Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Peranan Amil dan Strategi Penghimpunan Zakat

Disusun oleh:

 Akbar Muliadi : 2021050101046


 Nita Sahara : 2021050101123
 Widia Astuti. R : 2021050101135

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KENDARI 2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah memberikan kesempatan
pada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah berjudul “Peranan Amil dan Strategi Penghimpunan Zakat”
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dari dosen pada mata kuliah Manajemen
Ziswaf. Selain itu, kami berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca
tentang Peranan Amil dan Strategi Penghimpunan Zakat
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang sudah
membantu kami dalam proses penyelesaian makalah ini. Tugas yang telah diberikan ini dapat
menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca yang ingin mengetahui tentang Peranan
Amil dan Strategi Penghimpunan Zakat
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan oenulis terima demi kesempurnaan makalah ini

Kendari, 22 Maret 2024

Kelompok 3

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................... 2
BAB I .............................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................. 5
1.3 Tujuan ................................................................................................................................... 5
BAB II ............................................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 6
2.1 Organisasi Pengelola Zakat .............................................................................................. 6
1. Pengertian Organisasi Pengelolaan Zakat ................................................................ 6
2. Organisasi Pengelola Zakat Dalam Undang-Undang 23 Tahun 2013 Tentang
Pengelolaan Zakat ................................................................................................................. 8
3. Regulasi dalam Pengelolaan dan Organisasi Zakat................................................. 8
2.2 Tugas dan Tanggung Jawab Organisai Pengelola Zakat.............................................. 9
1. Badan Amil Zakat Nasional ......................................................................................... 9
2. Lembaga Amil Zakat .................................................................................................. 10
2.3 Program Pendayagunaan Zakat .................................................................................... 12
2.4 Strategi Penghimpunan Zakat........................................................................................ 13
BAB III ......................................................................................................................................... 14
PENUTUP .................................................................................................................................... 14
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 14
3.2 Saran ................................................................................ Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 15

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Zakat, infak dan sedekah merupakan halyang sudah tidak asing lagi dikalangan umat
muslim. Zakat, infak dan sedekah juga sudah dikenal dan dilaksankan oleh umat muslim
sejak lama. Berbicara mengenai zakat selalu tidak luput dari infak dan sedekah. Zakat
merupakan salah satu instrumental dalam mengentas kemiskinan, karena masih banyak
lagi sumber dana yang bias sikumpulkan seperti infak, sedekat, wakaf, wasiat, hibah serta
jenisnya. Sumber-sumber dana tersebut merupakan panata keagamaan yang memiliki
kaitan secara fungsional dengan upaya pemecahan masalah kemiskinan dan kepincangan
social.1 Sebagai salah satu rukun Islam, zakat mempunyai kedudukan yang sangat agung.
Disamping bentuk ibadah kepada Allah, zakat merupakan sarana perantara ekonomi umat
islam, pengikat kasih saying antara orang yang mampu dan kurang mampu, dan juga
membantu terciptanya kemaslahatan umat islam.

Untuk mempermudah penghimpunan dana zakat dari agnia (para pemilik harta)
dikarenakan para pemilik harta tadi ada kesibukan dan sulitnya waktu maka panitia amil
zakat supaya bisa mengambil zakat ke pemilik harta.

Dari hal tersebut dapat dipahami bahwa zakat harus diambil oleh amilnya dan zakat
mengandung hikmah yaitu dapat mensucikan dan mengeluarkan orangnya dari dosa dan
menambah pahalanya. Maksud ayat diatas ialah zakat itu akan menyucikan hartanya dan
kotoran yang tidak halal dimakannya orang yang mengeluarkannya dari dosa, dan akan
menumbuhkan pahalanya. Seseorang yang mengeluarkan zakat berarti dia telah
membersihkan harta dari kotoran yang haram dimakannya bagi seorang yang kaya harta.
Dia telah membersihkan hartanya dari sifat kikir dan orang lain akan tertolong dari
hartanya dan kesulitan hidupnya. Orang yang menerimanya pun akan bersih jiwanya dari
penyakit dengki, iri hati terhadap orang yang mempunyai harta.

Amil yang menghimpun zakat sebagaimana didalam bahasa Indonesia disebut panitia
pengambilan zakat dan pendistribusiannya. Orang yang menjadi amil harus mempunyai
ilmu manajemen yang baik. Ilmu manajemen yang baik itu tercermin dalam perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan yang profesional 2.

