Anda di halaman 1dari 30

“Zakat Wakaf dan Nazir”

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Muamalah Kontemporer

Dosen Pengampu:

Taufiqur Rahman, S.HI., MEI

Kelompok 13:

1. Nur Fatimatuz Zahro’ (200721100214)


2. Fika Maghfiroh (200721100079)
3. Moh. Lutfi (200721100038)
4. Nur Khairudin (200721100028)

EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 2022

I
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ......................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR .......................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 3
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 3
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 5
A. Pengertian Zakat, Wakaf dan Nazir ............................................ 5
B. Dasar Hukum dan Syarat Rukun Zakat dan Wakaf .................... 9
C. Konsep Zakat Produktif, Wakaf Produktif dan Wakaf Uang
(Cash Waqf) ................................................................................ 13
D. Penerapan Zakat Produktif, Wakaf Produktif dan Wakaf Uang
(Cash Waqf) di Indonesia …………........................................... 16
E. Problematika Penerapan Zakat Produktif, Wakaf Produktif
dan Wakaf Uang (Cash Waqf) di Indonesia ............................... 21
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 27
B. Saran …………………………………………………………... 27
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 29

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi atas curahan nikmat dan karunia-Nya.
Sholawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan kita Rasulullah
Muhammad SAW beserta keluarga, dan sahabat. Aamiin.

Makalah ini disusun dengan semangat sekiranya untuk memberi manfaat pengembangan
ilmiah dan ilmu amaliah bagi mahasiswa maupun mahasiswi Fakultas Keislaman agar
memahami pengetahuan agamanya dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari sesuai
dengan tuntutan agamanya, baik dalam bentuk ibadah ritual dan sosial.

Semoga dengan adanya makalah ini mampu memberikan nuansa dan gairah baru
terhadap proses pembelajaran. Kami selaku tim penulis menyadari segala kekurangan yang
melekat pada makalah yang kami buat ini. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat
kami butuhkan. Atas konstribusi tersebut, kami mengucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr.Wb

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Wakaf sebagai salah satu lembaga Islam yang berkembang di Indonesia yang
pada umumnya berupa tanah milik, erat sekali hubungannya dengan pembangunan.
Semakin meningkatnya pembangunan di Indonesia, kebutuhan tanah baik untuk
memenuhi kebutuhan perumahan perorangan maupun untuk pembangunan prasarana
umum seperti jalan, pasar, sekolahan, fasilitas olah raga, dan industri meningkat pula.
Kondisi ini menyebabkan masyarakat dan pemerintah mulai memikirkan usaha-usaha
untuk memanfaatkan tanah yang ada secara efisien dan mencegah adanya pemborosan
dalam memanfaatkan tanah.
Wakaf di Indonesia adalah identik dengan tanah, di mana wakaf memiliki
kedudukan penting dalam membangun kesejahteraan umat Islam. Walaupun demikian,
tidak banyak umat Islam Indonesia yang menyadarinya. Jika disejajarkan dengan
instrumen filantropi lain dalam Islam, masyarakat Indonesia lebih mengenal dengan
zakat, infak, dan sedekah (ZIS) dibanding dengan wakaf. Sebab, selama ini wakaf
dikategorikan sebagai masalah ibadah atau kepemilikan Allah, akibatnya wakaf tidak
boleh dikembangkan secara ekonomis. Padahal, wakaf adalah sangat strategis untuk
pemberdayaan masyarakat, pembangunan ekonomi bangsa, dan kesejahteraan sosial.
Dinamika praktik wakaf di Indonesia, baik dari sisi konsepsional maupun
institusional, tak lepas dari dinamika Islam maupun dinamika konteks dan kebutuhan
masyarakat di zamannya. Pada awal penyiaran dan perkembangan Islam, wakaf identik
dengan kebutuhan ibadah dan dakwah sehingga kegiatan wakaf yang nampak adalah
terbatas dan terformat pada orientasi kegiatan keagamaan, seperti pembangunan masjid,
mushalla, madrasah, perkuburan dan sarana ibadah lainnya.
Pengelolaan dan pengembangan aset wakaf di era kontemporer ini dituntut
mengikuti pola paradigma produktif dalam arti yang ber asaskan keabadian manfaat,
responsibility, profesionalitas manajemen dan keadilan sosial, dan juga memenuhi aspek
reformis dalam pemahaman wakaf, profesional dalam pengelolaan, manajemen nazir,
dan sistem rekruitmen wakif sehingga diharapkan wakaf dikelola dengan pendekatan

3
bisnis, yakni suatu usaha yang berorientasi pada keuntungan yang akan disedekahkan
kepada para penerima.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Zakat, Wakaf dan Nazir?
2. Bagaimana Dasar Hukum dan Syarat Rukun Zakat dan Wakaf?
3. Bagaimana Konsep Zakat Produktif, Wakaf Produktif dan Wakaf Uang (Cash
Waqf)?
4. Bagaimana Penerapan Zakat Produktif, Wakaf Produktif dan Wakaf Uang (Cash
Waqf) di Indonesia?
5. Bagaimana Problematika Penerapan Zakat Produktif, Wakaf Produktif dan Wakaf
Uang (Cash Waqf) di Indonesia?

C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Zakat, Wakaf dan Nazir
2. Mengetahui Dasar Hukum dan Syarat Rukun Zakat dan Wakaf
3. Mengetahui Konsep Zakat Produktif, Wakaf Produktif dan Wakaf Uang (Cash Waqf)
4. Mengetahui Penerapan Zakat Produktif, Wakaf Produktif dan Wakaf Uang (Cash
Waqf) di Indonesia?
5. Mengetahui Problematika Penerapan Zakat Produktif, Wakaf Produktif dan Wakaf
Uang (Cash Waqf) di Indonesia

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Zakat, Wakaf dan Nazir
1. Pengertian Zakat
Secara istilah, zakat berasal dari bahasa Arab, (zakah atau zakat), yang
mengandung arti harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama
Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan
sebagainya). Dari segi bahasa, zakat berarti bersih, suci, subur, berkat, dan
berkembang. Menurut syariat Islam, zakat merupakan rukun ketiga dari rukun Islam.
Zakat adalah pertumbuhan, pertambahan, dan pembersihan. Harta yang
dikeluarkan menurut hukum syariat adalah zakat karena yang kita keluarkan adalah
kelebihan dari hak kita yang menjadi hak orang lain. Sementara menurut syariat,
zakat adalah sebagian harta yang wajib kita keluarkan dari harta yang Allah berikan
kepada kita, yang telah mencukupi nisab dan haulnya untuk orang yang berhak
menerimanya.
Yusuf Al-Qardhawi menjelaskan bahwa zakat ialah sejumlah harta tertentu yang
diserahkan kepada orang-orang yang berhak mendapatkannya dan diwajibkan oleh
Allah. Empat mazhab fikih besar pun mengartikan zakat dengan berbeda. Menurut
mazhab Hanafi, zakat adalah pemilikan bagian harta tertentu dari harta tertentu yang
dimiliki seseorang berdasar ketetapan Allah Swt. Menurut mazhab Maliki, zakat
adalah mengeluarkan bagian tertentu dari harta tertentu yang telah mencapai satu
nisab bagi orang yang berhak menerimanya, dengan ketentuan harta tersebut milik
sempurna, telah haul, dan bukan merupakan barang tambang. Menurut mazhab
Syafi‟i, zakat adalah sesuatu yang dikeluarkan dari harta atau jiwa dengan cara
tertentu. Sedangkan menurut mazhab Hambali, zakat ialah hak wajib pada harta
tertentu, bagi kelompok orang tertentu, pada waktu yang tertentu pula. Berdasarkan
pengertian tersebut, bisa disimpulkan bahwa zakat adalah pemberian sebagian harta
kepada yang berhak menerimanya.
Secara bahasa zakat berarti nama‟ (kesuburan), thaharah (kesucian), barakah
(keberkahan), dan tazkiyah tathhir (menyucikan). Orang yang menunaikan zakat

