Anda di halaman 1dari 24

ORGANISASI LEMBAGA PENGELOLA ZAKAT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suatu negara dikatakan berhasil dalam pembangunan jika ia mampu

menekan angka kemiskinan. Taraf kesejahteraan suatu negara akan berpengaruh

di kancah internasional. Oleh karena itu, memerangi kemiskinan merupakan

tantangan yang dihadapi oleh setiap negara. Tingkat kesejahteraan suatu negara

dipengaruhi oleh besarnya presentase kemiskinan di negara tersebut. Kondisi

inilah yang memotivasi dengan adanya persaingan dalam meningkatkan

kesejahteraan termasuk Indonesia. Menyejahterakan kehidupan bangsa merupakan

tujuan nasional yang diamanahkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

Republik Indonesia alinea keempat.

Pembangunan di segala bidang diupayakan Pemerintah Indonesia untuk

meningkatkan kesejahteraan pendudukseperti pada Undang-Undang Nomor 38

Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (selanjutnya disebut Undang-Undang

Pengelolaan Zakat) yang diundangkan pasca krisis ekonomi 1998 dan

diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan

Zakat (selanjutnya disebut Undang-Undang Pengelolaan Zakat). Pemberlakuan

undang-undang zakat ini diharapkan dapat menjadi sumber dana yang potensial

untuk kesejahteraan umum yang secara hakiki. Sehingga pemerintah pun perlu

mendukung peningkatan efektifitas pelaksanaan undang-undang, bukan hanya

pada ranah zakat perorangan namun juga zakat perusahaan. Namun saat ini,
pemberdayaan masih berorientasi pada zakat perorangan padahal zakat

perusahaan tentunya berpotensi ekonomis yang lebih besar. Oleh karena itu, perlu

adanya kontribusi penting untuk menciptakan pola keseimbangan dalam sistem

ekonomi agar tidak hanya membangun aspek komersial tetapi juga semestinya

menciptakan sistem pemerataan pendapatan dan pembangunan potensi ekonomi

masyarakat melalui konsep zakat. Adapun pemerataan pendapatan melalui konsep

zakat berbasis penyisihan sebagian harta yang dimiliki seseorang untuk diberikan

kepada orang-orang yang membutuhkan. Dan diperhatikan pula, penyaluran zakat

yang merupakan bentuk pemerataan pendapatan ini perlu dikelola dengan baik

agar tidak menimbulkan ketergantungan. Artinya, santunan ini bukanlah sekedar

pola menengadahkan tangan ke atas untuk menerima dari pihak pemberi dan

penerima untuk mempergunakan kepentingan konsumtif. Untuk itu sangat di

perlukan suatu organisasi di dalamnya dalam mengelola zakat tersebut.Zakat yang

diberikan haruslah berfungsi sebagai motivasi untuk meningkatkan taraf

kehidupan lebih baik. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik

mengangkat sebuah judul yaitu “Organisasi Lembaga Pengelola Zakat”.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Organisasi Pengelola Zakat?

2. Bagaimana organisasi pengelolaan zakat (BAZ dan LAZ) dalam

Pendayagunaan zakat pada masyrakat?

3. Bagaimana Pandangan Al-Qur’an dan Surat Tentang Pelembagaan Zakat?

4. Tugas dan Fungsi ZIS Lembaga Zakat di Indonesia?


5. Bagaimana Target dalam Pengelola Zakat di Indonesia oleh Lembaga

Zakat?

6. Bagaimana Pencapaian Lembaga Zakat di Indonesia?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Organisasi Pengelola Zakat

Zakat secara etimologis berasal dari kata zaka artinya, “berkah, bersih, dan

baik.” Zaka dapat pula “berarti tumbuh dan berkembang”.1 Secara terminologi,

zakat berarti “Sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan pada

orang-orang yang berhak”.14 Berdasarkan dua pengertian tersebut dapat

disimpulkan bahwa zakat merupakan harta yang wajib dikeluarkan oleh setiap

muslim untuk membersihkan ataupun menyucikan hartanya agar harta yang

dimiliki menjadi berkah.Organisasi Pengelola Zakat merupakan sebuah institusi

yang bergerak di bidang pengelolaan dana zakat, infaq, dan shadaqah. Definisi

menurut UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat adalah kegiatan

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap

pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.

Di Indonesia, pengelolaan zakat diatur berdasarkan Undang–Undang No. 38

tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dengan Keputusan Mentri Agama ( KMA )

No. 373 tahun 2003 tentang Pelaksanaan Undang–Undang No. 38 tahun 1999 dan

Keputusan Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No.

1
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat: Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat
Berdasarkan Qur’an dan Hadis (terj.: Salamun Harun, dkk) (Pustaka Litera Antar Nusa dan
Mizan, Bogor) h. 34.
D/291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Undang–Undang

No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat Bab III pasal 6 dan pasal 7

menyatakan bahwa lembaga pengelolaan zakat terdiri dari dua macam, yaitu

Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah dan Lembaga Amil

Zakat (LAZ) yang dibentuk masyarakat.2BAZ dibentuk pemerintah sedangkan

LAZ dibetuk oleh masyarakat. Adapun susunan organisasi pengelola zakat seperti

BAZ diantaranya:

1. Badan Amil Zakat terdiri atas Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas dan

Badan Pelaksana.

2. Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi unsur

ketua, sekretaris dan anggota.

3. Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud ayat (!) meliputi unsur ketua,

sekretaris, dan anggota.

4. Badan Pelaksana sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) meliputi unsur

ketua, sekretaris, bagian keuangan, bagian pengumpulan, bagian

pendistribusian, dan pemberdayaan.

5. Anggota pengurus Badan Amil Zakat terdiri atas unsur masyarakat dan

unsur pemerintah. Unsur masyarakat sendiri atas unsur ulama, kaum

cendekia, tokoh masyarakat, profesional dan lembaga pendidikan terkait.

2
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (2012, Ekonosia, Yogyakarta) h.
272
Adapun fungsi dan tugas pokok pengurus Badan Amil Zakat sebagai

berikut:3

a. Dewan Pertimbangan

1) Fungsi:

Memberikan pertimbangan fatwa, saran dan rekomendasi kepada Badan

Pelaksana dan Komisi Pengawas dalam pengelolaan Badan Amil Zakat meliputi

aspek syariah dan aspek manajemen.

2) Tugas Pokok:

a) Memberikan garis-garis kebijakan umum Badan Amil Zakat

b) Mengesahkan rencana kerja dari Badan Pelaksana dan Komisi

Pengawas

c) Mengeluarkan fatwa syariah baik diminta maupun tidak berkaitan

dengan hukum zakat yang wajib diikuti oleh pengurus Badan Amil

Zakat

d) Memberikan pertimbangan, saran, dan rekomendasi kepada Badan

Pelaksana dan Komisi Pengawas baik diminta maupun tidak.

e) Memberikan persetujuan atas laporan tahunan hasil kerja Badan

Pelaksana dan Komisi Pengawas.

f) Menunjuk Akutan Publik.

b. Komisi Pengawas

1) Fungsi

3
Ibid, 273-274
Sebagai Pengawas internal lembaga atas opersional kegiatan yang

dilaksanakan Badan Pelaksana

2) Tugas Pokok

a) Mengawasi pelaksanaan rencana kerja yang telah di sahkan

b) Mengawasi pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang telah di tetapkan

dewan pertimbangan.

c) Mengawasi operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana

yang mencakup pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan.

d) Melakukan pemeriksaan opersional dan pemeriksaan syariah.

c. Badan Pelaksana

1) Fungsi

Sebagai pelaksana pengelolaan zakat

2) Tugas Pokok

a) Membuat rencna kerja

b) Melaksanakan operasional pengelolaan zakat sesuai dengan rencana

kerja yang telah disahkan dengan kebijakan yang tidak ditetapkan.

c) Menyusun laporan tahunana

d) Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada pemerintah.

e) Berindak dan bertanggung jawab untuk dan atas nama Badan Amil

Zakat ke dalam maupun keluar.

Lembaga zakat sebagaimana tercantum dalam UU zakat adalah lembaga

zakat yang dibentuk oleh masyarakat. Lembaga-lembaga ini bisa lingkup

opersinya tingakat regional. Namun telah diperhatikan dari sekian bnyak instansi
pemerintah dan perusahaan di Indonesia, baru beberapa instansi pemerintah dan

perusahan yang mempunyai LAZ/BAZ dan telah di kelola dengan baik. Karena

bnyak dilihat instansi maupun perusahaan mempunyai potensi yang sangat besar

untuk berzakat dan mengatasi kemiskinan. Dengan menggali zakat dikalangan in

stansi pemerintah dan staf perusahaan, maka tujuan tergalinya zakat sebagai

medium untuk menegaskan kemiskinan, juga dapat digunakan sebagai alat perekat

dan penghilang jarak antara yang mampu dan tidak mampu. Oleh karena itu,

dibutuhkan upaya untuk menumbuhkan kesadaran berzakat khususnya di

kalangan PNS dan staff perusahaan, yang dapat dilakukan dengan cara:

a) Memberikan wawasan (know how) yang benar dan memadai tentang

ZISWAF.

b) Manfaat (benefit) serta hajat (need) dari ZISWAF khususnya untuk

pelakunya atau Mustahiq.4

Teknis pengumpulan dana zakat paling penting yaitu baik di kalangan

instansi pemerintah maupun perusahaan adalah dengan memotong gaji mereka

pada saat pembayaran setiap bulannya 2,5%. Hal ini dimaksudkan untuk
5
memprmudah pelaksanaan pengumpulan zakat. setelah itu perlu adanya peran

