Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

HUKUM EKONOMI SYARIAH

LANDASAN HUKUM DAN REGULASI SISTEM PERZAKATAN DAN


PERWAQAFAN DI INDONESIA

DOSEN PENGAMPU:
Zulkifli,SEI. M.Sy

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK II

1. YULISA MELSY 20.000.03


2. MAHDALENA 20.000.18

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM


HABARING HURUNG SAMPIT
PRODI ILMU HUKUM
SAMPIT
2022
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan, kehadirat Allah SWT, karena dengan
rahmat dan hidayah – Nya jualah kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.

Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk melaksanakan tugas yang ada pada
mata kuliah “Hukum Ekonomi Syariah” yang diampu oleh dosen Zulkifli,SEI.
M.Sy

Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan dan
kelemahan yang perlu mendapat penyempurnaan, namun inilah usaha maksimal yang
dapat kami lakukan. Dengan segala kerendahan hati, kami harapkan kritik dan saran
demi sempurnanya makalah ini, karena kami yakin bahwa makalah ini belum
mencapai hasil yang sempurna.

Dengan selesainya makalah ini kami mengucapkan terimakasih yang setinggi–


tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Harapan kami semoga makalah ini dapat berguna bagi kami khususnya dan para
pembaca pada umumnya.

Sampit, 30 Oktober 2022

Kelompok II

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ...............................................................................................................................

KATA PENGANTAR .....................................................................................................

DAFTAR ISI ....................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .....................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................

1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perzakatan ...........................................................................................

2.2 Pengertian Perwaqafan .........................................................................................

2.3 Pengelolaan Zakat di Indonesia ............................................................................

2.4 Pengelolaan Wakaf di Indonesia...........................................................................

2.5 Landasan Hukum Perzakatan ...............................................................................

2.6 Landasan Hukum perwaqafan ..............................................................................

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ...........................................................................................................

3.2 Saran .....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Zakat merupakan dorongan keagamaan, niat baik dan ikhlas dalam rangka ibadah
kepada Allah sebagai dasar pendekatan antara jarak si miskin dengan si kaya, guna
mewujudkan tanggung jawab dalam kemakmuran. Kemiskinan pada hakekatnya
merupakan persoalan klasik yang telah ada sejak umat manusia ada. Kemiskinan
merupakan persoalan kompleks yang tampaknya akan terus menjadi persoalan aktual
dari masa ke masa. Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang selalu dihadapi
manusia. Masalah kemiskinan itu sama tuanya dengan usia kemanusiaan itu sendiri
dan indikasi permasalahannya dapat melibatkan keseluruhan aspek kehidupan
manusia. Sebenarnya kemiskinan akan dapat diminimalisir apabila ada distribusi
pendapatan dan kekayaan yang merata. Persoalan yang nampak saat ini adalah sangat
jelas terlihat adanya kesenjangan, baik kesenjangan sosial maupun ekonomi antara
orang kaya dan orang miskin. Dengan kata lain selama umat Islam memiliki
kesadaran untuk berzakat dan selama dana zakat tersebut mampu dikelola dengan
baik, maka dana zakat akan selalu ada serta bermanfaat untuk kepentingan dan
kesejahteraan masyarakat.

Sementara jika wakaf bisa terlaksanakan dengan baik di Indonesia bisa saja negara ini
tidak lagi kekurangan di bidang pelayanan umum dan muslim tidak harus
kebingungan mencari dana untuk melengkapi sarana umum atau tempat ibadah.

2. Rumusan Masalah

Dari pemaparan latar belakang di atas, maka dapat diketahui rumusan masalahnya,
sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan perzakatan dan Perwaqafan?

2. Bagaimana pelaksanaan pengelolaan Zakat Dan Wakaf di Indonesia?

3. Apa landasan hukum Perzakatan dan Landasan Hukum Perwaqafan?


iv
3. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perzakatan dan perwaqafan

b. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pengelolaan Zakat Dan Wakaf di


