Anda di halaman 1dari 8

SEJARAH PENGELOLAAN ZAKAT DI INDONESIA

DARI MASA KE MASA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Humun Dan Manajemen
Zakat Di Indonesia
Dosen Pengampu: Sarmo Hidayat, S.H.I., M.H.
Disusun Oleh:
Putri Nurkhasanah 214410302073
M. Haikal Oktavian 214110302079
Samsul Ma’arif 224110302089

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
PROFESOR KIAI HAJI SAIFUDDIN ZUHRI
PURWOKERTO
2023
BAB I
PENDAHAULUAN

A. Latar Belakang
Pengelolaan Zakat di Indonesia telah mengalami beberapa fase
sejalan dengan perkembangan sosial politik negara. Dalam sejarah
pengelolaan zakat di Indonesia, pengelolaan zakat mengalami beberapa
fase sejalan dengan perkembangan sosial politik negara. Pada masa
kerajaan islam, pengelolaan zakat memiliki sistem yang terorganisir
dengan baik. Pada masa kolonialisme, zakat tidak diatur oleh oleh
pemerintah kolonial belanda. Setelah Indonesia memperoleh
kemerdekaanya, zakat kembali menjadi perhatian para pakar ekonomi dan
ahli fiqih bersama pemerintah dalam menyusun ekonomi Indonesia.
Kelahiran undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Zakat menjadi Sejarah penting dalam Sejarah pengelolaann zakat di
Indonesia. Undang-Undang ini menjadi tonggak kebangkitan pengelolaan
zakat setelah sekian lama termarjinalkan dan titik balik terpenting dunia
zakat nasional. Kelahiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat menjadi Sejarah penting dalam Sejarah pengelolaan
zakat di Indonesia sebagai revisi Undang-Undang pengelolaan zakat
sebelumnya. Undang-Undag ini menetapkan bahwa pengelolaan zakat
bertujua meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam
pengelolaan zakat dan menigkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dan penaggulangan kemiskinan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah pengelolaan zakat di Indonesia dari masa ke masa
2. Bagaimana pengertian dan tujuan dari zakat
3. Bagaimana konsep pengelolaan zakat di Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Pengelolaan Zakat Di Indonesia


1. Masa Kerajaan Islam
Pengelolaan zakat pada masa kerajaan-kerajaan islam memiliki
spirit modern yang kuat. Zakat dimaknai sebagai sebuah semangat yang
memanifestasi dalam bentuk pembayaran pajak atas negara. Seorang
cendekiawan muslim kontemporer Indonesia, Masdar F. Mas’udi,
mengatakan bahwa zakat awalnya adalah upeti sebagaimana umumnya
berlaku dalam praktik ketatanegaraan zaman dulu. Hanya saja, upeti yang
secara nyata telah membuat rakyat miskin semakin tenggelam dalam
kemiskinanya, kemudian dengan adanya zakat Lembaga, upeti itu justru
harus menjadi sarana yang efektif bagi pemerataan dan penyejahteraan
kaum miskin. Dengan kata lain, Lembaga upeti yang semula menjadi
sumber kedhaliman, dengan adanya spirit zakat harus ditransformasikan
menjadi wahana penciptaan keadilan.1

2. Masa Kolonialisme
Ketika bangsa Indonesia sedang berjuang melawan penjajah bangsa
barat dahulu, zakat berperan sebagai sumber dana bagi perjuangan
kemerdekaan tersebut. Setelah mengetahui fungsi dan kegunaan zakat ,
pemerintah Hindia-Belanda melemahkan sumber keuangan dan dana
perjuangan rakyat dengan cara melarang semua pegawai pemerintah
Hindia-Belanda ini menjadi hambatan bagi terselenggaranya pelaksanaan
zakat. Namun, pada awal abad XX, diterbitkanlah peraturan yang

1
Faisal,” Sejarah Pengelolaan Zakat Di dunia Muslim Dan Di Indonesia”, Analisis, 2.12 (2011).
Hlm.256.
tercantum dalam Ordonantie pemerintah Hindia-Belanda Nomor 6200
tanggal 28 Februari 1905.2

