Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Zakat merupakan kewajiban setiap muslim yang telah tertulis dalam Al- Quran dan dalam
hadist nabi. Bahkan didalam Al-Quran Allah SWT telah menyebutkan secara jelas berbagai ayat
tentang zakat dan shalat sebanyak 82 ayat. Dari sini disimpulkan bahwa zakat merupakan rukun
Islam terpenting setelah shalat.1 Secara sosial, zakat berfungsi sebagai lembaga jaminan sosial.
Dengan adanya zakat, maka kelompok lemah dan kekurangan tidak akan merasa khawatir
terhadap kelangsungan hidup yang mereka jalani. Hal ini terjadi karena dengan adanya substansi
zakat merupakan mekanisme yang menjamin kelangsungan hidup mereka ditengah masyarakat,
sehingga mereka merasa hidup ditengah masyarakat manusia yang beradab, mememiliki nurani,
kepedulian dan juga tradisi saling menolong.
Selain itu secara ekonomi, zakat juga berfungsi sebagai salah satu instrumen
pengentasan kemiskinan, pemerataan pendapatan, dan mempersempit kesenjangan yang terjadi
antara kelompok kaya dan miskin. Zakat juga dapat mempengaruhi kemampuan sebuah
komunitas politik (negara) dalam menjalankan kelangsungan hidupnya. Dengan adanya
berbagai implikasi sosial dan ekonomi di atas, maka zakat dapat membentuk intergrasi sosial
yang kukuh serta memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat.
Pemerintah Indonesia sebagai penyelenggara negara sejauh ini telah mengakomodasi
masyarakatnya untuk dapat melaksanakan ajaran Islam terutama mengenai zakat. Yaitu, dengan
membuat peraturan-peraturan yang mengatur tentang masalah zakat serta membentuk badan
nasional yang melayani secara operasional aspek teknisnya.
Semestinya zakat menjadi sebuah gerakan kesadaran kolektif, Karena Zakat bukan hanya
sekedar kewajiban yang mengandung nilai teologis, tetapi juga kewajiban finansial yang
mengandung nilai sosial yang tinggi. Persoalan ini, tidak lepas juga dari pamahaman umat (yang
wajib zakat) terhadap makna subtansi zakat. Zakat hanya sebagai suatu kewajiban agama
(teologis) untuk membersihkan harta dan jiwanya.
Pemahaman masyarakat seperti itu tentang zakat, akhirnya zakat di berikan tanpa melihat
sisi kemanfaatan ke depan bagi yang berhak menerimanya (Mustahiq). Tanpa melihat, bahwa
Zakat memainkan peran penting dan signifikan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan serta
berpengaruh nyata pada tingkah laku konsumen. Dengan zakat distibusi lancar dan kekayaan

1|Page
tidak melingkar di sekitar golongan elit (konglomerat). Namun akhir-akhir ini kesadaran di
kalangan umat Islam menengah atas lainnya makin membaik. Selain membayar pajak mereka
juga membayar zakat. Kedua, meningkatnya kesadaran umat Islam dalam membayar zakat tidak
disertai dengan pengumpulan dan penyaluran yang terencana secara komprehensif. Bagaimana
zakat yang punya peran sangat penting dalam menentukan ekonomi umat bisa dapat terkelola
dengan baik dan professional-produktif.
Pengelolaan yang tidak baik dan profesional menjadikan zakat tidak produktif dalam ikut
andil mengembangkan ekonomi umat. Ditambah lagi dengan persoalan amanah yang kurang
dimiliki oleh penyelenggara zakat. Sebenarnya, ada tiga kata kunci yang harus dipegang oleh
organisasi pengelola zakat yaitu Amanah, Professional dan Transparan. Ketiga, sisi pendukung
Legal-formal kita kurang proaktif dalam melihat potensi zakat yang sekaligus sebagai aplikasi
dari ketaatan kepada agama bagi umat Islam. Potensi zakat secara finansial dalam setahun di
Indonesia bisa terkumpul mencapai 2 trilliun rupiah. Tapi kenyataannya, pengumpulan zakat,
masih dibawah standar rasio rata-rata jumlah umat Islam yang kena kewajiban zakat (muzakki).
Semestinya sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, negara proaktif dalam
menyikapi kebutuhan umat, dimana ajaran Islam yang asasi seperti zakat menjadi tulang
punggung perekonomian umat dengan melahirkan Undang-undang zakat dari sejak
kemerdekaan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kedudukan lembaga-lembaga Zakat yang berada di Indonesia?
2. Bagaimana mekanisme pengumpulan dan pendistribusian zakat dalam lembaga
pengelolaan zakat di Indonesia?

