Anda di halaman 1dari 20

A.

Teori Humanistik

humanistik memandang manusia sebagai subyek yang bebas merdeka untuk


menentukan arah hidupnya. Manusia bertanggung jawab penuh atas hidupnya sendiri dan
juga atas hidup orang lain. Pribadi-pribadi hanya berkembang secara optimal dan relatif
tanpa hambatan jika berada dalam suasana yang penuh cinta, hati yang penuh pengertian
(understanding heart) serta relasi pribadi yang efektif (personal relationship).
1. Abraham Maslow
Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik. Maslow
percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin.
Bagi Maslow untuk mengerti kepribadian manusia harus dilihat secara utuh dan tidak
dapat dipisahkan unsurnya.
Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang
Hierarchy of Needs (Hirarki Kebutuhan). Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki
tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai
yang paling tinggi (aktualisasi diri).
 Hirarki Kepribadian :
a. Physiological needs (kebutuhan fisiologis)
Bersifat Homeostatik, kebutuhan yang mempunyai sifat sangat kuat dalam
keadaan absolut. Contohnya seperti makan, minum, istirahat, seks, dll.
b. safety and security needs (kebutuhan akan rasa aman)
Manusia memang membutuhkan rasa aman, stabilitas, batas, kebebasan dari rasa
takut dan cemas. Contohnya, sejak bayi kebutuhan keamanan sudah muncul,
dalam bentuk menangis dan teriak karena perlakuan kasar atau sumber bahaya.
Anak akan merasa aman jika berada di keluarga yang harmonis dan teratur.
c. Love and belonging needs (kebutuhan akan rasa kasih sayang dan rasa memiliki)
Dicintai dan diterima adalah menuju perasaan yang sehat dan berharga, sebaiknya
tanpa cinta seseorang akan menimbulkan kekosongan, kesia – siaan, kemarahan.
d. Esteem needs (kebutuhan akan harga diri)
- Menghargai diri sendiri : Kemandirian, kebebasan, percaya diri, prestasi, dll.
- Mendapat penghargaan orang lain : status, ketenaran, menjadi orang penting,
kehormatan, apresiasi, dll.
e. Self-actualization (kebutuhan akan aktualisasi diri)
Keinginanya untuk memperoleh kepuasaan dengan dirinya sendiri, menyadari
potensi dirinya, karena ingin berkembang-ingin berubah, ingin mengalami
transformasi menjadi lebih bermakna.
 Kebutuhan Tinggi
Dalam hierarki Abraham Maslow dibedakan antara kebutuhan dasar (deficit needs) dan
kebutuhan tinggi (being needs). Maslow mengemukakan terdapat tujuh belas
metakebutuhan, yang apabila tidak terpenuhi akan menjadi metapatologi (penyakit
kejiwaan). Tujuh belas metakebutuhan yang juga disebut nilai-nilani B antara lain :
1) dengan meta-patologinya ketidakpercayaan, sinisme, dan skeptisisme.
2) Kebaikan, dengan meta-patologinya kebencian, penolakan, kejijikan,
kepercayaan hanya pada untuk diri.
3) Keindahan dengan meta-patologinya kekasaran, kegelisahan, kehilangan selera,
rasa suram.
4) Kesatuan, keparipurnaan, dengan meta-patologinya disintegrasi.
5) Transendensi-dikotomi, dengan meta-patologinya pikiran hitam/putih, pandangan
salah satu dari dua, pandangan sederhana tentang kehidupan.
6) Penuh energi; proses, dengan meta-patologinya mati, menjadi robot,
terdeterminasi, kehilangan emosi dan semangat, kekosongan pengalaman.
7) Keunikan, dengan meta-patologinya kehilangan perasaan diri dan individualitas,
anonim.
8) Kesempurnaan, dengan meta-patologinya keputusasaan, tidak dapat bekerja.
9) Kepastian, dengan meta-patologinya kacau-balau, tidak dapat diramalkan.
10) Penyelesaian; penghabisan, dengan meta-patologinya ketidak lengkapan,
keptusaasaan, berhenti berjuang dan menanggulangi.
11) Keadilan, dengan meta-patologinya kemarahan, sinisme, ketidakpercayaan,
pelenggaran hukum, mementingkan diri sendiri.
12) Tata tertib, dengan meta-patologinya ketidakamanan, ketidakwaspadaan, kehati-
hatian.
13) Kesederhanaan, dengan meta-patologinya terlalu kompleks, kekacauan,
kebingungan, dan kehilangan orientasi.
14) Kekayaan; keseluruhan; kelengkapan, dengan meta-patologinya depresi,
kegelisahan, kehilangan perhatian pada dunia.
15) Tanpa susah payah; santai; tidak tegang, dengan meta-patologinya kelelahan,
ketegangan, kecanggungan, kejanggalan, kekakuan.
16) Bermain; kejenakaan, dengan meta-patologinya keseraman, depresi, kesedihan.
17) Mencukupi diri sendiri; mandiri, dengan meta-patologinya tidak berarti, putus
asa, hidup sia-sia.

