Anda di halaman 1dari 13

LEMBAGA PENGELOLAH ZAKAT & LEMBAGA PENGELOLAH WAKAF

Disusun guna memenuhi tugas Lembaga keuangan syariah

Dosen Pengampu : INDAH,S.E.,M.Ak.

Disusun oleh :

1. HADIJAH (2004020206)
2. MUH AQIEL AHMAD (2004020207)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
IAIN PALOPO 2021-2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani
sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam cipataan-Nya. Sholawat dan salam tetaplah kita curahkan
kepada baginda Habibillah Muhammad Saw yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran
agama yang sempurna dengan bahasa yang sangat indah.

Makalah yang berjudul “Lembaga pengelolah zakat & Lembaga pengelola Wakaf”
Si Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya
makalah ini. Dan penulis memahami jika makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran sangat
dibutuhkan guna memperbaiki karya-karya penulis di lain waktu.

Palopo,Desember 2021
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………………………...

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………………….

BAB I……………………………………………………………………………………………………………..

A. PENDAHULUAN……………………………………………………………………………………………….

1. Latar Belakang Masalah………………………………………………………………………………………...


2. Rumusan Masalah………………………………………………………………………………………….........

BAB II

B. LANDASAN TEORI

A. Pengertian……………………………………………………………………………………………………
B. Sejarah & perkrmbangan ……………………………………………………………………………………..
C. Tujuan & manfaat lembaga pengelolah zakat & wakaf…………………………………………………….
D. Dasar Hukum………………………………………………………………………………………………..

BAB 3……………………………………………………………………………………………………………..

KESIMPULAN……………………………………………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………………..
BAB 1

A. PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG MASALAH


Zakat merupakan bagian rukun dalam islam yang ketiga dan zakat terdiri dari dua macam yaitu zakat
harta benda dan zakat badan.Di Indonesia yang mana masyarakat muslim kekurangan baik dari sector
pelayanan umum dan kesejahteraan. Seandaianya muslim di Indonesia menunaikan zakat bukan
tidakmungkin dari pengelolaan zakat yang tepat bisa membangun muslim Indonesia yang lebih baik dan
sejahtera.
Semmentara jika wakaf bisa terlaksana dengan baik di Indonesia bisa saja Negara ini tidak lagi
kekurangan di bidang pelayanan umum dan muslim tidak harus kebingungan mencari dana untuk sarana
umum atau tempat ibadah

2. RUMUSAN MASALAH
 Pengertian zakat ?
 Pengertian Wakaf ?

BAB 2

PEMBAHASAN

A. Mekanisme Pengelolaan Zakat


Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Zakat sendiri artinya adalah harta
yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang
berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Zakat berbeda dengan infak dan sedekah.
Infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk
kemaslahatan umum. Sedekah adalah harta atau nonharta yang dikeluarkan oleh seseorang
atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum.

Dalam upaya mencapai tujuan pengelolaan zakat, dibentuk Badan Amil Zakat Nasional
(BAZNAS) yang berkedudukan di ibu kota negara, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS
kabupaten/kota. BAZNAS merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat
mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri. BAZNAS merupakan
lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional. Untuk
membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat, masyarakat dapat membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ). Pembentukan LAZ wajib
mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri. LAZ wajib melaporkan
secara berkala kepada BAZNAS atas pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat yang telah diaudit syariat dan keuangan.

Pengertian Zakat Zakat secara harfiah mempunyai makna ( ‫طهرة‬pensucian), ‫( نماء‬pertumbuhan), (


‫بركة‬berkah). Menurut istilah zakat berarti kewajiban seorang muslim untuk mengeluarkan nilai bersih dari
kekayaannya yang tidak melebihi satu nisab, diberikan kepada mustahik dengan beberapa syarat yang telah
ditentukan. Zakat itu dibagi ke dalam dua bagian, yaitu: Zakat harta benda dan zakat badan. Ulama madzhab
sepakat bahwa tidak sah mengeluarkan xakat kecuali dengan niat.
Menurut Hamdan Rasyid, di dalam Al-qur’an kata zakat disebutkan sebanyk 32 kali dan sebagian besar
beriringan dengan kata shalat. Bahkan jika digabung dengan perintah untuk memberikan infak, sedekah
untuk kebaikan dan memberikan makan fakir miskin maka jumlahnya mencapai 115 kali. Zakat menurut UU
No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau
badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya.
 Pada awal diwajibkannya zakat pada masa Rasulullah SAW, pelaksanaan zakat ditangani sendiri oleh
Rasulullah SAW. Beliau mengirimkan para petugasnya untuk menarik zakat dari orang-orang yang
ditetapkan sebagai pembayar zakat, lalu dicatat, dikumpulkan, dijaga dan akhirnya dibagikan kepada para
penerima zakat (al-asnaf al-samaniyah).
Di Indonesia, pengelola zakat diatur berdasarkan Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelola
Zakat dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
No. 38 Tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No.
D/291 Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.

1. Tujuan Dan Hikmah Pengelolaan Zakat Tujuan pengelolaan zakat menurut amanah Undang-
Undang No. 38 Tahun 1999 adalah : 
a. Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan
agama.
b. Meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
c. Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat.