2|Page
BAB II
PEMBAHASAN
A. Eksistensi Zakat dalam Hukum Islam
Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk
diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Zakat merupakan suatu
kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk mengeluarkan
sejumlah harta tertentu, dengan syarat tertentu dan diberikan kepada orang-orang tertentu yang
berhak menerimanya menurut syara’. Zakat merupakan salah satu pesan Islam yang bersentuhan
langsung dengan kebutuhan dasar umat manusia, yakni terciptanya kesejahteraan ekonomi yang
seimbang, tidak menumbuhkan kecemburuan yang makin menajam antara kaum kaya dan
golongan miskin.
Secara bahasa kata zakat mempunyai arti, yaitu: keberkahan, pertumbuhan,
perkembangan, dan kesucian, secara istilah zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan
tertentu yang diwajibkan Allah SWT kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak
menerimanya dengan persyaratan tertentu pula. Dengan demikian pengertian zakat baik secara
bahasa dan istilah bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi berkah, tumbuh,
berkembang dan bertambah, suci dan baik.1
Makna keberkahan yang terdapat pada zakat berarti dengan membayar zakat akan
memberikan berkah kepada harta yang dimiliki. Zakat berarti pertumbuhan karena dengan
memberikan hak fakir miskin dan lain-lain yang terdapat dalam harta benda kita, akan terjadilah
suatu sirkulasi uang yang dalam masyarakat mengakibatkan berkembangnya fungsi uang itu
dalam kehidupan perekonomian di masyarakat. Zakat bermakna kesucian ataupun keberesan
yang dimaksudkan untuk membersihkan harta benda milik orang lain, yang dengan sengaja atau
tidak sengaja, termasuk ke dalam harta benda kita.2
Harta yang didapat dengan baik dimanfaatkan dan disalurkan dengan baik, sesuai dengan
tuntunan agama Islam merupakan harta yang berkah yang akan membawa kesejahteraan bagi
pemiliknya

1
Prasetyoningrum, Pendekatan Balance Scorecard Pada Lembaga Amil Zakat Di Masjid Agung Jawa
Tengah 2015, hlm 4
2
Nasrullah, Peranan Zakat Sebagai Pendorong Multiplier Ekonomi, 2013, hlm 2

3|Page
Secara sosiologis, zakat bertujuan untuk meratakan kesejahteraan dari orang kaya kepada
orang miskin secara adil dan mengubah penerima zakat menjadi pembayar zakat (Mustahiq
menjadi Muzakki), Kepentingan zakat merupakan kewajiban agama seperti halnya shalat dan
menunaikan ibadah haji. Islam memandang bahwa harta kekayaan adalah mutlak milik Allah
SWT, sedangkan manusia dalam hal ini hanya sebatas pengurusan dan pemanfaatannya saja.
Harta adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan setiap pembelanjaannya di akhirat
kelak. Dengan demikian setiap muslim yang harta kekayaannya yang telah mencapai nisab dan
haul berkewajiban untuk mengeluarkan zakat baik zakat fitrah maupun zakat maal.
Zakat merupakan salah satu ibadah kepada Allah SWT setelah manusia dikaruniai
keberhasilan dalam bekerja dengan melipahnya harta benda dan salah satu dari lima rukun islam
yang mempunyai status dan fungsi yang penting dalam syaria’at Islam. Kepentingan zakat
merupakan kewajiban agama seperti halnya shalat dan menunaikan ibadah haji. Islam
memandang bahwa harta kekayaan adalah mutlak milik Allah SWT, sedangkan manusia dalam
hal ini hanya sebatas pengurusan dan pemanfaatannya saja. Harta adalah amanah yang harus
dipertanggungjawabkan setiap pembelanjaannya di akhirat kelak. Dengan demikian setiap
muslim yang harta kekayaannya yang telah mencapai nisab dan haul (satu tahun kepemilikan)
berkewajiban untuk mengeluarkan zakat baik zakat fitrah maupun zakat maal.3
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, Karena merupakan sebagaian dari rukun maka
ibadah zakat ini harus di lakukan oleh semua umat Islam yang ada di dunia karena sebagai
sebuah kewajiban.
Tujuan utama disyariatkan nya zakat adalah untuk membersihkan dan mensucikan, baik
membersihkan dan mensucikan harta kekayaan maupun pemiliknya sebagaimana telah
dijelaskan dalam QS. At-taubah: 103:

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka. Dengan zakat itu, kamu membersihkan dan
menyucikan mereka serta mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu

3
Muhammad, Zakat Profesi Wacana Pemikiran dan Figih Kontemporer, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2008)
hlm 2

4|Page
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui”. (QS. At-taubah: 103)
Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa zakat akan membersihkan jiwa manusia
dari sifat kikir dan rasa cinta yang berlebihan terhadap harta duniawi, mengumpulkan zakat dari
orang yang mengeluarkan zakat hukumnya wajib dan menjelaskan bahwa zakat itu
membersihkan mereka dari sifat kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta
bendahnya maksudnya zakat menyuburkan sifatsifat kebaikan (solidaritas dan kasih sayang)
dalam hati mereka, serta memperkembangkan harta benda mereka, menurut Syaikh M. Syattul
mengemukakan pengertian zakat adalah ibadah yang berkaitan harta benda. Islam menuntut
supaya orang yang mampu menolong rakyat miskin dalam menutupi perbelanjaan hidupnya dan
juga untuk melaksanakan kepentingan umum4
Para ulama berijma’ bahwa zakat wajib atas seorang muslim yang baligh, aqil, merdeka,
mempunyai nisab dengan beberapa syaratnya. Mereka juga telah sepakat bahwa zakat tidak
wajib atas non muslim, karena ia tidak dituntut melakukan segala yang fardhu di dunia ini
kecuali setelah masuk Islam, dan karena zakat itu adalah salah satu rukun Islam, maka ia tidak
wajib atas orang kafir. Kalau ia menunaikannya juga maka tidak sah, karena syarat ibadah adalah
Islam.5
Mengeluarkan zakat hukumnya wajib bagi tiap - tiap muslim yang mempunyai harta
benda menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh hukum Islam. Ayat-ayat Al-Qur’an yang
mewajibkan zakat yaitu sebagai berikut:

"Dan laksanakanlah salat dan tunaikanlah zakat. Dan segala kebaikan yang kamu
kerjakan untuk dirimu, kamu akan mendapatkannya (pahala) di sisi Allah. Sungguh,
Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan" (Q.S. Al-Baqarah : 110)

4
Syaikh Muhammad Syattul, Aqidah dan Syariah Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm 94
5
M. Khaeruddin Hamsin dan M. Ichsan, Hukum Zakat dan Wakaf, (kearsipan Fakultas Ilmu hukum: UMY
2020), hlm 9

5|Page
“Dan tiada diperintahkan mereka melainkan menyembah Allah, sambil mengikhlaskan
ibadat dan taat kepada-Nya serta berlaku cenderung (tertarik) kepada ibadat itu dan
mendirikan shalat dan memberikan zakat, itulah agama yang betul" (QS.Al-Bayyinah :5)

“Dan dirikanlah olehmu shalat dan keluarkanlah zakat dan tunduklah bersama – sama
orang yang tunduk” (QS. Al-Baqarah :43)
Zakat hukumnya adalah wajib pada setiap harta yang telah memenuhi kriteria syarat dan
sebab zakat, baik pemilik tersebut sudah mukallaf atau belum. Karena pada dasarnya walaupun
zakat merupakan jenis ibadah pokok dan termasuk pilar agama, akan tetapi zakat merupakan
beban tanggung jawab masalah harta seseorang. Karena di dalam harta yang dimiliki orang yang
kaya masih ada hak orang fakir dan miskin yang harus ditunaikan zakatya6
Perintah membayar zakat diwajibkan kepada setiap umat Islam yang mampu memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari-hari secara layak. Bagi muslim yang tidak mampu mencukupi biaya
hidup, mereka tidak wajib membayar zakat, sebaliknya, mereka malah harus diberikan zakat. 8
golongan orang Islam yang berhak menerima zakat:7
1. Fakir (orang yang tidak memiliki harta)
Kata fakir berarti orang-orang sangat miskin dan hidup menderita yang tak memiliki apa-
apa untuk hidup.
2. Miskin (orang yang penghasilannya tidak mencukupi)
Golongan miskin sama halnya dengan golongan fakir dalam hal sama-sama memperoleh
manfaat dari dana zakat. Kata miskin mencangkup semua orang yang lemah dan tidak
berdaya, oleh karena itu dalam keadaan sakit, usia lanjut, sementara tidak memperoleh
penghasilan yang cukup ukntuk menjamin dirinya sendiri dan keluarganya.

6
Masturi ilham dan Nurhadi, Fikih Sunnah Wanita, (Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 2008), hlm. 255
7
Mas’ud Ridwan, Zakat dan Kemiskinan, (Yogyakarta: UII Press,2005) hlm 54-58

6|Page
3. Riqab (hamba sahaya atau budak)
Menurut Sayyid Quthb, pemberian dana zakat terhadap kelompok ini sudah tertutup,
dikarenakan tidak adanya perbudakan. Maka dana xakat ini bisa disaurkan pada para
pengrajin yang tidak memiliki modal untuk mengembangkan usahanya.
4. Gharim (orang yang memiliki banyak hutang)
Mereka ini adalah orang-orang yang harta bendanya tergadai dalam hutang, dengan
syarat bahwa mereka berhutang bukan untuk keperluan maksiat. Jadi mereka berhutang,
bukan untuk bermewah-mewahan ataupun sebab menuju kemewahan. Golongan ini
diberikan dan zakat dengan bagian yang adil sehingga bisa terlepas dari hutang dan
menjadikan kehidupan mereka lebih terhormat.
5. Mualaf (orang yang baru masuk Islam)
Penerima zakat yang baru masuk islam atau kelompok yang memiliki komitmen tinggi
dalam memperjuangkan dan menegakkan islam. Tujuan pemberian zakat terhadap orang-
orang yang baru masuk islam guna menguatkan iman mereka.
6. Fisabilillah (pejuang di jalan Allah)
Jumhur ahli fikih berpendapat, maksud sabilillah adalah para pahlawan suka rela dalam
perjuangannya. Namun jika melihat makna fisabiiah mempunyai cakupan yang cukup
luas dan bentuknya, hal ini tergantung sosio kondisi dan kebutuhan waktu. Memang kata
tersebut dapat mencakup berbagai macam perbuatan yang memiliki nilai makna jihad.
7. Ibnu Sabil (musyafir dan para pelajar perantauan)
Ibnu sabil ini adalah orang-orang yang bepergian dan kehabisan bekal, serta terpisah dari
harta bendanya, seperti kaum pengungsi yang mengungsi karena peperangan, kerusuhan
dan terpaksa meninggalkan harta bendanya, dan tidak bisa mengambilnya.
8. Amil zakat (panitia penerima dan pengelola dana zakat)
Mereka inilah orang-orang yang bertugas mengumpulkan zakat yang telah ditugaskan
oleh pemerintah atau pemimpin dalam masyarakat. Kata amilum yang diartikan
pengumpul bisa mencangkup semua pegawai yang turut mengelola akan sumber dana
zakat, pengumpu, pekerja, pembagi, distributor, penjaga akuntan dan sebagainya yang
bersangkutan dalam mengelola managemen dan administrasi dana zakat.
Al- Quran menyatakan bahwa kesediaan berzakat dipandang sebagai indikator utama
kedudukan seseorang dalam Islam, sekaligus sebagai ciri orang yang mendapatkan kebahagiaan