Bagi orang yang telah mencapai aktualisasi diri, tidak terpenuhinya satu
kebutuhan, apalagi beberapa metakebutuhan, akan membuatnya sangat kesakitan,
lebih sakit daripada kematian (Jaenudin, 2015, hlm. 140-141).

2. Carl Rogers
Carl Rogers adalah seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya
sikap saling menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan terapis) dalam
membantu individu mengatasi masalahmasalah kehidupannya. Carl Rogers
menyakini bahwa berbagai masukan yang ada pada diri seseorang tentang dunianya
sesuai dengan pengalaman pribadinya. Masukan-masukan ini mengarahkannya secara
mutlak kearah pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dirinya. Rogers menegaskan, dalam
pengembangan diri seorang pribadi akan berusaha keras demi aktualisasi diri (self
actualisation), pemeliharaan diri (self maintenance), dan peningkatan diri (self
inhancement). Konsep pokok kepribadian Rogers adalah “self”. Dimana individu
memiliki pribadi, memiliki harga diri tanpa syarat, memiliki nilai – nilai tak peduli
bagaimana keadaanya.
Menurut Rogers motivasi orang yang sehat adalah aktualisasi diri. Jadi manusia
yang sadar dan rasional tidak lagi dikontrol oleh peristiwa kanak–kanak seperti yang
diajukan oleh aliran freudian, misalnya toilet trainning, penyapihan ataupun
pengalaman seksual sebelumnya. Rogers lebih melihat pada masa sekarang, dia
berpendapat bahwa masa lampau memang akan mempengaruhi cara bagaimana
seseorang memandang masa sekarang yang akan mempengaruhi juga kepribadiannya.
Namun ia tetap berfokus pada apa yang terjadi sekarang bukan apa yang terjadi pada
waktu itu. Aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan
sifat-sifat dan potensi-potensi psikologis yang unik. Aktualisasi diri akan dibantu atau
dihalangi oleh pengalaman dan oleh belajar khususnya dalam masa kanak-kanak.
Aktualisasi diri akan berubah sejalan dengan perkembangan hidup seseorang. Ketika
mencapai usia tertentu (adolensi) seseorang akan mengalami pergeseran aktualisasi
diri dari fisiologis ke psikologis.
1) Struktur Kepribadian
a) Organisme :
- Mahkluk hidup organisme adalah mahkluk lengkap dengan fungsi fisik dan
psikologisnya dan merupakan tempat semua pengalaman, potensi yang
terdapat dalam kesadaran setiap saat, yakni persepsi seseorang mengenai
kejadian yang terjadi dalam diri. dan dunia eksternal.
- Realitas Subyektif Oranisme menganggap dunia seperti yang dialami dan
diamatinya. Realita adalah persepsi yang sifatnya subyektif dan dapat
membentuk tingkah laku.
- Holisme Organisme adalah satu kesatuan sistem, sehingga perubahan dalam
satu bagian akan berpengaruh pada bagian lain. Setiap perubahan memiliki
makna pribadi dan bertujuan, yaitu tujuan mengaktualisasi, mempertahankan,
dan mengembangkan diri.
b) Medan Fenomena
keseluruhan pengalaman, baik yang internal maupun eksternal, baik disadari
maupun tidak disadari. Medan fenomena ini merupakan seluruh pengalaman
pribadi seseorang sepanjang hidupnya di dunia, sebagaimana persepsi
subyektifnya.
c) Diri
Diri dibagi atas dua subsistem.
 Konsep diri yaitu penggabungan seluruh seseorang yang disadari oleh
individual (meski tidak selalu akurat). Konsep diri menurut Rogers adalah
kesadaran batin yang tetap, mengenai pengalaman yang berhubungan
dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan aku (Schultz,
Duane;1991) konsep diri ini terbagi menjadi 2 yaitu konsep diri real dan
konsep diri ideal. Untuk menunjukkan apakah kedua konsep diri tersebut
sesuai atau tidak, Rogers mengenalkan 2 konsep lagi, yaitu Incongruence
dan Congruence. Incongruence adalah ketidakcocokan antara self yang
dirasakan dalam pengalaman aktual disertai pertentangan dan kekacauan
batin. Sedangkan Congruence berarti situasi di mana pengalaman diri
diungkapkan dengan seksama dalam sebuah konsep diri yang utuh,
integral, dan sejati.
 Diri ideal yaitu cita-cita seseorang akan diri. Terjadinya kesenjangan akan
menyebabkan ketidak-seimbangan dan kepribadian menjadi tidak sehat.

