan maupun yang diharapkan
oleh salah satu pihak persis sama dengan yang ditunjukkan atau diharapkan oleh pihak lain.
Perilaku dan harapan ini bisa menyangkut bidang kebutuhan inklusi, kontrol maupun afeksi.
b. Kompatibilitas asal-usul (originator compatibility) :
- Dibidang afeksi, kompatibilitas maksimum tercapai jika orang yang ingin mengkesperesikan
afeksi orang lain yang bertemu dengan orang yang ingin mendapat afeksi.
- Dibidang kontrol, kompatibilitas maksimum tercapai jika orang yang ingin mendominasi
orang lain berjumpa dengan orang yang ingin diatur.
- Dibidang inklusi, kompatibilitas maksimum tercapai jika orang yang ingin melakukan
kegiatan yang membutuhkan pengikut, berjumpa dengan orang yang ingin diikutsertakan
dalam kegiatan-kegiatan ini.
c. Kompatibilitas timbal-balik (reciprocal compatibility). Kompatibilitas jenis ini diukur dengan
derajat eksperesi yang ingin ditunjukkan oleh salah satu pihak dalam salah satu dari tiga
bidang kebutuhan hubungan antar pribadi di atas dengan kadar harapan dari pihak yang lain.
Misalnya, dua orang adalah kompatibel jika kadar afeksi yang dieksperesikan oleh salah satu
adalah sama dengan yang diharapkan oleh yang lain.
Selanjutnya, Schutz mengatakan bahwa keseluruhan kompatibilitas dari hubungan antara dua
orang dapat dihitung dengan menjumlahkan kadar ketiga jenis kompatibilitas tersebut diatas.
2) Sembilan Teorem tentang Kompatibilitas
a. Jika ada dua pasangan (dyads) yang berbeda kompatibilitasnya, maka anggota dari
pasangan yang lebih kompatibel akan lebih cenderung untuk saling menyukai dalam
kontak antar pribadi yang berkelanjutan.
b. Jika ada dua kelompok yang berbeda kompatibilitasnya, maka hasil dari kelompok yang
lebih kompatibel akan melampui kelompok yang kurang kompatibel.
c. Jika ada dua kelompok yang berbeda kompatibilitasnya, maka kelompok yang lebih
kompatibel akan lebih erat (kohesif) daripada kelompok yang kurang kompatibel.
d. Jika sebuah kelompok terdiri dari dua atau lebih subkelompok yang tidak kompatibel,
maka setiap anggota lebih suka bekerja sama dengan anggota lain dari subkelompoknya