7|Page
dan akan mendapatkan rahmat dan pertolongan Allah. Kesadaran berzakat dipandang sebagai
orang yang memperhatikan hak fakir miskin dan para mustahik lainnya, juga dipandang sebagai
orang yang membersihkan, menyuburkan dan mengembangkan hartanya serta mensucikan
jiwanya.8 Zakat tidak hanya menjadi kewajiban, tetapi zakat harus dikelolah dengan baik dan di
distribusikan secara merata hingga sampai ke tangan yang berhak.
B. Eksistensi Zakat dalam Hukum Positif
Menurut Undang-Undang nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, yang
dinamakan zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang
dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya.
Sedangkan menurut Undang-Undang nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat,
yang dimaksud dengan zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau
badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan yang dimaksud dengan zakat adalah
mengeluarkan sebagian harta benda yang menjadi hak miliknya dan diberikan kepada orang yang
berhak menerimanya.
Undang-undang ini juga menegaskan bahwa tujuan dikeluarkannya peraturan tentang
pengelolaah zakat tidak lain adalah untuk meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam
menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama, meningkatkan fungsi dan peranan pranata
keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial,
sertameningkatkan hasil guna dan daya guna zakat.
Keterlibatan pemerintah dalam mengatur masalah pengelolaan zakat ini sesuai dengan
prinsip-prinsip yang terdapat dalam Pancasila terutama sila pertama, yaitu Ketuhanan yang Maha
Esa dan sila kelima, yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Kedua sila dalam
Pancasila ini menyiratkan pengertian bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang berketuhanan
dan berkeadilan. Melalui keadilan, bangsa Indonesia menempatkan pemerataan dan solidaritas
sosial sebagai prinsip yang penting sehingga terdapat kehendak untuk berbagi demi
kemaslahatan bersama.Untuk itu, Nurcholish Madjid berpendapat bahwa zakat merupakan
bentuk ibadah yang dikerjakan dalam suatu bentuk interaksi dengan orang lain, baik melalui

8
Mohammad Daud Ali dan Habibah Daud, Lembaga-lembaga Islam Di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo
1995) ,hlm, 241

8|Page
lembaga amil zakat maupun langsung kepada kaum fakir miskin.Bahkan, menurutnya, kitab suci
al-Quran membenarkan sikap demonstratif dalam berzakat.9
C. Kedudukan Lembaga Pengelolaan Zakat di Indonesia
Zakat merupakan salah satu cara alternatif dalam menanggulangi kemiskinan, karena
hakikat zakat adalah memberi pertolongan pada kaum yang membutuhkan dan dapat
menyelesaikan permasalahan sosial seperti pengangguran dan kemiskinan, khususnya di
Indonesia.
Sejarah Kelembagaan Pengelolaan Zakat Di Indonesia
Masa Kerajaan Islam
Pada masa kerajaan Islam ini eksistensi zakat di berbagai kerajaan Islam di Nusantara
cukup mendapatkan perhatian dan angin segar. Kerjaaan Islam pada masa itu menggunakan
semangat pembayaran upeti untuk menggugah semangat membayar zakat bagi warga kerajaan.
Sehingga diperoleh zakat yang cukup banyak dan bisa mengatasi masalah ekonomi di kalangan
masyarakat. Selain itu dengan pelaksanaan zakat juga menunjukkan bahwa keadilan sosial sangat
dijunjung tinggi dalam ajaran agama Islam. Dengan demikian kesejahteraan sosial juga dapat
terwujud di dalam kehidupan masyarakat kerajaan Islam melalui zakat tersebut.
Pada Masa Kerajaan Islam Aceh, misalnya, masyarakat menyerahkan zakat-zakat mereka
kepada negara yang mewajibkan zakat/pajak kepada setiap warga negaranya. 10 Kerajaan
berperan aktif dalam mengumpulkan pajak-pajak tersebut, dan kerajaan membentuk sebuah
badan yang ditangani oleh pejabat-pejabat kerajaan dengan tugas sebagai penarik pajak atau
zakat.11 Kantor pembayaran pajak ini pada masa kekuasaan kerajaan Aceh berlangsung di
masjid-masjid. Seorang Imeum dan kadi (penghulu) ditunjuk untuk memimpin penyelenggaraan
ritual-ritual keagamaan. Penghulu berperan besar dalam mengelola keuangan masjid yang
bersumber melalui zakat, sedekah, hibah, maupun wakat.12
Kerajaan Banjar yang merupakan kerajaan Islam juga aktif melakukan pemungutan serta
pengelolaan zakat dan pajak. Pada saat itu jenis pajak yang dipungut seperti pajak kepala, pajak
pertanian, pajak pendulangan emas dan berlian, serta barang dagangan. Yang menarik dicatat

