Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

REGULASI DAN UU ZAKAT SERTA PERAN LEMBAGA


ZAKAT DI INDONESIA

Disusun Oleh:
Khoirunnisa (520519034)
Masita Putri (520519040)
Muh. Ikhsan (520519044)
Nurdiana Mardati Aufa (520519059)
Alfina Damayanti (520519105)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SORONG
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puja dan puji syukur selalu kami haturkan kehadirat Allah SWT. Karena
berkat limpahan rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nya, kami bisa
menyelesaikan tugas penyusunan Makalah Manajemen Zakat. Kami selaku
penyusun makalah mengucapkan terima kasih kepada Ibu selaku dosen mata
kuliah Manajemen Zakat yang telah memberikan kepercayaan untuk membuat
makalah ini, orang tua yang senantiasa berdoa untuk kelancaran tugas kami serta
pada teman-teman yang telah memberikan motivasi dalam pembuatan makalah
ini.
Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran sangat kami
harapkan. Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi kami dan para
pembaca serta dapat dijadikan referensi untuk penyusunan makalah diwaktu yang
akan datang.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Penyusun,

Kelompok Dua

MANAJEMEN ZAKAT | i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Regulasi dan UU Zakat di Indonesia ............................................... 3
B. Peran Lembaga Zakat di Indonesia ................................................. 7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 12

MANAJEMEN ZAKAT | ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Zakat sebagai rukun Islam merupakan kewajiban dari setiap muslim yang
tergolong mampu untuk membayar zakat dan diperuntukkan bagi mereka yang
berhak menerima zakat. pada pengelolaan zakat yang baik, zakat merupakan
sumber dana potensial yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan
umum bagi seluruh masyarakat. Zakat sebagai suatu ibadah yang dituntut dari
mereka yang mampu termasuk Rukun Islam yang keempat, sesudah syahadatain,
shalat, puasa, dapat dipandang merupakan tali pengikat yang akan memelihara
erat hubungan sesama manusia (Hablum Minan Naas), di samping (Hablum Mina
Allah), dan akan menyegarkan kembali semangat berkorban, solidaritas dan setia
kawan demi kepentingan masyarakat dan Jemaah (Negara).
Sumber dana yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat
terutama untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan menghilangkan
kesenjangan sosial, perlu adanya pengelolaan zakat secara profesional dan
bertanggung jawab yang dilakukan oleh masyarakat bersama pemerintah. Dalam
hal ini pemerintah berkewajiban memberikan pelindungan, pembinaan, dan
pelayanan kepada muzakki, mustahiq, dan pengelola zakat. Untuk maksud
tersebut, perlu adanya Undang-Undang tentang pengelolaan zakat yang
berasaskan iman dan takwa dalam rangka mewujudkan keadilan sosial
kemaslahatan, keterbukaan, dan kepastian hukum sebagai pengamalan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945 yang terdapat pada alenia ke 4.
Adanya Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran muzakki untuk menunaikan kewajiban zakat dalam
rangka menyucikan diri terhadap harta yang dimilikinya, mengangkat derajat
mustahiq, dan meningkatnya profesionalitas pengelola zakat, yang semuanya
untuk mendapatkan ridha Allah SWT. Pengumpulan zakat menurut Undang-
Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2014 tentang pelaksanaan

MANAJEMEN ZAKAT | 1
Undang – Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dilakukan
oleh Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat.
Berdasarkan latar belakang tersebut, kami ingin mengetahui lebih jauh lagi
mengenai bagaimana aturan serta apa saja peran dari lembaga zakat yang ada di
Indonesia sehingga kami mengambil judul Regulasi dan UU Zakat serta Peran
Lembaga Zakat di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana regulasi dan UU zakat di Indonesia?
2. Apa saja peran dari lembaga zakat di Indonesia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana regulasi dan UU zakat di Indonesia.
2. Untuk mengetahui apa saja peran lembaga zakat di Indonesia.

