DOSEN PENGAMPU:
Zulkifli,SEI. M.Sy
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK II
Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk melaksanakan tugas yang ada pada
mata kuliah “Hukum Ekonomi Syariah” yang diampu oleh dosen Zulkifli,SEI.
M.Sy
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan dan
kelemahan yang perlu mendapat penyempurnaan, namun inilah usaha maksimal yang
dapat kami lakukan. Dengan segala kerendahan hati, kami harapkan kritik dan saran
demi sempurnanya makalah ini, karena kami yakin bahwa makalah ini belum
mencapai hasil yang sempurna.
Kelompok II
ii
DAFTAR ISI
JUDUL ...............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Zakat merupakan dorongan keagamaan, niat baik dan ikhlas dalam rangka ibadah
kepada Allah sebagai dasar pendekatan antara jarak si miskin dengan si kaya, guna
mewujudkan tanggung jawab dalam kemakmuran. Kemiskinan pada hakekatnya
merupakan persoalan klasik yang telah ada sejak umat manusia ada. Kemiskinan
merupakan persoalan kompleks yang tampaknya akan terus menjadi persoalan aktual
dari masa ke masa. Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang selalu dihadapi
manusia. Masalah kemiskinan itu sama tuanya dengan usia kemanusiaan itu sendiri
dan indikasi permasalahannya dapat melibatkan keseluruhan aspek kehidupan
manusia. Sebenarnya kemiskinan akan dapat diminimalisir apabila ada distribusi
pendapatan dan kekayaan yang merata. Persoalan yang nampak saat ini adalah sangat
jelas terlihat adanya kesenjangan, baik kesenjangan sosial maupun ekonomi antara
orang kaya dan orang miskin. Dengan kata lain selama umat Islam memiliki
kesadaran untuk berzakat dan selama dana zakat tersebut mampu dikelola dengan
baik, maka dana zakat akan selalu ada serta bermanfaat untuk kepentingan dan
kesejahteraan masyarakat.
Sementara jika wakaf bisa terlaksanakan dengan baik di Indonesia bisa saja negara ini
tidak lagi kekurangan di bidang pelayanan umum dan muslim tidak harus
kebingungan mencari dana untuk melengkapi sarana umum atau tempat ibadah.
2. Rumusan Masalah
Dari pemaparan latar belakang di atas, maka dapat diketahui rumusan masalahnya,
sebagai berikut:
v
BAB II
PEMBAHASAN
Secara istilah, zakat berasal dari bahasa Arab, (zakah atau zakat), yang
mengandung arti harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama
Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan
sebagainya). Dari segi bahasa, zakat berarti bersih, suci, subur, berkat, dan
berkembang. Menurut syariat Islam, zakat merupakan rukun ketiga rukun Islam.1
Zakat adalah pertumbuhan, pertambahan, dan pembersihan. Sementara menurut
syariat, zakat adalah sebagian harta yang wajib kita keluarkan dari harta yang Allah
berikan kepada kita, yang telah mencukupi nisab dan haulnya untuk orang yang
berhak menerimanya (Wahbah Al-Zuhayli, 1989).2
Kata zakat memiliki arti “yang menyucikan dan yang menumpuk”, baik yang
berasal dari matahari, bulan, bintang, awan pembawa hujan, angin yang
menggerakkan awan, dan seluruh karunia dari Allah kepada seluruh umat
manusiaYusuf Al-Qardhawi (2007: 35) menjelaskan bahwa zakat ialah sejumlah harta
tertentu yang diserahkan kepada orang-orang yang berhak mendapatkannya dan
diwajibkan oleh Allah.3 Empat mazhab fikih besar pun mengartikan zakat dengan
berbeda. Menurut mazhab Hanafi, zakat adalah pemilikan bagian harta tertentu dari
harta tertentu yang dimiliki seseorang berdasar ketetapan Allah Swt. Menurut mazhab
Maliki, zakat adalah mengeluarkan bagian tertentu dari harta tertentu yang telah
mencapai satu nisab bagi orang yang berhak menerimanya, dengan ketentuan harta
tersebut milik sempurna, telah haul, dan bukan merupakan barang tambang.4
1
https://id.wikipedia.org/wiki/Zakat. 5 November 2018
2
https://uin-suska.ac.id/2017/09/13/urgensi-zakat-dalam-
masyarakat-h-muhammad-el-hakiem-rachiemi-lc/. 5 November 2018
3
Muhammad Abdul Mannan, Teori dan Praktik Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT. Dana
Bakti Wakaf, 1993), hlm. 256.