1
Ilham Saputra, ‘Analisis Strategi Penghimpunan Dana Zakat, Infak, Dan Sedekah Pada Rumah Zakat Cabang
Banda Aceh’, 2020, 9.
2
Sugiarto, ‘済無No Title No Title No Title’, 4.1 (2016), 1–23.

4
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa perbedaan organisasi pengelola zakat, badan amil zakat, dan Lembaga amil zakat
nasional ?
2. Apa tugas dan tanggung jawab organisasi pengelola zakat ?
3. Apa program pendayagunaan zakat ?
4. Apa strategi pnghimpunan zakat ?

1.3 Tujuan
1. Dapat mebedakan organisasi pengelola zakat, badan amil zakat, dan Lembaga amil
zakat nasional
2. Dapat mengetahui tugas dan tanggung jawab organisasi pengelola zakat
3. Dapat mengetahui program pendayagunaan zakat
4. Dapat mengetahui strategi penghimpunan zakat

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Organisasi Pengelola Zakat

1. Pengertian Organisasi Pengelolaan Zakat


Organisasi Pengelola Zakat (OZP) adalah organisasi yang diberi kewenangan
atau ditunjuk oleh pemerintah untuk mengelola dana masyarakat. Terdapat
beberapa regulasi yang mendasari pengelolaan zakat oleh OPZ diantaranya
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelola zakat di Indonesia 3.
Yang dimaksud dengan Organisasi Pengelola Zakat (OZP) adalah
 OPZ berbasis pemerintah yaitu Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) di
tingkat pusat, provinsi, kota dan kabupaten.
 OPZ berbasis masyarakat yaitu Lembaga Amil Zakat (LAZ) yaitu
LAZNAS dan LAZDA.
Di bawah ini akan dijelaskan secara deskripsi terkait dengan Organisasi
Pengelola Zakat (OPZ).

a. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)


Keberadaan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), secara hokum sesuai
dengan keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 14 Tahun 2014. Alas an
dibentuknya Badan Amil Zakat Nasional adalah dalam rangka pengelolaan
zakat secara lebih berdaya guna dan berhasil guna serta dapat
dipertanggungjawabkan. Secara struktural Badan Amil Zakat, merupakan
organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah, sehingga
kedudukkannya akan disesuaikan dengan struktural pemerintah, seperti
berikut:
 BAZNAS berkedudukan di Ibu Kota Negara.
 BAZNAS PROVINSI berkedudukan di ibu kota Provinsi.
 BAZNAS KOTAMADYA bekedudukan di ibukota provinsi
 BAZNAS KABUPATEN berkedudukan di ibu kota kabupaten
 Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Kecamatan berkedudukan di ibu kota
kecamatan
 Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Kelurahan atau desa berkedudukan di
desa

b. Lembaga Amil Zakat (LAZ)


Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah lembaga yang dibentuk
masyarakat, dan memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat. Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan

3
Suparyanto and Rosad, ‘Panduan Organisasi Pengelola Zakat’, Suparyanto Dan Rosad (2015, 5.3 (2016), 248–
53.

6
pendistribusian serta pendayagunaan zakat (Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang
No.23 Tahun 2011)4 .

Dalam sumber lain menyebutkan, Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah


institusi pengelolaan zakat yang sepenuhnya dibentuk atas prakarsa
masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak di bidang dakwah, pendidikan,
sosial, dan kemaslahatan umat islam5

Dilihat dari sejarah pendirian LAZ ini terbagi menjadi empat


kelompok bedasarkan alasan dan sejarah pendirian, yaitu:

 LAZ yang berbasis masjid


LAZ didirikan dengan basis masjid seperti: LAZ Rumah Amal
Salman (masjid Salman ITB); LAZ Al Azhar Peduli (masjid Al Azhar);
dan LAZ DPUDT (masjid Daarut Tauhid). Umumnya, pendirian LAZ
ini sebagai akibat dari perkembangan yang pesat dalam manajemen
masjid dan kepercayaan masyarakat (jamaah masjid), khususnya
berkaitan dengan pengelolaan keuangan masjid (termasuk dana ZIS
oleh DKM masjid). Selanjutnya adanya dana yang besar harus dikelola
lebih profesional melalui pendirian LAZ sebagai bentuk tangung jawab
pengelola dan untuk meningkatkan peran masjid kepada masyarakat,
baik masyarakat sekitar masjid maupun masyarakat luas.