Badan Amil Zakat yang selain profesional juga jujur. Sifat jujur dan profesional

ini sangat di perlukan bagi pengelola zaket. Oleh karenanya dalam terminology

fiqh, Amil zakat disebut Mushaddiq (yang jujur dan amanah dalam

mendistribusikan zakat). Hal ini untuk meminimalisir alasan orang yang enggan

berzakat kerena adanya kurang kepercyaan mereka kepada pengelola zakat. Dan
4
Nukthoh Arfawie Kurde, Memungut Zakat dan Infaq Profesi (2005, Pustaka Pelajar,
Yohyakarta) h. 38-39
5
Nukthoh Arfawie Kurde, Memungut Zakat dan Infaq Profesi, h.42
hal ini bisa dilakukan dengan cara pendekatan ilmiah secara insentif misalnya

diadakan seminar tentang zakat dan manfaat yang diperoleh jika berzakat, bisa

juga dilakukan dengan personal (dakwah fardiyah).6

B. Pengelolaan Zakat (BAZ dan LAZ) dalam Pendayagunaan Zakat pada

Masyarakat

Pengelolaan Zakat oleh Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang

Pengelolaan Zakat No. 38 Tahun 1999 telah memberikan arah dan mekanisme

yang jelas, jika dijalankan akan diyakini memberikan dampak yang cukup baik

terhadap pengelolaan zakat. Walaupun demikian,di sisi yang lain juga diakui

bahwa masih ada beberapa kelemahan. Arah dan kejelasan yang dimaksud yaitu

jika antara para pengelola baik BAZ maupun LAZ dapat bersinergi dengan baik

maka potensi zakat yang cukup tinggi dan bisa mencapai angka trilliunan per

tahun yang dilansir beberapa lembaga survey, maka pengumpulan potensi itu

dapat tercapai atau paling tidak mendekati angka maksimal. Namun koordinasi

dan sinergitas antar satu lembaga dengan lembaga lainnya tidak berjalan dengan

baik.

Beberapa kelemahan yang teridentifikasi dalam pengelolaan zakat di

Indonesia antara lain:7 pertama, soal kelembagaan. Saat ini belum ada kejelasan

fungsi siapa sebagai regulator, siapa sebagai pengawas, dan siapa sebagai

operator. Kedua, belum ada strategic planning secara nasional baik penghimpunan

maupun pendayagunaan. Ketiga, soal mekanisme pelaporan yang hingga saat ini

6
Ibid, 42
7
CiD,DDR,Pebs-FEUI, Zakat dan Pembangunan: Era Baru Zakat Menuju Kesejahteraan
Ummat (Jakarta: 2008) h.66
belum ada mekanisme pelaporan yang jelas bagi lembaga/badan amil zakat.

Keempat, masalah hubungan zakat dan pajak. Dalam UU No. 38 Tahun 1999

disebutkan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak (PPKP), namun

dalam prakteknya belum berjalan dengan baik. Kelima, mengenai sanksi.

Tujuannya untuk mengingatkan terhadap kewajiban muzakki yang tertunda.

Dengan melihat beberapa model pengelolaan zakat, maka penulis berpendapat

bahwa sangat bagus menekankan pada kewajiban pembayaran zakat bagi umat

Islam. Jika pengaturan kewajiban ini diwadahi, tentu menjadi potensi zakat

pengelolaan ekonomi yang cukup besar. Jika Undang-Undang Zakat ini diiringi

pengaturan mengenai mekanisme kewajiban membayar zakat bagi Muslim

tentunya menjadi potensi pemasukan negara yang besar.

Kebersamaan, komitmen, kepercayaan (trust) adalah sebagian dari beberapa

hal yang dapat dibangun oleh senua pihak dalam memaksimalkan pengelolaan dan

proses pengumpulan zakat sekaligus sebagai solusi dalam mengatasi persoalan

zakat secara umum. 8Sehingga Badan Amil Zakat mempunyi program tentang

bagaimana pendayanuaan/pengumpulan zakat serta pendistribusiannya yaitu

adanya perencanaan yang dibuat BAZNAS di sutu instansi pemerinth atau

perusahaan dimana struktur organisasinya membentuk forum musyawarah, dan

badan pemeriksa, agar segala kegiatan yang berkaitan dengan pengelola zakat ada

yang melakukan pengawsaan. Disamping itu dalam memprtanggung jawabkan

keuangan, mereka haruslah membuat laporan keuangan setiap akhir tahun sebagai

8
Adiwarman Karim,Makalah dalam seminar Zakat dan Pembangunan: Era Baru Zakat
Menuju Kesejahteraan Ummat (Graha Niaga, 2008)
pertnggung jwaban pengelolaan zakat. Oleh karena itu mereka lagi tidk berfikir

bahwa zakat itu cukup dikelola secara tradisional tanpa adanya profesional. 9

Pengaturan yang dimaksud mencakup baik penerimaan maupun penyaluran.

