Anda di halaman 1dari 43

PSIKOLOGI BELAJAR

Pendahuluan

PSIKOLOGI DIBAGI 2 BGN :


1.Dasar/Basic :
- Psi. Belajar
- Psi. Perkembangan
- Psi. Sosial
2.Terapan/Apllied :
- Psi. Pendidikan
- Psi. Klinis
- Psi. Industri
PENDAHULUAN
DALAM BELAJAR PERLU SIKAP
‘LEARNING IS FUN’

Relaksasi / Badan rilek

Pikiran rilek / Otak rilek

Suasana Menyenangkan

Tetapi tetap perlu diperhatikan


“Styles of Learning”
PENDAHULUAN lanjutan

Apa yg dipelajari psikologi adlh materi yg terpenting


(materi2 psikologi belajar), karena alasan yang kom-
pleks.

Misal : Psikologi adlh ilmu yg mempelajari perilaku


dengan tujuan :
to explain - menjelaskan
to describe - mendiskribsikan
to predict - memperkirakan/meramalkan
to control/to cange - mengontrol/merubah

Belajar : 1. dengan kesadaran/explicit


2. tanpa kesadaran/implicit, without
awareness/conciousness, sub-
liminal perception.
KASUS-KASUS perubahan
DALAM BELAJAR
Mendapat pengetahuan
baru, mis. : mempelajari Mendapatkan informasi
persamaan kuadrat baru/yang tadinya belum
diketahui, mis : belajar
menemukan obat DB
Mendapatkan perubahan po-
la-pola perilaku, mis. : pak Tri
mengajari anaknya sopan san-
tun dalam pergaulan
Belajar tanpa diketahui,
mis : setelah lama lulus,
Mendapatkan pengetahuan Budi baru sadar bahwa
dan perilaku baru, mis. : dirinya telah banyak
saya belajar belajar
mengemudikan mobil
KASUS-KASUS perubahan BUKAN
BELAJAR
Si Totok mengotak-
atik radio rusak, tan- Karena pertumbuhannya
pa sengaja jadi sampai pada kematangan
bisa bunyi sekarang anak itu bisa
tengkurap

Sehabis minum obat


Toni tiba-tiba berani Karena kelelahan,
l
menyanyi di depan tiba-tiba Asti
audien berpidato tentang
kuliah tadi pagi
Super learning : belajar jangan tegang
• Visualisasi utk menenangkan diri, bayangkan diri
sedang berada di .. (tempat tenang, sejuk dsb)
• Mengenangkan kembali pengalaman berhasil.
• Bernafas secara ritmis, mis : tarik nafas (2 dtk),
tahan nafas (2 dtk), keluarkan nafas (2 dtk)
• Relaksasi dan penyesuaian terhadap kemam-
puan kita “ saya bisa” !
Ctt.:
otak kiri : masalah rasional dan kesadaran,
otak kanan : intuisi, ketidaksadaran
- Pilih (pengiring) musik klasik (tempo lambat, se-
perti musik barok), akan menjadikan lebih tenang
HARAPAN MAHASISWA KULIAH
PSI BELAJAR
Melalui kuliah psikologi belajar saya berharap
tahu bgmn belajar yg baik, sehingga dpt me-
mahami bahan2 kuliah, dgn begitu saya bisa
mendapatkan nilai yg baik.
Dgn mempelajari psikologi belajar saya tahu
dan mengerti ttg sistem2 dan pola2 belajar yg
baik agar saya dpt nilai baik pula.
Dgn mempelajari psikologi belajar saya berha-
rap mendptkan pengetahuan mengenai hal2
yg berkaitan dgn belajar, terutama teknik2 atau
kiat-kiat praktis dalam belajar.
Lanjutan