Menurut Carl Rogers ada beberapa hal yang mempengaruhi self :

- Kesadaran
Tanpa adanya kesadaran, maka konsep diri dan diri ideal tidak akan ada. Ada
tiga tingkat kesadaran.
1) Pengalaman yang dirasakan dibawah ambang sadar akan ditolak atau
disangkal.
2) Pengalaman yang dapat diaktualisasikan secara simbolis akan secara
langsung diakui oleh struktur diri.
3) Pengalaman yang dirasakan dalam bentuk distorsi. Jika pengalaman yang
dirasakan tidak sesuai dengan diri (self), maka dibentuk kembali dan
didistorsikan sehingga dapat diasimilasikan oleh konsep diri.
- Kebutuhan Pemeliharaan
Pemeliharaan tubuh organismik dan pemuasannya akan makanan, air, udara,
dan keamanan , sehingga tubuh cenderung ingin untuk statis dan menolak
untuk berkembang.
- Peningkatan diri
Meskipun tubuh menolak untuk berkembang, namun diri juga mempunyai
kemampuan untuk belajar dan berubah
- Penghargaan positif (positive regard)
Begitu kesadaran muncul, kebutuhan untuk dicintai, disukai, atau diterima
oleh orang lain. Penghargaan diri yang positif (positive self-regard)
Berkembangannya kebutuhan akan penghargaan diri (self-regard) sebagai
hasil dari pengalaman dengan kepuasan atau frustasi. Diri akan menghindari
frustasi dengan mencari kepuasan akan positive self-regard.