MANAJEMEN ZAKAT | 2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Regulasi dan UU Zakat di Indonesia


Pengelolaan Zakat dimulai tanggal 26 Juli 1999 yaitu dengan penjelasan
pemerintah yang di awali oleh Menteri Agama. Mulai tanggal 26 Agustus sampai
dengan tanggal 14 September 1999 diadakan pembahasan substansi RUU tentang
Pengelolan Zakat dan telah di setujui oleh DPR RI dengan keputusan DPR RI
Nomor 10/DPR-RI/1999. Dan melalui surat Ketua DPR RI Nomor
RU.01/03529/DPR-RI/1999 tanggal 14 September 1999 disampaikan kepada
Presiden untuk ditandatangani dan disahkan menjadi undang-undang. Pada
tanggal 23 September 1999 diundangkan menjadi Undang-Undang Nomor 38
tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat ini berisi 10 Bab dan 25 pasal. Rincian dari Undang-
Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat adalah sebagai berikut:

 Bab I Ketentuan Umum ( Pasal 1,2,3 )


 Bab II Asas dan Tujuan (Pasal 4, 5 )
 Bab III Organisasi Pengelolaan Zakat ( Pasal 6,7,8,9,10 )
 Bab IV Pengumpulan Zakat ( Pasal 11,12,13,14,15 )
 Bab V Pendayagunaan Zakat ( Pasal 16,17 )
 Bab VI Pengawasan ( Pasal 18,19,20 )
 Bab VII Sanksi ( Pasal 21 )
 Bab VIII Ketentuan-Ketentuan Lain ( Pasal 22,23 )
 Bab IX Ketentuan Peralihan ( Pasal 24 )
 Bab X Ketentuan Penutup ( Pasal 25 )

Setelah diberlakukannya undang-undang tersebut pemerintah


mengeluarkan peraturan pelaksanaan melalui Keputusan Menteri Agama Nomor
581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999.
Kamudian diikuti dengan dikeluarkannya Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan

MANAJEMEN ZAKAT | 3
Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 Tahun 2000 tentang Pedoman
teknis Pengelolaan Zakat. Sampai akhirnya muncul UU Nomor 38 Tahun 1999
dan UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. Adapun materi dari
UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat ini terdiri dari 11 (sebelas)
bab dan 47 (empat puluh tujuh) pasal, yaitu:
 BAB I Ketentuan Umum, terdiri dari 4 (empat) pasal.
 BAB II Badan Amil Zakat Nasional, terdiri dari 4 (empat) bagian dan 16
(enam belas) pasal.
 BAB III Pengumpulan, Pendistribusian, Pendayagunaan Dan Pelaporan,
terdiri dari 5 (lima) bagian dan 9 (sembilan) pasal.
 BAB IV Pembiayaan, terdiri dari 4 (empat) pasal.
 BAB V Pembinaan Dan Pengawasan, terdiri dari 1 (satu) pasal.
 BAB VI Peran serta Masyarakat, terdiri dari 1 (satu) pasal.
 BAB VII Sanksi Administratif terdiri dari 1 (satu) pasal dan 2 (dua) ayat
 BAB VIII Larangan terdiri dari 2 (dua) pasal
 BAB IX Ketentuan Pidana terdiri dari 4 (pasal) dan 2 (dua) ayat
 BAB X Ketentuan Peralihan terdiri dari 1 (satu) pasal dan 4 (empat) ayat
 BAB XI Ketentuan Penutup terdiri dari 4 (empat) pasal
Berdasarkan pengamatan yang sederhana ini, dapat diilustrasikan bahwa
terwujudnya UU Zakat ini berasaskan syariat Islam, amanah, kemanfaatan,
keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan akuntabilitas. Dari asas ini dapat
diketahui bahwa kemunculan UU zakat ini dalam rangka untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat dan meningkatkan
manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan
kemiskinan, hal tersebut tercemin dari tujuan pengelolaan zakat dalam UU ini.
Dalam UU ini juga dibahas beberapa catatan mengenai ruang lingkup dan
komoditas yang harus dizakati dan beberapa aktifitas ekonomi yang
mengharuskan pelakunya untuk mengeluarkan zakat. Hal tersebut tercermin
dalam pasal 4 (empat), walaupun keterangan lebih lanjut atau teknis
operasionalnya akan diatur peraturan pemerintah dan peraturan menteri agama.