– Dengan mempelajari psikologi bela-


jar, bisa mengerti masalah kondisio-
ning klasikal maupun kondisioning
operan secara jelas dan mendetail
serta contoh dalam kehidupan seha-
ri-hari.
– Bagaimana seseorang menangkap
informasi, mengolahnya dan me-
ngeluarkan informasi dalam suatu
perilaku tertentu.
HARAPAN MAHASISWA KULIAH
PSI BELAJAR
Apabila kita simak contoh jawaban ma-
hasiswa di atas, maka jawaban nomor
1 – 3 menunjukkan bahwa psikologi
belajar dipersepsikan oleh mahasiswa
sebagai psikologi yang erat kaitannya
dengan cara-cara belajar di sekolah.
Pandangan ini tentu saja keliru meskipun
tidak sepenuhnya.
HARAPAN MAHASISWA KULIAH PSI BELAJAR
Cara2 belajar yg efektif dan efisien di sekolah adalah
lebih merupakan contoh aplikasi dari psikologi bela-
jar. Kiat2 belajar yg efektif dan efisien akan lebih te-
pat dipelajari dalam psikologi pendidikan. Psikologi
belajar akan mempelajari sesuatu yg lebih mendasar
dan dasar2 ini akan diaplikasikan pada berbagai bi-
dang psikologi terapan seperti psikologi pendidikan,
psikologi klinis, dan psikologi industri.
Jawaban nomor 4 dan 5 menunjukan gambaran yg
hampir mendekati apa yg dipelajari dalam psikologi
belajar, kendati masih mengandung keterbatasan.
Psikologi belajar tidak hanya mempelajari kondisio-
ning klasikal maupun operan. Psikologi belajar me-
mang berkaitan dengan pemrosesan informasi, na-
mun tidak melulu mempelajari pemrosesan informasi
saja.
Para ahli Psikologi Belajar sejak semula tidak bisa
lepas dari pandangan bahwa manusia adalah ma-
kluk yg bisa diajar. jadi ada respon bawaan (ins-
tink/refleks) dan respon yg dipelajari. “Dalam me-
rubah (membentuk) perilaku manusia, tidak ada
proses yg lebih penting daripada belajar”
(Hergenhan & Olson, 1997).
Banyak pakar belajar sejak dini mengemukakan
bahwa tidak ada satu definisi belajarpun yg dapat
diterima banyak orang. Belajar merupakan salah
satu topik paling penting dalam psikologi masa
kini, namun belajar merupakan konsep yang sa-
ngat sulit untuk didefinisikan (Hergenhan & Olson,
1997). Meskipun demikian beberapa ahli men-
coba mendefinisikan belajar dengan asumsi bah-
wa definisi tersebut telah mengandung aspek-
aspek utama belajar.
Adapun definisi tersebut antara lain
:
MORGAN:
Belajar adalah setiap perubahan yg relatif perma-
nen/menetap dalam tingkah laku yg terjadi seba-
gai hasil dari pengalaman atau latihan.