B. Teknik Pendekatan Teori Humanistik Dalam Konseling dan Psikoterapi


1. Pendekatan Teori Humanistik Dalam Konseling
Dalam pandangan teori humanistik, manusia bertanggung jawab terhadap
hidup dan perbuatan mereka sendiri serta mempunyai kebebasan dan kemampuan
untuk mengubah sikap dan perilaku mereka sendiri (Corey, 2010). Yang paling
diutamakan dalam konseling eksistensial-humanistik adalah hubunganya dengan
klien. Kualitas dari dua orang yang bertatap muka dalam situasi konseling
merupakan stimulus terjadinya perubahan yang positif. Artinya psikologi
humanistik sangat memperhatikan tentang dimensi manusia dalam berhubungan
dengan lingkungannya secara manusiawi dengan menitik-beratkan pada kebebasan
individu untuk mengungkapkan pendapat dan menentukan pilihannya, nilai-nilai,
tanggung jawab personal, otonomi, tujuan dan pemaknaan.
Konseling merupakan kegiatan professional yang melibatkan hubungan antara
konselor dengan individu atau sekelompok individu (Hariko, 2017.) Hakikat
konseling humanistik menekankan renungan filosofi tentang apa artinya menjadi
manusia. Psikolog humanistik mencoba untuk melihat kehidupan manusia
sebagaimana manusia itu sendiri melihat kehidupan mereka. Mereka lebih
cenderung untuk berpegang pada prespektif optimistik tentang sifat alamiah
manusia. Manusia atau individu pada dasarnya memiliki kecenderungan untuk
berfikir rasional dan irasional (Rahma W.N & Zulfikar. Z, 2014). Mereka
berfokus pada kemampuan yang dimiliki manusia untuk berfikir secara sadar dan
rasional dalam mengendalikan hasrat biologisnya, serta dalam meraih potensi
maksimal mereka. Bebas memilih untuk menentukan nasib sendiri, kebebasan
dan tanggung jawab, kecemasan sebagai suatu unsur dasar, pencarian makna
yang unik di dalam dunia yang tak bermakna, berada sendiri dan berada dalam
hubungan dengan orang lain keterhinggaan dan kematian, dan kecenderungan
mengaktualkan diri.
Konseling dengan pendekatan humanistik berfokus pada kondisi manusia.
Pendekatan ini terutama adalah suatu sikap yang menekankan pada suatu
pemahaman atas manusia. Humanistik memandang manusia sebagai makhluk yang
memiliki otoritas atas kehidupan dirinya. Manusia bebas untuk menjadi apa dan
siapa sesuai keinginannya. Manusia adalah makhluk hidup yang menentukan
sendiri apa yang ingin dia lakukan dan apa yang tidak ingin dia lakukan, karena
manusia adalah makhluk yang bertanggung jawab atas segala apa yang
dilakukannya. Asumsi ini menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang sadar,
mandiri, aktif yang dapat menentukan (hampir) segalanya aktivitas kehidupannya.
Manusia adalah makhluk dengan julukan “the self determining being” yang
mampu sepenuhnya menentukan tujuan-tujuan yang paling diinginkannya dan
cara-cara mencapai tujuan itu yang dianggapnya paling benar dan paling tepat tepat.
Konselor teori humanistik, termasuk Bugental, Rogers, dan Maslow,
penentuan nasib sendiri bagian berharga dari klien. Mereka menekankan
pentingnya konselor menemukan potensi kliennya yang unik. Mereka percaya pada
pentingnya memfasilitasi klien untuk memahammi diri mereka sendiri berkenaan
dengan potensi yang unik ini dari diri mereka. Misalnya, dengan mendorong
klien untuk melihat ke dalam dan untuk menjelajah ke wilayah yang tidak
dikenaldalam rangka menyadari potensi yang belum dimanfaatkannya.
Artinya apapun keputusan yang diambil oleh klien konselor wajib menghargai
setiap keputusannya itu, karna pada prinsipnya segala keputusan yang diambil
oleh klien adalah tanggung jawabnya. Dialah yang akan menjalani setiap
keputusan yang telah diambilnya. Namun konselor disini tetap memberikan arahan
pada potensi yang dimiliki oleh klien yang barangkali potensi yang dimilikinya itu
tidak disadari.
Bohart (2003) menegaskan bahwa dalam konseling humanistik, terapis,
memiliki jawaban, "harus menjadi ahli dalam sebuah proses". Dalam proses
konseling, konselor berusaha untuk berorientasi menjadikan klien dengan gaya
interpersonal yang mengakomodasi preferensi atau proses pembangunan klien
(Scholl, 2002).
 Pendekatan Client - Centered
Carl R. Rogers mengembangkan terapi client-centered sebagai reaksi terhadap
apa yang disebutnya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis.
Pendekatan client-centered adalah cabang dari terapi humanistik yang menggaris
bawahi tindakan mengalami klien berikut dunia subjektif dan fenomenalnya .
Pendekatan client-centered menaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan klien
untuk mengikuti jalan terapi dan klien merupakan katalisator bagi perubahan.
Pendekatan client-centered tentang sifat manusia menolak konsep tentang
kecenderungan-kecenderungan negatif dasar. Ia memandang tersosialisasi dan
bergerak ke muka, berjuang untuk berfungsi penuh, serta memiliki kebaikan yang
positif pada intinya yang terdalam. Individu memiliki kesanggupan yang inheren untuk
menjauhi maladjustment menulu keadaan psikologis yang sehat.
Pendekatan client-centered difokuskan pada kenyataan secara lebih penuh, yang
paling mengetahui dirinya sendiri, adalah orang yang harus menemukan tingkah laku
yang lebih pantas bagi dirinya. Pribadi yang kontruktif yaitu yang bersikap menerima
dan empatik yang bertindak sebagai agen perubahan terapeutik bagi klien. Suatu cara
ada dan sebagai perjalanan bersama di mana baik terapis maupun klien
memperlibatkan kemanusiawiannya dan berpartisipasi dalam pengalaman
pertumbuhan.