Sedangkan hikmah zakat antara lain :


a. Menghindari kesenjangan sosial antara aghniya dan du’afa.
b. Pilar amal jama’i antara aghniya dengan para mujahid dan da’i yang berjuang dan
berdakwah dalam rangka meninggikan kalimat Allah SWT.
c. Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk.
d. Alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan orang jahat.
e. Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah SWT. Berikan.
f. Untuk pengembangan potensi umat.
g. Dukungan moral kepada orang yang baru masuk Islam.
h. Menambah pendapatan negara untuk proyek-proyek yang berguna bagi umat.

2. Manajemen Pengelolaan Zakat


Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan
terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Bagian yang tak
terpisahkan dari pengelolaan zakat adalah muzakki dan harta yang dizakati
Muzakki adalah seorang muslim yang dibebani kewajiban mengeluarkan zakat disebabkan terdapat
kemampuan harta setelah sampai nisab dan hauli-nya. dalam UU No. 39 Tahun 1999 muzakki
adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang muslim yang berkewajiban menunaikan zakat.
Syarat wajib muzakki: muslim, berakal, baligh, milik sempurna, cukup nisab, cukup haul. Zakat
secara umum terdiri dari dua macam, yaitu: pertama, zakat yang berhubungan dengan jiwa manusia
(badan), yaitu zakat fitrah dan kedua, zakat yang berhubungan harta (zakat mal).

1) Zakat Fitrah / Fidyah Zakat fitrah adalahsejumlah badan makanan pokok yang dikeluarkan
pada bulan Ramadhan oleh setiap muslim bagi dirinya dan bagi orang yang ditanggungnya
yang memiliki kelebihan makanan pokok untuk sehari pada hari Raya Idul Fitri. Besarnya
zakat fitrah menurut ukuran sekarang adalah 2,176 kg. sedangkan makanan yang waib
dikeluarkan yang disebut nash hadits yaitu tepung, terigu, kurma, gandum, zahib (anggur)
dan aqith (semacam keju).
2) Zakat Harta (Mal) Zakat harta adalah bagian harta yang disisihkan oleh seorang muslim atau
badan yang dimiiki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan
kepada yang berhak menerimanya. Syarat kekayaan itu dizakati antara lain milik penuh,
berkembang, cukup nisab, lebih dari kebutuhan pokok, bebas dari utang, sudah berlalu satu
tahun (haul). Harta yang dikenakan zakat, antara lain:
a). Emas, perak, dan uang
b). Perdagangan dan perusahaan
c). Hasil pertanian dan hasil perkebunan
d). Hasil pertambangan
e). Hasil peternakan
f). Hasil pendapatan dan jasa (zakat profesi)
g). Rikazo

3. Pengumpulan Zakat

Pemerintah tidak melakukan pengumpulan zakat melainkan hanya berfungsi sebagai


koordinator, motivator, regulator dan fasilitator dalam pengelolaan zakat. Pengumpulan zakat
dilakukan oleh Badan Amil Zakat yang dibentuk oleh pemerintah dan Lembaga Amil Zakat
yang dibentuk oleh masyarakat dandikukuhkan oleh pemerintah. Badan Amil Zakat Nasional
berkedudukan di ibukota Negara. Wilayah operasional badan amil zakat adalah pengumpulan
zakat pada instansi pemerintah tingkat pusat, swasta nasional dan Perwakilan Republik
Indonesia di luar negeri. Badan Amil Zakat di semua tingkatan dapat membentuk Unit
Pengumpulan Zakat (UPZ).
UPZ tidak bertugas untuk menyalurkan dan mendayagunakan zakat pengumpulan zakat dapat
dilakukan melalui penyerahan langsung (datang) ke Badan Amil Zakat, melalui counter, Unit
Pengumpulan Zakat, Pos, Bank, pemotongan gaji dan pembayaran zakat yang dapat
mengurangi penghasilan kena pajak.
7
Tata cara pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat dengan cara menentukan
formulir pemungutan/pemotongan yang sebelumnya disiapkan dan disepakati oleh instansi
terkait. Dalam pengumpulan zakat tersebut Badan Amil Zakat membuka rekening di bank.
Rekening zakat dipisahkan dari rekening infaq dan shadaqah.
Lingkup kewenangan dalam pengumpulan zakat pada badan amil zakat dalam
operasionalnya, masing-masing bersifat independen dan otonom sesuai tingkat
kewilayahannya tetapi dimungkinkan mengadakan koordinasi baik secara vertikal maupun
horizontal agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pengumpulan dan penyaluran.