MANAJEMEN ZAKAT | 4
UU pengelolaan zakat yang sampai hari ini masih disengketakan oleh
beberapa kalangan ini lebih banyak mengatur tentang:
1. Keberadaan amil zakat (yang dalam hal ini diperankan oleh BAZNAS dan
LAZ).
2. Mengatur tentang sistematika dan cara pengelolaan zakat yang profesional.
Pernyataan ini bukan tanpa alasan, bayangkan dari 47 pasal yang ada pada UU
Zakat ini, hampir setengah lebih mengatur tentang BAZNAS/LAZ dan
mekanisme tentang Pengelolaan zakat. Disamping itu, dalam Undang-undang
Nomor 23 tahun 2011 ini juga mengatur mekanisme pembentukan Badan atau
Lembaga Zakat melalui surat keputusan menteri dan persyaratan pemberian
izin bagi Lembaga Amil Zakat (LAZ) sehingga memudahkan BAZNAS
mengontrol dan mengawasi LAZ yang tumbuh dan berkembang secara liar
ditengah tengah masyarakat. Sehingga Setiap orang dilarang dengan sengaja
bertindak sebagai amil zakat dengan melakukan pengumpulan,
pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang
dan akan dikenakan sanksi.
Bila dibandingkan dengan UU No. 38 tahun 1999, maka UU zakat yang
baru ini memiliki banyak perbedaan. Perbedaan ini bukan hanya bersifat asesoris,
akan tetapi juga mencakup substansinya. Beberapa perbedaan mendasar antara
UU No.38/1999 dengan UU No. 23/2011 antara lain adalah:
a. Pada Undang-undang lama, namanya adalah Undang-undang Tentang
Pengelolaan Zakat, sementara Undang-undang Zakat baru namanya adalah
UU Zakat, Infak dan Sedekah. Namun Ketika diasahkan tetap menjadi
Undang-Undang Tentang Pengelolaan Zakat.
b. Pada Undang-undang lama, posisi pemerintah dan masyarakat sejajar dalam
pengelolaan zakat, sementara dalam Undang-undang zakat baru posisi
pemerintah dan atau badan zakat pemerintah (BAZNAS) lebih tinggi.
c. Pada Undang-undang lama, masyarakat dibebaskan untuk mengelola zakat,
pada Undang-undang baru, hanya yang diberi izin saja yang boleh mengelola
zakat.

MANAJEMEN ZAKAT | 5
d. Pada Undang-undang lama, pengaturan Lembaga Amil Zakat (LAZ) hanya
dalam dua pasal, sementara pada UU baru, LAZ diatur dalam 13 pasal.
e. Pada Undang-undang lama, LAZ dibentuk oleh masyarakat, sementara pada
UU baru, LAZ dibentuk oleh organisasi kemasyarakatan Islam yang bergerak
di bidang dakwah, sosial dan pendidikan, ketentuan ini kemudian ditiadakan,
karena termasuk materi yang digugat oleh sebagian organisasi LAZ, yang
kemudian juga termasuk bagian yang dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi
pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 86/PUU-X/2012 tanggal 31
Oktober 2013.
f. Pada Undang-undang lama, aturan lanjutan undang-undang semuanya akan
diatur dalam Peraturan Menteri, sementara pada Undang-undang baru,
sebagian besar diatur pada Peraturan Pemerintah.
Namun demikian, ada beberapa catatan untuk UU zakat ini, sebagaimana
yang disampaikan oleh beberapa pegiat zakat yang telah mapan. Pasal-pasal yang
dianggap krusial dalam UU zakat ini antara lain:
 Pasal 5 ayat (1). Untuk melaksanakan pengelolaan zakat, Pemerintah
membentuk BAZNAS.
 Pasal 7 ayat (1). Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6, BAZNAS menyelenggarakan fungsi: (a) perencanaan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; (b) pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian,dan pendayagunaan zakat; (c) pengendalian pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan (d) pelaporan dan
pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.
 Pasal 17. Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk
LAZ.
 Pasal 38. Setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat
melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa
izin pejabat yang berwenang. Pasal ini kemudian ditiadakan oleh Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 86/PUU-X/2012 tanggal 31 Oktober 2013.