14
sendiri dari pada dengan anggota lain dari subkelompok lain yang berlawanan dengan
kelompoknya sendiri atau dengan seorang anggota yang netral.
e. Dalam kelompok-kelompok yang tidak kompatibel, anggota-anggota dari kelompok yang
terlalu pribadi cenderung akan lebih saling menyukai daripada kelompok yang kurang
pribadi.
f. Dalam-dalam kelompok yang tidak kompatibel anggota-anggota subkelompok yang terlalu
pribadi akan cenderung terlalu tinggi dalam memperkirakan kemampuan dari orang lain
yang paling disukainya, sedangkan kecenderungan ini tidak terdapat pada anggota-anggota
subkelompok yang kurang pribadi.
g. Dalam kelompok-kelompok yang kompatibel, orang-orang yang dinilai sebagai fokus
kelompok (anggota-anggota kunci) dan orang-orang yang diperkirakan sebagai anggota-
anggota pendukung akan saling menilai tinggi dalam rangka kerja sama yang baik.
h. Orang-orang yang menjadi fokus (anggota-anggota kunci) akan dipilih menjadi pemimpin
oleh anggota lain dalam setiap kelompok.
i. Pengaruh kompatibilitas terhadap produktivitas bervariasi tergantung pada derajat saling
berkaitnya ketiga bidang kebutuhan yang disyaratkan oleh suatu tugas tertentu.
e) Perkembangan Kelompok
Seperti telah disebutkan diatas, rumusan Schutz tentang perkembangan kelompok dipengaruhi
oleh teori Bennis dan Shepard. Perbedaan yang ada antara kedua teori itu mungkin hanya terletak
pada tahap inklusi yang ditambahkan Schutz pada teorinya.
Begitu suatu kelompok terbentuk, mulailah tahap inklusi. Orang-orang saling berjumpa
pertama kali dan mereka dihadapkan pada pertanyaan apakah akan meneruskan masuk kedalam
kelompok atau keluar.
Setelah pertanyaan-pertanyaan tentang inklusi teratasi, maka muncullah persoalan kontrol
dimana timbul masalah pengambilan keputusan. Pertanyaan-pertanyaan yang timbul menyangkut
persoalan pembagian wewenang, kekuasaan, dan kontrol. Tahap ini sejajar dengan otoritas dari
Bennis dan Shepard.
Pada tahap berikutnya, kelompok itu meningkat ke tahap afeksi. Kelompok sudah terbentuk
dan masalah wewenang dan kekuasaan sudah diselesaikan. Masalah yang masih tersisa sekarang
adalah penyatuan emosi. Pada tingkat ini biasa terjadi pernyataan-pernyataan emosi seperti benci,
marah, dan sebagainya. Masing-masing anggota berusaha mencari posisinya yang paling tepat
dan kelompok kaitannya dengan hubungan afeksi ini.
Ketiga tahap itu tidak terpisah satu sama lain dengan tajam. Semua jenis perilaku bisa muncul
di ketiga tahap tersebut, yang membedakan hanyalah penekanan dan intensitas dari suatu
perilaku pada tahap tertentu.

15
2.5 Teori Psikoanalisis tentang Sikap Sosial

Teori ini diajukan oleh Sarnoff (1960). Materi teori ini menyangkut sikap (attitude) yang
diterangkan berdasarkan mekanisme pertahanan ego. Menurutnya, diantara berbagai sikap yang
ditunjukkan oleh manusia, ada yang fungsinya mempertahankan ego dari ancaman bahaya, baik yang
datang dari luar maupun dari dalam diri sendiri.

a. Konsep-konsep Dasar
1) Motif : adalah suatu rangsangan yang menimbulkan ketegangan (tension) dan ketegangan
itu mendorong orang yang bersangkutan untuk meredakannya. Dalam batasan tersebut ada
tiga unsur berikut yang perlu diperhatikan :
 Walaupun motif berasal dari rangsang luar, tetapi proses kerja motif itu sendiri berada
didalam diri idividu. Fungsinya adalah membangkitkan daya (energi) untuk mengurangi
ketengangan.
 Untuk mengurangi rasa kurang senang karena adanya ketegangan itu, individu akan
melakukan sesuatu (bertindak).
 Motif bisa disadari oleh orang yang bersangkutan dan bisa juga tidak. Individu bisa
mengurangi ketegangannya melalui respons yang terbuka (overt response) ataupun
respons yang tertutup (covert response).
2) Konflik : jika ada dua motif yang bekerja pada satu saat yang sama, maka akan timbullah
konflik. Batasan ini didasarkan pada pra-anggapan yang dikemukakan oleh Sarnoff bahwa
setiap individu hanya dapat melayani (meredakan) satu motif pada satu saat. Jika konflik
ini tidak terpecahkan, maka konflik tersebut bisa berlarut-larut dan individu yang
bersangkutan bisa menjadi korban dari motifnya sendiri yang saling berhubungan. Untuk
menghindari itu, maka individu harus melakukan dua hal :
 Membuat prioritas diantara motif-motif yang ada, mana yang mau dilayani lebih dahulu;
 Menunda semua respons terhadap motif-motif lain pada waktu sedang meredakan
ketegangan yang diakibatkan oleh motif yang mendapat prioritas dalam hierarki motif-
motif tersebut.