 WAKAF
Wakaf dikelola sesuai dengan UU yang telah mengatur. Diberikan pada masyarakat untuk kepentingan
bersama.Tidakdapatditarikkembali.
dikelola oleh seseorang yang telah dipercayai untuk bertanggung jawab mengurus tanah atau warisan yang
telah diberikan. seperti contoh : lembaga swadaya.
Wakaf merupakan ibadah yang bercorak sosial ekonomi yang cukup penting. Menurutsejarah Islam klasik,
wakaf telah memainkan peran yang sangat signifikan dalam meningkatkankesejahteraan kaum muslimin,
baik di bidang pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan social dan kepentingan umum, kegiatan
keagamaan,pengembangan ilmu pengetahuan serta peradabanIslam secara umum
memahami wakaf hanyalah benda mati, tidak produktif dan menjadi tanggungan masyarakat.Wakaf dalam
pemahaman umat muslim Indonesia hanyalah pada kisaran kuburan, Masjiddan madrasah yang tidak bernilai
ekonomi.Hal ini tercermin dari peraturan perundang-undangan tentang wakaf dan peruntukan tanahwakaf di
Indonesia. Peraturan wakaf di Indonesiapra kemerdekaan hanya berdasarkan kebiasaanyamasyarakat yang
bersumber dari ajaran Islam dandiatur berdasarkan surat-surat edaran pemerintan Hindia Belanda.Kemudian
pelaksanaan wakaf diatur olehUndang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang:Peraturan Dasar Pokok Agraria
dan PeraturanPemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang:Perwakafan Tanah Milik. Peraturan itu hanya
mengatur dari sisi administratif dan kepemilikantetapi belum menyentuh soal pengelolaannya.Sesuai
perkembangan ilmu ekonomi danilmu hukum di Indonesia, wakaf yang merupakanproduk ijtihad, yang
akhir-akhir ini telah mengalami perubahan yang sangat signifikan. Pada akhir tahun 2004 Indonesia telah
mengesahkan undang undang wakaf yang merupakan titikawal paradigma baru tentang pamahaman wakafdi
Indonesia. Diantara beberapa perkembanganyang terdapat dalam Undang Undang Nomor 41Tahun 2004
tentang wakaf adalah tentang hartawakaf, institusionalisasi wakaf dan manajemenpengembangan
wakaf.Paradigma baru tentang harta wakaf dapatdilihat pada pasal 16menyebutkan, bahwa harta wakaf
terdiri daribenda tidak bergerak; dan benda bergerak. Bendatidak bergerak bisa berupa tanah, bangunandan
tanaman yang semuanya berhubungan dengan tanah. Sedangkan benda wakaf bergerakadalah harta benda
yang tidak bisa habis karenadikonsumsi, meliputi uang, logam mulia dansurat berharga, kendaraan, hak atas
kekayaanintelektual, hak sewa dan harta bergerak lainsesuai dengan ketentuan syari’ah dan
peraturanperundang-undangan yang berlaku