5
berarti ia terbebas dari sifat kikir dan dosa. Dosa dalam arti ia tidak memakan harta
yang bukan miliknya. Ia terlepas dari sifat kikir karena zakat menumbuhkan rasa
solidaritas dan kebersamaan untuk saling membantu antarsesama. Al-Imam An-
Nawawi mengatakan bahwa zakat mengandung makna kesuburan. Kata zakat dipakai
untuk dua arti: subur dan suci. Ibul „Arabi menjelaskan, zakat digunakan untuk
sedekah yang wajib, sunah, nafakah, kemaafan, dan kebenaran. Abu Muhammad Ibnu
Qutaibah mengatakan bahwa lafaz zakat diambil dari kata zakah yang berarti nama‟,
yaitu kesuburan dan penambahan. Harta yang dikeluarkan disebut zakat. Zakat
merupakan penyebab kesuburan harta. Abu Hasan Al Wahidi mengatakan bahwa
zakat menyucikan harta dan memperbaikinya, serta menyuburkannya. 1
2. Pengertian Wakaf
Wakaf adalah kata yang berasal dari bahasa Arab yaitu waqf yang berarti
menahan, menghentikan atau mengekang. Sedangkan menurut istilah ialah
menghentikan perpindahan milik suatu harta yang bermanfaat dan tahan lama
sehingga manfaat harta itu dapat digunakan untuk mencari keridhaan Allah Swt.
Wakaf juga dapat diartikan pemberian harta yang bersifat permanen untuk
kepentingan sosial keagamaan seperti orang yang mewakafkan sebidang tanah untuk
dibangun masjid atau untuk dijadikan pemakaman umum.2
Wakaf adalah ibadah dalam Islam yang memiliki dua dimensi, yaitu dimensi
ubudiyah dan dimensi ijtima‟iyyah. Dimensi ubudiyah wakaf adalah sebagai sarana
ibadah mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah ta‟ala, sementara dimensi
ijtimaiyyah adalah wakaf sebagai bentuk tanggung jawab dan kepedulian sosial
terhadap orang lain, baik secara individu maupun masyarakat.
Pengertian wakaf menurut istilah, para ulama‟ berbeda pendapat dalam
memberikan batasan mengenai wakaf. Perbedaan tersebut membawa akibat yang
berbeda pada hukum yang ditimbulkan. Definisi wakaf menurut ahli fiqih adalah
sebagai berikut:
a. Menurut Abu Hanifah

1
Dr. H. Aden Rosadi, M.Ag, Zakat dan Wakaf Konsepsi, Regulasi, dan Implementasi, Bandung : Simbiosa
Rekatama Media, 2019, 9-11.
2
Qurratul Uyun, “Zakat, Infaq, Shadaqah, dan Wakaf Sebagai Konfigurasi Filantropi Islam”, Islamuna Vol 2 No 2,
2015, 222.

6
Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap milik si
wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan.
Berdasarkan definisi itu maka pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si wakif,
bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh menjualnya. Jika si
wakif wafat, harta tersebut menjadi harta warisan buat ahli warisnya. Jadi
yang timbul dari wakaf hanyalah “menyumbangkan manfaat”. Karena itu
madzhab Hanafi mendefinisikan wakaf adalah: “Tidak melakukan suatu
tindakan atas suatu benda, yang berstatus tetap sebagai hak milik, dengan
menyedekahkan manfaatnya kepada suatu pihak kebajikan (sosial), baik
sekarang maupun akan datang”.
b. Menurut Mazhab Maliki
Mazhab Maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang
diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah wakif
melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta
tersebut kepada yang lain dan wakif berkewajiban menyedekahkan
manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali wakafnya. Perbuatan si wakif
menjadikan manfaat hartanya untuk digunakan oleh mustahiq (penerima
wakaf), walaupun yang dimilikinya itu berbentuk upah, atau menjadikan
hasilnya untuk dapat digunakan seperti mewakafkan uang.
Wakaf dilakukan dengan mengucapkan lafadz wakaf untuk masa tertentu
sesuai dengan keinginan pemilik. Dengan kata lain, pemilik harta menahan
benda itu dari penggunaan secara pemilikan, tetapi membolehkan
pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebaikan, yaitu pemberian manfaat benda
secara wajar sedangkan benda itu tetap menjadi milik si wakif. Perwakafan itu
berlaku untuk suatu masa tertentu, dan karenanya tidak boleh disyaratkan
sebagai wakaf kekal (selamanya).
c. Menurut Mazhab Syafi‟i dan Ahmad bin Hambal
Syafi‟i dan Hambal berpendapat bahwa wakaf adalah melepaskan harta
yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur
perwakafan. Wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta yang
diwakafkan, seperti: perlakuan pemilik dengan cara pemilikannya kepada

7
yang lain, baik dengan cara tukaran atau tidak. Jika wakif wafat, harta yang
diwakafkan tersebut tidak dapat diwarisi oleh ahli warisnya. Wakif
menyalurkan manfaat harta yang diwakafkannya kepada mauquf „alaih (yang
diberikan wakaf) sebagai shadaqah yang mengikat, di mana waqif tidak dapat
melarang penyaluran sumbangannya tersebut. Apabila wakif melarang, maka
Qadli berhak memaksanya agar memberikannya kepada mauquf „alaih. Maka
dari itu Mazhab Syafi‟i mendefinisikan wakaf adalah: “Tidak melakukan
suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus sebagai milik Allah SWT,
dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu kebajikan (sosial)”.
Ahmad bin Hambal mengatakan wakaf terjadi karena dua hal. Pertama
karena kebiasaan (perbuatan) bahwa dia itu dapat dikatakanmewakafkan
hartanya. Seperti seorang mendirikan mesjid, kemudian mengizinkan orang
shalat di dalamnya secara spontanitas bahwa ia telah mewakafkan hartanya itu
menurut kebiasaan (uruf). Walaupun secara lisan ia tidak menyebutkannya,
dapat dikatakan wakaf karena sudah kebiasaan. Kedua, dengan lisan baik
dengan jelas (sariih) atau tidak. Atau ia memaknai katakata habastu, wakaftu,
sabaltu, tasadaqtu, abdadtu, harramtu. Bila menggunakan kalimat seperti ini ia
harus mengiringinya dengan niat wakaf. Bila telah jelas seseorang
mewakafkan hartanya, maka si wakif tidak mempunyai kekuasaan bertindak
atas benda itu dan juga menurut Hambali tidak bisa menariknya kembali.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian wakaf dalam syari‟at Islam
kalau dilihat dari perbuatan orang yang mewakafkan, wakaf ialah suatu
perbuatan hukum dari seseorang yang dengan sengaja
memisahkan/mengeluarkan harta bendanya untuk digunakan manfaatnya bagi
keperluan di jalan Allah/ dalam jalan kebaikan.3
3. Pengertian Nazir
Nazir berasal dari bahasa Arab yaitu nazharayanzhuru-nazhran yang berarti
menjaga, memelihara, mengelola, dan mengawasi. Menurut istilah, nazir berarti orang
yang berhak untuk bertindak atas harta wakaf, baik untuk mengurusnya,

3
Abdul Nasir Khoerudin, “Tujuan dan Fungsi Wakaf Menurut Para Ulama dan Undang-Undang di Indonesi”,
Tazkiya Jurnal Keislaman, Kemasyarakatan & Kebudayaan, Vol. 19 No. 2, 2018, 3-5.

8
memeliharanya maupun mendistribusikan hasil wakaf kepada orang yang berhak
menerimanya ataupun mengerjakan segala sesuatu yang memungkinkan wakaf
tersebut tumbuh dengan baik dan kekal. Nazir ialah pihak yang menerima harta benda
wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
Nazir disebut juga sebagai mutawalli, yaitu pengurus, yang diberi kuasa dan
berkomitmen, eksekutif, manajer atau direktur.
Sedangkan menurut Al-Sha‟ani, nazir merupakan pihak yang berwenang untuk
memelihara dan mengembangkan wakaf, dan menyerahkan hasilnya kepada orang
yang berhak. Nazir sebagai pihak yang diberikan amanah untuk mengurusi wakaf
memiliki kedudukan yang sangat penting dalam perwakafan. Dengan demikian, nazir
bukanlah pemilik dari harta wakaf tersebut akan tetapi nazir memiliki kuasa untuk
memelihara, mengawasi, mengelola dan mengembangkan harta wakaf serta
menyalurkan hasilnya kepada orang-orang yang berhak menerima manfaat wakaf.4