SKINNER:
Belajar adalah proses adaptasi tingkah laku yg
progresif.
HILGARD & BOWER:
Belajar adalah proses timbulnya suatu aktivitas
ataupun bertambahnya suatu aktivitas, yang ter-
jadi karena reaksi terhadap situasi yg dialami,
sedangkan perubahan tadi bukan sebagai respon
bawaan atau kematangan (maturity) atau keada-
ANDERSON :
Belajar adalah suatu proses, yg mana perubahan-perubahan yg
terjadi bersifat relatif permanen dalam potensi perilaku sebagai
suatu akibat pengalaman (1995). Definisi ini mengandung : (a)
Proses, (b) Sifat perubahan relatif permanen, (c) Perilaku, (d)
Potensi, dan (e) Pengalaman.
HERGENHAN & OLSON :
Belajar adalah suatu perubahan yg relatif permanen dalam pe-
rilaku atau dalam potensialitas perilaku yg diakibatkan penga-
laman dan tidak dapat diatribusikan pada kondisi tubuh semen-
tara seperti kondisi tubuh yg disebabkan oleh penyakit, kelelah-
an, atau obat-obatan (1997). Definisi ini mengandung : (a) Pe-
rubahan perilaku, (b) Relatif permanen, (c) Belajar dan perfor-
man, (d) Pengalaman.
MAZUR :
Belajar adalah suatu proses perubahan yg terjadi sebagai akibat
suatu pengalaman individual. Selain itu ia juga menambahkan
bahwa peneliti2 dibidang belajar tdk hanya mempelajari proses
belajar melainkan juga produk belajar, perubahan jangka
panjang suatu perilaku yg diakibatkan oleh suatu pengalaman
belajar. Belajar dan performan (perilaku).
HASTJARJO :
Merangkum beberapa pendapat ahli mengatakan
bahwa beberapa pendapat mengandung persa-
maan dan perbedaan. Persamaannya : Terjadi
perubahan yg relatif permanen. Perubahan yg
terjadi disebabkan oleh pengalaman. Sedangkan
yg masih terjadi silang pendapat adalah : Belajar
merupakan perubahan potensialitas perilaku, tapi
ada yg merumuskan belajar sebagai perubahan
perilaku itu sendiri, ada yg menyatakan bahwa
dalam belajar dapat terjadi perubahan potensia-
litas perilaku ataupun perilaku, serta ada penda-
pat yg menyatakan bahwa belajar mengandung
pemerolehan harapan-harapan mengenai ling-
kungan.
Dari beberapa definisi di atas dapat
digarisbawahi bahwa
Belajar dimanifestasikan dengan adanya perubahan tingkah la-
ku, yaitu tingkah laku yg dapat diamati (Observable behavior).
Perubahan di sini menyangkut perubahan afektif, kognitif &
psikomotor. Perubahan tingkah laku tersebut mungkin tidak
aktual, tetapi potensial saja.
Perubahan tersebut sifatnya relatif permanen, yaitu bertahan
cukup lama, tetapi juga tidak menetap terus menerus, bisa
berubah lagi dalam proses belajar selanjutnya.
Perubahan tingkah laku tersebut merupakan hasil dari penga-
laman atau latihan, terjadinya perubahan karena adanya unsur
usaha atau pengaruh dari luar.
Perubahan tersebut tidak harus segera nampak mengikuti
pengalaman belajar itu. Perubahan hasil belajar itu tidak harus
nampak pada saat itu juga, tapi dapat nampak pada saat lain.
Pengalaman/latihan tersebut mengandung sesuatu yg memper-
kuat (reinforcement). Berarti respon yg memperoleh reinfor-
cement-lah yg lebih dipelajari.
BELAJAR DAN PERILAKU
Chance mengatakan bahwa belajar adalah peru-
bahan perilaku akibat pengalaman, sebab tidak
mungkin mengukur potensialitas perilaku. Oleh
karena itu kita harus merumuskan belajar dalam
terminologi perubahan perilaku yang nampak. Pe-
rilaku dapat dirumuskan secara tepat dalam istilah
respon. Suatu respon merupakan tindakan tertentu
atau sejumlah tindakan tertentu atau sejumlah tin-
dakan yg dilakukan oleh otot2 (muscles) atau ke-
lenjar (gland). Misalnya rasa takut dapat diartikan
lain oleh banyak orang, kalau diukur dengan “ta-
ngisan”, toh masih banyak penafsiran juga, oleh
karena itu rasa takut lebih baik dirumuskan se-