Untuk menunda respons terhadap motif-motif lain yang lebih rendah ada tiga cara :

 Memanfaat pertahanan ego dalam situasi dimana ada ketakutan yang tidak bisa ditolerir,
antara lain dengan tidak mengakui adanya motif, merepres pentingnya dan intensitas motif
tersebut atau memproyeksikannya kepada orang lain;
 Dengan sengaja menghambat respons-respons yang sedianya akan mengurangi ketegangan
yang ditimbulkan oleh motif-motif yang lebih rendah posisinya dalam hierarki tersebut;
 Untuk sementara men-supress persepsi tentang motif-motif tersebut.

16
3) Pertahanan Ego (ego defense)
Jika individu menghadapi rangsang atau situasi yang berbahaya, maka ego terancam.
Ancaman bahaya ini akan menimbulkan motif takut kepada individu yang bersangkutan.
Pertahanan ego ada beberapa jenis. Masing-masing jenis itu bisa lebih menonjol pada
individu-individu tertentu. Jenis-jenis itu adalah sebagai berikut :
a. Pertahanan ego terhadap bahaya dari luar
1. Penolakan (denial) : mengacuhkan persepsi ego tentang bahaya dengan menganggap tidak
ada.
2. Identifikasi (identification) dengan agresor : mengacaukan persepsi ego tentang bahaya
dengan menganggap rangsang yang berbahaya itu sebagai tidak berbahaya, malahan ego
mengidentifikasikan dirinya (menganggap dirinya sama) dengan rangsang berbahaya
tersebut.
Kedua pertahanan ego ini terjadi dalam proses ketidaksadaran, yang menurut Sarnoff perlu
dibedakan dari supresi (suppression), yaitu pengingkaran terhadap adanya bahaya yang
dilakukan dengan sengaja dan sadar oleh individu yang bersangkutan
b. Pertahanan rangsang terhadap ego-berbahaya yang datang dari dalam diri sendiri :
1. Respresi (repression) : motif-motif yang berbahaya dan mengancam ego ditekan ke dalam
ketidaksadaran sehingga tidak terlihat oleh ego.
2. Proyeksi (projection) : motif-motif yang berbahaya dan mengancam ego dibiarkan muncul
ke kesadaran, tetapi diakui sebagai motif dari orang lain, bukan dari diri sendiri.
Agar pertahanan ego dapat berfungsi sepenuhnya, ia harus muncul dalam bentuk respons
yang nyata (over response). Respons yang nyata menurut Sarnoff adalah symptom (symptom).
Simtom adalah, perilaku nyata yang berfungsi untuk meredakan ketegangan yang berhubungan
dengan motif-motif yang tidak disadari tidak diketahui oleh individu yang bersangkutan. Sikap
(attitude), sebagai salah satu bentuk respons nyata, bisa simtomatis dan juga bisa berupa perilaku
biasa (bukan simtom).
4) Sikap (Attitude)
Seperti halnya ahli psikologi lain, Shepard mengidentifikasikan sikap sebagai kesediaan untuk
bereaksi (disposition to react) secara positif (favorably) atau secara negatif (unfavorably)
terhadap objek-objek tertentu. Tidak semua sikap merupakan tolak ukur untuk melihat motif
tidak disadari yang mendasarinya. Sarnoff menyarankan agar orang-orang yang mau meneliti
motif-motif mendasari sikap, membuat perkiraan-perkiraan (yang dapat dikembangkan melalui
pendidikan dan latihan) yang mengaitkan unsur-unsur tertentu, motif tertentu, dan perilaku
tertentu. Ada empat langkah yang perlu diikuti dalam membuat perkiraan :
 Peneliti harus memeriksa dengan cermat tingkah laku yang menjadi sumber suatu sikap.
 Peneliti harus membuat postulat-postulat tentang semua motif yang bisa dikurangi
ketegangannya dengan tingkah laku tersebut diatas.