MANAJEMEN ZAKAT | 6
 Pasal 41. Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), pasal ini kemudian ditiadakan oleh
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 86/PUU-X/2012 tanggal 31 Oktober
2013.

B. Peran Lembaga-lembaga Zakat di Indonesia


Lembaga zakat merupakan badan yang mengelola sumber dana zakat yang
diterima dari muzakki, baik perorangan maupun badan usaha dimana Penerimaan
zakat tersebut sesuai dengan kaidah Islam yang berlaku atau amil yang menerima
zakat, baik zakat fitrah maupun zakat harta serta zakat dalam bentuk lainnya (di
Indonesia dipersepsikan infaq dan shadaqah). Lembaga zakat juga merupakan
salah satu lembaga yang berperan untuk menerima zakat atau mendistribusikan
dana dari pihak yang memiliki kelebihan dana (muzakki) kepada pihak yang
kekurangan dana (mustahik). Tugas lembaga zakat adalah untuk mendistribusikan
dana zakat, infaq dan sadaqah yang diterima atau dikumpulkan dari muzakki oleh
lembaga zakat kemudian disalurkan kepada orang-orang yang berhak
menerimanya (mustahik).
Sebelum berlakunya undang-undang pengelolaan zakat, sebenarnya fungsi
pengumpulan, pengelolaan, dan pendistribusian zakat telah eksis terlebih dahulu
di tengah-tengah masyarakat. Fungsi ini dikelola oleh masyarakat sendiri, baik
secara perorangan maupun kelompok (kelembagaan). Hanya saja dengan
berlakunya undang-undang ini, telah terjadi proses formalisasi lembaga yang
sudah eksis tersebut. Istilah formal lembaga ini diseragamkan menjadi Lembaga
Amil Zakat (LAZ). Disamping itu, untuk menjadi LAZ atau lembaga formal yang
berfungsi mengelola zakat, lembaga yang sebelumnya eksis di tengahtengah
masyarakat secara informal tersebut, terlebih dahulu harus melalui proses formal
administrative dan selanjutnya dilakukan oleh pemerintah sebagai bentuk
pengakuan keberadaannya secara formal. Oleh karena itu, tidak semua yang
secara kelembagaan maupun perorangan melakukan kegiatan mengumpulkan,

MANAJEMEN ZAKAT | 7
mengelola, dan mendistribusikan zakat dinamakan Lembaga Amil Zakat seperti
diatur dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999.
Menurut Sudirman, Lembaga Amil Zakat merupakan institusi pengelola
zakat yang dibentuk oleh masyarakat sehingga tidak memiliki afiliasi dengan
Badan Amil Zakat,16 yang notabene dibentuk atas prakarsa pemerintah. Secara
yuridis, definisi LAZ dapat ditemukan dalam penjelasan Pasal 7 Ayat (1) Undang-
Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Lembaga amil zakat
dipandang sebagai institusi pengelolaan zakat yang sepenuhnya dibentuk atas
prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat.
Adapun lembaga zakat di Indonesia dalam UU No 38 tahun 1999 tentang
pengelolaan zakat.:
1. Badan Amil Zakat (BAZ) adalah lembaga swadaya masyarakat yang
mengelola penerimaan, pengumpulan dan penyaluran serta pemanfaatan ZIS
(Zakat, infaq dan shodaqoh) secara berdaya guna dan berhasil guna.
2. Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah institusi pengelolaan zakat yang
sepenuhnya dibentuk oleh masyarakat yang mana bergerak dibidang dakwah,
pendidikan, sosial atau kemasyarakatan umat Islam, dikukuhkan, dibina dan
dlindungi oleh pemerintah.