bagai produksi suara vokal lebih besar dari 90
desibel.
Hergenhan & Olson menulis pula bahwa
kebanyakan ahli psikologi belajar me-
mandang belajar sebagai suatu proses
yg mengantarai (mediator) perilaku. Be-
lajar adalah hasil pengalaman dan men-
dahului perubahan perilaku, dengan pe-
ngertian ini, maka belajar memiliki kedu-
dukan sebagai variabel intervening, satu
proses teoritis yg terjadi diantara stimu-
lus dan respon. Variabel independen
akan mengubah variabel intervening (be-
lajar) dan pada akhirnya akan mengubah
variabel dependen (perilaku).
Proses ini akan terformulasikan sbb. :
Var. Independen --> Var. Intervening --> Var.
Dependen
Pengalaman --> Belajar --> Perub. Perilaku
Tarpy (dalam Hartjarjo,1999) mengatakan
bahwa belajar seringkali dibedakan dengan
performan. Belajar adalah satu perubahan
internal yang disimpulkan, belajar adalah
proses terciptanya potensi perilaku atau ka-
pasitas respon. Performan adalah perilaku
yang nampak itu sendiri. Performan adalah
hasil akhir, hasil penerjemahan potensi pe-
rilaku ke dalam tindakan nyata. Performan
merupakan sebuah indeks dari belajar, ke-
dua proses tersebut berdiri sendiri, misalnya:
(a) Performan ada, belajar tidak ada, (b) Be-
lajar ada, performan tidak ada.
BELAJAR DAN MEMORI
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, sejumlah
ahli berpendapat bahwa ketika seseorang telah mem-
peroleh “pengetahuan baru” (bukan perilaku baru) su-
dah dikatakan telah belajar. Pendapat ini merupakan
cerminan dari pendekatan kognitif dalam belajar
(Schwart & Reisberg, 1991). Konsep memori sangat
erat berkaitan dengan pendektan kognitif, dalam hal
ini antara belajar dan memori memiliki kaitan sangat
erat. Dalam banyak hal mempelajari belajar sama de-
ngan mempelajari memori, belajar mustahil terjadi
apabila tidak melibatkan memori, sebab setiap ekse-
kusi satu reaksi yang dipelajari membutuhkan me-
mori mengenai tindakan yang pernah dilakukan.
Memori dirumuskan sebagai “rekaman yg
relative permanen mengenai pengalaman
yg mendasari belajar” (Anderson, 1995).
Lebih lanjut dikatakan bahwa apabila be-
lajar dirumuskan sebagai proses penye-
suaian perilaku terhadap pengalaman,
maka memori dapat dirumuskan sebagai
rekaman permanen yg mendasari penye-
suaian tersebut. Belajar adalah perubah-
an potensi perilaku atau perubahan pe-
rilaku yang dilandasi oleh memori dan pe-
ngetahuan.
BELAJAR & ADAPTASI TERHADAP PERUBAHAN
Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dilepas-
kan dari terjadinya perubahan2 disekitarnya, seper-
ti banjir, gempa bumi, mewabahnya demam berda-
rah, flu burung, maraknya orde reformasi, populer-
nya internet, ponsel yang selalu berubah model,
merupakan perubahan2 yang telah, tengah atau
juga akan berlangsung. Umumnya kita mengang-
gap bahwa perubahan di atas hanyalah gangguan
atau kekacauan sementara dari situasi yang dalam
keadaan normal bersifat konstan. Kebanyakan dari
kita akan merasa bahwa dalam keadaan normal
dunia ini bersifat ajeg/konstan, sedangkan peru-
bahan ini adalah penyimpangan yang berlangsung
singkat dari situasi yang ajeg tadi
Penilaian kita tentang perubahan seperti tersebut di
atas ternyata berbeda dengan pendapat ahli psi-
kologi belajar Paul Chance. Menurut Chane (1988)
justru perubahan itulah yang bersifat konstan, ring-
kasnya justru dalam keadaan normal dunia ini se-
nantiasa mengalami perubahan; “perubahan bu-
kanlah perkecualian terhadap hukum, tetapi hu-
kum itu sendiri”.
Uraian di atas menunjukkan bahwa manusia hidup
di bawah hukum perubahan. Sebagai akibatnya
manusia harus mampu menyesuaikan diri atau
beradaptasi dengan perubahan2 yang terjadi agar