 LAZ yang berbasis Organisasi Massa (Ormas)


LAZ pada kelompok ini, didirikan dengan basis organisasi
masa (ormas) seperti LAZ Pusat Zakat Ummat (Ormas Persis), LAZ
NU (Ormas NU), dan LAZ Muhammadiyah (Ormas Muhammadiyah).
Umumnya, LAZ didirikan dalam rangka dan menjadi media untuk
meningkatkan peran organisasi masa bagi masyarakat, baik masyarakat
anggota organisasi masa tersebut maupun masyarakat luas.

 LAZ berbasis Perusahaan (Corporate)


LAZ didirikan dengan basis perusahaan (corporate) seperti:
LAZ Baitul Maal Muttaqien (PT. Telkom); Baitul Maal Muammalat
(Bank Muammalat Indonesia); Baitul Maal BRI (Bank BRI); Baitul
Maal Pupuk Kujang (PT. Pupuk Kijang Cikampek). Umumnya
pendirian LAZ ini, sebagai bagian dari program pertanggungjawaban
sosial perusahaan (CSR). Selanjutnya untuk mengelola dana CSR
perusahaan yang besar, perlu lembaga yang profesional, diantaranya
dengan mendirikan LAZ. Kemudian, diharapkan dengan pendirian

4
Mohammad Iqbal, ‘Pendayagunaan Dana ZIS (Zakat, Infaq, Shadaqah) Produktif Program Emas (Ekonomi
Masyarakat) Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Mustahiq (Studi Kasus LAZNAS LMI (Lembaga Manajemen
Infaq) Cabang Kota Kediri)’, Etheses, IAIN Kediri., 2020, 1–4.
5
Sri Fadilah, Rini Lesatari, and Yuni Rosdiana, ‘Organisasi Pengelola Zakat (OPZ): Deskripsi Pengelolaan Zakat
Dari Aspek Lembaga Zakat’, Journal Kajian Akuntansi, 18.2 (2017), 148–63
<https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/kajian_akuntansi/article/view/3085>.

7
LAZ, programprogram CSR perusahaan akan lebih terarah, bersifat
sistematis dan berdampak jangka panjang, juga meningkatkan peran
perusahaan bagi masyarakat khususnya bidang sosial kemasyarakatan.

 LAZ/LAZNAS berbasis sebagai Organisasi


Pengumpul Zakat (OPZ) LAZ didirikan dengan tujuan awal
sebagai organisasi pengelola zakat (OPZ). LAZ dalam kelompok ini
seperti: LMI (Lembaga Manajemen Infaq), LAZ Rumah Zakat
Indonesia; LAZ Dompet Dhuafa; LAZ Rumah Yatim Arrohman.
Alasan pendirian LAZ ini, sebagai bentuk partisipasi masyarakat (civil
society) berkaitan dengan pengelolaan dana ZIS yang lebih
professional

2. Organisasi Pengelola Zakat Dalam Undang-Undang 23 Tahun 2013 Tentang


Pengelolaan Zakat
Ketentuan tentang pengelolaan zakat di Indonesia tertuang dalam Undang-
Undang 23 tahun 2013 Tentang Pengelolaan Zakat. Lebih spesifik adalah
penjelasan tentang organisasi pengelola zakat baik BAZNAS dan LAZ. adapun
hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang 23 tahun 2013 Tentang Pengelolaan
Zakat, seabagi berikut:
1. Ketentuan Pengelolaan Zakat di Indonesia
2. Asas pengelolaan zakat
3. Tujuan pengelolaan zakat
4. Jenis-Jenis Zakat
5. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS Pusat)
6. Badan Amil Zakat Nasional Provinsi dan Kota/Kabupaten
7. Lembaga Amil Zakat
8. Pengumpulan, Pendistribusian, Pendayagunaa dan Pelaporan Zakat
9. Pengelolaan Dana Infak, shadakah dan dana keaagamaan lainnya (DSKL)
10. Pembiayaan dalam pengelolaan zakat
11. Pembinaa dan pengawasan dalam pengelolaan zakat
12. Peran serta masyaraakat dalam pengelolaan zakat
13. Sanksi administratif dan larangan dalam pengelolaan zakat