2. Pendekatan Teori Humanistik Dalam Psikoterapi


Pendekatan eksistensial humanistik tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan
secara ketat. Prosedur-prosedur terapeutik bisa diambil dari beberapa pendekatan
terapi lainnya. Metode-metode yang berasal dari terapi Gestah dan Analisis
Transaksional sering digunakan, dan sejumlah prinsip dan prosedur psikoanalisis bisa
diintegrasikan ke dalam pendekatan eksistensial humanistic (Corey, 1988).
Analisis Transaksional (AT) adalah psikoterapi transaksional yang dapat
digunakan dalam terapi individual, tetapi lebih cocok untuk digunakan dalam terapi
kelompok.AT berbeda dengan sebagian besar terapi lain dalam arti ia adalah suatu
terapi kontraktual dan desisional. Analisisn Transaksional melibatkan suatu kontrak
yang dibuat oleh klien yang dengan jelas menyatakan tujuan-tujuan dan arti proses
terapi, juga berfokus pada putusan-putusan awal yang dibuat oleh klien, dan
menekankan kemampuan klien untuk membuat putusan-putusan baru.
Pendekatan ini dikembangkan oleh Eric Berne, berlandaskan suatu teori
kepribadian yang berkenan dengan analisis structural dan transaksional. Teori Berne
menggunakan beberapa kata utama dan menyajikan suatu kerangka yang bisa
dimengerti dan dipelajari dengan mudah. Kata-kata utamanya adalah orang tua, orang
dewasa, anak, putusan ulang, permainan, skenario, pemerasan, dicampuri, pengabaian,
dan cirri khas. AT berpijak pada asumsi-asumsi bahwa orang-orang mampu
memahami putusan-putusan masa lampau dan bahwa orang-orang mampu memilih
untuk memutuskan ulang.
C. Tahap – Tahap Teknik Humanistik Pada Konseling dan Psikoterapi
1. Client-Centered
Rumusan-rumusan yang lebih dini dari pandangan Rogers memberi penekanan
yang lebih besar pada tekhnik-tekhnik. Perkembangan pendekatan Client-Centered
disetai oleh peralihan dari penekanan pada teknik-teknik terapeutik kepada penekanan
pada kepribadian, keyakinan-keyakinan, dan sikap-sikap terapis, serta pada hubungan
terapeutik. Hubungan terapeutik, yang selanjutnya menjadi variabel yang sangat
penting, tidak identik dengan apa yang dikatakan atau yang dilakukan oleh terapis.
Dalam kerangka Client-Centered, teknik-tekniknya adalah pengungkapkan dan
pengomunikasian penerimaan, respek, dan pengertian, serta berbagai upaya dengan
klien dalam mengembangkan kerangka acuan internal dengan memikirkan, merasakan,
dan mengeksplorasi. Menurut pandangan pendekatan Client-Centered, penggunaan
teknik-teknik sebagai muslihat terapis akan mendepersonalisasikan hubungan terapis
klien.
Proses-proses yang terjadi dalam konseling dengan menggunakan pendekatan
Client Centered adalah sebagai berikut :
- Konseling memusatkan pada pengalaman individual.
- Konseling berupaya meminimalisir rasa diri terancam, dan memaksimalkan
dan serta menopang eksplorasi diri. Perubahan perilaku datang melalui
pemanfaatan potensi individu untuk menilai pengalamannya, membuatnya
untuk memper jelas dan mendapat tilikan pearasaan yang mengarah pada
pertumbuhan.
- Melalui penerimaan terhadap klien, konselor membantu untuk menyatakan,
mengkaji dan memadukan pengalaman-pengalaman sebelunya ke dalam
konsep diri.
- Dengan redefinisi, pengalaman, individu mencapai penerimaan diri dan
menerima orang lain dan menjadi orang yang berkembang penuh.
- Wawancara merupakan alat utama dalam konseling untuk menumbuhkan
hubungan timbal balik

2. Analisis Transaksional (AT)

 Analisis Struktur (Structural Analysis)