B. Sejarah dan Perkembangan Zakat Dan wakaf


Zakat
Sejarah Awal Zakat Masuk Ke Indonesia
 
Sejak awal masuknya Islam ke Indonesia, zakat merupakan salah satu sumber dana untuk pengembangan
ajaran Islam serta sebagai pendanaan dalam perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan Belanda. Di
Sumatra misalnya, Belanda terlibat dalam perang besar berkepanjangan melawan orang-orang Aceh yang
fanatisme dan juga di tempat-tempat lain yang penduduknya mayoritas beragama Islam, umumnya mereka
kuat dan gigih dalam melawan penjajahan Belanda, karena mereka memiliki sumber dana yang kuat berupa
hasil zakat. Tempat yang dijadikan pengelolaan sumber-sumber tersebut adalah masjid, surau atau langgar.
Sebelum datang penjajah di Indonesia, terdapat beberapa Kesultanan yang mencapai kejayaan berkat
dukungan dana intern dari umat Islam sendiri. Misalnya, Kesultanan di Aceh, Sumatera Barat, Banten,
Mataram, Demak, Goa dan ternate. Kesultanan- kesultanan tersebut tercatat telah berhasil mendayagunakan
potensi ekonomi umat dengan memperbaiki kualitas ekonomi rakyat, antara lain dengan mengatur sumber-
sumber keuangan Islam seperti pendayagunaan zakat, pemeliharaan harta wakaf, wasiat, infak dan sedekah.
Dana yang bersumber dari umat cukup memadai untuk memadai untuk membiayai kepentingan Islam.
1. Pada Masa Kerajaan Islam
Pada masa kerajaan-kerajaan Islam, kemungkinannya memiliki spirit modern yang kuat. Zakat dimaknai
sebagai sebuah semangat spirit yang memanifestasi dalam bentuk pembayaran pajak atas negara. Seorang
cendikiawan muslim kontemporer Indonesia, Masdar F. Mas’udi mengatakan, zakat pada mulanya adalah
upeti[2] sebagaimana umumya berlaku dalam praktik ketatanegaraan zaman dulu. Hanya saja, upeti yang
secara nyata telah membuat rakyat miskin semakin tenggelam dalam kemiskinannya, dengan spirit zakat
lembaga upeti itu justru harus menjadi sarana yang efektif bagi pemerataan dan penyejahteraan kaum
miskin. Dengan kata lain, lembaga upeti yang semula menjadi sumber kedzaliman, dengan spirit zakat harus
ditransformasikan menjadi wahana penciptaan keadilan.
Zakat sebagai konsep keagamaan, di satu pihak, dan pajak sebagai konsep keduniawian, di pihak lain,
bukanlah hubungan dualisme yang dikotomis melainkan hubungan keesaan wujud yang dialektis. Zakat
bukan sesuatu yang harus dipisahkan, diparalelkan, dan apalagi dipersaingkan dengan pajak, melainkan
justru merupakan sesuatu yang harus disatukan sebagaimana disatukannya roh dengan badan atau jiwa
dengan raga. Zakat merasuk ke dalam pajak sebagai ruh dan jiwanya, sedangkan pajak memberi bentuk pada
zakat sebagai badan atau raga bagi proses pengejewantahannya. Memisahkan zakat dari pajak adalah sama
halnya dengan memisahkan spirit dari tubuhnya, memisahkan bentuk dari essensinya.
Pemaknaan zakat dan pajak yang sangat modernis[3] semacam itu dapat kita lihat penerapannya pada masa
kerajaan-kerajaan Islam Nusantara. Pada masa Kerajaan Islam Aceh, misalnya, masyarakat menyerahkan
zakat-zakat mereka kepada negara yang mewajibkan zakat/pajak kepada setiap warga negaranya.3 Kerajaan
berperan aktif dalam mengumpulkan pajak-pajak tersebut, dan kerajaan membentuk sebuah badan yang
ditangani oleh pejabat-pejabat kerajaan dengan tugas sebagai penarik pajak atau zakat. Pemungutan pajak ini
dilakukan di pasar-pasar, muara-muara sungai yang dilintasi oleh perahu-perahu dagang, dan terhadap
orang-orang yang berkebun, berladang, atau orang yang menanam di hutan. Karena itulah, banyak sekali
macam dan jenis pajak yang diberlakukan pada setiap sumber penghasilan dan penghidupan warganya.
Kantor pembayaran pajak ini pada masa kekuasaan kerajaan Aceh berlangsung di masjid-masjid. Seorang
imam dan kadi (penghulu) ditunjuk untuk memimpin penyelenggaraan ritual-ritual keagamaan. Penghulu
berperan besar dalam mengelola keuangan masjid yang bersumber melalui zakat, sedekah, hibah, maupun
wakaf.
Sebagaimana Kerajaan Aceh, Kerajaan Banjar juga berperan aktif dalam mengumpulkan zakat dan pajak.
Pajak tersebut dikenakan pada seluruh warga negara (warga kerajaan), baik yang pejabat, petani, pedagang,
atau pun lainnya. Jenis-jenis pajak yang berlaku pada masa itu juga bermacam-macam, seperti pajak kepala,
pajak tanah, pajak padi persepuluh, pajak pendulangan emas dan berlian, pajak barang dagangan dan pajak
bandar. Yang menarik dicatat di sini, penarikan pajak terhadap hasil-hasil bumi dilakukan setiap tahun
sehabis musim panen, dalam bentuk uang atau hasil bumi. Semua ini sesuai dengan praktek pembayaran
zakat pertanian dalam ajaran Islam.
Pembayaran pajak di kerajaan Banjar ini diserahkan kepada badan urusan pajak yang disebut dengan istilah
Mantri Bumi. Orang-orang yang bekerja di Mantri Bumi ini berasal dari warga kerajaan biasa namun
memiliki skill dan keahlian yang mumpuni di bidangnya, oleh karena itu mereka diangkat menjadi pejabat
kerajaan
1. Pada Masa Kolonialisme
Ketika bangsa Indonesia sedang berjuang melawan penjajahan Barat dahulu, zakat berperan sebagai sumber
dana bagi perjuangan kemerdekaan tersebut. Setelah mengetahui fungsi dan kegunaan zakat yang semacam
itu, Pemerintah Hindia Belanda melemahkan sumber keuangan dan dana perjuangan rakyat dengan cara
melarang semua pegawai pemerintah dan priyayi pribumi mengeluarkan zakat harta mereka. Kebijakan
Pemerintah Sejarah Pelaksanaan Zakat di Indonesia Hindia Belanda ini menjadi batu sandungan dan
hambatan bagi terselenggaranya pelaksanaan zakat. Namun kemudian, pada awal abad XX, diterbitkanlah
peraturan yang tercantum dalam Ordonantie Pemerintah Hindia Belanda Nomor 6200 tanggal 28 Pebruari
1905. Dalam pengaturan ini Pemerintah Hindia Belanda tidak akan lagi mencampuri urusan pelaksanaan
zakat, dan sepenuhnya pelaksanaan zakat diserahkan kepada umat Islam.
 