3. Regulasi dalam Pengelolaan dan Organisasi Zakat


Sebagai lembaga yang resmi dan diberi kewenangan dalam pengelolaan zakat
di Indonesia, maka dalam rangka akuntabiliatas pengelolaan zakat perlu didasari
berbagai regulasi yang memperkuat operasionalnya. Organisasi Pengeloa Zakat
(OPZ) adalah organisasi yang mengelola dana masyarakat yaitu dana zakat. OPZ
memiliki peran intermediasi zakat yaitu menghimpun dana masayarakat muszaki
dan disakurkan dan didayagunakan kepada masyarakat mustahik. Untuk regulasi
terkait dengan pengelolaan zakat menjadi sangat penting. Di bawah ini adalah
regulasi yang menjadi dasar pengelolaan zakat di Indonesia:

8
1. Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) Nomor 14 Tahun 2014
Tentang Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat.
3. Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 3 Tahun 2014 Tentang
Optimalisasi Pengumpulan Zakat di Kementerian/Lembaga, Sekretraiat
Jenderal Lembaga Negera, Sekretariat Jenderal Komisi Negara, Pemerintah
Daerah, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah Melalui
Badan Amil zakat Nasional.
4. Peraturan Badan Amil Zakat Nasional Nomor 01 Tahun 2014 Tentang
Pedoman Tata Cara Pengajuan Pertimbangan pengangkatan/Pemberhentian
Pimpinan Basan Amil Zakat Nasional Provinsi dan Badan Amil Zakat
Nasional Kota dan Kabupaten.
5. Peraturan Badan Amil Zakat Nasional Nomor 02 Tahun 2014 Tentang
Pedoman Tata cara Pemberian R ekomendasi

2.2 Tugas dan Tanggung Jawab Organisai Pengelola Zakat

1. Badan Amil Zakat Nasional


a. Untuk melaksanakan pengelolaan zakat, Pemerintah membentuk
BAZNAS.
b. Berkedudukan di ibu kota negara. Merupakan lembaga pemerintah
nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada
Presiden melalui Menteri.
c. BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas
pengelolaan zakat secara nasional.
d. Dalam melaksanakan tugas BAZNAS menyelenggarakan fungsi:
1. Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat;
2. Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat;
3. Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat;
4. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan
zakat.

e. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS dapat bekerja


sama dengan pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
f. BAZNAS melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara tertulis
kepada Presiden melalui Menteri dan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun.
g. BAZNAS terdiri atas 11 (sebelas) orang anggota.Keanggotaan
BAZNAS terdiri atas 8 (delapan) orang dari unsur masyarakat dan 3

9
(tiga) orang dari unsur pemerintah.Unsur masyarakat terdiri atas unsur
ulama, tenaga profesional, dan tokoh masyarakat Islam.
h. Unsur pemerintah ditunjuk dari kementerian/instansi yang berkaitan
dengan pengelolaan zakat.
i. BAZNAS dipimpin oleh seorang ketua dan seorang wakil ketua. Masa
kerja anggota BAZNAS dijabat selama 5 (lima) tahun dan dapat
dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Anggota BAZNAS
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri.
j. Anggota BAZNAS dari unsur masyarakat diangkat oleh Presiden atas
usul Menteri setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia. Ketua dan wakil ketua BAZNAS dipilih
oleh anggota. BAZNAS paling sedikit harus:
1. Warga negara Indonesia;
2. Beragama Islam;
3. Bertakwa kepada Allah SWT;
4. Berakhlak mulia;
5. Berusia minimal 40 (empat puluh) tahun;
6. Sehat jasmani dan rohani;
7. Tidak menjadi anggota partai politik;
8. Memiliki kompetensi di bidang pengelolaan zakat;
9. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan
yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.

k. Anggota BAZNAS diberhentikan apabila: meninggal dunia; (1). habis


masa jabatan; (2). mengundurkan diri; (3). tidak dapat melaksanakan
tugas selama 3 (tiga), bulan secara terus menerus; atau (4) tidak
memenuhi syarat lagi sebagai anggota.

2. Lembaga Amil Zakat


a) Ketentuan Umum
a) Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang
ditunjuk oleh Menteri.
b) Izin diberikan apabila memenuhi persyaratan paling sedikit:
 Terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang
mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial;
 Berbentuk lembaga berbadan hukum;
 Mendapat rekomendasi dari BAZNAS;
 Memiliki pengawas syariat;
 Memiliki kemampuan teknis, administratif, dan keuangan
untuk melaksanakan kegiatannya;
 Bersifat nirlaba;
 Memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi
kesejahteraan umat;
 Bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala.