B. Dasar Hukum dan Syarat Rukun Zakat dan Wakaf


1. Dasar hukum zakat
Dasar hukum zakat atau dalil dalil yang berkenaan dengan zakat banyak
terdapat di dalam Al qur‟an dan hadist , di antaranya:
Al-Qur'an Surat At-Taubah: 60
‫ب َو ْان ٰغ ِز ِميْهَ َو ِف ْي‬ ّ ِ ‫صدَ ٰقتُ ِن ْهفُقَ َز ۤا ِء َو ْان َمسٰ ِكي ِْه َو ْان ٰع ِم ِهيْهَ َعهَ ْي َها َوانْ ُم َؤنَّفَ ِت قُهُ ْىبُ ُه ْم َوفِى‬
ِ ‫انزقَا‬ َّ ‫۞ اِوَّ َما ان‬
‫ّٰللاُ َع ِه ْي ٌم َح ِك ْي ٌم‬ ِ ‫عتً ِ ّمهَ ه‬
‫ّٰللا َِۗو ه‬ َ ‫ّٰللا َواب ِْه ان َّسبِ ْي ِۗ ِم فَ ِز ْي‬
ِ ‫َسبِ ْي ِم ه‬
60. Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin,
amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya,
untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang
sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui,
Mahabijaksana.
Al-Qur'an Surat At-Taubah: 71
َ‫ف َويَ ْى َه ْىنَ َع ِه ْان ُمىْك َِز َويُ ِقيْ ُم ْىن‬ ِ ‫ط يَأ ْ ُم ُز ْونَ بِ ْان َم ْع ُز ْو‬ ٍۘ ٍ ‫ع ُه ْم ا َ ْو ِنيَ ۤا ُء بَ ْع‬
ُ ‫َو ْان ُمؤْ ِمىُ ْىنَ َو ْان ُمؤْ ِم ٰىتُ بَ ْع‬
ٰۤ ُ َ
‫ّٰللا َع ِزي ٌْز َح ِك ْي ٌم‬
َ ‫ّٰللاُ ِۗا َِّن ه‬
‫ون ِٕى َك َسيَ ْز َح ُم ُه ُم ه‬ ‫س ْىنهٗ ِۗا‬ َ ‫انز ٰكىة َ َوي ُِط ْيعُ ْىنَ ه‬
ُ ‫ّٰللا َو َر‬ َّ َ‫ص ٰهىة َ َويُؤْ ت ُ ْىن‬ َّ ‫ان‬

4
Muhamad Hufron, Skripsi, Semarang: Uin Walisongo, 2019, 48.

9
71. Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian
mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat)
yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan salat, menunaikan
zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah.
Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.
Di samping ayat alquran ada juga hadist menjelaskan masalalah kewajiban
zakat.
‫ حدثي أبى سفيان رظي هلل عىه فذكز حديث‬: ‫وقال إ به عباس رظي هلل عىهما قال‬
‫ يأمزوا ب انصالة وانزكت وانصهت وانعفاف‬: ‫انىبي صهى هلل عهيه وسهم فقا ل‬

Artinya: Ibnu Abbas r.a berkata, aku diberi tau oleh Abu Sofyan r.a, lalu
menyebutkan hadis nabi ia mengatakan, nabi menyuruh supaya kita mendirikan
shalat, menunaikan zakat, sillaturrahmi (hubungan keluarga dan afaf, menahan diri
dari perbuatan buruk. (HR. Bukhori)
2. Syarat wajib zakat
Merdeka, Islam, Baligh- berakal, Kodisi harta itu dapat berkembang, Kondisi
harta sampai nishab, Kepemilikan yang sempurna terhadap harta, Berlalu selama satu
tahun, genapnya satu tahu adalah syarat untuk zakat tanaman dan buah buahan, Tidak
ada utang, Lebih dari kebutuhan pokok.5
3. Rukun Zakat Mal
(a) Mengawali dengan niat mengeluarkan zakat. Niat yang dimaksud di sini
adalah niat yang berasal dari hati untuk menunjukkan keikhlasan seseorang
dalam mengeluarkan zakat tersebut. Berikut ini bacaan niat sebelum
mengeluarkan zakat beserta artinya.
(b) Ada orang yang menunaikan dan berhak menerima zakat. Rukun zakat mal
selanjutnya, harus ada orang yang diwajibkan untuk mengeluarkan zakat mal
tersebut. Selain itu, harus ada orang yang berhak dalam menerimanya pula.
Golongan orang-orang yang menerimanya yaitu, seorang fakir, mualaf, ibnu
sabil, hamba sahaya, miskin, amil, gharimin, dan fisabilillah.

5
Wahbah Az- Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, bahasa oleh Abdul Hayyie Al Kattani, (Jakarta: Gema Insani),
Cet. 1, 2011, 172.

10
(c) Adanya harta yang akan dijadikan zakat. Adanya harta yang dipersyaratkan
untuk dijadikan zakat merupakan rukun dari zakat mal yang terakhir. Namun,
tidak semua bentuk harta terkena wajib zakat. Dikutip dari buku Panduan
Zakat Praktis dari Kementerian Agama (Kemenag), berikut beberapa harta
benda yang wajib terkena zakat: Binatang ternak (sapi, kerbau, kambing, dan
sebagainya) Emas dan perak Harta perniagaan, semua yang diperuntukkan
untuk dijualbelikan Hasil pertanian Hasil laut Hasil bumi, seperti timah,
tembaga, marmer, giok, dan lain-lain Harta rikaz, yakni harta yang terpendam
atau harta karun dan termasuk harta temuan yang tidak ada pemiliknya.
4. Dasar Hukum Wakaf
Wakaf tidak dijelaskan secara eksplisit dalam Al-Qur‟an, namun demikian
ditemukan petunjuk umum tentang wakaf walaupun secara implisit. Misalnya firman
Allah.
Q.S Al-Baqarah ayat 267 :
َ ‫ض ِۗ َو َْل تَيَ َّم ُمىا ْان َخبِي‬
‫ْث ِم ْىهُ ت ُ ْى ِفقُ ْىنَ َونَ ْست ُ ْم‬ َ ْ ‫ت َما َك َس ْبت ُ ْم َو ِم َّما ٰٓ ا َ ْخ َزجْ ىَا نَ ُك ْم ِ ّم َه‬
ِ ‫اْل ْر‬ َ ‫ٰيٰٓاَيُّ َها انَّ ِذيْهَ ٰا َمىُ ْٰٓىا ا َ ْو ِفقُ ْىا ِم ْه‬
ِ ‫غيِّ ٰب‬
ٌ ‫ي َح ِم ْيد‬ َ ‫ع ْىا فِ ْي ِه ِۗ َوا ْع َه ُم ْٰٓىا ا َ َّن ه‬
‫ّٰللا َنىِ ح‬ ٰٓ َّ ‫بِ ٰا ِخ ِذ ْي ِه ا‬
ُ ‫ِْل ا َ ْن ت ُ ْغ ِم‬

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian


dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari
bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah
Maha Kaya lagi Maha Terpuji”

Q.S Al-Baqarah ayat 261 :


‫ف ِن َم ْه‬ ‫س ْۢ ْىبُهَ ٍت ِ ّمائَتُ َحبَّ ٍت ِۗ َو ه‬
ُ ‫ّٰللاُ يُعٰ ِع‬ ُ ‫ّٰللا َك َمث َ ِم َحبَّ ٍت ا َ ْۢ ْوبَت َْت َس ْب َع َسىَا ِب َم فِ ْي ُك ِّم‬
ِ ‫َمث َ ُم انَّ ِذيْهَ يُ ْى ِفقُ ْىنَ ا َ ْم َىانَ ُه ْم فِ ْي َس ِب ْي ِم ه‬
‫َّيش َۤا ُء َِۗو ه‬
‫ّٰللاُ َوا ِس ٌع َع ِه ْي ٌم‬

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang


menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan
(ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi
Maha mengetahui”