Analisis struktur sebagai alat yang dapat membantu klien agar menjadi sadar atas
isi dan fungsi ego orang tua, dewasa, dan anak yang dimilikinya. Analisis structural
membantu klien dalam mengubah pola-pola yang dirasakan menghambat. Ia juga
membantu dalam menemukan perwakilan ego yang mana menjadi landasan tingkah
lakunya. Dengan hal tersebut maka, klien bisa memperhitungkan pilihan-pilihannya.
Terdapat dua tipe masalah yang berkaitan dengan struktur kepribadian yang dapat
diselidiki dengan analisis structural:
1. Pencemaran, terjadi apabila isi perwakilan ego yang satu bercampur dengan
isi perwakilan ego yang lainnya. Misalnya: ego orang tua terhadap ego
dewasa yang menembus batas ego dewasa dan mencampuri pemikiran dan
fungsinya. Hal-hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan-pernyataan, al:
“jangan bergaul dengan orang -orang yang bukan berasal dari kalangan kita”
2. Penyisihan (eksklusi), ketika ego anak yang tersisih bisa “merintangi” ego
orang tua, atau apabila ego orang tua yang tersisih “meringtangi” ego anak.
 Metode-metode didaktif
Karena AT menekankan domain kognitif, prosedur-prosedur beliau menganjar
menjadi prosedur-prosedur dasar bagi AT. Para anggota kelompok AT diharapkan
sepenuhnya mengenai analisis struktural denagn menguasai landasan-landasan
perwakilan ego.
 Analisis Transaksional
Suatu penjabaran yang dilakukan oleh orang-orang terhadap satu sama lain.
Ketika pesan-pesan disampaikan, diharapkan ada respon, ada tiga tipe transaksi :
- Komplementer : suatu pesan yang disampaikan oleh satuan perwakilan ego
seseorang memperoleh respon yang diprakirakan dari perwakilan ego
seseorang yang lainnya .
-Menyilang : terjadi apabila respon yang tidak diharapkan diberikan kepada
suatu pesan yang disampaikan oleh seseorang.
- Terselubung : suatu transaksi yang kompleks, terjadi apabila lebih dari satu
perwakilan ego terliba serta seseorang menyampaikan pesan terselubung
kepada seseorang yang lainnya.
 Kursi kosong
Alat yang efektif untuk membantu klien dalam memecahkan konflik-konflik masa
lampau dengan orang tuanya atau dengan orang lain yang ada di lingkungan tempat dia
dibesarkan.
 Permainan peran
Permainan yang menonjolkan gaya-gaya khas dari ego orang tuayang konstan, ego
orang dewasa yang konstan, dan ego anak yang konstan, atau permainan-permainan
tertentu agar memungkinkan klien memperoleh umpan balik tentang tingkah laku
sekarang dalam kelompok.
 Percontohan keluarga
Klien menjadi sutradara, produser, dan aktor. Dia menetapkan situasi dan
menggunakan para anggota kelompok sebagai pemeran para anggota keluarga serta
menempatkan mereka pada situasi yang dibayangkan. Diskusi, tindakan dan evaluasi
selanjutnya bisa mempertinggi kesadaran tentang suatu situasi yang spesifik dan makna-
makna pribadi yang masih berlaku pada klien.
 Analisis permainan dan ketegangan
Berne (1964, hlm. 48) menjabarkan permainan sebagai “rangkaian transaksi
terselubung komplementer yang terus berlangsung menuju hasi yang didefinisikan
dengan baik dan dapat diperkirakan” hasil dari kebanyakan permainan adalah perasaan
“tidak enak” yang dialami oleh pemain. Penting bagi terapis untuk mengamati dan
memahami mengapa permainan-permainan dimainkan, dan skenario-skenario hidup
adalah suatu proses yang penting dalam terapi AT
 Analisis skenario

Membuka alternatif-alternatif baru yang menjadikan orang bisa memilih sehingga


dia tidak lagi merasa dipaksa memainkan permainan-permainan mengumpulkan
perasaan-perasaan untuk membenarkari tindakan tentang yang dilaksanakan menurut
plot skenario. Analisis skenario bisa dilaksanakan dengan menggunakan suatu daftar
skenario yang berkaitan dengan posisi-posisi hidup, penipuan-penipuan, permainan-
permainan yang kesemuanya merupakan kompunen-komponen fungsional utama pada
scenario kehidupan manusia.

Tipe Konseling Individu

Konseling adalah suaru proses yang terjadi dalam hubungan seseorang dengan seseorang
yaitu individu yang mengalami masalah yang tak dapat diatasinya, dengan seorang petugas
profesional yang telah memperoleh latihan dan pengalaman untuk membantu agar klien
memecahkan kesulitanya.

Konseling individual adalah kunci semua kegiatan bimbingan dan konseling. Karena jika
menguasai teknik konseling individual berarti akan mudah menjalankan proses konseling yang
lain. Proses konseling individu berpengaruh besar terhadap peningkatan klien karena pada
konseling individu konselor berusaha meningkatkan sikap siswa dengan cara berinteraksi selama
jangka waktu tertentu dengan cara beratatap muka secara langsung untuk menghasilkan
peningkatan-peningkatan pada diri klien, baik cara berpikir, berperasaan, sikap, dan perilaku.

Layanan konseling perorangan (individu) merupakan layanan yang memungkinan peserta


didik mendapatkan layanan langsung tatap muka (secara perorangan) untuk mengentaskan
permasalahan yang dihadapinya dan perkembangan dirinya. Tujuan layanan konseling
perorangan adalah agar peserta didik dapat mengentaskan masalah yang dihadapinya. Layanan
Konseling Perorangan berfungsi untuk pengentasan dan advokasi.