10
b) Penggolongan Lembaga Amil Zakat (LAZ) Dilihat dari sejarah pendirian
LAZ yang menjadi target populasi penelitian ini, terbagi menjadi empat
kelompok bedasarkan alasan dan sejarah pendirian (Sri Fadilah.2012)6,
yaitu:
a) LAZ yang berbasis masjid LAZ
Didirikan dengan basis masjid seperti: LAZ Rumah Amal
Salman (masjid Salman ITB); LAZ Al Azhar Peduli (masjid Al
Azhar); dan LAZ DPU-DT (masjid Daarut Tauhid). Umumnya,
pendirian LAZ ini sebagai akibat dari perkembangan yang pesat
dalam manajemen masjid dan kepercayaan masyarakat (jamaah
masjid), khususnya berkaitan dengan pengelolaan keuangan masjid
(termasuk dana ZIS oleh DKM masjid). Selanjutnya adanya dana
yang besar harus dikelola lebih profesional melalui pendirian LAZ
sebagai bentuk tangung jawab pengelola dan untuk meningkatkan
peran masjid kepada masyarakat, baik masyarakat sekitar masjid
maupun masyarakat luas.
b) LAZ yang berbasis Organisasi Massa (Ormas)
LAZ pada kelompok ini, didirikan dengan basis organisasi
masa (ormas) seperti LAZ Pusat Zakat Ummat (Ormas Persis),
LAZ NU (Ormas NU), dan LAZ Muhammadiyah (Ormas
Muhammadiyah). Umumnya, LAZ didirikan dalam rangka dan
menjadi media untuk meningkatkan peran organisasi masa bagi
masyarakat, baik masyarakat anggota organisasi masa tersebut
maupun masyarakat luas.
c) LAZ berbasis Perusahaan (Corporate)
LAZ didirikan dengan basis perusahaan (corporate) seperti:
LAZ Baitul Maal Muttaqien (PT. Telkom); Baitul Maal
Muammalat (Bank Muammalat Indonesia); Baitul Maal BRI (Bank
BRI); Baitul Maal Pupuk Kujang (PT. Pupuk Kijang Cikampek).
Umumnya pendirian LAZ ini, sebagai bagian dari program
pertanggungjawaban sosial perusahaan (CSR). Selanjutnya untuk
mengelola dana CSR perusahaan yang besar, perlu lembaga yang
profesional, diantaranya dengan mendirikan LAZ. Kemudian,
diharapkan dengan pendirian LAZ, program-program CSR
perusahaan akan lebih terarah, bersifat sistematis dan berdampak
jangka panjang, juga meningkatkan peran perusahaan bagi
masyarakat khususnya bidang sosial kemasyarakatan.
d) LAZ berbasis sebagai Organisasi Pengumpul Zakat (OPZ)
LAZ didirikan dengan tujuan awal sebagai organisasi pengelola
zakat (OPZ). LAZ dalam kelompok ini seperti: LAZ Rumah Zakat
Indonesia; LAZ Dompet Dhuafa; LAZ Rumah Yatim Arrohman.
Alasan pendirian LAZ ini, sebagai bentuk partisipasi masyarakat
(civil society) berkaitan dengan pengelolaan dana ZIS yang lebih
profesional.

6
Maria Ulfa Sitepu, ‘Zakat Dan Perekonomian Umat Islam’, Jurnal Ilmiah Islam Futura, 6.2 (2018), 51
<https://doi.org/10.22373/jiif.v6i2.3046>.