Indonesia

c. Untuk mengetahui landasan hukum perzakatan dan perwaqafan

v
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Perzakatan

Secara istilah, zakat berasal dari bahasa Arab, (zakah atau zakat), yang
mengandung arti harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama
Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan
sebagainya). Dari segi bahasa, zakat berarti bersih, suci, subur, berkat, dan
berkembang. Menurut syariat Islam, zakat merupakan rukun ketiga rukun Islam.1
Zakat adalah pertumbuhan, pertambahan, dan pembersihan. Sementara menurut
syariat, zakat adalah sebagian harta yang wajib kita keluarkan dari harta yang Allah
berikan kepada kita, yang telah mencukupi nisab dan haulnya untuk orang yang
berhak menerimanya (Wahbah Al-Zuhayli, 1989).2

Kata zakat memiliki arti “yang menyucikan dan yang menumpuk”, baik yang
berasal dari matahari, bulan, bintang, awan pembawa hujan, angin yang
menggerakkan awan, dan seluruh karunia dari Allah kepada seluruh umat
manusiaYusuf Al-Qardhawi (2007: 35) menjelaskan bahwa zakat ialah sejumlah harta
tertentu yang diserahkan kepada orang-orang yang berhak mendapatkannya dan
diwajibkan oleh Allah.3 Empat mazhab fikih besar pun mengartikan zakat dengan
berbeda. Menurut mazhab Hanafi, zakat adalah pemilikan bagian harta tertentu dari
harta tertentu yang dimiliki seseorang berdasar ketetapan Allah Swt. Menurut mazhab
Maliki, zakat adalah mengeluarkan bagian tertentu dari harta tertentu yang telah
mencapai satu nisab bagi orang yang berhak menerimanya, dengan ketentuan harta
tersebut milik sempurna, telah haul, dan bukan merupakan barang tambang.4

1
https://id.wikipedia.org/wiki/Zakat. 5 November 2018
2
https://uin-suska.ac.id/2017/09/13/urgensi-zakat-dalam-
masyarakat-h-muhammad-el-hakiem-rachiemi-lc/. 5 November 2018
3
Muhammad Abdul Mannan, Teori dan Praktik Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT. Dana
Bakti Wakaf, 1993), hlm. 256.
4
Didiek Ahmad Supardi, Sistem Lembaga Keuangan Ekonomi Islam dalam Pemberdayaan
Ekonomi Rakyat, (Semarang: PT. Pustaka Rezeki Putra, 2013), hlm. 37.

vi
2.2 Pengetian Perwaqafan

Definisi Wakaf secara etimologi, menurut para ahli bahasa berasal dari tiga
kata, yaitu: al-waqf (wakaf), al-habs(menahan), dan at-tasbil (berderma untuk
sabilillah). Kata alwaqf adalah bentuk masdar (gerund) dari ungkapan waqfu asy-
syai’, yang berarti menahan sesuatu. Imam Antarah, sebagaimana dikutip oleh al-
Kabisi, berkata, Unta saya tertahan di suatu tempat, seolah-olah dia tahu saya bisa
berteduh di tempat itu. Sedangkan menurut Ibn Mandzur dalam kitab Lisan al-Arab
mengatakan, kata habasa berarti amsakahu (menahannya). Ia menambahkan: al-
hubusu ma wuqifa (menahan sesuatu yang diwakafkan), seperti pada kalimat: habbasa
al-faras fi sabilillah (ia mewakafkan kuda di jalan Allah) atau ahbasahu, dan
jamaknya adalah habais, yang berarti bahwa kuda itu diwakafkan kepada tentara
untuk ditungganginya ketika sedang melakukan jihad fi sabilillah. Ia juga
menambahkan tentang kata waqafa seperti pada kalimat: waqafa al-arda, ala al-
masakin/ dia mewakafkan tanah kepada orang-orang miskin.5

Secara bahasa, wakaf berasal dari kata waqf yang berarti radiah (terkembalikan),
al-tahbis (tertahan), al-tasbil (tertawan), dan al-man’u (mencegah). Secara istilah, para
ulama mendefinisikan wakaf sebagai berikut:6

1. Muhammad al-Syarbini al-Khatib berpendapat bahwa wakaf ialah penahanan harta


yang memungkinkan untuk dimanfaatkan disertai dengan kekalnya zat benda dengan
memutuskan (memotong) tasharruf (pertolongan) dalam penjagaannya atas mushrif
(pengelola) yang dibolehkan adanya.

2. Ahmad Azhar Basyir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan wakaf ialah
menahan harta yang dapat diambil manfaatnya yang tidak musnah seketika, dan untuk
penggunaan yang dibolehkan serta dimaksudkan untuk mendapat rida Allah.

