Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

SISTEM PENGUMPULAN DAN PENYALURAN ZAKAT


DOSEN PENGAMPU: TGH. ALA’UL ISLAM, M.H

OLEH:
HAIRUL ROFIQI

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM HAMZANWADI NW LOMBOK TIMUR
2024

1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................3

A. Latar belakang.......................................................................................3

B. Rumusan masalah.................................................................................3

C. Tujuan...................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................4

A. Paradigma Pengelolaan Zakat...............................................................4

B. Pengelolaan Zakat.................................................................................4

C. Peran pemerintah...................................................................................5

D. Sistem pengumpulan.............................................................................6

E. Sistem penyaluran.................................................................................7
BAB III KESIMPULAN...............................................................................9

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................10

2
BAB I
PEDAHULUAN
A. PENDAHULUAN

Zakat merupakan salah satu rukun Islam memiliki makna strategis dalam kehidupan
sosial umat. Menunaikan zakat selain sebagai implementasi kewajiban seorang muslim,
juga merupakan wujud solidaritas sosial terhadap sesama. Dalam kehidupan keseharian,
kita dihadapkan pada realitas sosial ekonomi umat yang masih memerlukan perhatian dan
solusi.
Konsepsi pemberdayaan ekonomi umat melalui pengamalan ibadah zakat yang
diajarkan dalam Islam merupakan salah satu alternatif yang dapat ditempuh dalam
mengatasi masalah sosial dimaksud. Potensi zakat yang cukup signifikan tersebut perlu
digali secara optimal agar dapat digunakan untuk ikut menggerakkan perekonomian umat
disamping potensi-potensi yang lain sehingga taraf hidup umat menjadi terangkat.
Namun yang menjadi masalah selama ini antara lain adalah masalah pengelolaan
zakat yang belum dilakukan secara professional sehingga pengumpulan dan penyaluran
zakat menjadi kurang terarah disamping masih rendahnya pemahaman masyarakat
terhadap permasalahan zakat terutama masalah yang aktual dan kontemporer seperti zakat
penghasilan (al-maal al-mustafad).
Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 muncul dalam semangat agar lembaga
pengelola zakat tampil dengan professional, amanah dan mandiri. Masih rendahnya
kepercayaan terutama para muzakki terhadap para amil zakat juga menjadi salah satu
masalah yang perlu mendapat perhatian. Selain itu kesadaran umat untuk berzakat,
berinfaq dan bershadaqah juga masih harus ditumbuhkan.
Kegiatan pelayanan dan sosialiasi yang dilaksanakan selama ini dengan
menggunakan pola-pola selama ini perlu diinovasi dengan menggunakan system
manajemen modern dan memanfaatkan teknologi yang berkembang saat ini, sehingga
setiap data maupun informasi dapat diolah secara akurat dan dengan cepat dapat diakses
oleh masyarakat.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaiamana administrasi zakat dan wakaf?
C. TUJUAN
Mengetahui adinistrasi zakat dan waka

3
BAB II
PEBAHASAN

A. Paradigma Pengelolaan Zakat


Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat telah melahirkan
paradigma baru pengolaan zakat yang diantara lain mengatur bahwa pengelolaan zakat
dilakukan oleh Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk pemerintah yang terdiri dari
unsur masyarakat dan Pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang sepenuhnya
dibentuk oleh dan dari masyarakat. Dengan lahirnya paradigma baru ini, maka semua
lembaga amil zakat harus menyesuaikan diri dengan amanat undang-undang yakni
pembentukannya berdasarkan kewilayahan pemerintah negara mulai dari tingkat
nasional, provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan.

Pengelolan zakat oleh lembaga amil zakat, memiliki beberapa keuntungan, antara
lain: Pertama, untuk menjamin kepastian dan displin pembayar zakat. Kedua,
untuk menjaga perasaan rendah diri para mustahik zakat apabila berhadapan langsung
untuk menerima zakat dari para muzakki. Ketiga, untuk mencapai efisien dan
efektifitas, serta sasaran yang tepat dalam penggunaan harta zakat menurut skala
perioritas yang ada pada suatu tempat. Keempat, untuk memperlihatkan syi'ar Islam
dalam semangat penyelenggaraan pemerintahan yang islami.
B. Pengelolaan Zakat
1. Pengelolaan zakat sesuai pasal 4 UU No.38/1999 berazaskan.
a. Iman dan takwa
b. Keterbukaan
c. Kepastian hukum sesuai dengan Pancasila dan UUD 45
2. Tujuan pengelolaan zakat sesuai pasal 5 UU No.38/1999 :
a. Meningkatnya pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai
dengan tuntunan agama.
b. Meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
c. Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat.
3. Ruang lingkup pengelolaan zakat menurut pasal 1 ayat 1, yang berbunyi: "Pengolahan
zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan
mencakup mengumpulkan, pendistribusian serta pendayagunaanzakat".
4. Kegiatan zakat meliputi- pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.