17
 Peneliti harus menilai secara terpisah pola pengurangan ketegangan yang bisa dilakukan
oleh individu yang bersangkutan dalam hubungannya dengan beberapa objek sikap.
 Bila penilai tersebut membuktikan bahwa individu sepenuhnya sadar akan motifnya, sikap
itu merupakan respons biasa.
Akan tetapi, bila individu tidak pernah mengetahui motif apa yang mendasari sikapnya, maka
sikap itu harus dianggap sebagai suatu simtom yang berfungsi sebagai pertahanan ego.
Jadi, sikap yang timbul dari motif yang dapat diterima dan disadari sepenuhnya, sacara
konseptual berbeda dari sikap yang timbul dari motif yang tidak dapat diterima dan tidak
disadari.
b. Keselarasan Sikap-Motif
Sarnoff menyatakan bahwa sikap dan motif bisa selaras dan bisa juga tidak. Dalam hal sikap
dan motif selaras (congruent), maka sikap merupakan respons yang disadari terhadap motif yang
dapat diterima oleh individu.
Dalam hal sikap dan motif tidak selaras (incongruent), maka individu tidak menyadari
motifnya maupun tujuan dari respons-respons nyatanya. Sikap disini mencerminkan pertahanan
ego, yang pada umumnya tidak bisa sepenuhnya menghilanhkan ketegangan (lension) yang
ditimbulkan oleh motif.
1) Sikap dan motif yang dapat diterima oleh kesadaran. Ada lima faktor yang muncul bila motif
dapat diterima oleh kesadaran.
 Respons nyata terhadap motif akan mengurangi ketegangan secara maksimal
 Respons nyata langsung mencerminkan motif yang mendasarinya
 Respons-respons itu akan bertahan beberapa lama, sebanding dengan intensitas motif
 Individu sadar akan motif-motifnya maupun akan hubungan antara motif dan respons-
respons nyatanya
 Kesadaran individu akan motifnya tidak menimbulkan kecemasan maupun respons
pertahanan ego.
Jika kelima faktor itu terlihat, sikap akan ditentukan oleh kemampuan objek untuk
mengurangi ketegangan yang ditimbulkan oleh motif tertentu.
Adakalanya motif-motif yang dapat diterima kesadaran ini saling bertentangan (konflik). Ini
dapat dibatasi oleh individu dengan melakukan apresiasi supresi, yaitu secara sadar menekan atau
menunda salah satu motif yang kurang penting.
2) Sikap dan motif tak diterima oleh kesadaran. Motif yang tidak dapat diterima oleh kesadaran
menimbulkan sikap yang memungkinkan pertahanan ego yang terselebung (covert) dan
respons simtomatis yang nyata (overt).

18
Sehubungan itu juga ada lima sikap yang berkaitan dengan pertahanan ego, yaitu :

 Sikap yang memungkinkan pengingkaran (denial)


 Sikap yang memungkinkan identifikasi dengan agresor (rangsang yang berbahaya
 Sikap yang memungkinkan represi
 Sikap yang memungkinkan proyeksi
 Sikap yang memungkinkan pembentukan reaksi (reaction formtion)
c. Sikap yang Memungkinkan Respons Simtomatis yang Nyata
Selain berfungsi sebagai sarana pertahanan ego, sikap (menurut Sarnoff) dapat juga berfungsi
untuk memungkinkan respons simtomatis.
Dalam hal respons simtomatis, ada dua tujuan :
1. Ketegangan yang diakibatkan motif tertentu dikurangi;
2. Tetapi sekaligus motif itu sendiri harus tetap diajuhkan dari pengamatan ego.
Untuk mencapai sasaran ganda ini, individu dapat melakukan rasionalisasi. Rasionalisasi
memungkinkan individu menyahinterpretasikan tujuan dari perilakunyang dapat meredakan
ketegangan.

19
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Prinsip-prinsip psikoanalisis dalam berbagai persoalan perilaku sosial telah menimbulkan


berbagai kontrovesi. Masalahnya, psikoanalis sendiri merupakan aliran yang menyimpang dari garis
logika. Walaupun demikian, Freud bukanlah satu satunya orang yang mengajukan pandangan
psikoanalisis ada tokoh lain seperti Sullivan Adler, Fromm, dan Horney yang mengemukakan teori
teori yang dikenal sebagai neo analitis.