11
2.3 Program Pendayagunaan Zakat
Keberhasilan zakat tergantung pada pendayagunaan dan pemanfaatanya.
Walaupun seseorang wajib zakat (Muzakki) mengetahui dan mampu memperkirakan
jumlah zakat yang akan dikeluarkan, tidak dibenarkan ia menyerahkan kepada
sembarang orang yang ia sukai. Zakat harus diberikan kepada yang berhak (Mustahik)
yang sudah ditentukan menurut agama. Meskipun demikian Badan amil zakat tetap
terpikul kewajiban untuk mengefektifjan pendayagunaan. Pendayagunaan yang efektif
ialah efektif memanfaatkanya (sesuai dengan tujuan) dan jatuh pada yang berhak
(sesuai dengan nas) secara tepat guna.
Tantangan terbesar dari optimalisasi zakat adalah bagaimana mendayagunakan
dana zakat menjadi tepat guna dan tepat sasaran. Tepat guna berkaitan dengan
program pendayagunaan yang mampu menjadi solusi terhadap problem kemiskinan.
Sedangkan tepat sasaran berkaitan dengan mustahik penerima dana zakat. Dalam
konteks sekitar 40 juta jiwa, maka fakir miskin menempati pertama sebagai penerima
zakat.
Sacara garis besar, sesaran penerima zakat dibagi menjadi dua kelompok.
Pertama, kelompok 8 asnaf sebagaimana disebutkan dalam al-quran “QS At
Taubah : 60” yaitu:

َّ‫سبِ ْي ِل‬ َ ‫َّوا ْل ٰغ ِر ِم ْين‬


َ َّ‫ََّوفِ ْي‬ َ ‫ب‬ ِ ‫ىَّالرقَا‬
ِ َ ‫اَّو ْال ُم َؤلفَ ِةَّقُلُ ْوبُ ُه ْم‬
ِ‫َّوف‬ َ ‫علَ ْي َه‬ َ ََّ‫عٰم ِليْن‬ِ ‫َّو ْال‬ َ ‫اِنَّ َماَّالصدَ ٰقتُ َّ ِل ْلفُقَ َر ۤا ِء‬
َ ‫َّو ْال َمسٰ ِكي ِْن‬
ٌَّ‫ع ِل ْي ٌمَّ َح ِك ْيم‬
َ َُّ‫ّٰللا‬
‫َّّٰللاَِّ َِۗو ه‬
‫َّمنَ ه‬ِ ً ‫ضة‬ َ ‫َّواب ِْنَّالسبِيْ ِۗ ِلَّفَ ِر ْي‬
َ ِ‫ّٰللا‬
‫ه‬
Artinya :

Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang
dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan)
orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan,
sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.

a. Fakir
b. Miskin
c. Amil
d. Muallaf
e. Rigab
f. Gharim
g. Fisabilillah
h. Ibnu Sabil
Kedua, kondisi Khusus:
Penerima dana zakat adalah mereka yang tengah dalam kondisi tetentu yang
menuntut pertolongan dan pemberdayaan. Dana zakat harus disalurkan kepada pihak-
pihak yang membutuhkan itu sepanjang memenuhi kriteria Mustahik, seperti anak
jalanan, Gelandangan, Pengemis, anak-anak putus sekolah, korban bencana alam,
remaja dan pemuda pengangguran.

12
Pusat kemandirian ummat (PKU) adalah program pendayagunaan zakat atau
yang lebih dikenal dengan zakat produktif, untuk para mustahik yang benar-benar
berhak dan memiliki usaha untuk merubah nasibnya menjadi lebih baik. Program ini
bertujuan untuk merubah kemampuan ekonomi para mustahik menjadi lebih baik
sehingga mereka nantinya dapat berubah menjadi seorang muzakki atau yang tadinya
menerima zakat menjadi pemberi zakat.
Misykat (Microfinance Syariah Berbasis Masyarakat) merupakan program
pemberdayaan ekonomi produktif yang dikelola secara sistematis, intensif dan
berkesinambungan. Disini para peserta (Mustahik) diberi dana bergulir, keterampilan
dan wawasan berusaha, pendidikan menabung, penggalian potensi, pembinaan akhlak
dan karakter sehingga mereka menjadi berdaya dan didorong untuk lebih mandiri.

2.4 Strategi Penghimpunan Zakat


Strategi penghimpunan dana dapat dilakukan secara langsung (direct) atau
tidak langsung(indirect) 7.Adapun penjelasan dari dua macam strategi penghimpunan
dana sebagai berikut:(Ilyas, 2021)
a. Metode penghimpunan dana langsung (indirect)
Metode penghimpunan dana (fundraising) langsung (direct) adalah metode
yang melibatkan donator secara langsung dalam Teknik-teknik penghimpunan dana.
Contoh dari metode ini yaitu: direct maal (surat langsung), presentasi langsung, bayar
langsung, jemput bola, kotak khusus untuk donasi, transfer via rekening bank, debet
langsung setiap bulan dan lain-lain.