1. Pada Masa Awal Kemerdekaan
Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaannya, zakat kembali menjadi perhatian para ekonom dan ahli
fiqih bersama pemerintah dalam menyusun ekonomi Indonesia. Hal tersebut dapat kita lihat pada pasal-pasal
dalam UUD 1945 yang berkaitan dengan kebebasan menjalankan syariat agama (pasal 29), dan pasal 34
UUD 1945 yang menegaskan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara negara. Kata-kata fakir
miskin yang dipergunakan dalam pasal tersebut jelas menunjukkan kepada mustahiq zakat (golongan yang
berhak menerima zakat).
Pada tahun 1951 Kementerian Agama mengeluarkan Surat Edaran Nomor: A/VII/17367, tanggal 8
Desember 1951 tentang Pelaksanaan Zakat Fitrah. Kementerian Agama melakukan pengawasan supaya
pemakaian dan pembagian hasil pungutan zakat berlangsung menurut hukum agama.
Kementerian Agama mulai menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pelaksanaan Zakat dan
Rencana Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (RPPPUU) tentang Pelaksanaan Pengumpulan
dan Pembagian Zakat serta Pembentukan Baitul Mal pada tahun 1964. Sayangnya, kedua perangkat
peraturan tersebut belum sempat diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun kepada
Presiden. Perhatian Pemerintah terhadap lembaga zakat ini mulai meningkat sekitar tahun 1968. Saat itu
diterbitkanlah peraturan Menteri Agama Nomor 4 tentang Pembentukan Badan Amil Zakat dan Nomor
5/1968 tentang pembentukan Baitul Mal (Balai Harta Kekayaan) di tingkat pusat, propinsi dan
kabupaten/kotamadya. Namun pada tahun tersebut, Menteri Keuangan menjawab putusan Menteri Agama
dengan menyatakan bahwa peraturan mengenai Zakat tidak perlu dituangkan dalam Undang-undang, cukup
dengan Peraturan Menteri Agama saja. Karena ada respons demikian dari Menteri Keuangan, maka Menteri
Agama mengeluarkan Instruksi Nomor 1 Tahun 1968, yang berisi penundaan pelaksanaan Peraturan Menteri
Agama Nomor 4 dan Nomor 5 Tahun 1968 di atas.
1. Pada Masa Orde Baru
Kepemimpinan Presiden Soeharto memberikan sedikit angin segar bagi umat Islam dalam konteks
penerapan zakat ini. Sesuai anjuran Presiden dalam pidatonya saat memperingati Isra’ Mi’raj di Istana
Negara tanggal 22 Oktober 1968 maka dibentuklahn Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah (BAZIS) yang
dipelopori[4] oleh Pemerintah Daerah DKI Jaya. Sejak itulah, secara beruntun badan amil zakat terbentuk di
berbagai wilayah dan daerah seperti di Kalimantan Timur (1972), Sumatra Barat (1973), Jawa Barat (1974),
Aceh (1975), Sumatra Selatan dan Lampung (1975), Kalimantan Selatan (1977), dan Sulawesi Selatan dan
Nusa tenggara Barat (1985).11
Perkembangan zakat pada masa Orde Baru ini tidak sama di setiap daerahnya. Sebagian masih pada tahapan
konsep atau baru ada di tingkat kabupaten seperti Jawa Timur. Atau ada pula yang hanya dilakukan oleh
Kanwil Agama setempat. Karena itulah, mekanisme penarikan dana oleh lembaga zakat ini bervariasi. Di
Jawa Barat hanya terjadi pengumpulan zakat fitrah saja. Di DKI Jaya terjadi pengumpulan zakat, ditambah
dengan infaq dan shadaqah. Dan di tempat-tempat lain masih meniru pola pada masa awal penyebaran Islam,
yakni menarik semua jenis harta yang wajib dizakati.12
Sejarah Pelaksanaan Zakat di Indonesia Pada tahun 1984 dikeluarkan Instruksi Menteri Agama Nomor 2
tahun 1984 tanggal 3 Maret 1984[5] tentang Infaq Seribu Rupiah selama bulan Ramadhan yang
pelaksanaannya diatur dalam Keputusan Direktur Jendral Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor 19/1984
tanggal 30 April 1984. Pada tanggal 12 Desember 1989 dikeluarkan Instruksi Menteri Agama 16/1989
tentang Pembinaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah yang menugaskan semua jajaran Departemen Agama untuk
membantu lembaga-lembaga keagamaan yang mengadakan pengelolaan zakat, infaq, dan shadaqah agar
menggunakan dana zakat untuk kegiatan pendidikan Islam dan lainnya. Pada tahun 1991 dikeluarkan
Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 dan 47 tahun 1991 tentang
Pembinaan Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah yang kemudian ditindaklanjuti dengan Instruksi Menteri
Agama Nomor 5 tahun 1991 tentang Pedoman Pembinaan Teknis Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah
dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 7 tahun 1988 tentang Pembinaan Umum Badan Amil Zakat,
Infaq, dan Shadaqah.13
1. Pada Masa Reformasi
Terbentuknya Kabinet Reformasi memberikan peluang baru kepada umat Islam, yakni kesempatan emas
untuk kembali menggulirkan wacana RUU Pengelolaan Zakat yang sudah 50 tahun lebih diperjuangkan.
Komisi VII DPR-RI yang bertugas membahas RUU tersebut. Penggodokan RUU memakan waktu yang
sangat panjang, hal itu disebabkan perbedaan visi dan misi antara pemerintah dan anggota DPR. Satu pihak
menyetujui apabila persoalan zakat diatur berdasarkan undang-undang. Sementara pihak lain tidak
menyetujui dan lebih mendorong supaya pengaturan zakat diserahkan kepada masyarakat.14 Pada tahun
1999 Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dikeluarkan oleh pemerintah.
Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berusaha memajukan kesejahteraan sosial dan
perekonomian bangsa dengan menerbitkan Undang-ndang Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
Kemudian dikeluarkan pula Keputusan Menteri Agama nomor 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-
undang Nomor 38 tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jendral Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D-291
tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.
Semua undang-undang yang diterbitkan di atas bertujuan untuk menyempurnakan sistem pelaksanaan zakat.
Seperti pada masa prakemerdekaan zakat sebagai sumber dana perjuangan, maka pada era reformasi ini
zakat diharapkan mampu mengangkat keterpurukan ekonomi bangsa akibat resesi ekonomi dunia dan krisis
multidimensi yang datang melanda. Bahkan sebagian pihak menilai bahwa terbentuknya undang-undang
pengelolaan zakat di Indonesia merupakan catatan yang patut dikenang oleh umat Islam selama periode
Presiden B.J. Habibie.