supaya manusia bisa bertahan dan melangsung-
kan hidupnya.
Adapun cara2 yang diusulkan agar manusia mam-
pu beradaptasi dengan perubahan dan bertahan hi-
dup, dari rangkuman pendapat beberapa ahli se-
bagai berikut :
Evolusi. Tekanan2 lingkungan memilih sifat2 ber-
perilaku yang optimal dlm lingkungan tersebut dan
sifat2 ini dapat diwariskan dari satu generasi ke ge-
nerasi berikutnya sebagai bagian dari warisan ge-
netik spesies tersebut. Misalnya bayi lahir dengan
refleks menghisap yang akan aktif jika mulut bayi
didekatkan pada puting susu ibunya.
Belajar. Organisme menyesuaikan perilakunya un-
tuk mencerminkan apa yang telah dipelajari sehu-
bungan dengan lingkungannya. Misalnya manusia
harus menyesuaikan diri terhadap revolusi teknologi
yang terjadi pada setiap generasi (Anderson, 1995).
Hergenhan & Olson (1997) mengemukakan :
Mekanisme homeostatis dan refleksif yang
berkembang secara evolusi. Secara evolusi tu-
buh mengembangkan kapasitas untuk meres-
pon secara otomatis kebutuhan2 tertentu, mi-
salnya : kita bernafas secara otomatis, ada re-
flek.
Belajar. Untuk bertahan hidup manusia harus
memuaskan kebutuhan2 akan makanan, mi-
numan, dan seks. Untuk memperoleh pemuas-
an akan kebutuhan2 tersebut maka manusia
berinteraksi dengan lingkungan.
Misal : manusia belajar tentang benda-benda
yang berbahaya atau yang aman di lingkung-
annya.
Kesimpulan yang bisa dibuat dari bebe-
rapa pendapat di atas adalah :
Terdapat dua cara beradaptasi pada ma-
nusia terhadap perubahan2 yang terjadi
agar manusia mampu bertahan hidup.
Dua cara tersebut yaitu (a) evolusi, na-
ture, evolusi genetik, dengan bentuk2
proses fisiologis internal, mekanisme ho-
meostatis, gerakan refleks, dan (b) bela-
jar, nurture, dalam bentuk penyesuaian
perilaku, akuisisi perilaku baru.
Perlu dicatat pendapat Anderson (1995) yg
mengatakan ada efek bola salju : bahwa “ling-
kungan yg lebih kompleks akan menuntut lebih
banyak belajar, yang pada gilirannya akan
menciptakan lingkungan yg lebih kompleks
dan seterusnya. Efek bola salju ini sedikit ba-
nyak telah menggelinding diluar kendali ma-
syarakat modern; teknologi telah menciptakan
suatu lingkungan yg mengandung bahaya be-
sar (obat bius, senjata nuklir, ancaman ling-
kungan, dsb.), yg kita belum pernah belajar
mengelolanya dan yg kita tidak memiliki waktu
untuk menyesuaikan diri lewat evolusi”.
PENELITIAN TENTANG BELAJAR
• Pada umumnya kebanyakan orang berpendapat
bahwa belajar hanya bisa diobservasi secara tidak
langsung melalui perubahan tingkah laku sehingga
untuk mendalami studi tentang belajar, orang harus
mempelajari/mengobservasi tingkah laku.
• Beberapa ahli berpendapat bahwa sebetulnya un-
tuk studi tentang learning lebih baik dilakukan di la-
pangan/field (Naturalistic Observation) daripada di
laboratorium.
• Ada beberapa kelemahan studi di lapangan:
• Studi di lapangan situasinya sangat kompleks, se-
hingga sukar dilakukan observasi secara cermat &
mencatat secara tepat.
• Ada kecenderungan pengamat mengklasifikasikan
kejadian-kejadian dalam suatu kelompok.
STEVENS (1951) mengatakan :
Suatu ilmu berusaha mendapatkan kejelasan dari
suatu persoalan dengan cara menyesuaikan “a
formal system of symbol” seperti bahasa, matema-
tika logika dan sebagainya, dengan pengamatan-
pengamatan secara empiris. Masalah2 dalam ilmu
pengetahuan merupakan sesuatu yang terbuka ba-
gi umum, jadi setiap orang boleh menguji kebe-
naran ilmu tersebut dan mencari kesalahan ilmu
tersebut, tetapi sesuatu yang tidak ilmiah belum
tentu salah karena kadang2 suatu ilmu tidak bisa
dibuktikan secara empiris. Ilmu pengetahuan juga
bukan merupakaan sesuatu yang rahasia dan bu-
