Disusun oleh :
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas kelompok dari mata kuliah “Fiqh Zakat“
dengan judul “REGULASI ZAKAT (UU ZAKAT) “.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya dosen
pengampu kami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah sebuah sistim yang sempurna dan komprehensif. Dengan Islam, Allah
memuliakan manusia, agar dapat hidup dengan nyaman dan sejahtera di muka bumi ini.
Allah menyempurnakan kenyamanan kehidupan manusia, pada awalnya dengan memberi
petunjuk kepadanya tentang identitas dirinya yang sesungguhnya. Allah mengajarkan
kepadanya bahwa ia adalah seorang hamba yang dimiliki oleh Tuhan yang maha Esa dan
bersifat dengan sifat-sifat kesempurnaan. Selanjutnya Allah memberikan sarana-sarana
untuk menuju kehidupan yang mulia dan memungkinkan dirinya melakukan ibadah.
Namun demikian, sarana-sarana tersebut tidak akan dapat diperoleh kecuali dengan jalan
saling tolong menolong antar sesama atas dasar saling menghormati, dan menjaga hak
dan kewajiban sesama.
Diantara sarana-sarana menuju kebahagian hidup manusia yang diciptakan Allah
melalui agama Islam adalah disyariatkannya Zakat. Zakat disyariatkan dalam rangka
meluruskan perjalanan manusia agar selaras dengan syarat-syarat menuju kesejahteraan
manusia secara pribadi dan kesejahteraan manusia dalam hubungannya dengan orang
lain. Zakat berfungsi menjaga kepemilikan pribadi agar tidak keluar dari timbangan
keadilan, dan menjaga jarak kesenjangan sosial yang menjadi biang utama terjadinya
gejolak yang berakibat runtuhnya ukhuwah, tertikamnya kehormatan dan robeknya
integritas bangsa.
Zakat dilihat dari perspektif ilmu perekonomian, memiliki korelasi positif pada angka
konsumsi yang akan menggerakkan perekonomian. Model konsumsi secara makro
ditentukan oleh konsumsi pokok dan konsumsi yang berasal dari pendapatan. Jika dilihat
dari sisi mustah}iq, maka zakat akan meningkatkan agregat konsumsi dasar, yaitu
akumulasi konsumsi pokok. Hal ini secara logis terjadi akibat akomodasi sistem ekonomi
terhadap pelaku pasar yang tidak memiliki daya beli atau mereka yang tidak memiliki
akses pada ekonomi. Sehingga mereka memiliki daya beli yang memadai untuk
memenuhi kebutuhan dasar. Kegiatan belanja (konsumsi) merupakan variabel yang
sangat positif bagi kinerja perekonomian (economic growth). Ketika perekonomian
mengalami stagnasi, seperti terjadi penurunan tingkat konsumsi, kebijakan utama yang
diambil adalah bagaimana dapat menggerakkan ekonomi dengan meningkatkan daya beli
masyarakat.
Sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan daya beli masyarakat menjadi sasaran
utama dari setiap kebijakan ekonomi. Dengan mekanisme zakat yang baik, peningkatan
daya beli masyarakat tetap dapat stabil. Maka zakat memiliki peran yang cukup signifikan
untuk menjaga kestabilan perekonomian.
Namun semua itu tidak terasa secara maksimal, jika keberadaan zakat tidak dikelola
secara professional, baik ditingkat penarikannya atau ditingkat distribusi dan
pengelolaanya. Sampai saat ini, regulasi tentang zakat di Indonesia sudah pernah
dikeluarkan oleh pemerintah dan DPR, baik dalam bentuk Undang-undang atau yang
tingkatanya lebih rendah. Akan tetapi, masih belum dianggap maksimal dalam
implementasinya.