Selama ini, pengelolaan zakat berdasarkan Undang-Undang No. 38 Tahun


1999 tentang Pengelolaan Zakat dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga diganti dengan
dengan UU No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolan Zakat. Pengelolaan zakat yang
diatur dalam Undang-Undang ini meliputi kegiatan perencanaan, pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan. Dalam upaya mencapai tujuan pengelolaan
zakat, dibentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang berkedudukan di
ibu kota negara, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota.
BAZNAS merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat
mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri. BAZNAS
merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara
nasional. Di samping dibentuknya BAZNAS yang merupakan lembaga

MANAJEMEN ZAKAT | 8
independen, masyarakat dapat membentuk Lembaga Amil Zakta (LAZ) yang
dimotori pihak swasta yang harus mendapat izin pejabat yang berwenang seperti
Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri terkait dan harus melaporkan
kegiatannya secara berkala kepada pejabat yang berwenang. Selain menerima
zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima infak, sedekah, dan dana sosial
keagamaan lainnya. Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana
sosial keagamaan lainnya dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan
sesuai dengan peruntukan yang diikrarkan oleh pemberi dan harus dilakukan
pencatatan dalam pembukuan tersendiri.
Adapun kegiatan yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZ adalah sebagai
berikut:
1. Pendataan wajib zakat (muzakki)
2. Mekanisme penentuan jumlah zakat
3. Mekanisme pengumpulan/pemungutan zakat
4. Pengawasan pengelolaan zakat
5. Pengawasan distribusi
6. Hasil yang dicapai
Adanya lembaga zakat membantu dalam pendistribusian kekayaan
diantara masyarakat dan mencegah akumulasi kekayaan ditangan segelintir orang.
Oleh karena itu dengan memberikan retribusi kekayaan sebagai zakat secara adil
dan merata dapat dipastikan umat terhindar dari kesenjangan sosial antara orang
kaya dan miskin, zakat tidak hanya menjamin keadilan sosial dimasyarakat tetapi
juga memobilisasi dan membuat sumber daya atau dana zakat yang tersedia
terjamin diberikan kepada orang yang berhak menerima zakat (mustahik). Zakat
juga meningkatkan kapasitas produksi komunitas Muslim.
Zakat memiliki peranan yang sangat strategis dalam upaya pembangunan
ekonomi bahkan pengentasan kemiskinan. Berbeda dengan sumber keuangan
untuk pembangunan yang lain, zakat tidak memiliki dampak balik apapun kecuali
ridha dan mengharap pahala dari Allah SWT semata. Namun demikian, bukan
berarti mekanisme zakat tidak ada sistem kontrolnya. Nilai strategis zakat dapat
dilihat melalui; Pertama, zakat merupakan panggilan agama. Ia merupakan