Wakaf
Sejarah perkembangan wakaf di Indonesia dapat dikatakan sejalan dengan perkembangan penyebaran Islam.
Pada masa-masa awal penyiaran Islam, kebutuhan terhadap masjid untuk menjalankan aktivitas ritual dan
dakwah berdampak positif, yakni pemberian tanah wakaf untuk mendirikan masjid menjadi tradisi yang
lazim dan meluas di komunitas-komunitas Islam di Nusantara. Seiring dengan perkembangan sosial
masyarakat islam dari waktu ke waktu praktik perwakafan mengalami kemajuan setahap demi setahap.
Tradisi wakaf untuk tempat ibadah tetap bertahan dan mulai muncul wakaf lain untuk kegiatan pendidikan
seperti untuk pendirian pesantren dan madrasah. Dalam periode berikutnya, corak pemanfaatan wakaf terus
berkembang, sehingga mencakup pelayanan sosial kesehatan, seperti pendirian klinik dan panti asuhan.
Perkembangan modern wakaf menunjukkan bahwa di Indonesia seperti Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah.

Pada tingkat tertentu, perkembangan wakaf juga dipengaruhi oleh kebijakan perundang-undangan pada
masanya. Sejak masa kolonial, aturan wakaf telah ada terkait dengan administrasi dan pencatatan wakaf.
Aturan perundang-undangan wakaf tersebut terus berkembang sejalan dinamika perkembangan dan
pengelolaan wakaf di lapangan. Dari sini, jumlah dan aset wakaf terus meningkat. Meskipun dmeikian,
peningkatan tersebut tidak disertai dengan upaya peningkatan mutu pengelolaan wakaf, terutama
peningkatan mutu sumber daya manusia dan manajemennya. Karena itu, tidak heran mengapa wakaf
produktif tidak tumbuh dengan baik.

Wakaf merupakan ajaran Islam yang umum dipraktikkan masyarakat. Wakaf untuk masjid, lembaga
pendidikan, pesantren, dan kuburan merupakan jenis wakaf yang paling dikenal oleh masyarakat. Praktik
wakaf ini diasumsikan telah ada sejak Islam menjadi kekuatan sosial politik dengan berdirinya beberapa
kerajaan Islam di Nusantara sejak akhir abad ke-12 M. Di Jawa Timur , tradisi yang menyerupai praktik
wakaf telah ada sejak abad ke-15 M dan secara nyata disebut wakaf dengan ditemukannya bukti-bukti
historis baru ada pada awal abad ke-16. Di Sumatera, Aceh, wakaf disebutkan mulai muncul abad ke-14
M. Meskipun demikian perlu ditekankan di sini bahwa praktik-praktik yang menyerupai wakaf dilaporkan
telah ada sejak jauh sebelum datangnya Islam ke Nusantara.

C. Tujuan & manfaat lembaga pengelolah zakat & wakaf


Tujuan lembaga pengelola zakat
Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan
kemiskinan. Pengelolaan zakat dimaksudkan agar dana zakat yang disalurkan benar-benar sampai
pada orang yang tepat dan menyalurkan dana zakat tersebut dalam bentuk yang produktif sehingga
mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
LAZ dan BAZ memiliki fungsi yang tidak berbeda, yaitu: Mencatat masyarakat yang wajib
menunaikan zakat (muzakki) Mencatat masyarakat yang bisa menerima hasil
penghimpunan zakat (mustahiq) Menerima dan menghimpun zakat dari badan atau perorangan.

Wakaf sendiri bertujuan memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya. Dengan tujuan
mengatur penyerahan suatu benda yang kekal zatnya seperti tanah, rumah, pekarangan, sawah atau
benda yang disenangi untuk diambil manfaatnya oleh masyarakat umum.

D. Dasar Hukum Zakat dan wakaf


Dasar Hukum dan Syarat Wajib Zakat
Zakat sebagai salah satu rukun Islam yang lima memiliki rujukan atau landasan kuat berdasar Al-Quran dan
al-Sunnah. Berikut ini adalah diantara dalil-dalil yang memperkuat kedudukannya,

1. Al-Quran
"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus
zakat, para mu allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang,
untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang
diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana." 
(QS. At Taubah, 9 : 60)

"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong
bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma ruf, mencegah dari yang munkar,
mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi
rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."
(QS. At-Taubah, 9 : 71)

"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka
dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan
Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui."
(QS. At-Taubah, 9 : 103)

2. Dalil Sunah
"Dari Abdullah bin Musa ia berkata, Khanzalah bin Abi Sofyan menceritakan kepada kami dari Ikrimah bin
Khalid dari Ibnu Umar r.a, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda: Islam didirikan atas lima dasar yaitu:
1. Persaksian bahwa tiada tuhan selain Allah
2. Menegakkan shalat
3. Membayar zakat
4. Menjalankan puasa ramadhan dan
5. Melaksanakan ibadah haji bagi yang berkemampuan."