Untuk itu, perlu kiranya sebuah pembahasan komprehensif yang berkaitan dengan
keberadaan regulasi zakat di Indonesia ini. Dalam hal ini, yang akan dikaji oleh penulis
dalam makalah ini adalah meliputi dua hal; Pertama, bagaimana sejarah regulasi zakat di
Indonesia, dan kedua, mengapa regulasi zakat ini perlu diatur dalam per-undang-
undangan di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Bagaimana Sejarah Terbentuknya Undang-Undang No. 23 Tahun
2011 Tentang Pengelolaan Zakat
2. Untuk mengetahui Bagaimana Konstruksi Undang-Undang No. 23 tahun 2011
tentang Pengelolaan Zakat
3. Untuk mengetahui Bagaimana Pengaturan Pengelolaan Zakat dalam Undang-Undang
No 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat
BAB II
PEMBAHASAN
4
‘REGULASI ZAKAT DI INDONESIA; UPAYA MENUJU PENGELOLAAN ZAKAT YANG
PROFESIONAL Oleh: Muhammad Aziz* 1 Dan Sholikah**’, 3.1, 36–65.
5
Hilman Septiawan and Efri Syamsul Bahri, ‘Tinjauan Zakat Perusahaan Perspektif Syariah Dan Regulasi’,
Kordinat: Jurnal Komunikasi Antar Perguruan Tinggi Agama Islam, 18.2 (2019), 339–75
<https://doi.org/10.15408/kordinat.v18i2.11495>.
oleh BAZNAS juga Pasal 26 disebut ormas dan yayasan. Jadi draf yang diajukan
oleh DPR dan BAZNAS itu sangat mengakomodir ormas. Sehingga PKS dengan
jelas tidak setuju kalau ini dibatasi, walaupun masih ada kesempatan judical
review, tapi ini tidak sesuai dengan ruh dari undang-undang bahwa kita
menginginkan peran masyarakat dibuka seluas-luasnya.
Akan tetapi hal ini di interupsi oleh Abdul Kardir Karding dari Fraksi
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan menyebutkan bahwa menjelaskan
langkah-langkah yang sudah dilakukan dalam artian prosedur yang sudah
ditempuh di dalam penyusunan undang-undang ini dan telah melakukan uji
publik di tiga daerah (Provinsi Aceh, Gorontalo dan Jawa Barat) setelah itu di
Komisi VIII telah melakukan Rapat Internal untuk meminta masukan-masukan
ketika rapat kerja tanggal 19 Oktober 2011 yang lalu, bersama Menteri Agama
dan beberapa menteri terkait kita sudah menyepakati menggunakan kata akhir
fraksi-fraksi di komisi. Dan masingmasing fraksi telah mengajukan kata akhir
dan menyetujui Rancangan Undang-Undang dibawa ke forum untuk disahkan.
Secara formal seluruh fraksi dari 9 (sembilan) fraksi yang ada sesungguhnya
telah menyetujui secara resmi dan bertanda tangan secara resmi bahwa undang-
undang ini akan disepakati disetujui Ach Rubaie juga menyatakan pada intinya
spirit undang-undang ini memperkuat peranan masyarakat untuk berpartisipasi di
dalam mengumpulkan dan mendistribusikan zakat, yaitu dengan membentuk
LAZ. Jadi kalau ada anggapan tidak memberikan peran kepada masyarakat, saya
kira memang belum menangkap secara sungguh-sungguh substansi darI RUU ini.
Maka dari itu, sepenuhnya PAN setuju terhadap laporan yang sudah disampaikan
oleh Ketua Komisi VIII.6
Dolfie OFP dari fraksi PDI-P juga mencermati mencermati mengenai hak
lain di Pasal 1 ayat (2) ketentuan umum. Di situ disebukan zakat adalah harta
yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha dan seterusnya
dan seterusnya. Tidak ada pengertian yang jelas tentang badan usaha yang wajib
memberikan zakat. Dolfie menginginkan dicantumkannya batasan yang jelas
tentang badan usaha mana yang wajib memberikan zakat, karena di dalam
undang-undang ini penjelasan yang menjelaskan badan usaha hanya ada di Pasal
4 ayat (3) disebutkan bahwa badan usaha meliputi badan usaha yang tidak
6
Widi Nopiardo, ‘Jurnal Ilmiah Syari‘ah, Volume 15, Nomor 1, Januari-Juni 2016 PERKEMBANGAN
FATWA MUI TENTANG MASALAH ZAKAT Widi Nopiardo’, Jurnal Ilmiah Syari‘Ah, 18.1 (2019), 65–76.
berbadan hukum dan yang berbadan hukum seperti perseroan terbatas. Sehingga
semua badan usaha itu wajib memberikan zakat. Ini harus ada batasan yang jelas,
badan usaha mana yang tunduk terhadap undang-undang.