MANAJEMEN ZAKAT | 9
cerminan dari keimanan seseorang. Kedua, sumber keuangan zakat tidak akan
pernah berhenti. Artinya orang yang membayar zakat, tidak akan pernah habis dan
yang telah membayar setiap tahun atau periode waktu yang lain akan terus
membayar. Ketiga, zakat secara empirik dapat menghapus kesenjangan sosial dan
sebaliknya dapat menciptakan redistribusi aset dan pemerataan pembangunan.
Sehubungan dengan hal itu, maka zakat dapat berfungsi sebagai salah satu
sumber dana sosial-ekonomi bagi umat Islam. Artinya pendayagunaan zakat yang
dikelola oleh Badan Amil Zakat tidak hanya terbatas pada kegiatan-kegiatan
tertentu saja yang berdasarkan pada orientasi konvensional, tetapi dapat pula
dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan ekonomi umat, seperti dalam program
pengentasan kemiskinan dan pengangguran dengan memberikan zakat produktif
kepada mereka yang memerlukan sebagai modal usaha. Penyaluran dan
pendistribusian zakat oleh lembaga terkait yang dilakukan secara merata dan adil
dapat meberikan dampak yang positif dalam siklus perkembangan ekonomi
masyarakat bahkan perkembangan ekonomi nasional.
Zakat memberikan dampak yang luar biasa, baik bagi spiritual muzakki,
social masyarakat, dan ekonomi. Dari sisi ekonomi, zakat bertujuan untuk
menciptakan dan mensejahterakan mustahik. Secara konsumtif, daya beli
mustahik meningkat dan secara produktif daya produksi mustahik juga dapat
meningkat. Dampak secara luasnya mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
antara lain sebagai penyangga APBN untuk penanggulangan kemiskinan, jaringan
pengaman sosial dan kesejahteraan masyarakat, serta sebagai pilar pengembangan
bisnis produksi dan perekonomian. Namun, hingga saat ini zakat masih
didominasi tentang lembaga zakat (26%), distribusi zakat (22%), manajeman
zakat (21%), serta kaitannya dengan kemiskinan (20%).

MANAJEMEN ZAKAT | 10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Regulasi dan UU zakat ini perlu diatur oleh Negara, dalam rangka untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat dan
meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan
penanggulangan kemiskinan. Efektifitas dan efesiensi pengelolaan zakat di
Indonesia yang majemuk ini, membutuhkan adanya kepastian hukum dan
kejelasan regulasi yang mengaturnya. Selain itu, regulasi zakat ini dimunculkan
dalam upaya penertiban pengelola zakat (amil) yang berasaskan pada prinsip-
prinsip; syariah, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi,
dan akuntabilitas. Jika hal demikian itu tercipta, maka kesadaran masyarakat
dalam berzakat akan tinggi dan zakat dapat digunakan sebagai alternatif
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
Agar dapat memaksimalkan pengelolaan zakat di Indonesia maka
dibentuklah lembaga-lembaga yang secara khusus mengatur pengelolaan zakat
agar sesuai dengan kaidah Islam yang berlaku. Lembaga zakat merupakan salah
satu lembaga yang berperan untuk menerima zakat atau mendistribusikan dana
dari pihak yang memiliki kelebihan dana (muzakki) kepada pihak yang
kekurangan dana (mustahik). Penyaluran dan pendistribusian zakat oleh lembaga
terkait yang dilakukan secara merata dan adil dapat meberikan dampak yang
positif dalam siklus perkembangan ekonomi masyarakat bahkan perkembangan
ekonomi nasional.

MANAJEMEN ZAKAT | 11
DAFTAR PUSTAKA

Holil. Lembaga Zakat dan Peranannya dalam Ekuitas Ekonomi Sosial dan
Dsitribusi. Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 10 No. 1, 2019.

Sheriff Muhammad Ibrahim. The Role of Zakat in Establishing Social Welfare


and Economic Sustainability. International Journal of Management and
Commerce Innovations Vol. 3, Issue 1, pp: (437-441), April 2015.

Saifuddin. Optimalisasi Distribusi Dana Zakat: Upaya Distribusi Kekayaan


(Studi terhadap UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat), Az
Zarqa’, Vol. 5, No. 2, Desember 2013.

Kalimah, Siti. Urgensi Peran Amil Zakat di Indonesia dalam Mewujudkan


Kesejahteraan Mustahiq. Jurnal El-Faqih, Vol. 4, No. 2, Oktober 2018.

Aziz, Muhammad. Regulasi Zakat di Indonesia; Upaya Menuju Pengelolaan


Zakat yang Profesional. Jurnal Studi Keislaman, Vol. 4, No.1, Maret
2014.

MANAJEMEN ZAKAT | 12

Anda mungkin juga menyukai