kan merupakan peristiwa yang unik.
Semua ilmu pengetahuan berusaha men-
dapatkan hukum2/dalil2 (scientific law), ya-
itu suatu hubungan yang bisa dibuktikan
secara konsisten antara dua atau/lebih ge-
jala atau peristiwa, sehingga teori ilmu pe-
ngetahuan mempunyai dua aspek :
Aspek formal; termasuk kata2, simbol, dsb.
Aspek empiris ; dalam suatu teori ternyata
sangat kompleks, sehingga seringkali ba-
gian formal dari teori bisa memberi keje-
lasan ataupun kesalahan dalam prediksi.
Seringkali dalam ilmu pengetahuan ditemukan
suatu teori itu baik atau benar, tapi seringkali
berlawanan dengan kaidah ilmu pengetahuan
atau test eksperimental.
Dalam Psikologi umumnya teori2 itu didukung
oleh riset2, misalnya riset tentang hubungan
antara deprivasi makanan (lapar) dan rate of
learning. Diketahui bahwa antara tingkat depri-
vasi makanan dengan performance belajar ter-
hadap tugas2 tertentu ada hubungannya, dan
tidak hanya lapar, tapi dicoba dengan haus
dan rate of learning. Ternyata hasilnya menun-
jukkan bahwa bila water deprivation (haus)
makin meningkat maka proses belajar semakin
cepat, atau proses belajar makin singkat.
Disimpulkan bahwa deprivasi bisa meningkatkan
dorongan atau drive. Jika binatang dengan drive
yang kuat akan menghasilkan proses belajar
yang lebih cepat daripada binatang dengan drive
yang lemah. Pada manusia itu antara lain di-
sebut :
need for achievement
need for actualization
Variable-variable ini biasanya digunakan dalam
mencari hubungan dalam hal belajar.
• Dalam kita memandang teori sebagai perangkat
kerja dalam suatu riset, maka :
• Sebaiknya kita tidak memandang teori tersebut be-
nar atau salah, tetapi sebaiknya dipandang apakah
teori tersebut berguna atau tidak. Bila suatu teori
ternyata tidak bisa membuktikan/menjelaskan fakta
maka, sebaiknya digunakan teori baru. Bila hipotesa
dari suatu teori itu ditolak (tidak terbukti) maka teori
itu lemah, perlu direvisi. Dalam memilih suatu teori,
ada prinsip parsimoni (prinsip ekonomi) yaitu :
• Sekiranya ada dua teori yang sebanding efektivi-
tasnya, tetapi teori yang satu lebih sederhana dan
yang lain lebih kompleks, maka sebaiknya diguna-
kan teori yang pertama (yang lebih sederhana).
Eksperimen Dalam Belajar
Langkah-langkah eksperimen dalam Psikologi
Belajar :
- Menentukan subyek matternya.
- Riset belajar dimulai dari definisi umum belajar
atau deskripsi dari fenomena yang akan diteliti.
- Berusaha memperhatikan kondisi2 khusus yang
mempengaruhi fenomena2 yang terjadi.
- Menyusun definisi operasional, supaya teori yang
dipakai lebih jelas sehingga bisa dilakukan pe-
ngukuran.
- Harus diingat bahwa dalam eksperimen terkan-
dung dependent dan independent variable.
Beberapa keputusan yang harus diambil
dalam eksperimen belajar :
Aspek2 apa dari belajar yg akan diselidiki, di sini dicari
teori2 belajar yg akan dipakai oleh peneliti. Seorang pe-
neliti dapat meneliti belajar di laboratorium, maupun di la-
pangan. Peneliti dapat meneliti kondisioning klasik, kon-
disioning instrumental, pemecahan masalah, pembentuk-
an konsep, belajar verbal, ataupun motorik, dsb. Suatu
teori akan membuat perincian mengenai kondisi yg di-
butuhkan agar belajar berlangsung, tetapi semuanya ter-
gantung pada peneliti untuk memilih kondisi2 yg diteliti.
Apakah kita meneliti proses belajar dari seseorang (su-
byek) secara mendalam/intensif mengenai keadaan su-
byek eksperimen tertentu (idiographic technique) atau ki-
ta akan meneliti sekelompok subyek untuk memperoleh
performance rata-rata dari subyek tersebut (nomothetic
technique).
Apakah kita akan menggunakan subyek manusia
atau binatang. Binatang lebih banyak dipakai dalam