Pertama, donatur harus jelas akad dana yang diberikan apakah untuk keperluan

zakat maal atau infaq dan shadaqah sebab penyalurannya berbeda. Selanjutnya,

amil dan donatur akan melakukan ijab kabul (serah terima) dan diakhiri dengan

mendoakan donatur ZIS. Zakat adalah wajib yang artinya jika tidak ditunaikan

berdosa sementara hukum infak dan sedekah adalah sunah sehingga pemberi infak

dan sedekah akan diberi pahala lebih jika melaksanakannya. Permasalahan ini

terjadi karena kurang pahamnya donatur mengenai hukum menafkahkan harta dan

konsekuensinya. Oleh karena itu, amil akan berupaya menjelaskan dan

menegaskan kembali status dana yang dibayarkan. Setelah dana diserahterimakan,

amil akan mendistribusikan berdasarkan akad awal penyerahan apakah zakat,

infak atau sedekah. Penyaluran dana infak dan sedekah didistribusikan pada

program lembaga baik pendidikan, kemanusiaan, pemberdayaan ekonomi ataupun

dakwah. Adapun penyaluran zakat ini dikontrol dengan standar yang jelas dan

harus memenuhi kriteria delapan asnaf ini, tidak boleh diperuntukkan yang lain

sebab distribusi zakat telah diatur dalam hukum Islam. Dengan kata lain zakat

harus didistribusikan untuk kepentingan delapan asnaf (golongan) yang wajib

menerima zakat (mustahiq zakat) diantaranya:

9
Nukthoh Arfawie Kurde, Memungut Zakat dan Infaq Profesi, h.45
1. Fakir

Yakni orang-orang yang masih dalam usia produktif (usianya diatas 17

tahun) yang telah bekerja tetapi hasilnya tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup

sehari-hari.

2. Miskin

Yaitu orang-orang yang masih dalam usia produktif dan masih memiliki alat

produksi akan tetapi masih dalam kekurangan.

3. Amil

Yakni orang-orang yang memiliki profesi mengumpulkan dan membagikan

zakat.

4. Muallaf

Orang-orang yang baru masuk Islam atau orang-orang yang lemah imannya

sehingga belum mengeluarkan zakat.

5. Riqab

Yakni orang-orang yang sedang terbelenggu akan tetapi tetap bertahan

dengan harga dirinya.

6. Ghorimin

Adalah orang=orang yang memiliki hutang ataupun orang-orang yang

dalam keadaan pailit.

7. Sabilillah

Yaitu orang-orang yang dalam keadaan berdakwah dan memberikan

pendidikan Islam tanpa ada dukungan dari pemerintah; dan


8. Ibnu sabil

Yakni orang-orang yang dalam proses belajar agama Islam maupun umum

yang tidak ada dukungan dari pemerintah.10

Penyaluran zakat untuk kepentingan umum dimungkinkan dalam skala

terbatas yakni dalam konteks sabilillah yakni kepentingan perjuangan atau

kemaslahatan umat selama tidak dibiayai cukup oleh pemerintah. Namun,

kepentingan fisabilillah ini adalah urutan ketujuh di antara para mustahik. Dana

beasiswa dapat pula diberikan dengan catatan masuk salah satu kategori dari

delapan asnaf tersebut. Meskipun penerimaan zakat oleh BAZNAS dan LAZ

cenderung meningkat tiap tahunnya, upaya pemerintah dalam mendorong

masyarakat membayar zakat belum optimal. Kenyataannya, Pemerintah terus

berupaya mengampanyekan kesadaran membayar pajak dan mendorong

masyarakat memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pribadi, memberi

insentif pajak berupa pemotongan persentase pajak jika memiliki NPWP. Namun,

pemerintah tidak pernah memberitahukan akan sadar zakat bagi umat Islam.

Kampanye sadar zakat justru dilakukan oleh Lembaga Amil Zakat. Akibatnya,

umat Islam yang bertindak sebagai muzakki (pembayar zakat) merasa dibebani

dua kewajiban sekaligus. Kewajiban tersebut meliputi membayar zakat sebagi

perintah agama dan membayar zakat sebagai kewajiban warga negara.

Kendala utama penyaluran zakat melalui BAZNAS adalah segmentasinya

adalah pejabat, birokrat, PNS dan masih rendahnya kepercayaan masyarakat pada

BAZNAS akibat kurangnya tata kelola pemerintahan yang bersih. Selain itu,

10
Amiruddin Inoed, Anatomi Fiqh Zakat: Potret & Pemahaman Badan Amil Zakat
Sumatera Selatan (2005, Pustaka Pelajar, Yogyakarta) h. 35-38.
belum jelas pula apakah zakat yang dibayarkan masuk kas negara atau kas

BAZNAS. Jika masuk dalam kas BAZNAS artinya penerimaan zakat tidak

dimasukkan pada penerimaan negara. Artinya, Pemerintah Indonesia belum serius

mendorong

Eksistensi BAZNAS dan LAZ tidak boleh diartikan terjadinya persaingan

dalam mendapatkan mustahik zakat. Persaingan dalam hal ini boleh diartikan

sebagai fastabiqul khoirot (berlomba-lomba dalam kebaikan) dengan cara

mengajak orang menunaikan rukun Islam yang ketiga yakni membayar zakat.

Persinggungan segmen pembayar zakat memang dapat terjadi namun tidak pada

segmentasi utama.