3. Masa Awal Kemerdekaan


Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaannya, zakat kembali
menjadi Perhatian para ekonom dan ahli fiqih bersama pemerintah dalam
menyusun ekonomi Indonesia. Hal tersebut dapat kita lihat pada pasal-
pasal dalam UUD 1945 yang Berkaitan dengan kebebasan menjalankan
syariat agama pasal 29 dan pasal 34 UUD 1945 yang menegaskan bahwa
fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara negara. Kata-kata fakir
miskin yang dipergunakan dalam pasal tersebut jelas menunjukkan
Kepada mustahiq golongan yang berhak menerima zakat.Pada tahun 1951,
Kementerian Agama mengeluarkan Surat Edaran Nomor: A/VII/17367,
tanggal 8 Desember 1951 tentang Pelaksanaan Zakat Fitrah. Kementerian
Agama melakukan pengawasan supaya pemakaian dan pembagian hasil
Pungutan zakat berlangsung menurut hukum agama. Kementerian Agama
mulai Menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pelaksanaan
Zakat dan Rencana Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(RPPPUU) tentang Pelaksanaan Pengumpulan dan Pembagian Zakat serta
Pembentukan Baitul Mal pada Tahun 1964.3

4. Masa Orde Baru


Masa Orde Baru Kepemimpinan Presiden Soeharto memberikan
sedikit angin segar bagi umat Islam dalam konteks penerapan zakat ini.
Sesuai anjuran Presiden dalam pidatonya saat memperingati Isra Mi'raj di
Istana Negara tanggal 22 Oktober 1968 maka dibentuklah Badan Amil
Zakat Infaq dan Shadaqah (BAZIS) yang dipelopori oleh Pemerintah
Daerah DKI Jaya . Sejak itulah, secara beruntun badan amil zakat

2
Adnan Murrah Nasution, “Pengelolaan Zakat Di Indonesia” Journal Of Islamic Social Finance
Management, (2020). Hlm, 298.
3
Muhammad Ngasifudin, “Konsep Sistem Pengelolaan Zakat Di Indonesia Pengentas Kemiskinan
Pendekatan Sejarah”, Jurnal Ekonomi Syariah Indonesia, (2015), hlm, 244.
terbentuk di berbagai wilayah dan daerah seperti di Kalimantan Timur

(1972), Sumatra Barat (1973), Jawa Barat (1974), Aceh (1975), Sumatra

Selatan, Lampung (1975), Kalimantan Selatan (1977), Sulawesi Selatan

dan Nusa tenggara Barat (1985). Pada tahun 1989 dikeluarkan Instruksi
Menteri Agama Nomor 16 Tahun 1989 tentang Pembinaan Zakat, Infaq
dan Shadaqah yang menugaskan sernua jajaran Departemen Agama untuk
membantu lembaga-lembaga keagamaan yang mengadakan pengelolaan
zakat, infaq dan shadaqah agar menggunakan dana zakat untuk kegiatan
pendidikan Islam dan lain-lain. Pada tahun 1991 telah dikeluarkan
Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 29
dan 47 tentang Pembinaan Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah.4

5. Masa Reformasi
Terbentuknya Kabinet Reformasi memberikan peluang baru kepada
umat Islam, yakni kesempatan emas untuk kembali menggulirkan wacana
RUU Pengelolaan Zakat yang sudah 50 tahun lebih diperjuangkan. Komisi
VII DPR-RI yang bertugas Membahas RUU tersebut. Penggodokan RUU
memakan waktu yang sangat panjang, Hal itu disebabkan perbedaan visi
dan misi antara pemerintah dan anggota DPR. Satu pihak menyetujui
apabila persoalan zakat diatur berdasarkan undang-undang Sementara
pihak lain tidak menyetujui dan lebih mendorong supaya pengaturan zakat
Diserahkan kepada Masyarakat. Kelahiran Undang-Undang Nomor 38
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat menjadi sejarah penting dalam
sejarah pegelolaan zakat di Indonesia.

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pegelolaan Zakat


Kelahiran Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat menjadi sejarah penting dalam sejarah pengelolaan
zakat di Indonesia sebagai revisi UU Nomor 38 Tahun 1999 karena dinilai

4
Saifuddin, “Sejarah Pengelolaan Zakat Di Indonesia”, Az Zarqa, (2020), hlm, 84.
sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan hukum
dalam Masyarakat. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 dinilai tidak
memberikan kerangka regulasi institusional zakat nasional untuk tata
Kelola yang baik. Undang-undang ini menjadi tonggak kebangkitan
pengelolaan zakat di Indonesia setelah sekian puluh tahun termarjinalkan
dan titik balik terpenting dunia zakat nasional. Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 23 tahun 2011 bahwa pengelolaan zakat dilakukan Badan
Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Badan
Amil Zakat Nasional (BAZNAS) adalah lembaga pengelola zakat yang
dibentuk oleh pemerintah, dari tingkat nasional sampai kecamatan. Untuk
tingkat nasional dibentuk BAZNAS, tingkat provinsi dibentuk BAZNAS
Provinsi, tingkat kabupaten/kota dibentuk BAZNAS Kabupaten/Kota dan
tingkat kecamatan dibentuk BAZNAS Kecamatan. Organisasi BAZNAS
di semua tingkatan bersifat koordinatif, konsultatif dan informatif.5

B. Pengertian dan Tujuan Zakat


Menurut Yusuf Qardhawi (Qardhawi, 1996: 35), zakat dalam istilah
Fiqih berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah SWT
diserahkan Kepada orang-orang yang berhak. Hukum positif di Indonesia
yang Mengatur mengenai zakat, yaitu Undang-Undang No. 23 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Zakat, mengartikan zakat sebagai harta yang wajib
Dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan
kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.