eksperimen, karena (Hergenhan & Olson, 1997) :
Pengalaman belajar binatang masa sebelumnya da-
pat dikendalikan, sedangkan pada manusia tidak da-
pat, sehingga pengalaman pada manusia dapat
mengganggu proses belajar yg sedang diteliti.
Subyek manusia seringkali berpura-pura, tidak me-
nunjukkan yg sebenarnya, ingkar janji, sedangkan
binatang tingkahnya bisa dikontrol.
Seringkali eksperimen di bidang belajar berlangsung
lama sehingga menjadi membosankan. Subyek ma-
nusia seringkali tidak tahan dengan eksperimen yg
menjenuhkan, sedangkan binantang tidak ada ma-
salah.
Seringkali eksperimen belajar menguji efek gene-
tik, sehingga hanya pada binatang dimungkinkan
memanipulasi latang belakang genetiknya, pada
manusia tidak mungkin.
Eksperimen belajar sering menguji pengaruh obat
tertentu terhadap belajar.
Eksperimen belajar sering melakukan operasi/
pembedahan otak.
Bila subyeknya manusia sering ingkar janji untuk
mendatangi salah satu sesi eksperimen.
Tambahan : (1) kemungkinan terjadi efek plasebo,
hewan tidak punya motivasi untuk menyenangkan
hati peneliti, (2) kemudahan (convenience) : mu-
dah dan murah pemeliharaannya, (3) partisipa-
sinya teratur, (4) hewan peliharaan akan lebih mu-
dah dikendalikan (Mazur dalam Hastjarjo, 1999).
Apakah penelitian korelasi atau eksperi-
mental
R-R law (repon-respon law) – Korelasi
S-R law (stimulus-respon law) – Eksperimental
Independent variable mana yg akan diteliti. Pada
awalnya belajar akan didefinisikan secara operasio-
nal. Selanjutnya memilih variable independent yg
relevan dengan variable dependen yg telah dipilih.
Contoh variabel independent dalam penelitian be-
lajar: jenis kelamin, usia, inteligensi, interval penya-
jian stimulus satu dengan lainnya, dsb. Pemilihan
variable independent biasanya dipandu oleh teori.
Sampai sejauhmana (level) independent variable
akan diselidiki. misal : dalam menentukan umur.
Dalam hal ini yang perlu dipertimbang-
kan adalah level variabel independent
tersebut akan mempunyai efek yang sig-
nifikan terhadap variabel dependen.
Menentukan dependent variable
misal: score test, kecepatan, waktu me-
nyelesaikan masalah, laju merespon, la-
tensi, dsb.
Analisa data dan interpretasinya.
Metode statistik yang tersedia sangat
banyak, tinggal memilih metode analisis
yang sesuai.
Keputusan yang diambil harus memperhatikan
topik apa yang akan diteliti,subjek yang akan di-
pakai, variabel independent-dependen yang di-
pilih, pendekatan apa yang dipakai untuk meng-
analisis dan menginterpretasi, arbitrary : biaya,
nilai praktis, orientasi teoritis, aspek pendidikan
dan sosial, peralatan dsb. Observasi alamiah
tidak bisa dikontrol secara tepat, lain dengan
eksperimen di laboratorium.
Segi positif eksperimen di laboratorium :
Peneliti bisa mengontrol situasinya sehingga
dapat menguji secara sistematis beberapa kon-
disi yang berbeda dan bagaimana pengaruhnya
pada belajar.
Segi negatif bereksperimen di labo-
ratorium :
Situasi di laboratorium sering dika-
takan artificial, yaitu sangat berbeda
dengan situasi sebenarnya/keadaan
nyata, sehingga generalisasinya sa-
ngat sulit diterapkan dalam situasi
nyata, karena situasi laboratorium
merupakan situasi buatan.
Seorang murid mengeluh kepada Gurunya:
”Bapak menuturkan banyak cerita, tetapi tidak
pernah menerangkan maknanya kepada kami “
Jawab sang Guru:
“Bagaimana pendapatmu, Nak; andaikata se-
seorang menawarkan buah kepadamu, namun
mengunyahkannya dahulu bagimu?”
Tak seorangpun dapat menemukan pengertian yang paling tepat
bagi dirimu sendiri. Sang Guru pun tidak mampu.
42
26, 27 Febr. 2008 Rakerpim Kopertis VII 43

Anda mungkin juga menyukai