1. Teori Psikodinamika Dari Fungsi Kelompok

Menurut Bion, kelompok bukanlah sekedar kumpulan individu, melainkan merupakan suatu
satuan dengan ciri dinamika dan emosi tersendiri. Ciri-ciri kelompok ini berfungsi pada taraf tidak
sadar dan disadarkan pada kecemasan-kecemasan dan motivasi-motivasi dasar yang terdapat pada
manusia

2. Teori Perkembangan Kelompok

Teori yang berorientasi psikoanalisis ini di kemukakan oleh Bennis dan Shepard. Perhatian
pokok dari teori ini adalah proses perkembangan kelompok yang terjadi dalam interaksi antara orang
orang yang berada dalam suatu situasi latihan (training). Bennis & Shepard mendasarkan teorinya
pada pengamatan terhadap kelompok-kelompok latihan di National Training Laboratory or Group
Development di Bethel, Mine, A.S. Peserta kelompok dipilih dari berbagai latar belakang dan
kepribadian, antara lain guru, pendeta, pekerja sosial, ahli sosiologi, ahli psikologi, administrator dan
supervisor. Setiap kelompok terdri dari 6-8 kelompok dan pada awal pertemuan anggota anggota
kelompok itu belum belum saling mengenal. Pada setiap kelompok ditugaskan seorang pelatih yang
harus melakukan tugasnya berdasarkan suatu prosedur yang sudah dibatasi dengan ketat. Pertemuan
kelompok dilakukan beberapa kali seminggu selama jangka waktu beberapa minggu.

3. Teori Tiga Dimensi Tentang Tingkah Laku Antar Pribadi

Firo adalah singkatan dari Fundamental Interpersonal Relations Orientation (Orientasi Dasar
dari Hubungan-hubungan Antar pribadi). Teori ini dikemukakan oleh Schutz (195, 1958). Pada
dasarnya mencoba menerangkan perilaku-perilaku antar pribadi dalam kaitannya dengan orientasi
(pandangan) masing-masing individu kepada individu-individu lainnya.

Awal dari teori ini bermula dari minat. Schutz terhadap pembentukan kelompok-kelompok
kerja efektif. Pengamatannya terhadap proses pembentukan kelompok ini kemudian sangat

20
dipengaruhi oleh karya-karya Bion (1949) dan Redl (1942) sehingga tidak mengherankan jika teori
Schutz sangat berbau psikoanalisis.

Secara singkat teori FIRO ini adalah sebagai berikut pola hubungan antar individu pada
umumnya dapat dijelaskan dalam kaitan dengan tiga kebutuhan antar pribadi, yaitu inklusi
(keikutsertaan), control, dan afeksi (kasih). Kebutuhan ini terbentuk pada masa kanak-kanak dalam
interaksi dengan orang dewasa; khususnya orangtua. Pada masa dewasa, kebutuhan akan inklusi
tergantung pada sampai dimana anak diintegrasikan dalam kelompok keluarga. Kalau anak tidak
cukup diikutsertakan dalam keluarga, maka pada saat ia dewasa akan timbul perasaan tidak berarti,
tidak berharga (insignificant).

4. Teori Psikoanalisis tentang Sikap Sosial

Teori ini diajukan oleh Sarnoff (1960). Materi teori ini menyangkut sikap (attitude) yang
diterangkan berdasarkan mekanisme pertahanan ego. Menurutnya, diantara berbagai sikap yang
ditunjukkan oleh manusia, ada yang fungsinya mempertahankan ego dari ancaman bahaya, baik yang
datang dari luar maupun dari dalam diri sendiri.

3.2. Saran

Untuk penulis selanjutnya bisa menambah sumber referensi yang lebih banyak lagi, untuk
membandingkan pemahaman serta mencari contoh alternatif kasus yang sesuai dengan realita yang
ada pada lingkungan yang kita tinggal.