9
Nurcholish Madjid, Pintu-pintu Menuju Tuhan (Jakarta: Paramadina, 1994), hlm. 38
10
Vollenhoven dalam Faisal, Sejarah Pengelolaan Zakat Di Dunia Muslim Dan Indonesia (Pendekatan Teori
Investigasi-Sejarah Charles Pieree dan Defisit Kebenaran Lieven Boeve), Analisis Vol. XI No. 2 Desember 2011 hal.
257
11
Ibid. hal. 257
12
Azra dalam Ibid. hal. 258

9|Page
disini, penarikan pajak terhadap hasil-hasil bumi dilakukan setiap tahun sehabis musim panen,
dalam bentuk uang atau hasil bumi.13 Semua ini sesuai dengan praktek pembayaran zakat
pertanian dalam ajaran Islam. Penarikan pajak di kerajaan Banjar ini diserahkan kepada badan
urusan pajak yang disebut dengan istilah Mantri Bumi.14
Sehingga dapat kita tarik kesimpulan bahwa pelembagaan pengelolaan zakat pada masa
kerajaan Islam saat itu sudah dibentuk sebuah lembaga pengelola zakat atau amil zakat walupun
secara kelembagaan belum terlalu kompleks dan masih sederhana. Selain itu lembaga pengelola
zakat saat itu masih bergabung menjadi satu dengan pengelolaan masjid-masjid setempat dan
pengelolaan zakat juga masih menjadi satu dengan pengelolaan pajak kerajaan sehingga lembaga
khusus yang menangani zakat secara nasional belum ada. Akan tetapi pengelolaan zakat pada
masa kerajaan Islam tersebut sudah cukup baik.
Masa Kolonialisme
Pada masa kolonialisme Belanda saat itu zakat tidak begitu bisa dilakukan dengan leluasa
pemungutan serta pengelolaannya. Kebijakan pemerintah Hindia Belanda banyak yang
mengintervensi mengenai masalah zakat pada masa itu. Pemerintah Hindia Belanda
mengintervensi zakat di Indonesia karena mereka tahu jika hasil dari pemungutan zakat tersebut
digunakan untuk mendanai perjuangan kemerdekaan Bangsa Indonesia. Setelah mengetahui
fungsi dan kegunaan zakat yang semacam itu, Pemerintah Hindia Belanda melemahkan sumber
keuangan dan dana perjuangan rakyat dengan cara melarang semua pegawai pemerintah dan
priyayai pribumi mengeluarkan zakat harta mereka.15
Setelah berjalannya waktu Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan baru
mengenai zakat yang terdapat pada Ordonantie Pemerintah Hindia Belanda No. 6200 tanggal 28
Februari 1905. Dalam ordonantie ini zakat tidak lagi mendapatkan intervensi dan sepenuhnya
pemungutan dan pengelolaan zakat diserahkan pada umat Islam. Kebijakan seperti ini yang pada
akhirnya membuat organisasi Muhammadiyah menjadi kelompok modernis yang menginisiasi
pengumpulan dana-dana filantropi Islam kemudian mentasharrufkannya untuk kepentingan
orang-orang yang berhak seperti kaum fakir dan miskin. Muhammadiyah mulai melakukan
pengumpulan zakat setidaknya pada tahun 1918 yang dipelopori oleh Departemen Tablig.16

13
Hollander dalam Ibid. hal. 258
14
Ibid. hal. 258
15
Ibid. hal. 258
16
Saifuddin, Sejarah Pengelolaan Zakat Di Indonesia, Az-Zarqa’ Vol. 12 No.2 Desember 2020