Segmen utama penarikan zakat BAZNAS adalah pada pejabat atau birokrat

di lingkungan pemerintah propinsi, kota atau kabupaten (sebagaimana telah

disebutkan di atas), sedangkan segmen LAZ adalah masyarakat umum. Selain

berbeda dari segi mustahik, segmen penyaluran BAZNAS dan LAZ juga berbeda.

Penyaluran BAZNAS umumnya didistribusikan bersinergi dengan program

pemerintah sementara LAZ biasanya bersinergi dengan kegiatan inti lembaga

induk dan pemberdayaan masyarakat. Selain itu, LAZ umumnya bersinergi

dengan kegiatan pesantren, masjid, yayasan anak yatim dan dalam

perkembangannya terdapat LAZ yang berbasis perusahaan swasta dan Badan

Usaha Milik Negara (BUMN).

Pengelolaan Zakat Perusahaan Berbasis Syariah menjelaskan bahwa segmen

donatur zakat BAZNAS dan LAZ masih bertumpu pada zakat penghasilan

individu. Padahal secara besaran, zakat badan usaha, badan hukum, atau
perusahaan tentunya lebih besar daripada besaran zakat penghasilan pribadi. Dua

isu dalam hal zakat perusahaan ini mengenai subyek perusahaan yang wajib

membayar zakat dan mekanisme pembayaran zakat. Isu yang pertama berkenaan

dengan kategori perusahaan yang menjadi subyek zakat. Zakat hanya wajib bagi

setiap muslim. Jika diterapkan dalam konteks perusahaan, subyek zakat adalah

pemilik perusahaan. Hal ini dikaitkan dengan prinsip bahwa setiap harta yang

diperoleh dari usaha apapun wajib dialokasikan sebesar 2,5% untuk zakat.

Penghasilan perusahaan dalam hal ini masuk dalam kategori zakat perniagaan

(perdagangan).

Hukum zakat dikenai pada setiap muslim. Jika dikaitkan dengan perniagaan,

perniagaan ini tentunya harus dijalankan oleh Muslim atau berbadan hukum yang

menjalankan prinsip syariah. Dengan kata lain, perusahaan yang wajib

mengeluarkan zakat adalah perusahaan yang dimiliki oleh muslim atau

perusahaan tersebut beroperasi secara syariah. Berdasarkan konteks awal

mengenai perusahaan yang wajib dikenai zakat, kategori perusahaan yang

berbadan hukum yang dapat dijadikan wajib zakat dalam konteks perkembangan.

Perkembangan hukum ekonomi Islam di Indonesia saat ini adalah

perusahaan/institusi keuangan syariah seperi bank syariah, asuransi takaful,

kopersi syariah dan Baitul Maal Wa Tamwil.

Institusi keuangan syariah tersebut sebagaimana dijelaskan sebelumnya

terikat pada prinsip larangan riba serta kewajiban membayar zakat. Oleh karena

itu, wajib zakat perusahaan yang dipilih dalam penelitian ini adalah bank syariah.

Hal ini didasari pertimbangan bahwa bank syariah yang memiliki landasan hukum
positif yang jelas berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21

Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Selain itu, perkembangan bank syariah

yang cukup pesat di Indonesia diiringi dengan eksistensi LAZ yang dikelola oleh

bank syariah sehingga pengelolaan zakat perusahaan perlu menjadi perhatian.

Oleh karena itu, satu alasan tidak efektifnya penarikan zakat perusahaan adalah

pemahaman mengenai kewajiban pembayaran zakat perusahaan yang masih

kurang. Hal ini disebabkan regulasi pemerintah mengenai wajib zakat pun tidak

tegas dan tidak ada upaya kampanye sadar zakat. Selain itu, zakat perusahaan

harus pula benturan dengan konsep CSR/tanggung jawab sosial perusahaan.

Kenyataannya, perusahaan cenderung menunaikan CSR namun tidak

membayarkan zakat perusahaan sekalipun itu bank syariah. Kewajiban CSR

memang berakibat beban ganda perusahaan dalam membayar. Artinya, konsep

zakat perusahaan lebih universal untuk semua usaha. Keberhasilan proses

penarikan zakat perusahaan akan berdampak pada pemasukan negara. Jumlahnya

yang relatif lebih besar dari zakat penghasilan individu dapat dipergunakan secara

maksimal untuk kepentingan pemerataan pendidikan, ekonomi, pengentasan

kemiskinan.
C. Pandangan Al-Qur’an tentang Pelembagaan Zakat

Zakat menurut bahasa adalah penyucian ‫لتطهير‬,


pertumbuhan/perkembangan ‫النماء‬, dalam surat Asy-Syam: 9 Allah

berfirman:

ْ‫َق‬
‫د‬

‫ّها‬
‫ْلح من زَك‬
‫آف‬
Artinya:

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, yakni


menyucikan dari kotoran dan dosa, dan dikatakan zakartuzzar’i

‫ّاةالسرع‬
( ‫ )زك‬artinya tatkala tumbuhan sedang tumbuh merekah dan
bertambah11.
Adapun dalil-dalil yang menjadi dasar hukum wajib zakat, antara lain:12
1. Al-Qur’an
a. Surah Al- Baqarah: 43