21
DAFTAR PUSTAKA

Sarwono, Sarlito Wirawan. 2002. Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta : Rajawali Pers

22
SOAL-SOAL :

1. Selain Freud tokoh-tokoh lain yang mengajukan pandangan Psikoanalisis adalah…


a. Sullivan
b. Formm dan Horney
c. Formm, dan Adler
d. Sullivan, Adler, Formm, dan Horney
e. Sullivan dan Horney
2. Teori Psikodinamika Kelompok dikemukakan oleh…
a. Bennis & Sheppard (1956)
b. Schutz (1955-1956)
c. Bion (1948-1951)
d. Sarnoff (1960)
e. Sigmun Freud
3. Bion menganggap kelompok sebagai versi makrokosmos dari individu. Dengan
demikian, pada kelompok terdapat. Kecuali…
a. Kebutuhan-kebutuhan dan motif-motif (fungsi id)
b. Tujuan dan mekanisme (fungsi ego)
c. Keterbatasan-keterbatasan (fungsi super ego)
d. Kerja sama kelompok
e. A, b, dan c benar
4. Fungsi kelompok kerja ini mirip dengan fungsi ego. Sebagaimana ego, kelompok
kerja ini memiliki sifat-sifat sebagai berikut, adalah…
a. Dikuasai oleh prinsip realitas
b. Diaktifkan oleh kebutuhan untuk mempertahankan diri
c. Menyalurkan emosi-emosi untuk mencegah konflik sambil memberi kesempatan
untuk meredakan ketegangan
d. Berespons terhadap peraturan dan keterbatasan dari kelompok (superego) maupun
terhadap tuntutan-tuntutan emosionalnya (id)
e. Semua Benar
5. Bion mengemukakan ada tiga asumsi dasar tentang mekanisme kerja kelompok yang
masing-masing berkaitan dengan keadaan emosi tertentu dari kelompok adalah..
a. Asumsi ketergantungan, asumsi pasangan, asumsi melawan
b. Asumsi ketergantungan, asumsi pasangan, asumsi lari
c. Asumsi ketergantungan, asumsi lari, asumsi saling berhubungan
d. Asumsi ketergantungan, asumsi pasangan, asumsi melawan-lari
e. Asumsi tidak ketergantungan, asumsi pasangan, asumsi melawan-lari
6. Merupakan fungsi superego dari kelompok, pengertian dari…
a. Kebudayaan kelompok
b. Mentalitas kelompok
c. Kelompok kerja
d. Sistem protomental
e. Asumsi-asumsi dasar tentang kelompok

23
7. Perhatian pokok dari teori perkembangan kelompok, adalah…
a. Proses perkembangan individu yang terjadi dalam interaksi antar-individu yang
berada dalam suatu situasi yang sesungguhnya
b. Proses perkembangan individu & kelompok yang terjadi dalam interaksi antara
orang-orang yang berada dalam suatu situasi latihan (training)
c. Proses perkembangan kelompok yang terjadi dalam interaksi antara orang-orang
yang berada dalam suatu situasi latihan (training)
d. Proses perkembangan individu & kelompok yang terjadi dalam interaksi antara
orang-orang yang berada dalam suatu situasi yang tetap
e. Proses perkembangan individu yang terjadi dalam interaksi antara orang-orang
yang berada dalam suatu situasi latihan (training)
8. Tujuan utama dari latihan kelompok, adalah…
a. Pada tingkat individual (primer dan sekunder)
b. Pada tingkat kelompok
c. Pada tingkat individual (primer dan sekunder) dan kelompok
d. Primer dan sekunder
e. Primer
9. Pada Tahap Otoritas, tahapan ini terbagi kedalam beberapa subtahap. Yaitu …
a. Tahap ketergantungan dan tahap pemberontakan
b. Tahap ketergantungan dan tahap pecairan
c. Tahap pencairan dan tahap pemberontakan
d. Tahap ketergantungan, tahap pemberontakan, dan tahap pencairan
e. Tahap ketergantungan
10. Ciri-ciri komunikasi yang valid, kecuali…
a. Memiliki tujuan kelompok yang disepakati bersama, sejalan dengab keinginan
masing-masing anggota
b. Antar anggota terbuka kemungkinan untuk berkomunikasi dalam berbagai
tingkatan.
c. Anggota kelompok memilih untuk memndam pendapatnya sendiri.
d. Persepsi masing-masing anggota kelompok tentang posisinya sendiri dalam
kelompok sesuai dengan persepsi anggota lain.
11. Hambatan yang terjadi terhadap komunikasi yang valid adalah…
a. Keraguan berpendapat
b. Kecemasan berpendapat
c. Keberanian berpendapat
d. Bertindak semaunya dalam kelompok
12. Tahap-tahap perkembangan kelompok adalah…
a. Tahap otoritas dan tahap pribadi
b. Tahap pribadi dan tahap pencarian masalah antar pribadi
c. Tahap pribadi dan tahap pemberontakan.
d. Tahap otoritas dan tahap ketergantungan