"Dari Ibnu Abbas r.a, bahwa Rasulullah SAW ketika mengutus Muadz ke Yaman beliau berpesan: "Hai
Muadz, engkau hendak mendatangi sekelompok kaum dari kalangan Ahli Kitab (di Yaman), maka mula-
mula yang harus engkau lakukan adalah:
Ajak mereka untuk bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan aku Muhammad adalah utusan-Nya;
1. Apabila mereka mentaati dan mengikuti engkau, maka beritahu kepada mereka bahwa Allah SWT telah
mewajibkan atas mereka shalat lima kali sehari semalam;
2. Setelah itu jika mereka mengikuti perintahmu mendirikan shalat, beritahukan kepada mereka bahwa Allah
telah mewajibkan atas mereka untuk membayar zakat yang diambil dan dihimpun dari orang-orang kaya
diantara mereka lalu diserahkan atau didistribusikan kepada orang-orang miskin mereka;
3. Apabila mereka telah mentaati engkau, maka hendaklah engkau melindungi harta mereka;
4. Hendaklah engkau takut dan berhati-hati terhadap doa orang yang teraniaya, karena tidak ada penghalang
antara doa orang yang teraniaya dengan Allah"

3. Ijma
Sepeninggal Nabi SAW dan tampuk pemerintahan dipegang Abu Bakar, timbul kemelut seputar keengganan
membayar zakat sehingga terjadi peristiwa "perang riddah". Kebulatan tekad Abu Bakar sebagai khalifah
terhadap penetapan kewajiban zakat didukung penuh oleh para sahabat yang kemudian menjadi ijma.

SYARAT WAJIB ZAKAT


Harta yang wajib dizakati haruslah harta yang baik dan halal, Allah SWT berfirman dalam surat al-Baqarah
ayat 267 :
"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik
dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang
buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji."
Dan dalil hadist dalam Shahih Bukhari terdapat satu bab yang menguraikan bahwa sedekah atau zakat tidak
akan diterima dari harta yang ghulul, dan tidak akan diterima pula kecuali dari hasil usaha yang halal dan
bersih.
Harta wajib zakat juga haruslah harta yang bernilai dan berpotensi berkembang. Dalam terminologi
fiqhiyyah, menurut Yusuf Qardhawi, pengertian berkembang itu terdiri dari dua macam: yaitu yang kongkrit
dan tidak kongkrit. Yang kongkrit dengan cara dikembangkan, baik dengan investasi, diusahakan dan
diperdagangkan. Yang tidak kongkrit, yaitu harta itu berpotensi berkembang, baik yang berada di tangannya
maupun yang berada di tangan orang lain tetapi atas namanya.  Adapun harta yang tidak berkembang seperti
rumah yang ditempati, kendaraan yang digunakan, pakaian yang dikenakan, alat-alat rumah tangga, itu
semua merupakan harta yang tidak wajib di zakati kecuali menurut para ulama semua itu berlebihan dan di
luar kebiasaan, maka dikenakan zakatnya.
Seseorang tidak diwajibkan berzakat selama ia belum mampu memenuhi kewajiban pokoknya. Menurut para
ulama yang dimaksud dengan kebutuhan pokok adalah kebutuhan yang jika tidak terpenuhi akan
menyebabkan kerusakan dan kemelaratan dalam hidup. Para ulama telah memasukkan syarat ini sebagai
syarat kekayaan wajib zakat karena biasanya orang yang mempunyai kelebihan kebutuhan pokoknya maka
orang tersebut dianggap mampu dan kaya. Kebutuhan pokok yang dimaksud itu meliputi makanan, pakaian
dan tempat tinggal.
Zakat juga mensyaratkan seseorang harus terbebas dari hutang. Syarat ini merupakan penguat syarat
kekayaan wajib zakat yang harus merupakan kepemilikan penuh. Karena dengan adanya hutang, berarti
harta yang kita miliki masih bercampur harta milik orang lain, maka apabila kita ingin mengeluarkan zakat
sedangkan kita masih mempunyai hutang, maka harus kita lunasi terlebih dahulu hutang-hutang yang kita
miliki. Apabila setelah dibayarkan hutang-hutangnya tapi kekayaannya masih mencapai nishab, maka wajib
untuk mengeluarkan zakat, tapi sebaliknya apabila tidak mencapai nishab setelah dilunasi hutang-hutang
maka tidak wajib mengeluarkan zakat.