Secara terminologis (syara), zakat berarti hak yang wajib


Dikeluarkan dari harta (Zuhayliy, 2000:83). Sementara menurut
Hafidhuddin Dalam Beik (Beik, 2009:3), secara terminologis zakat
mempunyai arti Mengeluarkan sebagian harta dengan persyaratan
tertentu untuk diberikan Kepada kelompok tertentu (Mustahik) dengan
persyaratan tertentu pula. Adapun secara umum, menurut Al Arif (Al
Arif, 2010: 4) zakat bisa Dirumuskan sebagai bagian dari harta yang
5
Adanan Muraah Nasution, “Pengelolaan Zakat Di Indonesia”, hlm. 301.
wajib diberikan oleh setiap Muslim yang memenuhi syarat-syarat
tertentu. Syarat-syarat itu adalah Nishab (jumlah minimum harta
kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya), Haul (jangka waktu yang
ditentukan bila seorang wajib mengeluarkan Zakat), dan kadarnya
(ukuran besarnya zakat yang harus dikeluarkan).

Menurut Qardhawi dalam Hasrullah (Hasrullah, 2012:16), tujuan


Zakat itu sendiri dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu

1. tujuan dari pihak yang Memberi zakat (muzakki) antara lain untuk
menyucikan dari sifat bakhil, Rakus egoistis dan sebagainya
2. melatih jiwa untuk bersikap terpuji seperti Bersyukur atas nikmat Allah
mengobati batin dari sikap berlebihan mencintai harta sehingga dapat
diperbudak oleh harta itu sendiri; Menumbuhkan sikap kasih saying
kepada sesama; membersihkan nilai harta Itu sendiri dari unsur noda dan
cacat
melatih diri agar menjadi pemurah Dan berakhlak baik serta
menumbuhkembangkan harta itu sehingga Sehingga member keberkahan
bagi pemiliknya. Sedangkan bagi penerima (mustahiq) antara lain:
memenuhi kebutuhan hidup, terutama kebutuhan Primer sehari-hari;
menyucikan hati mereka dari rasa dengki dan kebencian.

C. Pengelolaan Zakat Di Indonesia


Pengelolaan zakat di Indonesia mengalami perkembangan dari
waktu ke waktu. Secara umum, perkembangan tersebut mengarah dari
yang sifatnya langsung secara perorangan menjadi kolektif melalui
lembaga. Seiring dengan pengelolaannya yang semakin terorganisasi,
zakat dapat dikelola untuk memberi manfaat lebih luas dan meningkatkan
kesadaran semakin banyak masyarakat untuk berzakat. Indonesia telah
menetapkan hukum positif dalam pengelolaan perzakatan nasional, seperti
yang tertuang dalam UU No. 23 Tahun 2011.9 Negara menjamin
kemerdekaan penduduk Muslim untuk beribadah sesuai dengan ketentuan
agama Islam. Maka, perihal zakat yang merupakan salah satu pilar agama
dijamin oleh negara agar umat Islam dapat menjalankan peribadatannya
dengan baik Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 secara spesifik
mengamanatkan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) sebagai
pelaksana utama dalam pengelolaan zakat di Indonesia dan pemerintah
mendapatkan fungsi sebagai pembina dan pengawas terhadap pengelolaan
zakat yang dilakukan oleh BAZNAS. Berdasarkan Undangundang Nomor
23 Tahun 2011, BAZNAS dibentuk oleh pemerintah dalam tugas
melaksanakan kewenangan pengelolaan zakat secara nasional.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 menyatakan dengan spesifik
bahwa ada dua tujuan pengelolaan zakat di Indonesia yaitu:
a. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan
zakat
b. Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
Dengan demikian, maka seluruh pihak yang memiliki kepentingan
dalam pengelolaan zakat di Indonesia, harus mengorientasikan proses
kerja mereka untuk mencapai dua tujuan tersebut.6

6
Kementrian Agama Republik Indonesia, Modul Penyuluhan Zakat, hlm. 18.

Anda mungkin juga menyukai