11
5. Rukun Dan Syarat Wakaf
Pandangan ulama mengenai rukun wakaf dikategorikan pada empat poin
penting, yakni:6
1. Syarat waqif. Para ulama bersepakat bahwa untuk memenuhi standart
waqif harus memenuhi beberapa kriteria dalam melakukan ibadah
tersebut. Diantaranya adalah: Merdeka, Berakal, Sehat, Dewasa tidak
dibawah pengampuan.
2. Syarat Mauquf bih (harta wakaf). Ada perbedaan pendapat menurut
ulama mazhab dalam menentukan syarat-syarat benda yang
diwakafkan, yaitu salah satumya pendapat dari madzhab maliki:
Ulama Mazhab Maliki mensyaratkan harta yang diwakafkan itu, Milik
sendiri, tidak terkait dengan orang lain, Harta tertentu dan jelas, Dapat
dimanfaatkan. Oleh sebab itu, harta yang sedang menjadi jaminan
utang, dan harta yang sedang disewakan orang tidak boleh
diwakafkan. Akan tetapi Ulama Mazhab Maliki membolehkan
mewakafkan manfaat hewan untuk dipergunakan dan mewakafkan
makanan, uang, dan benda tidak bergerak lainnya.
3. Syarat Mauquf „Alaih (tujuan wakaf). Wakaf harus dimanfaatkan
dalam batas-batas yang sesuai dan diperbolehkan menurut syari‟at
Islam. Karena pada dasarnya wakaf merupakan ibadah untuk
mendekatkan diri (taqarrub) kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tujuan
wakaf (mauquf „alaih) merupakan wewenang waqif. Baik harta yang
diwakafkan itu untuk menolong keluarganya sendiri sebagai wakaf
keluarga (Wakaf Ahli), atau untuk fakir miskin dan lain-lain, atau
untuk kepentingan umum (Wakaf Khairi). Syarat dan tujuan wakaf
adalah untuk kebaikan dan Mencari keridhaan Allah dan mendekatkan
diri kepada-Nya. Oleh itu, tujuan wakaf tidak bisa digunakan untuk
kepentingan maksiat atau membantu mendukung dan atau untuk tujuan
maksiat.

6
W. F. Fitriani, & A. Priantina, Analisis Penguraian Masalah pada Program Zakat Produktif. Al-Muzara'ah, 4(2),
2016, 142-150.

12
4. Syarat Shighat.
Shighat akad adalah segala ucapan, tulisan atau isyarat dari orang yang
berakad untuk menyatakan kehendak dan menjelaskan apa yang
diinginkannya. Adapun syarat sahnya shighat adalah:1) Shighat harus
munjazah (terjadi seketika). 2) Shighat tidak diikuti syarat bathil.
Shigaht tidak diikuti pembatasan waktu tertentu. 3)Tidak mengandung
suatu pengertian untuk mencabut kembali wakaf yang sudah
dilakukan.

C. Konsep Zakat Produktif, Wakaf Produktif dan Wakaf Uang (Cash Waqf)
1) Zakat Produktif
Zakat produktif didefinisikan sebagai zakat dalam bentuk harta atau dana
zakat yang diberikan kepada para mustahiq yang tidak dihabiskan secara langsung
untuk konsumsi keperluan tertentu, akan tetapi dikembangkan dan digunakan untuk
membantu usaha mereka, sehingga dengan usaha tersebut mereka dapat memenuhi
kebutuhan hidup secara terus menerus. Jadi, zakat produktif adalah pemberian zakat
yang dapat membuat para penerimanya menghasilkan sesuatu secara terus menerus
dengan harta zakat yang diterimanya. 7
Zakat sebagai ibadah praktis yang langsung dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat golongan ekonomi lemah, demikian halnya keadilan sosial secara praktis
objek utamanya meningkatkan kesejahteraan dan status golongan dhu'afa dalam
masyarakat. Keadilan sosial menuntut agar setiap individu dalam suatu komunitas
dapat hidup secara terhormat tanpa ada tekanan dan halangan, mampu memanfaatkan
potensi dan kekayaannya sesuai dengan apa yang berfaedah bagi diri dan
masyarakatnya sehingga dapat berkembang secara produktif. Perlu diketahui di sini
bahwa zakat mempunyai dua aspek terpenting yaitu pengeluaran atau pembayaran
zakat dan penerimaan atau pembagian zakat yang merupakan unsur mutlak dari
keislaman adalah aspek yang pertama yaitu pengeluaran atau pembayaran zakat. Hal
ini berarti suatu dorongan kuat dari ajaran Islam, supaya umatnya yang baik (khaira
ummah) berusaha keras untuk menjadi pembayar (yang mengeluarkan) zakat. Dengan

7
F. Muntaqo, Problematika dan prospek wakaf produktif di indonesia. Al-Ahkam, 1(25), 2015, 83-108.

13
kata lain harus mampu bekerja dan berusaha sehingga memiliki harta kekayaan yang
melebihi kebutuhankebutuhan pokok keluarganya, sehingga ia menjadi pembayar
zakat, bukan penerima zakat. Inilah sesungguhnya yang merupakan inti ajaran pokok
dari Islam.
Cara-cara pelaksanaan zakat sangatlah terinci dalam ajaran Islam seperti yang
dapat kita lihat penjabarannya yang lengkap dalam kitab-kitab fiqh. Yang terpenting
diantaranya adalah ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 1) Jenis-jenis harta benda
atau kekayaan yang dikenai zakat. 2) Besarnya kekayaan yang dikenai zakat dari tiap-
tiap jenis tersebut (nishab). Besarnya zakat yang dipungut dari tiap-tiap jenis tersebut.
3) Waktu pemungutannya (Haul). 4) Jenis-jenis penerima zakat (Ashnaf). 5) Cara-
cara pembagiannya.
Sebuah pendistribusian zakat dilakukan untuk mencapai visi zakat yaitu
menciptakan masyarakat muslim yang kokoh baik dalam bidang ekonomi maupun
non ekonomi. Untuk mencapai visi tersebut diperlukan misi distribusi zakat yang
memadai. Misi yang diharapkan bersifat produktif yakni mengalokasikan zakat
kepada mustahiq, dengan harapan langsung menimbulkan muzakki-muzakki baru.
Dan tentunya dalam sistem alokasi zakat tersebut harus mencapai kriteria sebagai
berikut: 1) Prosedur alokasi zakat yang mencerminkan pengendalian yang memadai
sebagai indikator praktek yang adil. 2) Sistem seleksi mustahiq dan penetapan kadar
zakat yang dialokasikankepada kelompok mustahiq. 3) Sistem informasi muzakki dan
mustahiq (SIMM). 4) Sistem dokumentasi dan pelaporan yang memadai.
Dari empat hal tersebut harus dirancang sedemikian rupa sehingga hasil yang
diharapkan dapat tercapai dan prinsip akuntabilitas dapat dipenuhi. Konsep ini jika
diterapkan dengan baik akan dapat melihat potensi zakat dan dapat memprediksi
perolehan zakat untuk suatu wilayah.
2) Wakaf Produktif
Salah satu bentuk wakaf produktif dalam ijtihad ulama masa kini adalah
bentuk wakaf uang memang belum lama dikenal di Indonesia. Padahal wakaf uang
tersebut sebenarnya sudah cukup lama dikenal di dunia Islam, yakni sejak zaman
kemenangan dinasti mamluk, para ahli fikih memperdebatkan boleh atau tidaknya
uang, diwakafkan. Ada sebagian ulama yang membolehkan wakaf uang, dan sebagian

14
ulama melarangnya, dan masing-masing mempunyai alasan yang memadai. Meskipun
wakaf uang sudah dikenal pada masa Imam Mazhab, namun wakaf uang baru akhir-
akhir ini mendapat perhatian para ilmuan dan menjadi bahan kajian intensif. Di
berbagai Negara, Wakaf Uang sudah lama menjadi kajian, dan bahkan sudah
dipraktekkan serta diatur dalam peraturan perundang-undangan.Yang menjadi
masalah di berbagai tempat baik di Indonesia maupun di Negara lain adalah
pengelolaannya, tidak jarang wakaf dikelola dengan manajemen yang kurang bagus
sehingga dapat mengakibatkan wakaf tersebut berkurang atau hilang. Padahal, jika
wakaf uang ini diatur, dikelola, dan dikembangkan dengan baik akan membawa
dampak yang begitu besar dalam masyarakat.8
3) Wakaf Uang
Perkembangan ekonomi dan pembangunan yang mengacu timbulnya gagasan
adanya wakaf uang diantaranya karena berkembangangnya sistem perekonomian
Islam. Sistem ekonomi dalam Islam tidak hanya terkait dengan masalah ekonomi
abadi manusia, melainkan juga terkait dengan anjuran Ilahi sebagaimana termaktub
dalam Al-Qur‟an dan Sunnah. Selain itu sistem ekonomi Islam juga mengacu pada
peningkatan output dari setiap jam kerja yang dilakukan.
Dalam sistem ekonomi Islam, wakaf uang belum banyak dieksplorasi
semaksimal mungkin, padahal wakaf uang sangat berpotensi untuk pemberdayaan
ekonomi umat Islam. Karena itu institusi wakaf uang menjadi sangat penting untuk
dikembangkan. Meskipun dalam sejarah Islam, wakaf telah memainkan peran yang
sangat penting dalam pembangunan masyarakat muslim, namun kita juga menjumpai
berbagai kenyataan bahwa pengelolaan wakaf selain memperlihatkan berbagai
kemajuan yang mengagumkan, tapi juga memperlihatkan berbagai penyelewengan.
Salah urus seringkali terjadi. Oleh karenanya, strategi pengelolaan yang baik perlu
diciptakan untuk mencapai tujuan di adakannya wakaf. Wakaf hendaknya dikelola
dengan baik dan diinvestasikan ke dalam berbagai jenis investasi, khususnya kepada
investasi riil yang bersifat produktif yang dapat menghasilkan keuntungan sehingga