‫ََّلة‬
‫الص‬ ‫ُوا‬
‫ِيم‬
‫وأق‬
‫َّكاة‬ ‫الز‬ ُ‫وآ‬
‫توا‬
‫مع‬ ‫ْكع‬
‫ُوا‬ ‫وار‬
‫ِع‬
‫ِين‬ ‫َّاك‬
‫الر‬

Artinya:

11
Nuruh Huda,Keuangan Publik Islami Pendekatan Teoritis dan Sejarah, (Jakarta,
Kencana, Prenada Media Groub) h. 90
12
Qardawi, Yusuf 1993. Hukum Zakat. Bogor : Litera Antar Nusa.
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang
yang ruku”

b. Surah Al-Baqarah: 267


‫ُوا‬ ‫ِق‬‫نف‬ْ‫ُوا أ‬ ‫آمن‬ ‫ِين‬ َّ
‫الذ‬ ُّ‫أ‬
‫يها‬ ‫يا‬
‫َّا‬
‫ِم‬ ‫وم‬ ‫ُم‬
ْ ‫ْت‬
‫كسب‬ ‫ما‬ ّ
ِ‫ِبات‬
‫طي‬ ْ
‫ِن‬‫م‬
‫وَل‬ ِْ
ۖ
‫ض‬ ْ
‫اْلر‬ ‫ْ م‬
‫ِن‬ ‫ُم‬
‫لك‬ ‫ْرج‬
‫ْنا‬ ‫أخ‬
‫ُون‬ ‫ْف‬
‫ِق‬ ُ ‫ه‬
‫تن‬ ُْ
‫ِن‬‫ِيث م‬ ْ
‫الخب‬ ‫َّم‬
‫ُوا‬ ‫تيم‬
‫ُوا‬
‫ِض‬‫ْم‬
‫تغ‬ُ َِّ
ْ‫أ‬
‫ن‬
‫َل‬‫ِ إ‬ ‫ِآخِذ‬
‫ِيه‬ ‫ُم‬
‫ْ ب‬ ‫ولسْت‬
‫ِيد‬
‫ِيٌّ حم‬ َّ ‫ن‬
‫اَّلل غن‬ َّ‫ُوا أ‬
‫ْلم‬‫ِ واع‬ۚ‫ِي‬
‫ه‬ ‫ف‬
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari
bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah
Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
c. Surah At-Taubah: 103
ْ
‫ِم‬‫ِيه‬ّ ُ‫ْ و‬
‫تزك‬ ‫هم‬ُُ
‫ِر‬‫ه‬ ُ
ّ‫تط‬ ً‫ْ صدق‬
‫ة‬ ‫ِم‬‫له‬ ْ‫ْ أ‬
ِ‫موا‬ ‫ِن‬ ُْ
‫ذ م‬ ‫خ‬
ْۗ‫ه‬
‫م‬ ُ‫صَلتك سكن ل‬ َِّ
‫ن‬ ‫ْ إ‬
ِۖ
‫م‬ ‫ّ علي‬
‫ْه‬ ‫ِها وصل‬
ِ ‫ب‬
‫ِي‬
‫ِيع عل‬ َّ ‫و‬
‫اَّللُ سم‬

Artinya:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
2. Hadits
Hadits Bukhori Muslim dari Ibnu Abbas r.a, sesungguhnya nabi SAW
mengutus Muadzr.a, ke Yaman, beliau bersabda, “ajaklah mereka untuk mengakui
bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan mengakui bahwa akuadalah utusan Allah.
Jika mereka menerima itu, beritahukanlah bahwa Allah Azza Wa Jalla telah
mewajibkan bagi mereka shalat lima waktu dalam sehari semalam. Jika ini telah
mereka taati sampaikanlah bahwa Allah telah mewajibkan zakat pada harta benda
mereka yangdipungut dari orang-orang kaya dan diberikan kepada orang-orang
miskin diantara mereka.13
D. Tujuan dan Fungsi Zakatpada Lembaga Zakat di Indonesia

Secara umum, kondisi kemiskinan ekonomi melanda rakyat Indonesia

terutama sejak krisis ekonomi 1997 sampai kini. Aktivitas perekonomian

cenderung melemah, ditandai bertambahnya jumlah pengangguran serta

penurunan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu perlu disusun kebijakan ekonomi

yang tepat bagi tercapainya kemakmuran bangsa. Perekonomian Islami menjadi

suatu kebutuhan, seperti munculnya berbagai perbankan bernuansa syari’ah (Bank

Muamalat/BPRS/BMT dan lain-lain) serta tumbuhnya lembaga independen

pengelola zakat maal.