10 | P a g e
Masa Setelah Indonesia Merdeka
Untuk dapat mengelola zakat, pemerintah membentuk organisasi amil yang bernama
BAZNAS. Menurut Undang Undang nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat yang
dimaksud dengan Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebut BAZNAS adalah
lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional.,
Pada tahun 1999 dibentuk Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat, yaitu UU No. 38
tahun 1999. UU ini kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Agama No. 581 tahun
1999 tentang Pelaksanaan UU Pengelolaan Zakat dan Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan
Haji No. D/291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Sebelumnya pada tahun
1997 juga keluar Keputusan Menteri Sosial No. 19 tahun 1998, yang memberi wewenang kepada
masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan kesejahteraan sosial bagi fakir miskin untuk
melakukan pengumpulan dana maupun menerima dan menyalurkan zakat, infak, dan sedekah
(ZIS). Diberlakukan beragam peraturan tersebut telah mendorong lahirnya berbagai Lembaga
Pengelola Zakat (LPZ) di Indonesia. Kemunculan lembaga-lembaga itu diharapkan mampu
merealisasikan potensi zakat di Indonesia.17
Pada tanggal 27 Oktober 2011, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia (DPR RI) menyetujui Undang-undang pengelolaan zakat pengganti Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 1999 yang kemudian diundangkan sebagai UU Nomor 23 Tahun 2011 pada
tanggal 25 November 2011.
UU ini menetapkan bahwa pengelolaan zakat bertujuan (1) meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat dan (2) meningkatkan manfaat zakat untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Untuk mencapai tuju-
an dimaksud, UU mengatur bahwa kelembagaan pengelola zakat harus terintegrasi dengan
BAZNAS sebagai koordinator seluruh pengelola zakat, baik BAZNAS Provin-si, BAZNAS
Kabupaten/Kota maupun LAZ.18
Dalam prakteknya, kegiatan pengelolaan zakat tentunya dilakukan oleh lembaga
pengelola zakat (LPZ). Berdasarkan peraturan perundang-undangan, di Indonesia terdapat dua
jenis Lembaga Pengelola Zakat, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat
(LAZ). Badan Amil Zakat Nasional atau BAZNAS adalah lembaga yang melakukan pengelolaan

17
Muchaddam Fahham, Paradigma Baru Penelolaan Zakat di Indonesia, (Jurnal Kesejahteraan Sosial), 2011
hlm 10
18
Pengelolaan Zakat di Indonesia, Perspektif Sejarah dan Regulasi, (Aceh, Volume I, No. 2), 2012, hlm. 310

11 | P a g e
zakat secara nasional. Sementara itu, Lembaga Amil Zakat atau LAZ adalah lembaga yang
dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat. Dalam undang-undang yang sama, terdapat pula Unit Pengumpul Zakat
atau UPZ yaitu satuan organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS untuk membantu pengumpulan
zakat.
Kedudukan Lembaga Pengelolaan Zakat di Indonesia
BAZNAS bisa berkedudukan di pusat, propinsi maupun kabupaten/kota. BAZNAS pusat
diangkat oleh presiden atas usul menteri, sedangkan BAZNAS propinsi dibentuk dan diangkat
oleh menteri atas usul gubernur kemudian BAZNAS kabupaten atau kota dibentuk dan diangkat
oleh menteri atas saran dan usul bupati/wali kota menurut Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun
2014 tentang Pelaksanaan Undang Undang nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Tugas BAZNAS sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 UU No.23 Tahun 2011 yaitu
melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Yang dimaksud dengan pengelolaan zakat adalah
kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengkoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian,
dan pendayagunaan zakat.19 Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibantu oleh sekretariat,
dan dalam rangka pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat Provinsi dan Kabupaten/ Kota
dibentuklah BAZNAS Provinsi dan BAZNAS Kabupaten/ Kota, serta dapat membentuk UPZ
(Unit Pengumpul Zakat) pada tingkat kecamatan, kelurahan atau nama lainnya, dan tempat
lainnya. Selain itu, untuk membantu BAZNAS dalam pengumpulan, pendistribusian dan
pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ (Lembaga Amil Zakat).20
Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, tugas utama dari
BAZNAS adalah melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Dalam menjalankan tugas
utamanya, BAZNAS mempunyai beberapa fungsi:
a) perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
b) pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
c) pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
d) pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan Pengelolaan Zakat.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS dapat bekerja sama dengan pihak
terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAZNAS melaporkan hasil

19
Undang-undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, Pasal 1 ayat 1
20
M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat, (Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2006), hlm 55

12 | P a g e
pelaksanaan tugasnya secara tertulis kepada Presiden melalui Menteri dan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
Lembaga pengelola zakat yang berkualitas sebaiknya mampu mengelola zakat yang ada
secara efektif dan efisien. Program-program penyaluran zakat harus benar-benar tersalurkan oleh
para mustahik dan memiliki nilai manfaat bagi mustahik tersebut. Selain itu, seluruh anggota
organisasi pengelola zakat telah memahami dengan baik syariat sehingga pengelolaan zakat tetap
berada dalam hukum islam dan tentunya hal ini harus sejalan dengan asas-asas pengelolaan
zakat.
D. Pengumpulan dan Pendistribusian Zakat dalam Lembaga Pengelolaan Zakat di
Indonesia
Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna, zakat harus dikelola secara
melembaga sesuai dengan syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum,
terintegrasi, dan akuntabilitas sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan
dalam pengelolaan zakat. Di Indonesia, pemerintah telah membuat beberapa regulasi tentang
zakat yakni dengan di berlakukannya Undang-Undang nomor 38 tahun 1999 tentang
penegelolaan Zakat dan telah direvisi dengan Undang Undang nomor 23 tahun 2011. Di dalam
Undang-Ungang tersebut yang melakukan pengelolaan zakat adalah institusi-institusi resmi yang
diakui oleh pemerintah. Berdasarkan Pasal 3 UU No. 23 tahun 2011, tujuan pengelolaan zakat
adalah21:
1) Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan
2) Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan
penanggulangan kemiskinan
Pengelolaan zakat dimaksudkan agar dana zakat yang disalurkan benar-benar sampai
pada orang yang tepat dan menyalurkan dana zakat tersebut dalam bentuk yang produktif
sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan zakat untuk hal yang
produktif dapat dilakukan dengan mendirikan Rumah Asuh, melakukan pelatihan home industry,
mendirikan sekolah gratis, dan sebagainya.
Sebagai institusi yang mempunyai tugas utama pengelolaan zakat, maka BAZNAS dan
LAZ bisa melakukan hal-hal sebagai berikut22:

21
Undang-undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, Pasal 3
22
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat

13 | P a g e
Pertama, Pengumpulan zakat; Dalam pengumpulan zakat ini, muzakki bisa menghitung
sendiri zakatnya. Apabila tidak bisa, maka BAZNAS atau LAZ bisa membantu untuk
menghitungkan zakatnya. Zakat yang sudah dibayarkan harus dikurangkan dari penghasilan kena
pajak. BAZNAS naupun LAZ harus membuat bukti setoran zakat kepada muzakki sebagai buktu
untuk pengurangan pajak.
Kedua, Pendistribuan zakat, dalam hal pendistribusian zakat pada pasal 25 Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat disebutkan bahwa zakat wajib
didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam. Dan selanjutnya dalam Pasal 26
disebutkan bahwa pendistribusian zakat dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan
memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan
Ketiga, Pendayagunaan zakat, pendayagunaan harta zakat yang dilakukan oleh BAZNAS
dan LAZ seharusnya melalui usaha produktif untuk meningkatkan kesejahteraan para mustahik
lebih-lebih fakir miskin. Sehingga dengan model produktif ini bisa mengentaskan kemiskinan.
Tapi yang perlu diingat, zakat untuk usaha produktif ini dapat dilakukan apabila kebutuhan dasar
fakir dan miskin sudah terpenuhi.
Keempat, Pelaporan zakat, dalam pelaksanaan pengelolaan zakat, BAZNAS maupun
LAZ wajib melaporkan semua kegiatannya. Untuk BAZNAS kabupaten/kota wajib
menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat kepada BAZNAS propinsi dan
pemerintah daerah secara berkala. Sedangkan BAZNAS propinsi wajib menyampaikan laporan
pelaksanaan pengelolaan zakat kepada BAZNAS dan pemerintah daerah secara berkala.
LAZ wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan
dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS dan pemerintah daerah setiap 6 (enam) bulan
dan akhir tahun seperti yang telah diatur dalam UU No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat.
Pengelolaan Zakat dalam Hukum Islam
Peran zakat dalam interaksi sesama manusia (muammalah) ditegaskan oleh Norhaziah
binti Nawai dan Ainulashikin binti Marzuki dalam penelitiannya, bahwa “Zakat merupakan salah
satu pendapatan negara yang mempunyai fungsi sosial untuk mengurangi kesenjangan antara
kelompok ekonomi kaya dan miskin”. Falsafah yang menjadi dasar adalah segala kekayaan yang
ada di bumi ini tidak lain milik Allah sehingga seorang muslim tidak boleh hanya memikirkan
kepentingannya sendiri melainkan harus memiliki kepekaan sosial bagi orang yang

14 | P a g e
membutuhkan. Oleh karena itu, setiap muslim wajib membayar zakat maal (harta) sebesar 2,5%
dari kekayaannya untuk orang-orang yang memerlukan23
Pelaksanaan zakat diawasi oleh penguasa dan dilakukan oleh petugas serta dipungut dari
yang wajib mengeluarkan untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. Dalil yang paling
jelas dari permasalahan ini bahwa Allah telah menyebutkan yang bertugas dalam urusan zakat ini
baik pengumpulan, pembagian zakat dengan nama ‘amalia alaiha sebagaimana Allah berfirman
dalam surat At-Taubah (9) : 60

"Sungguh zakat itu hanya untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, orang yang
dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk
(membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang
dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah maha mengetahui, maha
bijaksana." (At-Taubah: 60)
Dalam hadits sahih Bukhari-Muslim yang lain dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi SAW ketika
mengutus Mu’adz ke Yaman beliau berkata:
“Dari Ibnu Abbas RA, dia berkata“ Muadz berkata“ Rasulullah SAW mengutusku dan
berpesan “Sesungguhnya kamu akan mendatangi suatu kaum dari golongan ahli kitab, maka
serulah mereka untuk bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan aku adalah utusan Allah. Jika
mereka menurutinya maka sampaikanlah kepada mereka bahwa jika mereka menurutinya aka
sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan mereka sholat lima waktu sehari
semalam, jika mereka mentaatinya maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah telah
mewajibkan membayar zakat dari harta orang yang kaya diantara mereka untuk dibagikan
kepada fakir miskin dari golongan mereka juga. Jika mereka patuh atas kewajiban itu padamu

23
Norhaziah Binti Nawai dan Ainulashikin Binti Marzuki, The Role of Zakat in Developing Muslim Econom,
(Malaysia USIM, 2007), hlm 1