Secara umum syarat-syarat wajib zakat adalah sebagai berikut:


1. Islam
Ini berdasarkan perkataan Abu Bakar ash-Shiddiq r.a., "Ini adalah kewajiban sedekah (zakat) yang telah
diwajibkan oleh Rasulullah SAW atas orang-orang Islam." Seorang muzakki dinyatakan muslim, dan tidak
dikenakan kewajiban zakat bagi orang kafir. Ketentuan ini telah menjadi ijma di kalangan kaum muslimin,
karena ibadah zakat tergolong upaya pembersihan bagi orang Islam. 
2. Merdeka
Zakat tidak wajib atas budak meskipun budak mudabbar, muallaq, dan mukatab. Alasannya adalah
kepemilikan mukatab lemah, dan yang lain (mudabbar dan muallaq) tidak mempunyai kepemilikan. Umar
bin Khattab r.a. menegaskan:
"Tiada zakat di dalam harta hamba sahaya, sampai ia bebas."
3. Kepemilikan yang sempurna
Maksudnya harta itu dimiliki secara penuh berada di dalam kekuasaannya dan dapat diapasajakan olehnya
tanpa tersangkut dengan hak orang lain. Zakat tidak wajib pada harta yang tidak dimiliki secara sempurna,
seperti harta yang didapat dari hutang, pinjaman ataupun titipan.
4. Nisab
Maksudnya jumlah harta yang dimiliki selain kebutuhan pokok  (rumah, pakaian, kendaraan dan perhiasan
yang dikenakan) telah melebihi batas minimal wajib zakat yaitu 91,92 gram emas 24 karat. Nisab adalah
nama kadar tertentu dari harta yang wajib dizakati. Oleh karena itu harta yang tidak mencapai satu nisab
tidak perlu dizakati.
5. Haul
Berdasarkan hadis, "Harta yang belum mencapai haul (satu tahun) tidak perlu / wajib dizakat." Hadis ini
meskipun dhaif namun diperkuat beberapa atsar yang shahih, yaitu dari para khalifah yang empat dan
shahabat yang lain. Oleh karena itu, harta yang belum genap sampai pada haul, meskipun sebentar, tidak
perlu untuk dizakati.

WAKAF

Dasar hukum dari berbagi sumber :

1.Al –Qur’an
Di dalam al-Qur’an tidak disebut kata wakaf seperti halnya dengan zakat, tetapi dari beberapa ayat al-Qur’an para
ahli menyimpulkan bahwa Allah menghendaki adanya lembaga wakaf. Dalam beberapa ayat Allah memerintahkan
manusia berbuat baik, para ahli memandang ini sebagai landasan perwakafan.

a. S Al-Hajj (22) : 77: Allah memerintahkan agar manusia berbuat kebaikan agar hidup manusia itu bahagia.

b. S Al-Baqarah (2):267: Allah memerintahkan manusia untuk membelanjakan (menyedekahkan) hartanya yang
baik.

c. S. Al-Imran (3):92: Allah menyatakan bahwa manusia tidak akan memperoleh kebaikan, kecuali ia
menyedekahkan sebagian dari harta

yang disenangi (pada orang lain).

2.Hadist

a. Hadits riwayat Muslim dariAbu Hurairah tentang seorang yang meninggal dunia akan berhenti semua pahala
amal perbuatannya kecuali

3 hal: sedekah jariyah, ilmu yg bermanfaat dan doa anak yg shaleh.

b. Umar bin Khattab memiliki tanah di Khaibar. Ia menahan pokoknya & mensedekahkan hasilnya.

c. Hadits tentang Utsman bin Affan yg mewakafkan sumurnya untuk kemanfaatan orang banyak.

d. Hadits tentang pembangunan dinding masjid oleh Bani Najjar & memberikannya untuk kepentingan umum.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Zakat adalah kewajiban seorang muslim untuk mengeluarkan nilai bersih dari kekayaannya yang tidak melebihi
satu nisab, diberikan kepada mustahik dengan beberapa syarat yang telah ditentukan. Zakat merupakan rukun Islam
ketiga yang di wajibkan di Madinah pada bulan Syawal tahun kedua Hijriyah setelah di wajibkannya Puasa
Ramadhan. Tujuan pengelolaan zakat adalah untuk meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan
zakat, mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial, serta meningkatkan hasil guna dan daya guna
zakat. Lembaga pengelola zakat Indonesia terdiri dari dua macam, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk
oleh pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat. Wakaf menurut Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2004 adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta
benda miliknya untuk di manfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya
guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut syariah. Wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi
dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
Dalam rangka memajukan dan mengembangkan perwakafan di Indonesia keanggotaan BWI diangkat oleh Presiden
Republik Indonesia sesuai dengan Keputusan Presiden (Kepres) No. 75/M Tahun 2007, yang ditetapkan di Jakarta,
13 Juli 2007 sebagai amanah Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf.

Daftar Pustaka

Mughniyah, Muhammad Jawad,; penerjemah, Masykur A.B, Afif Muhammad, Idrus Al-kaff . 2010. Fiqih Lima
Mazhab. Jakarta :Lentera Soemitra, Andri. 2009 Bank & Lembaga Keuangan Syariah. Medan: Kencana Prenada
Media Group. Al-Qur’an Al-Karim Syekh Abdullah bin Husin bin Thahir. Penerjemah, khoiruddin. Sellam Taufiq.
Surabaya: Salim Nabban Tim Kajian Fikih Ponpes Sidogiri. 2011. santri salaf menjawab Pasuruan: Pustaka
sidogiri
 

Anda mungkin juga menyukai