Pemberdayaan ekonomi umat terus dilakukan. Lembaga-lembaga Islam

berupaya agar perekonomian Islami menjadi alternatif utama. Hal ini untuk

menghindar segala praktek keuangan yang bersifat ribawi, selain itu pemanfaatan

zakat, infak, dan sedekah (ZIS) yang berasal dari umat Islam harus dikelola secara

efektif. Sumber dana ZIS merupakan modal dalam peningkatan kesejahteraan

13
Al-Bukhari, Muhammad Ismail, Shahih, h. 427
umat. Zakat sebagai rukun iman ketiga, di samping berfungsi ibadah juga

berfungsi sosial sebagai salah satu pilar ekonomi Islam. Menurut Muhammad

Abdul Mannan dalam bukunya Islamic Economics: Theory and Practice, zakat

mengandung enam prinsip, yaitu:

1) Prinsip Ketaatan (faith).

2) Prinsip Pemerataan Keadilan (equity)

3) Prinsip Produktif (Productivity)

4) Prinsip Nalar Ilmiah (Reason)

5) Prinsip Kemerdekaan (freedom); dan

6) Prinsip kemudahan (ethic).

Pada prinsip (2), (3) dan (4) menggambarkan perlunya manajemen zakat,

dimana masing-masing amil dituntut mengoptimalkan pengelolaan dengan

meningkatkan kesungguhan dan profesionalisme, sehingga terselenggara

organisasi yang amanah, jujur, dan bertanggung jawab. Pengukuran kinerja

manajemen dilakukan dalam analisis organisasi dalam model input-proses-output

(manajemen industri). Dalam hal akses sumberdaya (input), masih banyak hal

yang dapat dilakukan seperti dukungan informasi database muzakki yang

potensial. Demikian pula mekanisme proses harus diselenggarakan secara lancar

dan transparan, sedang aspek pemanfaatan harus dilakukan secara terukur dan

berkelanjutan, sehingga mampu merubah status mustahik menjadi lebih sejahtera

(khususnya untuk zakat fungsi produktif). Berikutnya, hal yang tidak kalah

penting adalah laporan pertanggungjawaban pengumpulan dan pemanfaatan yang

mudah dibaca oleh muzakki. Laporan ini berguna untuk menumbuhkan


kepercayaan, sekaligus sebagai media silaturahmi antara pengelola

organisasi/amilin, muzakki, dan para mustahik.

Adapun Fungsi Zakat bertujuan yaitu:

1) Mengangkat derajat fakir miskin dari penderitaan ekonomi

2) Membantu para ghorimin, ibnu sabil mengurangi beban hidupnya

3) Membina solidaritas sosial

4) Menghilangkan sifat kikir, sombong dari para pemilik harta

5) Mengatasi kesenjangan sosial; serta

6) Sarana mencapai keadilan pemerataan pendapatan.14

E. Target dalam Pengelola Zakat di Indonesia oleh Lembaga Zakat.

Zakat di Indonesia berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat melalui pembuatan program yang selaras dengan Sustainable

Development Goals(SDGs). Maka, pada tahun 2018 BAZNAS menargetkan

mengumpulkan zakat sebesar 8,77 triliun agar bisa digunakan untuk

mengentaskan kemiskinan. BAZNAS Lembaga Amil Zakat (LAZ) berkomitmen

mengumpulkan zakat sebesar Rp 8,77 triliun,”kata Prof. Bambang saat Seminar

SDGs Sebagai Sarana Peningkatan Kapasitas dan Pengembangan Kemitraan di

Gedung Djaman Nur Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

Bengkulu.Ia menerangkan, dari Rp 8,77 triliun, ditargetkan dapat mengentaskan

mustahik fakir miskin sebanyak satu persen dari jumlah masyarakat miskin di

Indonesia. Menurutnya, SDGs juga bisa menjadi sarana memperluas kemitraan

serta jaringan para pelaku filantropi, organisasi nirlaba, perusahaan, pemerintah

14
Muhammad Daud Ali. Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf, (1988, UI Press.
Jakarta).
daerah maupun komunitas di Indonesia. Untuk mengembangkan kerja-kerja

pemberdayaan masyarakat, dengan menggunakan alat ukur pencapaian SDGs,

organisasi-organisasi tersebut dapat meningkatkan kapasitas lembaga mereka

terutama dalam hal pencapaian program.

Dengan jumlah penduduk Muslim yang sangat besar, Indonesia bisa

menjadikan zakat sebagai sumber daya alternatif. Terutama, dalam mendukung

pencapaian tujuan dan target Sustainable Development Goals (SDGs) di

Indonesia.Selama ini, potensi zakat belum dapat digalang secara maksimal dan

sebagian besar masih didayagunakan untuk kegiatan penyantunan dan pelayanan

sosial.