4
C. Peran pemerintah
Peran pemerintah dalam pengelolaan zakat dapat di lihat melalui Organisasi
Badan Amil Zakat (BAZ). Organisasi Badan Amil Zakat (BAZ) sesuai dengan pasal 6
ayat 5 terdiri dari: Dewan Pertimbangan Komisi Pengawas Badan Pelaksana.

Susunan Dewan Pertimbangan BAZ terdiri dari:

1. Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Anggota.

2. Dewan Pertimbangan mempunyai peran dan fungsi memberikan


pertimbangan, fatwa, saran dan rekomendasi tentang pengembangan hukum
dan pemahaman mengenai pengelolaan zakat

3. Dewan Pertimbangan mempunyai tugas : a. Menetapkan garis-garis kebijakan


umum Badan Amil Zakat bersama Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana. b.
Mengeluarkan fatwa syari'ah baik diminta maupun tidak berkaitan dengan
hukum zakat yang wajib diikuti oleh Pengurus Badan Amil Zakat. c.
Memberikan pertimbangan, saran dan rekomendasi kepada Badan Pelaksana
dan Komisi Pengawas. d. Menampung, mengolah dan menyampaikan
pendapat umat tentang pengelolaan zakat.

Susunan Komisi Pengawas terdiri dari:

1. Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Anggota.

2. Komisi Pengawas mempunyai peran dan fungsi melaksanakan pengawasan


internal atas operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana.

3. Komisi Pengawas mempunyai tugas : a. Mengawasi pelaksanaan rencana


kerja yang telah disahkan. b. Mengawasi pelaksanaan kebijakan-kebijakan
yang telah ditetapkan. c. Mengawasi operasional kegiatan yang dilaksanakan
Badan Pelaksana yang mencakup pengumpulan, pendistribusian dan
pendayagunaan. d. Melakukan pemeriksaan opersional dan pemeriksaan
syariah dan peraturan undangundang. e. Menunjuk Akuntan Publik.

Badan Pelaksana terdiri dari oleh 2 lembaga yaitu :

1. Badan Pelaksana BAZ (BP BAZ)

2. Unit Pengumpul Zakat (UPZ)

5
D. Sistem pengumpulan
Sistem pengumpulan zaat adalah sebagai beriut :

1. Zakat terdiri dari zakat maal (harta) dan zakat fitrah (pasal 11 ayat 1).

2. Harta yang dikenai zakat (pasal 11 ayat 2) adalah : 1) Emas, perak, dan uang 2)
Perdagangan dan perusahaan 3) Hasil pertanian, hasil perkebunan dan hasil
perikanan 4) Hasil pertambangan 5) Hasil peternakan 6) Hasil pendapatan dan
jasa 7) rikaz.

3. Zakat, infaq dan shadaqah perorangan pada instansi/lembaga setiap bulan


dikumpulkan melalui UPZ.

4. Zakat, infaq dan shadaqah badan dan perorangan dikumpulkan juga secara
langsung oleh Pengurus BAZ Provinsi.

5. Untuk kepentingan Muzakki, BAZ Provinsi, Kabupaten/Kota mengirimkan


pemberitahuan kepada muzakki badan/perorangan untuk menyetorkan zakatnya
disertai dengan Pedoman Perhitungan Zakat Sendiri.

6. Pengurus BAZ dapat membantu Muzakki dalam menghitung


zakatnyaPenghitungan zakat dilakukan menurut nishab, kadar dan waktunya
berdasarkan ketentuan hukum agama.

7. Pengurus BAZ menerima zakat dengan menerbitkan formulir bukti setor zakat.

8. Pengurus BAZ selain menerima zakat dapat menerima infaq, shadaqah, hibah,
wasiat, waris dan kafarat (pasal 13)

9. Bukti setor zakat mencantumkan hal-hal sebagai berikut :

a. Nama BAZ dan logonya serta alamat.

b. Nomor urut bukti setor.

c. Nama Muzakki, Alamat Muzakki, Telepon, Fax, dan email.

d. NPWZ (nomor Pokok Wajib Zakat) terdiri dari 15 digit : - 2 digit pertama
kode Muzakki. 01 Muzakki perorangan, 02 Muzakki Perusahaan. - 6 digit
kedua menjelaskan nomor urut Muzakki. Penulisan dimulai dari digit
terakhir, misalnya nomor urut muzakki 1, maka ditulis 000001. - 1 digit
ketiga, menjelaskan kode lembaga amil. A : Kode BAZNAS B : Kode
BAZDA C : Kode LAZNAS D : Kode LAZDA E : Kode UPZ - 3 digit
keempat nomor urut Wilayah Provinsi Sumatera Selatan, yaitu 005. - 3 digit
6
kelima nomor urut Kabupaten/Kota, misalnya muzakki Palembang, yaitu
011.

e. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), KMJ (Kartu Jamaah Masjid), Nama
Masjid.

f. Jumlah setoran dengan dicancumkan tahun haul dan diberikan penjelasan :


1) Penyetoran zakat, 2) Penyetoran infaq, 3) Shadaqah, 4) Wakaf, 5) Waris,
6) Kafarat dll

g. Nama dan Tanda Tangan penyetor

h. Nama, tanda tangan dan jabatan petugas BAZDA Provinsi serta tanggal
penerimaan setoran.

i. Bukti Setor Zakat dibuat dalam rangkap 5 dengan distribusi : 1) Lembar asli
: untuk Arsip Pajak 2) Lembar kedua : untuk Arsip Wajib Zakat 3) Lembar
ketiga : untuk Arsip BAZ 4) Lembar Keempat: untuk Arsip UPZ 5) Lembar
kelima : untuk Bank Tempat Menyetor. Pengurus BAZ penerima setoran
Zakat, Infaq dan Shadaqah ditampung dalam rekening Dana BAZ.

j. Zakat yang ditunaikan melalui BAZ dapat dikurangkan dari penghasilan


dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

E. Sistem penyaluran

Undang-undang RI No. 38 Tahun 1999 Bab V pasal 16 ayat (2) dijelaskan


"Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas mustahiq dan
dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif". Pasal 17 menegaskan bahwa : "Hasil
penerimaan infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris dan kafarat sebagaimana dimaksud
dalam pasal 13 didayagunakan untuk usaha produktif".

Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Zakat Pasal pada masing-masing daerah.


Untuk Provinsi Sumatera Selatan Perda Nomor 6 Tahun 2005 pasal 10 menjelaskan
bahwa : Hasil penerimaan Infaq, Shadaqah, wasiat, waris dan kafarat didayagunakan
terutama untuk usaha yang produktif.

Zakat sebagaimana Rukun Islam yang merupakan kewajiban bagi kelompok


masyarakat, mampu memiliki implikasi individu dan sosial. Untuk itu, sudah saatnya,
zakat tidak semata dilihat dari gugurnya kewajiban seseorang muslim yang
berkewajiban mengeluarkan zakat tersebut bagi kemaslahatan dan kesejahteraan umat.

7
Hendaknya zakat diposisikan sebagai instrumen penting dalam pemberdayaan
ekonomi umat dan bangsa baik dalam skala kecil, menengah maupun besar. Oleh
karenanya kita perlu bersama-sama mengubah pandangan mengenai zakat sebagai
"dana bantuan" yang semata-mata sebagai alat belas kasihan orang-orang kaya kepada
orang miskin.

Penyaluran DANA BAZ bersifat : a. Bantuan sesaat (konsumtif), yaitu membantu


mustahiq dalam menyelesaikan atau mengurangi masalah yang sangat mendesak atau
darurat. b. Bantuan Pemberdayaan (produktif), yaitu membantu mustahiq untuk
meningkatkan kesejahteraannya baik secara perorangan maupun kelompok melalui
program atau kegiatan yang berkesinambungan.

8
BABIII
KESIMPULAN

Zakat yang diperuntukkan bagi fakir miskin dan mustahiq lainnya, sebagai tanda
syukur atas nikmat Allah dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya serta untuk membersihkan
diri dan hartanya sebagaimana diketahui bahwa zakat adalah salah satu sumber pemasukan
keuangan Negara (Negara Islam). Berbeda dengan di Indonesia ini, pada umumnya anggota
masyarakat langsung menyerahkan zakatnya kepada yang berhak, walaupun sudah mulai
berjalan peenyerahan zakat kepada BAZIS (Badan Amil Zakat, Infaq dan Sedekah). Pada
akhir-akhir ini yang pada umumnya di Indonesia sudah dibentuk Badan Amil Zakat (BAZ)
baik tingkat pusat, tingkat propinsi dan tingkat kabupaten/kota dan bahkan tingkat kecamatan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 6, Jakarta, 1996.

Departemen Agama RI, Pedoman Zakat 9 Seri Proyek Peningkatan Sarana Keagamaan
Islam, Zakat dan Wakaf, Jakarta, 1998 – 1999.

Departemen Agama RI, Pembinaan Lembaga Amil Zakat, 2004.

Departemen Agama RI, Peraturan Perundang-undangan Pengelolaan Zakat, Jakarta, 2009.

Departemen Agama RI, Fiqh Zakat, Jakarta, 2008.

Syauqi Ismail Syahatih, Penerapan Zakat dalam Dunia Modern, Jakarta, 1987.

Yusuf Qodowi, Hukum Zakat, Litera Antar Nusa dan Mizan, Jakarta – Bandung, 1996.

10

Anda mungkin juga menyukai