5
Abdurrohman Kasdi, Pergeseran makna dan pemberdayaan wakaf (dari
Konsumtif ke Produktif), Jurnal Zakat dan Wakaf, ZISWAF, Vol. 3, No. 1, Juni
6
Sudirman Hasan, Wakaf uang perspektif fiqh dan manajemen, (UIN
Maliki, Malang, 2013), 3.

vii
2.3. Pelaksanaan Pengelolaan Zakat di Indonesia

Pengelolaan zakat di Indonesia mengalami beberapa fase sejalan dengan


perkembangan sosial politik negara. Pengalaman itu dialami pada masa penjajahan,
kemerdekaan dan masa reformasi. Kecuali masa reformasi, pengelolaan zakat pada
masa penjajahan dan kemerdekaan (orde baru dan orde lama) memberikan gambaran
buram fungsi zakat di Indonesia. Antara komunitas muslim dengan hasil zakat tidak
memberikan gambaran seimbang. Artinya, pembayaran zakat mungkin masih bersifat
individual sehingga tidak ada data jumlah muzakki atau zakat belum dibayarkan
secara baik oleh umat Islam. Dan jika pembayaran zakat pun dilaksanakan, zakat
hanya digunakan sebagai karitas, berperan sebagai derma untuk kepentingan sesaat.
Untuk mengetahui perjalanan historis manajemen zakat di Indonesia, kita dapat
melihatnya dari beberapa tahapan periodesasinya.7

Selain itu, proses pengelolaan zakat di Indonesia berlangsung dalam beberapa


model dan tahap yaitu:8

a) Dilakukan oleh perorangan, seperti kiai, ustadz, imam mesjid dan guru ngaji.
Mekanisme penerimaannya pun masih sangat sederhana, tanpa tanda bukti yang
memadai dan kurang bisa dipertanggung jawabkan. Demikian juga penyalurannya
masih secara sporadis, tanpa kordinasi di antara para amil. Hal ini didasari oleh
pemikiran masyarakat yang masih sangat terbatas tentang tujuan dan potensi ZIS.

b) Dilakukan oleh amil dalam bentuk panitia atau pengurus yang berfungsi dalam
waktu tertentu.

c) Pengelolaan ZIS oleh sebuah lembaga semacam BAZIS. Pengelolaan zakat


dilakukan pada umumnya memiliki berbagai jenis karena tingkat pemahaman dan
keterbatasan setiap orang mengenai OPZ.

7
Adanan Murrah Nasution, ‘Pengelolaan Zakat Di Indonesia’h. 301
8
Kementrian Agama RI, Membangun Persfektif Pengelolaan Zakat Nasional (Tangerang:
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Zakat, 2013). h. 35

viii
2.4. Pelaksanaan Pengelolaan Wakaf di Indonesia

Nazir adalah orang yang memegang amanat untuk memelihara dan


menyelenggarakan harta wakaf sesuai dengan tujuan perwakafan. Mengurus atau
mengawasi harta wakaf pada dasarnya menjadi hak wakif, tetapi boleh juga wakif
menyerahkan hak pengawasan wakafnya kepada orang lain, baik perseorangan
maupun organisasi. Adapun syarat-syarat seorang nazir, antara lain : WNI, Islam,
Dewasa, Sehat jasmani dan rohani, Tidak berada di bawah pengampuan, Tinggal di
kecamatan tempat tanah yang diwakafkan. 9

Apabila nazir berbentuk badan hukum, syarat-syarat yang harus dipenuhi, antara
lain: 1. Berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

2. Mempunyai perwakilan di kecamatan tempat letaknya tanah yang


diwakafkan.Selain itu, nazir juga harus didaftarkan dan mendapat
pengesahan di Kantor Urusan Agama kecamatan setempat. Bila orang yang
mempunyai hubungan dengan wakif tidak ada, diperbolehkan menunjuk
orang lain. Dalam pasal 11 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf, Tugas seorang nazir meliputi: 10

a. Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf.

b. Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan


tujuan, fungsi, serta peruntukannya.

c. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia


(BWI).
9
Dr. H. Aden Rosandi, M. Ag. Zakat dan Wakat Konsepsi, Regulasi, dan Implementasi, CIMBIOSA
REKATAM MEDIA, 2019, h.123
10
Ibid, h.122.