Penerapan SDGs, gerakan zakat juga bisa mengarahkan program-

programnya untuk mendukung program-program yang sifatnya strategis dan

berdimensi jangka panjang. Serta yang paling penting programnya berdampak

luas di masyarakat.antara zakat dan SDGs akan dapat bersinergi karena keduanya

memiliki tujuan yang sama. Dari ke-17 poin tujuan SDGs, secara garis besar

gerakan zakat berfokus pada 11 tujuan. Yaitu pemberantasan kemiskinan,

menghapuskan kelaparan, peningkatan kualitas kesehatan, pemberian pendidikan

yang layak, kesetaraan gender, air bersih dan sanitasi, energi, pertumbuhan

ekonomi, mengurangi kesenjangan, perubahan iklim, dan kemitraan.SDGs bisa

memandu gerakan zakat untuk menjalankan konsep filantropi keadilan sosial,

yakni filantropi yang berkontribusi pada upaya mengatasi akar masalah

ketidakadilan sosial di Indonesia. Selain itu, melalui keterlibatannya dalam

program-program SDGs, berbagai inisiatif dan program yang dilakukan gerakan


zakat bisa dibawa dan dipromosikan ke level global. Promosi-promosi tersebut

akan memperluas jaring dan kemitraan dengan berbagai inisiatif serupa.

F. Pencapaian Lembaga Zakat di Indonesia.

BAZNAS melakukan berbagai inovasi dan peningkatan layanan pada tahun


2017, sehingga berhasil membukukan kenaikan pengelolaan zakat sebesar 40%
dari tahun sebelumnya.Hal tersebut terlihat dari data penghimpunan tahun 2017
yang naik menjadi Rp155 Miliar, sedangkan pada 2016, BAZNAS pusat
mengelola dana zakat, infak, sedekah (ZIS) dan dana sosial keagamaan lainnya
(DSKL) Rp111 M.Demikian disampaikan pada kegiatan Catatan Akhir Tahun
BAZNAS 2017 yang diselenggarakan di Jakarta, Rabu (27/12) bahwa pencapaian
BAZNAS ini lebih tinggi dari rata-rata pencapaian zakat nasional tahun 2017
yang diperoleh BAZNAS, BAZNAS Provinsi, BAZNAS Kabupaten/ Kota dan
Lembaga Amil Zakat (LAZ) sebesar 20 persen. Pada tahun lalu, perolehan ZIS
dan DSKL tercatat Rp5,12 Triliun, sedangkan tahun 2017 ini menjadi Rp6
Triliun.
Peningkatan penghimpunan ini antara lain karena berbagai inovasi, antara
lain kampanye melalui berbagai media, baik media massa, media sosial maupun
media luar ruang. Dalam dunia digital, BAZNAS juga meningkatkan pelayanan
agar muzaki lebih mudah menunaikan zakat serta memperoleh informasi
mengenai BAZNAS.Layanan kepada muzaki juga dilakukan dalam bentuk
kegiatan seperti wisata zakat dan kunjungan langsung kepada donatur serta
pengiriman media-media informasi BAZNAS berupa news letter.
Dari sisi penyaluran, BAZNAS meningkatkan layanan mustahik melalui
berbagai program inovatif sehingga bantuan lebih mudah dijangkau oleh
mustahik, antara lain melalui Program Layanan Aktif BAZNAS dan BAZNAS
Tanggap Bencana.Melalui program-program unggulan yang dimiliki, membuat
angka rasio penyaluran terhadap penghimpunan BAZNAS cukup tinggi yaitu 80%
di tingkat pusat. Sementara untuk rasio penyaluran terhadap penghimpunan zakat
nasional mencapai 69 persen. Dalam riset yang dilakukan oleh Pusat Kajian
Strategis BAZNAS pada tahun 2017, Zakat produktif yang dikelola BAZNAS
pada 2016 berhasil mengurangi kemiskinan absolut dan meningkatkan
kesejaheteraan mustahik. Program ini berhasil meningkatkan pendapatan
mustahik hingga 27 persen dalam setahun.Dalam peningkatan kualitas
kelembagaan, akhir tahun 2017 BAZNAS memperoleh sertifikasi ISO 9008:2015
sebagai pengakuan kualitas pengelolaan manajemen yang profesional.
BAZNAS juga mencanangkan visi sebagai pemimpin gerakan dunia, juga
mendapat amanah menjadi Sekretaris Jendral WZF, pimpinan tertinggi dalam
forum tersebut. BAZNAS juga mendorong gagasan Zakat on Sdgs (Sustainable
Development Goals) sebagai gagasan alternatif pada pelaksanaan SDGs di negara-
negara muslim dunia.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil identifikasi diatas maka dapat disimpulkan yaitu:

1. Organisasi Pengelola Zakat merupakan sebuah institusi yang bergerak di

bidang pengelolaan dana zakat, infaq, dan shadaqah. Definisi menurut UU

Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat adalah kegiatan

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap

pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.

2. Pengelolaan zakat oleh Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat,

kendalanya dalam penghimpunan dana zakat yang merupakan faktor

kesadaran hukum masyarakat atas hukum wajib zakat dan

kurangpemahaman, adapun pentingnya akad penyerahan harta kepada

lembaga penyalur untuk keperluan zakat, infaq atau shodaqoh. Akad

penyerahan harta akan berpengaruh pada pola penyaluran harta sebab zakat

wajib diberikan pada delapan asnaf penerima zakat. Selain itu,

ketidakjelasan akad akan berakibat belum gugurnya kewajiban membayar

zakat.

Anda mungkin juga menyukai