8
H. Tanjung, T. Suhandi, & W. Tanzila, Analisis Strategi Pengelolaan Wakaf Uang di Indonesia (Pendekatan
Metode Delphi). Al Maal: Journal of Islamic Economics and Banking, 2(1), 2020, 1-12.

15
hasilnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat banyak. Pengelolaan
wakaf diserahkan kepada nadzir, baik dari pemerintah maupun masyarakat.

D. Penerapan Zakat Produktif, Wakaf Produktif dan Wakaf Uang (Cash Waqf) di
Indonesia
1. Zakat produktif
Penerapan zakat produktif adalah dengan memberikan pinjaman modal usaha
berdasarkan qard al-hasan untuk memotivasi usaha dengan baik dan maksimal.
Program ini memberi dampak yang signifikan untuk penunjang kemakmuran
masyarakat.9
Kita bisa mengambil contoh seperti Baitul Mal yang ada di Kabupaten Aceh
Utara pada awal Juni 2007 telah membentuk suatu divisi pemberdayaan Harta Agama
yang selanjutnya disebut sebagai Unit Pengelolaan Zakat Produktif (UPZP) untuk
pemberdayaan ekonomi kaum dhuafa. Hal ini sesuai dengan Qanun Aceh Nomor 10
Tahun 2007 tentang Baitul Mal pasal 29 ayat (1) yaitu zakat didayagunakan untuk
mustahik baik yang bersifat produktif maupun konsumtif berdasarkan ketentuan
syari‟at.
Kepengurusan UPZP langsung dibimbing oleh Kepala Badan Baitul Mal
Kabupaten Aceh Utara untuk memahami maksud dan makna zakat yang wajib
ditunaikan oleh muzakki maupun yang dikeluarkan untuk diberikan kepada mustaḥiq.
Staf UPZP telah diberikan kewenangan untuk memberdayakan harta agama (zakat)
kepada mustaḥiq untuk dikelola sebagai modal usaha (zakat produktif) dari dana
zakat yang terkumpul di Baitul Mal Kabupaten Aceh Utara.
Penerapan pemberdayaan ekonomi kaum dhuafa melalui pemberian modal usaha
(zakat produktif) dimaksudkan untuk meningkatkan taraf hidup ekonomi keluarga
serta mendidik tidak malas bekerja serta tidak mengharapkan pemberian cuma-cuma
dari orang lain. Untuk maksud tersebut mereka diharuskan membayar angsuran setiap
bulannya (sektor perdagangan), atau sesuai dengan masa panennya (sektor pertanian
dan peternakan). Ansuran yang dikembalikan tersebut, selanjutnya digulirkan kembali

9
Nasrullah, Regulasi Zakat dan Penerapan Zakat Produktif Sebagai Penunjang Pemberdayaan Masyarakat (Studi
Kasus Pada Baitul Mal Kabupaten Aceh Utara), Inferensi, Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, Vol. 9, No. 1, Juni
2015, 13-16.

16
kepada mereka yang membutuhkan. Sistem ini telah mendidik mereka untuk tidak
selamanya menjadi mustaḥiq tetapi diharapkan nantinya menjadi muzakki apabila
sudah cukup berhasil.
Berdasarkan data laporan (Tim UPZP, 2012) bahwa Baitul Mal Kabupaten Aceh
Utara pada awal Juni 2007 telah melakukan peluncuran produk al-Qarḍ al-Ḥasan
dalam program pembiayaan modal usaha produktif bagi kaum fakir, miskin dan
muallaf di beberapa Kecamatan dalam Kabupaten Aceh Utara dengan dana Rp.
110.500.000, - (Seratus sepuluh juta lima ratus ribu rupiah), untuk 49 mustaḥiq. Pada
tahun 2008 sebanyak 325 mustaḥiq, tahun 2009 sebanyak 487 mustaḥiq, tahun 2010
sebanyak 166 mustaḥiq dan pada tahun 2011 sebanyak 138 mustaḥiq dengan dana
sebesar Rp. 387.500.000, - (tiga ratus delapan puluh tujuh lima ratus ribu rupiah),
yang terdiri dari dana yang bergulir Rp. 175.000.000, - (seratus tujuh puluh lima juta
rupiah) dan dana murni Rp. 212.000.000, - (dua ratus dua belas juta rupiah), dengan
nilai yang beragam sesuai dengan usaha yang mereka lakukan. Program ini
diharapkan terus berlanjut sebagai upaya peningkatan dalam pembinaan zakat
produktif agar lebih meluas. Dan pada tahun 2012 Baitul Mal Kabupaten Aceh Utara
menyalurkan dana zakat untuk 138 mustahik dengan dana sebesar Rp. 387.500.000, -
(tiga ratus delapan puluh tujuh lima ratus ribu rupiah).
Baitul Mal Kabupaten Aceh Utara juga melayani masyarakat yang berada di luar
Kabupaten Aceh Utara, seperti masyarakat Kota Lhokseumawe. Namun untuk
masyarakat di luar Kabupaten Aceh Utara dikhususkan hanya untuk individu saja
sedangkan yang berkelompok tidak dilayani karena sudah termasuk wilayah luar
Kabupaten Aceh Utara. Program pemberdayaan ekonomi kaum masyarakat miskin
melalui pemberdayaan modal untuk usaha produktif dimaksudkan untuk menunjang
kemakmuran masyarakat diantaranya meningkatkan taraf hidup ekonomi keluarga
dan mendidik tidak malas bekerja serta tidak mengharapkan pemberian cuma-cuma
dari orang lain.
Dengan adanya modal usaha tersebut mustaḥiq dapat menjalankan usahanya yang
sedang kekurangan modal dan diharapkan dikembangkan dan dimanfaatkan
semaksimal mungkin serta dapat mengembalikan ansuran sesuai dengan kesepakatan
setiap bulannya. Modal yang dikembalikan tersebut, selanjutnya digulirkan kembali

17
kepada mereka yang membutuhkan. Sistem ini telah mendidik mereka untuk tidak
selamanya menjadi mustaḥiq tetapi diharapkan nantinya mereka menjadi muzakki
apabila sudah cukup berhasil.
2. Wakaf produktif
Lembaga wakaf sangan produktif dan manfaat dari wakaf itu terus berkembang
dan berlakunya wakaf produktif yang didirikan hingga kegiatan social keagamaan
terus meningkat. Tidak hanya wakaf produktif benda bergerak tapi non bergerak
pada umumnya berupa tanah pertanian atau perkebunan, Gedung-gedung yang
bersifat komersial dapat dijadikan atau dikelola sedemikian mungkin sehingga
mendatangkan benefit yang berkembang dan dapat diberdayakan sebagai hasilnya
dipergunakan untuk membiayai berbagai kegiatan tersebut. Sehingga dengan
demikian harta wakaf benar-benar menjadi sumber dana dari masyarakat untuk
masyarakat.
Pengelolaan harta wakaf tentu akan bisa berkembang dengan baik. Dengan
demikian, harta wakaf juga dapat diberdayakan dengan baik dan maksimal
sebagaimana diharapkan bersama. Pemberdayaan harta wakaf tersebut dapat
dilakukan dengan mengupayakannya sedemikian rupa, sehingga harta wakaf dapat
dijadikan sebagai berikut: Pertama, aset yang menghasilkan produk barang atau jasa.
Hal ini memerlukan perencanaan yang matang, termasuk bentuk dan kemungkinan
pengembangan serta tantangan dan hambatannya. Kedua, aset yang berbentuk
investasi usaha. Artinya, ketika nazir telah dapat mengumpulkan keuntungan dari
pengelolaan harta wakaf, maka keuntungan yang berupa uang tersebut dapat di
investasikan dalam bentuk musyarakah maupun mudharabah kepada lembaga
keuangan syariah yang kredibel maupun pengusaha dan pihak-pihak lain yang
amanah dan profesional.10
Dalam hal ini, untuk mengembangkan wakaf produktif harus sesuai dengan ajaran
Islam, dimana Islam mengajarkan etika berekonomi. Etika ekonomi Islam dalam al-
Qur‟an dibangun atas dasar halal dan baik, menjalin kerjasama, tolong-menolong,
tidak ilegal (batil), tidak berlebih-lebihan, menzalimi dan dizalimi, pengakuan adanya
perbedaan hasil prestasi kerja, melindungi hak milik individu, larangan aktifitas