Layanan konseling individu mempunyai beberapa metode yang bisa digunakan untuk
menyelesaikan masalah yang dilakukan oleh konselor terhadap konseli. Dalam metode konseling
individu, setidaknya ada tiga cara konseling yang biasa dilakukan, yaitu:

a) Konseling Direktif (Directive Counseling)


Konseling yang menggunakan metode ini, dalam prosesnya yang aktif atau paling berperan
adalah konselor. Dalam praktiknya konselor berusaha mengarahkan konseli sesuai dengan
masalahnya. Selain itu konselor juga memberikan saran, anjuran dan nasihat kepada konseling

b) Konseling Nondirektif (Non-Directive Counseling)


Dalam praktik konseling nondirektif, konselor hanya menampung pembicaraan. Konseli bebas
berbicara sedangkan konselor menampung dan mengarahkan. Metode ini tentu sulit diterapkan
untuk siswa yang berkepribadian tertutup, karena siswa yang berkepribadian tertutup biasanya
pendiam dan sulit untk diajak berbicara. Cara ini juga belum bisa diterapkan secara efektif untuk
murid Sekolah Dasar dan dalam keadaan tertentu siswa SMP. Metode ini bisa diterapkan secara
efektif untuk siswa tingkatan SMA dan mahasiswa di Perguruan Tinggi.

c) Konseling Eklektif (Eclective Counseling)


Siswa di sekolah memiliki tipe-tipe kepribadian yang tidak sama. Oleh sebab itu, tidak mungkin
diterapkan metode konseling direktif saja atau nondirektif saja. Agar konseling berhasil secara
efektif dan efisien, tentu harus melihat siswa yang dibantu atau dibimbing dan melihat masalah
yang dihadapi siswa dan melihat situasi konseling. Apabila terhadap siswa tertentu tidak bisa
diterapkan metode direktif maka mungkin bisa diterapkan metode nondirektif, atau
penggabungan metode tersebut yang disebut dengan metode eklektif. Penerapan metode dalam
konseling ini adalah dalam keadaan tertentu Konseling menasehati dan mengarahkan konseli
(siswa) sesuai dengan masalahnya, dan dalam keadaan yang lain konselor memberikan
kebebasan kepada konseli untuk berbicara sedangkan konselor mengarahkan saja.
Tipe-tipe konseling dari segi waktu penanganannya, yaitu proses pemecahan masalah
individu dimana mungkin diperlukan waktu segera atau relative panjang. Pictrofosa dalam Andi
Mapiarre (1992:24) mengemukakan berdasarkan segi waktunya tipe- tipe konseling terbagi
menjadi :

1. Konseling Krisis
Krisis dapat diartikan sebagai suatu keadaan disorganisasi dimana konseli menghadapi
frustasi dalam mencapai tujuan penting hidupnya atau mengalami gangguan dalam perjalanan
hidup dan hal itu di tanggapinya dengan stress. Situasi demikian itu sering memerlukan respon
khusus dari konselor guna membantu konseli yang tidak berdaya.

“Jika suatu krisis mencapai taraf yang melumpuhkan individu atau menghambat
mengontrol diri individu maka keadaan itu merupakan krisis yang butuh bantuan penyembuhan”
Belkin (1975).

Situasi krisis dapat bersangkutan dengan masalah percobaan bunuh diri, kehamilan diluar
nikah, kematian orang yang dicintai, perceraian, pemutusan jabatan, manjadi anggota baru
keluargam terlibat hukum, pindah agama, kecanduan, dan masalah keuangan.

Berdasarkan sifat situasi krisis konselor perlu menerima situasi dan menciptakan
keseimbangan pribadi dan penguasaan diri. Sikap tersebut memungkinkan dapat meredakan
kecemasan konseli serta menunjukan tanggung jawabnya terhadap konseli, yang menunjukan
bahwa konseli masih memiliki harapan, setelah menghadapi situasi konseli sementara tersebut
konselor dapat melakukan bantuan konseli dalam kancah developmental. Aktifias konselor
dalam mengatasi masalah krisis adalah dengan memberikan intervensi langsung atau campur
tangan, dukungan kadar tinggi, dan konseling individual atau referral ke klinik atau lembaga
yang layak.

2. Konseling Fasilitatif
Konseling fasilitatif, menurut segi tinjauannya yaitu proses membantu konseli
memperjelas masalahnya, selanjutnya bantuan dalam pemahaman dan peneriman diri, penemuan
rencana tindakan dalam mengatasi masalah, dan akhirnya akhirnya konseli dapat bertanggung
jawab dengan masalahnya sendiri.

Konseling tipe fasilitatif di istilahkan sebagai konseling remedial atau adjustive, seakan
seorang di sembuhkan akibat mempunyai tingkah laku yang tidak tidak dikehendaki. Konseling
remedial diartikan sebagai usaha membantu individu agar maju dari tahap kurang sempurna
menjadi sempurna. Dengan konseling fasilitatif manusia dapat bertumbuh dari satu tahap ke
tahap lainnya.