Setelah mengalami perdebatan yang cukup panjang, maka sidang diskors
pukul 12.00 WIB dan dicabut kembali pukul 12.30 WIB. Berdasarkan hasil
lobby di antara fraksi-fraksi dan Komisi VIII, ini mengedepankan tenggang rasa
dan saling hormat menghormati. Dan terjadi lobby dengan semangat
persaudaraan dengan seluruh delegasi dan kepada Pimpinan Fraksifraksi lain,
akhirnya disepakati solusinya sebagai berikut, ialah: masuk dalam ketentuan
peralihan di Pasal 43 ayat (4) “LAZ sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib
menyesuaikan diri paling lambat 1 tahun terhitung sejak undang-undang ini
diundangkan, diganti menjadi paling lambat 5 tahun”. Yang kedua, setelah kita
gagas lagi tadi, saya terima kasih dari PDI Perjuangan mengingatkan sehingga
ada klausul yang kita sisipkan di sini dan sangat bagus ialah Pasal 4 ayat
(3)dalam penjelasannya “Yang dimaksud badan usaha di sini adalah badan usaha
yang dimiliki oleh umat Islam”.7
13
BAZNAS Pusat Kajian Strategis, Standar Laboratorium Manajemen Zakat, Angewandte Chemie
International Edition, 6(11), 951–952., 2021.
Pasal 22 UU No 23 tahun 2011 menyebutkan bahwa zakat yang
dibayarkan melalui BAZNAS atau LAZ dapat mengurangi kewajiban membayar
pajak dari penghasilan kena pajak. Untuk itu BAZNAS dan LAZ berkewajiban
memberikan bukti setoran zakat kepada muzakki. Bukti setoran itu digunakan
sebagai pengurang penghasilan kena pajak.
Zakat yang terkumpul wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai syariat
Islam, dan pendistribusiannya dilakukan berdasarkan skala priorotas, dengan
memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan dan kewilayahan (pasal 25 dan 26)
Zakat yang terkumpul didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka
penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat. Namun, pendayagunaan
untuk usaha produktif jikalau kebutuhan dasar mustahik sudah terpenuhi
BAZNAS dan LAZ tidak hanya menerima zakat, tetapi juga diberi
kewenangan oleh Undang-Undang untuk mengelola infak, sedekah, dan dana
sosial keagamaan lainnya. Pendistribusian dan pendayagunaannya dilakukan
sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai peruntukkan yang diikrarkan
oleh pemberi, dan harus dicatat dalam pembukuan tersendiri.
Agar pengelolaan zakat infak, sedekah dan dana sosial lainnya yang
dikelola oleh BAZNAS transparan dan akuntabil maka BAZNAS kabupaten/kota
wajib melaporkan pelaksanaan pengelolaannya ke BAZNAS provinsi dan
pemerintah daerah secara berkala, begitu pula BAZNAS provinsi.
Sedangkan LAZ wajib melaporkan kegiatannya kepada BAZNAS dan
pemerintah secara berkala BAZNAS wajib menyampaikan laporan kegiatannya
kepada menteri secara berkala. Laporan neraca tahunan BAZNAS diumumkan
melalui media cteak atau media elektronik.14
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
14
Nasrullah Nasrullah, ‘REGULASI ZAKAT DAN PENERAPAN ZAKAT PRODUKTIF SEBAGAI
PENUNJANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (Studi Kasus Pada Baitul Mal Kabupaten Aceh Utara)’,
Inferensi, 7.1 (2015), 1 <https://doi.org/10.18326/infsl3.v9i1.1-24>.
dari penyimpangan. Karena kebenaran yang tidak diatur, akan hancur dengan kebatilan yangd
iatur dengan baik, alhaqqu bila nidham yaghlibuhu al-bathin bi al-nidham.
DAFTAR PUSTAKA