10
Al-Tamimy, Dinamika Perwakafan di Indonesia dan Berbagai Belahan Dunia, Jakarta: Kemenag RI, 2013, 85.

18
ekonomi berdasarkan riba, judi, korupsi, penipuan, dan kecurangan serta tidak
memiliki sikap dengki dan dendam.
Penerapan wakaf produktif di Indonesia bisa dilakukan dengan berbagai macam
penerapan dengan model-model desain perkembangan diantaranya:11
a. Melalui pusat perdagangan seperti restoran, swalayan, wartel, dan sarana lain.
Model ini adalah sebuah perkembangan model usaha yang dilakukan dalam
membantu kesejahteraan masyarakat, dalam model ini tentunya sebuah
implementasi dari wakaf produktif yang mengandung maslahah bagi
masyarakat umum.
b. Melalui pinggir jalan raya misalnya seperti masjid, pertokoan bisnis, pom
bensin, perbankan, apartemen, dan lain sebagainya. Model ini merupakan
sebuah manfaat dari lahan pinggir jalan yang tidak bermanfaat sehingga
menjadi produktif.
c. Kawasan perguruan tinggi seperti adanya asrama mahasiswa, perpustakaan,
fotokopi, bank, dan lain-lain. Hal ini ialah sebuah bentuk implementasi yang
berkembang misalnya antara Kerjasama perbankan dengan perguruan tinggi
yang juga memerlukannya sebuah bank untuk memudahkan system
pembayaran.
3. Wakaf uang
Dalam rangka pengembangan wakaf secara maksimal, sebagaimana amanat
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, diperlukan lembaga
profesional pe nge lola wakaf. Sayangnya, tidak banyak lembaga yang mampu
mengemban amanat besar ini. Namun, di tengah kerisauan itu, la hirlah sebuah
lembaga nirlaba yang menfokuskan diri di bidang ini, yaitu Tabung Wa kaf Indonesia
(TWI). Salah satu kelebihan dari Tabung Wakaf Indonesia (TWI) yang layak untuk
dijadikan sebagai salah satu per contohan manajemen di bidang wakaf uang. TWI
merupakan lembaga wakaf yang didirikan oleh Dompet Dhuafa dan diresmikan pada
tanggal 14 Juli 2005. TWI berperan sebagai lembaga yang melakukan sosialisasi,

11
Nawawi, Implementasi Wakaf Produktif di Indonesia Pasca Berlakunya Uu No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf,
Al-Tahrir, Vol. 13, No. 2 November 2013, 391.

19
edukasi dan advokasi wakaf ke pada masyarakat sekaligus berperan sebagai lembaga
penampung dan pengelola harta wakaf.12
Secara administratif, wakaf uang dikuatkan oleh bank syari‟ah, sehingga orang
yang mewakafkan uang akan mendapat SWU (Sertifikat Wakaf Uang). Perbedaan
pokok antara Bank Islam dengan Bank konvensional dalam pembiayaan adalah
larangan bunga (riba) pada Bank Islam. Prinsip-prinsip utama bank-bank Islam, yaitu:
[1] Larangan bunga (riba) dalam berbagai bentuk transaksi; [2] Menjalankan bisnis
dan aktivitas perdagangan yang berbasis pada keuntungan yang sah secara syari‟ah;
dan [3] Memberikan zakat dengan prinsip ketentraman. Sebagai pengganti
mekanisme bunga, sebagian ulama meyakini bahwa pembiayaan proyek-proyek dan
instrumen yang paling baik adalah bagi hasil.
Dengan demikian, UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf diproyeksikan sebagai
sarana rekayasa sosial (social engineering) untuk melakukan perubahan-perubahan
pemikiran, sikap dan perilaku umat Islam agar sesuai dengan tujuan UU tersebut.
Salah satu regulasi baru dalam Undang-Undang Wakaf tersebut adalah Wakaf Uang.
Pengembangan wakaf dalam bentuk uang yang dikenal dengan cash wakaf telah
dilakukan sejak awal Islam. Wakaf uang telah dipraktikkan sejak abad ke-2 Hijriyah.
Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Imam al-Zuhri (w. 124 H), salah seorang
ulama terkemuka dan peletak dasar tadwin al-hadis memberi fatwa bolehnya
berwakaf dengan dinar dan dirham. Wakaf ini dapat dimanfaatkan sebagai sarana
pembangunan, dakwah, sosial, dan pendidikan umat Islam. Adapun cara yang
dilakukan adalah menjadikan uang sebagai modal usaha atau modal produktif,
kemudian disalurkan keuntungannya sebagai wakaf. Bahkan dalam catatan Abu al-
Ashbal Shaghif al-Bakistani (tahun 1403 H) dalam prolog kitab Risalah fi Jawaz
Waqf al-Nuqud karya Abi Su‟ud menyatakan bahwa wakaf uang dinar dan dirham
dalam pandangan Imam Syafi‟i adalah boleh.
Hal ini adalah sama dengan wakaf barang tidak bergerak. Imam Syafi‟i sendiri
tidak pernah memberi batasan mengenai bentuk dan sifat barang yang di wakafkan.
Begitu pula Muhammad ibn Abdillah al-Ansari pernah berfatwa bolehnya wakaf

12
Ain & Fatimawati, Pengelolaan Wakaf di Tabung Wakaf Indonesia Jakarta Selatan, Skripsi, Yogyakarta: Sekolah
Tinggi Ekonomi Islam, 2007, 56.

20
dirham, dinar, barang yang dapat ditakar dan ditimbang. Pada waktu, para ulama
merasa heran dan bertanya kepada al-Ansari, “Apa yang dapat dikembangkan dari
wakaf semacam ini? Bukankah engkau mengetahui bahwa wakaf adalah menahan
aset dan memanfaatkan hasilnya. Dimanakah hasil yang dapat diharapkan?” Al-
Ansari menjawab, “Anda menggunakan dinar dan dirham itu untuk mudharabah (lose
and profit sharing), kemudian anda infakkan keuntungannya”.13

E. Problematika Penerapan Zakat Produktif, Wakaf Produktif dan Wakaf Uang (Cash
Waqf) di Indonesia
a) Zakat produktif
Program zakat produktif yang dijalankan oleh BAZNAS dan LAZ merupakan
suatu kontribusi nyata untuk mengurai tingkat kemiskinan. Zakat produktif bertujuan
untuk menjadikan mustahiq menjadi lebih produktif. Pada kenyataannya, tujuan
besar tersebut masih belum secara maksimal tercapai. Terdapat dua penyebab yang
menjadi permasalahan utama, yakni permasalahan dari pihak internal BAZNAS atau
LAZ dan dari pihak eksternal BAZNAS/LAZ.
Diantara permasalahan internal BAZNAS/LAZ dalam meyelenggarakan program
pemberdayaan melalui pendayagunaan zakat atau biasa disebut zakat produktif,
adalah: 1) Belum matangnya perencanaan program, 2) Kurangnya SDM pendamping
yang handal, 3) Belum adanya alat ukur keberhasilan program.
Adapun permasalahan dari eksternal BAZNAS/LAZ adalah: 1) Lemahnya
penataan sistematik kelembagaan BAZNAS/LAZ, 2) Rendahnya jiwa kewirausahaan
mustahiq, 3) Mustahiq tidak mengetahui aturan program zakat produktif. Untuk
mengatasi permasalahan yang ada dalam program zakat produktif terbagi menjadi 2
solusi yakni solusi internal dan eksternal. Pertama yang tepat untuk mengatasi
permasalahan internal BAZNAS atau LAZ bisa dengan cara: 1) membuat SOP
program yang tetap; 2) perbaikan SDM 3) menetapkan indikator keberhasilan
program. Dan didapatkan solusi yang menjadi prioritas untuk mengatasi
permasalahan internal BAZNAS kemudian untuk mengatasi permasalahan eksternal

13
Muhammad Khairul Umam, “Sistem Moneter Islam dalam Perspektif Muhammad Umer Chapra,” Jurnal Studi
Islam, 02 Agustus 2010, 211.