4
Didiek Ahmad Supardi, Sistem Lembaga Keuangan Ekonomi Islam dalam Pemberdayaan
Ekonomi Rakyat, (Semarang: PT. Pustaka Rezeki Putra, 2013), hlm. 37.
vi
2.2 Pengetian Perwaqafan
Definisi Wakaf secara etimologi, menurut para ahli bahasa berasal dari tiga
kata, yaitu: al-waqf (wakaf), al-habs(menahan), dan at-tasbil (berderma untuk
sabilillah). Kata alwaqf adalah bentuk masdar (gerund) dari ungkapan waqfu asy-
syai’, yang berarti menahan sesuatu. Imam Antarah, sebagaimana dikutip oleh al-
Kabisi, berkata, Unta saya tertahan di suatu tempat, seolah-olah dia tahu saya bisa
berteduh di tempat itu. Sedangkan menurut Ibn Mandzur dalam kitab Lisan al-Arab
mengatakan, kata habasa berarti amsakahu (menahannya). Ia menambahkan: al-
hubusu ma wuqifa (menahan sesuatu yang diwakafkan), seperti pada kalimat: habbasa
al-faras fi sabilillah (ia mewakafkan kuda di jalan Allah) atau ahbasahu, dan
jamaknya adalah habais, yang berarti bahwa kuda itu diwakafkan kepada tentara
untuk ditungganginya ketika sedang melakukan jihad fi sabilillah. Ia juga
menambahkan tentang kata waqafa seperti pada kalimat: waqafa al-arda, ala al-
masakin/ dia mewakafkan tanah kepada orang-orang miskin.5
Secara bahasa, wakaf berasal dari kata waqf yang berarti radiah (terkembalikan),
al-tahbis (tertahan), al-tasbil (tertawan), dan al-man’u (mencegah). Secara istilah, para
ulama mendefinisikan wakaf sebagai berikut:6
2. Ahmad Azhar Basyir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan wakaf ialah
menahan harta yang dapat diambil manfaatnya yang tidak musnah seketika, dan untuk
penggunaan yang dibolehkan serta dimaksudkan untuk mendapat rida Allah.
5
Abdurrohman Kasdi, Pergeseran makna dan pemberdayaan wakaf (dari
Konsumtif ke Produktif), Jurnal Zakat dan Wakaf, ZISWAF, Vol. 3, No. 1, Juni
6
Sudirman Hasan, Wakaf uang perspektif fiqh dan manajemen, (UIN
Maliki, Malang, 2013), 3.
vii
2.3. Pelaksanaan Pengelolaan Zakat di Indonesia
a) Dilakukan oleh perorangan, seperti kiai, ustadz, imam mesjid dan guru ngaji.
Mekanisme penerimaannya pun masih sangat sederhana, tanpa tanda bukti yang
memadai dan kurang bisa dipertanggung jawabkan. Demikian juga penyalurannya
masih secara sporadis, tanpa kordinasi di antara para amil. Hal ini didasari oleh
pemikiran masyarakat yang masih sangat terbatas tentang tujuan dan potensi ZIS.
b) Dilakukan oleh amil dalam bentuk panitia atau pengurus yang berfungsi dalam
waktu tertentu.
7
Adanan Murrah Nasution, ‘Pengelolaan Zakat Di Indonesia’h. 301
8
Kementrian Agama RI, Membangun Persfektif Pengelolaan Zakat Nasional (Tangerang:
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Zakat, 2013). h. 35
viii
2.4. Pelaksanaan Pengelolaan Wakaf di Indonesia
Apabila nazir berbentuk badan hukum, syarat-syarat yang harus dipenuhi, antara
lain: 1. Berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
ix
2.5. Landasan Hukum Perzakatan
x
selamanyaatau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna
keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut Syariah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Zakat merupakan suatu kewajiban yang harus dikeluarkan oleh setiap muslim
yang hartanya sudah sampai satu nisap dalam satu tahun. Pemerintah dalam
Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 yang sekarang telah direvisi menjadi
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat membentuk
lembaga khusus yang untuk mengelola zakat yang disebut Badan Amil Zakat
Nasional atau yang disingkat BAZNAS.
B. Saran
xi
Dalam optimalisasi kedua hal ini, hendaknya pemerintah terutama pihak-
pihak yang berkompeten dalam masalah ini, hendaknya lebih menggiatkan
kembali dan segera mensosialisasikan mengingat keberadaan insitusi ini
sangat penting peranannya dalam peningkatan kesejahteraan umat.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. H. Aden Rosandi, M. Ag. Zakat dan Wakat Konsepsi, Regulasi, dan
Implementasi, CIMBIOSA REKATAM MEDIA, 2019
Dr. H. Aden Rosadi, M.Ag, Zakat dan Wakaf Konsepsi, Regulasi, dan
Implementasi
https://kabsukabumi.baznas.go.id/landasan-hukum/
https://jdih.kemenkeu.go.id/fullText/
2006/42TAHUN2006PP.HTM#:~:text=1.,Negara%20Republik
%20Indonesia%20Nomor%204459
https://ntb.kemenag.go.id/baca/1593652800/undang-undang-tentang-
pengelolaan-zakat
xii
xiii