ix
2.5. Landasan Hukum Perzakatan

Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat pada


dasarnya lebih profesional dan modern karena dapat menciptakan paradigma baru
yang berkaitan dengan pengelolaan zakat. Dalam undangundang tersebut diatur
bahwa pengelolaan zakat dilakukan oleh satu wadah yang disebut badan amil
zakat. Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) merupakan lembaga yang melakukan
pengelolaan zakat secara nasional. Selain itu ada Undang-Undang Nomor 38
Tahun 1999 tentang Pengelolan Zakat memberikan implikasi luas lembaga
pengelolaannya. Pengelolaan zakat secara umum mengoptimalkan pengelolaan
dan pemanfaatannya berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahiq dan untuk
usaha produktif. 11

2.6. Landasan Hukum Perwaqafan

UU no. 41 tahun 2004 tentang wakaf, dimana produk hukum diatas


merupakan pijakan pasti dan kepercayaan publik dan perlindungan atas asset
masyarakat, pentingnya undang undang ini ditujukan untuk kesejahteraan sosial,
dimana negara diwakili oleh Departemen Agama untuk mengawasi dan
membimbing implementansi peraturan perwakafan dan kegiatan wakaf – seperti
melakukan ikrar wakaf melalui Kantor Urusan Agama (KUA), mencatat harta
wakaf dan membimbing para nadzir, serta mengajukan perubahan jika diperlukan
adanya perubahan atas harta wakaf tersebut.12 Dalam Peraturan Pemerintah ini
yang dimaksud dengan: Wakaf
adalah perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan
11
Departemen Agama RI, Pedoman Zakat 9 Seri (Jakarta: Proyek Peningkatan Zakat dan Wakaf
Jakarta, 2002) hlm. 57
12
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 159; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4459).

x
selamanyaatau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna 
keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut Syariah.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Zakat merupakan suatu kewajiban yang harus dikeluarkan oleh setiap muslim
yang hartanya sudah sampai satu nisap dalam satu tahun. Pemerintah dalam
Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 yang sekarang telah direvisi menjadi
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat membentuk
lembaga khusus yang untuk mengelola zakat yang disebut Badan Amil Zakat
Nasional atau yang disingkat BAZNAS.

2. Setelah diuraikan secara keseluruhan melalui pengkajian al-Qur’an, hadits serta


memperhatikan pendapat para mazhab dan mempelajari Undang- undang no. 41
tahun 2004 tentang wakaf, maka dapat diambil kesimpulan yang berkenaan
dengan wakaf dengan wasiat sebagai berikut:

1. Tidak sah hukumnya, apabila seseorang yang melakukan wakaf berada


dibawah pengampuan. Karena orang yang melakukan wakaf harus memiliki
kecakapan hukum. Dan seseorang bisa dikatakan memiliki kecakapan hukum
jika memenuhi 4 kriteria : Merdeka, Berakal sehat, Dewasa, Tidak berada
dibawah pengampuan.

B. Saran

xi
Dalam optimalisasi kedua hal ini, hendaknya pemerintah terutama pihak-
pihak yang berkompeten dalam masalah ini, hendaknya lebih menggiatkan
kembali dan segera mensosialisasikan mengingat keberadaan insitusi ini
sangat penting peranannya dalam peningkatan kesejahteraan umat.

DAFTAR PUSTAKA

 Dr. H. Aden Rosandi, M. Ag. Zakat dan Wakat Konsepsi, Regulasi, dan
Implementasi, CIMBIOSA REKATAM MEDIA, 2019

 Dr. H. Aden Rosadi, M.Ag, Zakat dan Wakaf Konsepsi, Regulasi, dan
Implementasi

 Abdurrohman Kasdi, Pergeseran makna dan pemberdayaan wakaf (dari


Konsumtif ke Produktif), Jurnal Zakat dan Wakaf

 https://kabsukabumi.baznas.go.id/landasan-hukum/

 https://jdih.kemenkeu.go.id/fullText/
2006/42TAHUN2006PP.HTM#:~:text=1.,Negara%20Republik
%20Indonesia%20Nomor%204459

 https://ntb.kemenag.go.id/baca/1593652800/undang-undang-tentang-
pengelolaan-zakat

xii
xiii

Anda mungkin juga menyukai