21
BAZNAS/LAZ ialah 1) pengawasan melalui audit program, keuangan, dan aspek
syariah; 2) pelatihan dan motivasi kewirausahaan; 3) mengatasi kegiatan usaha
mustahiq. Permasalahan utama yang ditemukan pada dilematika zakat di Indonesia
antara lain:14
Pertama, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang jenis harta
yang dikenai zakat (objek zakat). Kedua, masih sangat banyak masyarakat yang
belum membayarkan zakat melalui Lembaga. Ketiga, masih banyak masyarakat yang
belum percaya kepada pengelola zakat. Keempat, masih banyak potensi zakat yang
belum termobilisasi atau teroptimalkan. Kelima, masih banyak pengelola zakat yang
belum menampilkan kinerja yang amanah dan professional. Keenam, belum
efektifnya fungsi regulasi, koordinasi, sinergi dan pengawasan. Ketujuh, belum ada
standar manajemen zakat, sebagai panduan pengelolaan sekaligus sebagai acuan
pengawasan. Kedelapan, zakat belum menjadi pengurang pajak. Kesembilan, Zakat
belum signifikan dalam membantu masyarakat miskin, sehingga memberi dampak
dalam pengentasan kemiskinan.
b) Wakaf Produktif
Wakaf pada umumnya berupa tanah. Sayangnya tanah wakaf tersebut belum
dikelola secara produktif, sehingga wakaf di Indonesia belum dapat berperan dalam
memberdayakan ekonomi umat. Berbagai masalah kerap terjadi terkait tanah wakaf.
Di antaranya, tanah wakaf yang tidak atau belum disertifikasi, tanah wakaf yang
masih digugat oleh sebagian keluarga, tanah wakaf yang dijual oleh pihak yang
diberi amanat untuk mengelolanya, termasuk tukar guling (ruislag) tanah wakaf yang
tidak adil dan tidak proporsional. Belum lagi penggelapan dan pengurangan luas
tanah wakaf, dan konflik antara yayasan dengan sebagian keluarga yang memberi
tanah wakaf, serta tanah wakaf yang terlantar atau ditelantarkan. Di antara
problematika wakaf adalah sebagai berikut:15

14
Amirah, Zakat Produktif Sebagai Solusi Alternatif Pengentasan Kemiskinan, (Universitas Pancasakti Tegal,
2010), 5.
15
Muhammad Syafii Antonio, Pengelolaan Wakaf Secara Produktif, dalam Djunaidi dan Thobieb, 2007, Menuju
Era Wakaf Produktif, Jakarta: Mumtaz Publishing, 97-103.

22
1. Kurangnya sosialisasi, Pada umumnya masyarakat belum memahami hukum
wakaf dengan baik dan benar, baik dari segi rukun dan syarat wakaf, maupun
maksud disyariatkannya wakaf. Memahami rukun wakaf bagi masyarakat sangat
penting, karena dengan memahami rukun wakaf masyarakat bisa mengetahui
siapa yang boleh berwakaf, apa saja yang boleh diwakafkan, untuk apa dan
kepada siapa wakaf diperuntukkan, bagaimana cara berwakaf, dan siapa saja
yang boleh menjadi nadzir. Pemahaman masyarakat yang masih berbasis pada
wakaf konsumtif berakibat nadzir yang dipilih oleh wakif juga mereka yang ada
waktu untuk menjaga dan memelihara masjid. Dalam hal ini wakif kurang
mempertimbangkan kemampuan nadzir untuk mengembangkan masjid sehingga
masjid menjadi pusat kegiatan umat. Dengan demikian wakaf yang ada hanya
terfokus untuk memenuhi kebutuhan peribadatan, dan sangat sedikit wakaf
diorientasikan untuk meningkatkan perkonomian umat. Padahal jika dilihat dari
sejarah wakaf pada masa lampau, baik yang dilakukan Nabi Muhammad
maupun para sahabat, selain masjid dan tempat belajar, cukup banyak wakaf
yang berupa kebun yang hasilnya diperuntukkan bagi mereka yang memerlukan.
2. Pengelolaan dan Manajemen Setengah Hati. Saat ini pengelolaan dan
manajemen wakaf sangat memprihatinkan. Sebagai akibatnya cukup banyak
harta wakaf telantar dalam pengelolaannya, bahkan ada harta wakaf yang hilang.
Salah satu sebabnya antara lain adalah karena umat Islam pada umumnya hanya
mewakafkan tanah dan bangunan sekolah, sementara itu wakif kurang
memikirkan biaya operasional sekolah, serta nadzir yang kurang profesional.
Oleh karena itu kajian mengenai manajemen pengelolaan wakaf ini sangat
penting. Kurang berperannya wakaf dalam memberdayakan ekonomi umat di
Indonesia dikarenakan wakaf tidak dikelola secara produktif. Untuk mengatasi
masalah ini, paradigma baru dalam pengelolaan wakaf harus diterapkan. Wakaf
harus dikelola secara produktif dengan menggunakan manajemen modern.
Pendayagunaan wakaf secara produktif mengharuskan pengelolaan secara
profesional dengan melibatkan sistem manajemen. Rumusan dasar manajemen
yang terdiri dari perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),

23
pelaksanaan (actuating), dan pengawasan (controlling) akan memaksimalkan
pendayagunaan wakaf.
3. Objek Wakaf dan Komitmen Nadzir. Objek wakaf dikembangkan mencakup
benda bergerak yang dapat diwakafkan, seperti: uang rupiah, logam mulia, surat
berharga, benda bergerak lain yang berlaku, kendaraan, hak atas kekayaan
intelektual, hak sewa sesuai ketentuan syariah dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Benda wakaf adalah segala benda, baik bergerak atau
tidak bergerak, yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan
bernilai menurut ajaran Islam.16 Jumlah aset wakaf tanah di Indonesia sangat
besar. Wakaf tanah di Indonesia sebanyak 358.710 lokasi, dengan luas tanah
1,538,198,586 M2. Akan tetapi potensi ini belum dapat memberi peran
maksimal dalam mensejahterakan rakyat dan memberdayakan ekonomi
masyarakat.
c) Wakaf Uang
Potensi wakaf uang di Indonesia sangat besar dan dananya dapat
digunakan untuk kegiatan ekonomi produktif di samping kegiatan sosial dalam
rangka membantu kaum duafa dan kepentingan umat. Sebagai tindak lanjut dari
lahirnya Undang-undang Wakaf, beberapa bank syari‟ah dan lembaga pengelola
wakaf meluncurkan produk dan fasilitas yang menghimpun dana wakaf dari
masyarakat. Seperti Baitul Mal Muamalat, meluncurkan Waqaf Tunai Muamalat
(Waqtumu), Dompet Dhuafa Republika meluncurkan Tabung Wakaf Indonesia
(TWI), dan Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU) juga meluncurkan wakaf uang.
Lembaga-lembaga ini, sejatinya secara hukum masih terdaftar sebagai lembaga
amil zakat. Namun di samping mengelola zakat, lembaga-lembaga ini juga
melakukan pengelolaan wakaf uang. Lembaga Wakaf Majelis Ulama Indonesia
(MUI) menilai potensi wakaf di Indonesia sangat besar, apalagi 85% masyarakat
Indonesia adalah muslim. Lebih lanjut, laporan menunjukkan potensi aset wakaf
tunai per tahun mencapai lebih dari Rp100 triliun, dengan realisasi sekitar Rp
400 miliar di tahun 2018. Data terakhir menunjukkan bahwa potensi wakaf di
Indonesia mencapai Rp300 triliun dengan realisasi yang baru mencapai sekitar

16
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Buku III, Bab I, Pasal 215, (1) dan (4).