b. Metode penghimpunan dana tidak langsung (indirect)


Ialah kebalikan dari metode langsung yaitu tidak memberikan daya akomodasi
langsung pada respon (muzakki) donator dalam Teknik-teknik penghimpunan dana
yang dilakukan. Berikut contoh dari metode tidak langsung (indirect) : menjalani
relasi, image compaign (kampanye gambar), penyelenggaraan event melalui referensi,
iklan, sponsorship, barang cetakan (brosur. Pamphlet, poster atau majalah) dan lain-
lain.
Dari strategi penghimpunan dana fundraising langsung (direct) atau tidak
langsung (indirect) dalam pengaplikansiannya maka harus memperhatikan beberapa
factor berikut:
1. Daya jangkau alat promosi.
2. Sasaran calon muzakki
3. Ketepatan penggunaan waktu
4. Daya pengaruh atau respon yang diharapka.

7
Saputra.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Organisasi Pengelola Zakat (OZP) adalah organisasi yang diberi kewenangan atau
ditunjuk oleh pemerintah untuk mengelola dana masyarakat. Badan Amil Zakat,
merupakan organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah, sehingga
kedudukkannya akan disesuaikan dengan struktural pemerintah. Amil Zakat (LAZ) adalah
lembaga yang dibentuk masyarakat, dan memiliki tugas membantu pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.

3.2 Saran
Dalam mengemban peran sebagai amil, penting bagi lembaga zakat untuk
memperkuat pendekatan edukasi dan kesadaran masyarakat terhadap zakat. Ini dapat
dilakukan melalui program-program pencerahan yang mengedukasi masyarakat tentang
kewajiban zakat, tujuan dan manfaatnya dalam membantu mereka yang membutuhkan.
Selain itu, amil juga harus menerapkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan
zakat. Ini mencakup penyediaan laporan yang jelas dan terperinci tentang penggunaan
dana zakat kepada masyarakat, sehingga membangun kepercayaan dan keyakinan
masyarakat dalam menyumbangkan zakatnya.
Strategi penghimpunan zakat juga memerlukan pendekatan yang inovatif dan
terkini. Amil perlu memanfaatkan teknologi modern, seperti platform pembayaran online
dan aplikasi zakat, untuk memfasilitasi proses pembayaran zakat secara lebih mudah dan
efisien bagi masyarakat. Selain itu, kemitraan dengan institusi keuangan dapat menjadi
strategi yang efektif untuk menggalang dana zakat secara teratur melalui transaksi
perbankan. Dengan memanfaatkan teknologi dan kemitraan ini, amil dapat meningkatkan
aksesibilitas dan partisipasi masyarakat dalam penghimpunan zakat, sehingga dapat
memberikan dampak yang lebih besar bagi mereka yang membutuhkan bantuan.

14
DAFTAR PUSTAKA
Fadilah, Sri, Rini Lesatari, and Yuni Rosdiana, ‘Organisasi Pengelola Zakat (OPZ): Deskripsi Pengelolaan
Zakat Dari Aspek Lembaga Zakat’, Journal Kajian Akuntansi, 18.2 (2017), 148–63
<https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/kajian_akuntansi/article/view/3085>
Iqbal, Mohammad, ‘Pendayagunaan Dana ZIS (Zakat, Infaq, Shadaqah) Produktif Program Emas
(Ekonomi Masyarakat) Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Mustahiq (Studi Kasus LAZNAS LMI
(Lembaga Manajemen Infaq) Cabang Kota Kediri)’, Etheses, IAIN Kediri., 2020, 1–4
Saputra, Ilham, ‘Analisis Strategi Penghimpunan Dana Zakat, Infak, Dan Sedekah Pada Rumah Zakat
Cabang Banda Aceh’, 2020, 9
Sitepu, Maria Ulfa, ‘Zakat Dan Perekonomian Umat Islam’, Jurnal Ilmiah Islam Futura, 6.2 (2018), 51
<https://doi.org/10.22373/jiif.v6i2.3046>
Sugiarto, ‘済無No Title No Title No Title’, 4.1 (2016), 1–23
Suparyanto, and Rosad, ‘Panduan Organisasi Pengelola Zakat’, Suparyanto Dan Rosad (2015, 5.3
(2016), 248–53

15

Anda mungkin juga menyukai