24
13. Tahap otoritas dibagi menjadi tiga subtahap, yaitu…
a. Tahap ketergantungan, tahap pemberontakan, dan tahap pencairan
b. Tahap ketergantungan, tahap pemberontakan dan tahap harmoni
c. Tahap ketergantungan, tahap pemberontakan, dan tahap identitas pribadi
d. Tahap ketergantungan, tahap harmoni dan tahap identitas pribadi
14. Perbadaan Motif dan Motivasi??
- Motif ialah suatu rangsang yang menimbulkan ketegangan (tension) dan
ketegangan itu mendorong orang yang bersangkutan untuk meredakannya.
- Motivasi ialah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai
dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan (Hamalik, 199:173)
15. Apa yang mengakibatkan Konflik??
- Jika ada dua motif yang bekerja pada satu saat yang sama, maka akan timbula
konflik
16. Bagaimana cara menghindari konflik?
- Membuat prioritas diantara motif motif yang ada, mana yang mau dilayani dahulu
- Menunda semua respons teradap motif motif lain pada waktu sedang meredakan
ketegangan yang diakibatkan ole motif yang mendapat prioritas dari hierarki moti
motif tersebut.
17. Apa yang mengakibatkan terjadinya defence mechanism??
- Jika individu menghadapi rangsang atau situasi yang berbahaya, maka ego akan
terancam.ancaman bahaya ini akan menimbulkan motif takut kepada individu
yang bersangkutan jika hal ini sudah berlebihan maka ia kan mempertahankan
egonya.
18. Sebutkan ada berapa jenis pertahanan ego dalam diri seseorang?
- Pertahanan ego terhadap bahaya dari luar = Denial (penolakan), Identifikasi
- Pertahanan ego terhadap rangsang dari dalam diri = Represi, dan Proyeksi
19. Menurut Sarnof Sikap ialah ??
- Sikap sebagai kesedian untuk bereaksi (disposition to react) secara positif
(favorably) atau secara negative (unfavorably) terhadap objek objek tertentu.
20. Apa yang menjdikan sikap dan motif bisa selaras???
- Jika sikap dan motif bisa selaras (congruent) terjadi jika sikap respon yang
disadari terhdap motif yang dapat diterima oleh individu.
21. Jika motif motif yang dapat diterima kesadaran saling bertentangan dan menimbulkan
konflik, bagaimana cara mengatasinya??
- Dapat diatasi oleh individu dengan melakukan supresi, yaitu secara sadar
menekan atau menuda salah satu motif yang kurang penting.
22. Bagaimana rasionalisasi bisa meredakan sebagian ketegangan??
- Rasionalisasi memungkinkan individu menyalah interpretasikan tujuan dari
prilaku. Misalnya respon simtomatis yang hanya bisa mereakan sebagian
ketegangan. Contoh motif bersalah akibat sering melakukan masturbasi diredakan
dengan prilaku kompulsif selalu mencuci tangan. Sikap yang timbul oleh
rasionalisasi adalah sikap yang sangat positif terhadap kebersihan dan sikap yang
negatif terhadap kuman dan debu.

25

Anda mungkin juga menyukai