24
Rp500 miliar. Masih besarnya potensi yang belum tergarap ini, salah satunya
disebabkan oleh kurangnya pemahaman masyarakat. Untuk itu, seluruh pihak
perlu bekerja sama melakukan edukasi dan sosialisasi agar potensi ini dapat
dioptimalkan.
Dalam rangka terwujudnya potensi wakaf uang di Indonesia, maka yang
harus diketahui terlebih dahulu dua faktor penting, yaitu kendala serta strategi
pengelolaan wakaf uang. Mengutip dari jurnal penelitian berdasarkan metode
delpi disimpulkan bahwa n bahwa prioritas faktor kendala yang dihadapi dalam
pengelolaan wakaf uang di Indonesia, yaitu kurangnya pemahaman masyarakat
tentang wakaf uang.
Adapun prioritas strategis yang paling mempengaruhi tingkat
pengelolaan wakaf uang di Indonesia secara berurutan adalah memberikan
edukasi dan sosialisasi yang efektif kepada masyarakat mengenai wakaf uang,
strategi pemasaran yang inovatif dari lembaga wakaf, serta transparansi dan
akuntabilitas lembaga wakaf. Selanjutnya ada beberapa kendala menjadikan
wakaf tunai sulit berkembang di tanah air adalah sebagai berikut: a) masyarakat
masih memahami bahwa wakaf tunai berhubungan dengan harta yang memiliki
nilai tinggi seperti tanah, rumah, dan lain sebagainya. b) wakaf tunai relatif baru
di Indonesia, sehingga dampak langsung dari kelebihan wakaf tunai bagi
kesejahteraan masyarakat belum terasa. c) lembaga wakaf tunai masih difahami
sebagai lembaga zakat, dan lembaga zakat bisa dijadikan pengganti keberadaan
lembaga wakaf tunai. Hal ini yang menjadikan keberadaan lembaga wakaf tunai
terasa tidak begitu urgent. d) tidak ada konsekuensi hukum yang mengikat
kepada individu untuk mewakafkan sebagian hartanya.
Langkah-Langkah ataupun strategi dalam mengembangkan potensi
wakaf uang di Indonesia yang perlu dilakukan diantaranya: Pertama,
Menyamakan pemahaman terhadap Undang-Undang tentang wakaf serta aturan
pelaksanaannya antara Kemenag RI, BWI dengan lembaga Keuangan Syariah
Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) Kedua, Minimnya nadzir wakaf uang, LKS-
PWU dan BWI lebih proaktif untuk mencari nazdir yang potensial, karena

25
dengan nadzir yang sudah tersertifikasi akan sangat potensial dalam
meningkatkan peran mereka dalam menggalang wakaf uang dari masyarakat.

26
KESIMPULAN
1. Zakat adalah pertumbuhan, pertambahan, dan pembersihan. Harta yang dikeluarkan
menurut hukum syariat adalah zakat karena yang kita keluarkan adalah kelebihan dari
hak kita yang menjadi hak orang lain. Sementara menurut syariat, zakat adalah sebagian
harta yang wajib kita keluarkan dari harta yang Allah berikan kepada kita, yang telah
mencukupi nisab dan haulnya untuk orang yang berhak menerimanya. Wakaf adalah
ibadah dalam Islam yang memiliki dua dimensi, yaitu dimensi ubudiyah dan dimensi
ijtima‟iyyah. Dimensi ubudiyah wakaf adalah sebagai sarana ibadah mendekatkan diri
(taqarrub) kepada Allah ta‟ala, sementara dimensi ijtimaiyyah adalah wakaf sebagai
bentuk tanggung jawab dan kepedulian sosial terhadap orang lain, baik secara individu
maupun masyarakat. nazir merupakan pihak yang berwenang untuk memelihara dan
mengembangkan wakaf, dan menyerahkan hasilnya kepada orang yang berhak. Nazir
sebagai pihak yang diberikan amanah untuk mengurusi wakaf memiliki kedudukan yang
sangat penting dalam perwakafan.
2. Zakat produktif didefinisikan sebagai zakat dalam bentuk harta atau dana zakat yang
diberikan kepada para mustahiq yang tidak dihabiskan secara langsung untuk konsumsi
keperluan tertentu, akan tetapi dikembangkan dan digunakan untuk membantu usaha
mereka, sehingga dengan usaha tersebut mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup secara
terus menerus. Salah satu bentuk wakaf produktif dalam ijtihad ulama masa kini adalah
bentuk wakaf uang memang belum lama dikenal di Indonesia. Padahal wakaf uang
tersebut sebenarnya sudah cukup lama dikenal di dunia Islam, yakni sejak zaman
kemenangan dinasti mamluk, para ahli fikih memperdebatkan boleh atau tidaknya uang,
diwakafkan.
3. Diantara permasalahan internal BAZNAS/LAZ dalam meyelenggarakan program
pemberdayaan melalui pendayagunaan zakat atau biasa disebut zakat produktif, adalah:
1) Belum matangnya perencanaan program, 2) Kurangnya SDM pendamping yang
handal, 3) Belum adanya alat ukur keberhasilan program.

SARAN
kami selaku penyusun makalah ini menyadari bahwa makalah yang kami buat terdapat
banyak kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan

27
kritik dan saran guna tercapainya kesempurnaan dalam pembuatan makalah untuk
kedepannya. Semoga makalah yang kami buat kali ini dapat memberikan manfaat bagi
yang membacanya.

28
Daftar Pustaka
Ain & Fatimawati, 2007, Pengelolaan Wakaf di Tabung Wakaf Indonesia Jakarta Selatan,
Skripsi, Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ekonomi Islam, 56.
Al-Tamimy, 2013, Dinamika Perwakafan di Indonesia dan Berbagai Belahan Dunia, Jakarta:
Kemenag RI, 85.
Amirah, 2010, Zakat Produktif Sebagai Solusi Alternatif Pengentasan Kemiskinan, (Universitas
Pancasakti Tegal), 5.
Antonio, Muhammad Syafii, Pengelolaan Wakaf Secara Produktif, dalam Djunaidi dan Thobieb,
2007, Menuju Era Wakaf Produktif, Jakarta: Mumtaz Publishing, 97-103.
Az- Zuhaili, Wahbah, 2011, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, bahasa oleh Abdul Hayyie Al Kattani,
(Jakarta: Gema Insani), Cet. 1, 172.
Fitriani, W. F., & Priantina, A. (2016). Analisis Penguraian Masalah pada Program Zakat
Produktif. Al-Muzara'ah, 4(2), 142-150.
Hufron, Muhamad, 2019, Skripsi, Semarang: Uin Walisongo, 48.
Khoerudin, Abdul Nasir, 2018, Tujuan dan Fungsi Wakaf Menurut Para Ulama dan Undang-
Undang di Indonesi, Tazkiya Jurnal Keislaman, Kemasyarakatan & Kebudayaan, Vol. 19
No. 2, 3-5.
Muntaqo, F. (2015). Problematika dan prospek wakaf produktif di indonesia. Al-Ahkam, 1(25),
83-108.
Nasrullah, 2015, Regulasi Zakat dan Penerapan Zakat Produktif Sebagai Penunjang
Pemberdayaan Masyarakat (Studi Kasus Pada Baitul Mal Kabupaten Aceh Utara),
Inferensi, Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, Vol. 9, No. 1, Juni, 13-16.
Nawawi, 2013, Implementasi Wakaf Produktif di Indonesia Pasca Berlakunya Uu No. 41 Tahun
2004 Tentang Wakaf, Al-Tahrir, Vol. 13, No. 2 November, 391.
Rosadi, Dr. H. Aden, M.Ag, 2019, Zakat dan Wakaf Konsepsi, Regulasi, dan Implementasi,
Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 9-11.
Tanjung, H., Suhandi, T., & Tanzila, W. (2020). Analisis Strategi Pengelolaan Wakaf Uang di
Indonesia (Pendekatan Metode Delphi). Al Maal: Journal of Islamic Economics and
Banking, 2(1), 1-12.
Umam, Muhammad Khairul, 2010, Sistem Moneter Islam dalam Perspektif Muhammad Umer
Chapra, Jurnal Studi Islam, 02 Agustus, 211

29

Anda mungkin juga menyukai