Masalah-masalah yang ditanagani dalam konseling fasilitatif meliputi masalah memilih


jurusan, perencanaan karir, pegaulan, serta minat dan bakat. Bentuk aktifitas konseling yang
mungkin dilakukan konselor adalah konseling individual dengan tekhnik pemantulan penyataan
perasaan, penginformasian, penginterprestasian, pemanduan, konfrontasi informasi dan
pengarahan.

3. Konseling Preventif
Konseling preventif berbeda dari tiga tipe lainnya, tipe ini bersifat programatis
sebagaimana program pada konseren khusus. Konseling demikian misalnya meliputi program
pendidikan seks di sekolah dasar dengan niat mencegah kecemasan pada masa yang akan datang
tentang seksualitas dan hubungan dua jenis kelamin.

Dalam konseling preventif, konselor dapat menyajikan informasi kepada suatu individu
atau kelompok dengan memberikan progam yang sesuai dengan dirinya. Aktifitas yang mungkin
dilakuakan adalah pemberian informasi, membuat program yang relevan, dan konseling
individual berdasarkan isi dan proses program.

4. Konseling Developmental
Konseling developmental merupakan suatu proses berkelanjutan yang dijalankan dalam
seluruh jagka kehidupan individu. Tipe konseling ini focus pada membantu konseli mencapai
pertumbuhan pribadi yang positif dalam berbagai tahap kehidupan mereka. Konselor harus
mampu membantu individu pada semua tingkatan usia dan benar-bear mendukung konsep
mengenai konseling anak sebagai hal yang esensial dalam proses perkembangan.
Konseli dapat mencapai pemahaman diri, peningkatan keterampilan membuat keputusan,
dan mengubah tingkah laku ke positif melalui konseling developmental.

Konseling developmental adalah bagian integral dari perkembangan karir seseorang dan
pembentukan kemampuan membuat keputusan, merupakan konseling yang berlangsung
sepanjang jangka kehidupan yang menangani anak muda dan orang lanjut usia.

Permasalahan yang senantiasa terus berlangsung adalah mengenai pengembangan dan


pembentukan citra diri yang positif, penemuan gaya hidup layak yang dijalankan dalam bekerja
dan pemanfaatan waktu luang, mempelajari dan menggunakan keterampilan membuat keputusan,
penegasan nilai nilai yang dianut seseorang, pemahaman dan penerimaan perubahan dan
pengembangan pemahaman tentang proses kehidupan dari lahir sampai akhir hayat.

Pada konseling developmental, sebagaimana pada tipe lainnya seorang konselor dapat
efektif membantu seseorang melalui konseling individual. Pada konseling developmental,
konselor dapat bekerja dama dengan orang lain yang berarti sama sama melibat bergantian dalam
konseling. Aktifitas konselor yang dapat dilakukan dalam kancah ini adalah membantu individu
memperoleh ketegasan nilai-nilai anutannya, mereview pembuatan keputusan, dan konseling
individual yang berkenaan dengan pengembangan pribadi dan kerjasama sama dengan orang lain
yang bermaksud penempatan dalam lingkungan.
Daftar Pustaka

Alwisol.2006. Psikologi Kepribadian. Malang : Penerbit Universitas Muhamadiyah Malang.

Gerald, Corey. 1988. Teori dan Praktik Konseling dan Psikoterapi. Bandung : PT ERESCO.

Holipah, The Using Of Individual Counseling Service to Improve Student’s Learning Atitude And
Habit At The Second Grade Student of SMP PGRI 6 Bandar Lampung (Journal
Counseling, 2011)

Willis S. Sofyan, Konseling Individual Teori dan Praktek ( Bandung,CV Alfabeta, 2007)hal :18

Nursalim, Mochamad, Bimbingan dan Konseling Pribadi dan Sosial, Yogyakarta: Ladang Kata.

AT, Andri Mappiare. 2006. Pengantar Konseling dan Psikoterapi.

Zulfikar, Rezki Hariko, Muwakhidah & Nikon Aritonang.2017. Konseling Humanistik: Sebuah
Tinjauan Filosofi.Jurnal Konseling Gusjigang, Vol.3, No.1

Noel Hunter, Tristan V. Barsky. 2016. Pengalaman transaksional Kecemasan Eksitensial


sebagai Barrier untuk Intervensi Kemanusiaan Efektif. Jurnal Psikologi Humanistik.
https://media.neliti.com/media/publications/124043-ID-psikologi-humanistik-
carl-rogers-dalam-b.pdf

DAFTAR PUSTAKA

Corey, Gerald. (2007). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung:

Refika Aditama.

Dahlan, syarifuddin. 2011. Konseling Individu Konsep dan Aplikasi .

Bandarlampung:

Anda mungkin juga menyukai