15 | P a g e
maka hati-hatilah kamu atas harta mereka yang sangat mulia bagi mereka, Hindarilah doa orang
yang terdzalimi dan Allah tidak ada penghalang”. (Hadits Riwayat Jamaah dari Ibn Abbas).24
Hadits ini bisa dijadikan alasan bahwa penguasa adalah orang yang bertugas
mengumpulkan dan membagikan zakat. Maka barang siapa diantara mereka menolak
mengeluarkan zakat, maka hendaklah zakat diambil dari orang secara paksa. Rasulullah
membekali mereka dengan nasehat dan ajaran bagi mereka dalam rangka bermuamalah dengan
pemilik harta, dan senantiasa berwasiat agar mereka memperlihatkan rasa sayang dan
memberikan kemudahan kepada pemilik harta, dengan tanpa meremehkan hak Allah.
Ini semua menunjukkan kepada kita dengan jelas bahwa sejak zaman Rasulullah, masalah
zakat itu adalah urusan dan tugas pemerintah. Atas dasar ini pula Rasulullah memerlukan sekali
untuk menugaskan petugas zakat pada setiap kaum dan suku bangsa yang telah masuk Islam.
Petugas itu mengambil zakat dari orang kaya dan membagikannya kepada mustahiq yang berhak
menerimanya.25
Dalam hal ini Nabi Muhammad SAW telah mencontohkan dengan keteladanan yang
beliau lakukan ketika memberikan kepada seorang fakir sebanyak dua dirham sambil
memberikan anjuran agar mempergunakan uang tersebut, satu dirham untuk dimakan dan satu
dirham lagi supaya dibelikan kapak sebagai alat kerja. Untuk penganti pemerintah saat ini dapat
diperankan oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang kuat, amanah, dan profesional.
BAZ atau LAZ bila memberikan zakat harus pula melakukan pembinaan atau pendampingan
kepada mustahiq zakat agar kegiatan usahanya dapat berjalan dengan baik, dan agar para
mustahik semakin meningkat kualitas keimanan dan keIslamnnya.

E. Hambatan Dalam Pengelolaan Zakat Nasional


Dalam perkembangan zaman, pengelolaan zakat menghadapi beberapa kendala atau
hambatan sehingga seringkali pengelolaannya masih belum optimal dalam perekonomian.26
1. Minimnya sumber daya manusia yang berkualitas

24
Nashiruddin al-Bani, Terjemahan Ringkas Shahih Muslim, (Jakarta: Gema Insani, 2005), hlm 365
25
Yusuf Qardhawi, Ibadah dalam Islam, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2005), hal 39
26
M. Nur Rianto Al Arif, Teori Makro Ekonomi Islam. (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm 280

16 | P a g e
Pekerjaan menjadi seorang pengelola zakat (amil) belumlah menjadi tujuan hidup
atau profesi dari seseorang. Menjadi seorang amil belumlah menjadi pilihan hidup,
karena tidak ada daya tarik disana. Padahal lembaga amil membutuhkan banyak sumber
daya manusia yang berkualitas agar pengelolaan zakat dapat profesional, amanah,
akuntabel dan transparan
2. Pemahaman fikih amil yang belum memadai.
Masih minimnya pemahaman fikih zakat dari para amil masih menjadi salah satu
hambatan dalam pengelolaan zakat. sehingga menjadikan fikih hanya dimengerti dari
segi tekstual semata bukan konteksnya. Kekakuan dalam memahami fikih zakat
menyebabkan mereka memandang zakat hanya dapat diberikan dalam bentuk konsumtif
semata dan tidak diperkenankan untuk sesuatu hal yang produktif.
3. Rendahnya kesadaran masyarakat.
Masih minimnya kesadaran membayar zakat dari masyarakat menjadi salah satu
kendala dalam pengelolaan dana zakat agar dapat berdayaguna dalam perekonomian.
Karena sudah elekat dalam benak sebagian kaum muslim bahwa perintah zakat hanya
diwajibkan pada bulan Ramadhan saja, itupun terbatas pada pembayran zakat fitrah.
Padahal zakat bukanlah sekedar ibadah yang diterapkan pada bulan Ramadhan semata,
melainkan juga dapat dibayarkan pada bulan-bulan selain Ramadhan. Apabila kesadaran
masyarakat akan pentingnya zakat bagi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran umat
sudah semakin baik, hal ini akan berimbas pada peningkatan penerimaan zakat.
4. Teknologi yang digunakan Penerapan teknologi yang ada pada suatu lembaga zakat
masih sangat jauh apabila dibandingkan dengan yang sudah diterapkan pada institusi
keuangan. Hal ini tentu akan menjadi salah satu kendala penghambat pendayagunaan
zakat. teknologi yang diterapkan pada lembaga amil masih terbatas pada teknologi yang
standar.
5. Sistem informasi zakat
Lembaga amil zakat yang ada belum mampu mempunyai atau menyusun suatu sistem
informasi zakat yang terpada antar amil. Sehingga lembaga amil zakat ini saling
terintegrasi satu dengan yang lainnya.

17 | P a g e
F. Strategi Pengembangan Zakat di Indonesia
Dengan melihat pada kondisi kekinian dan hambatan yang menjadi kendala
perkembangan pengelolaan zakat di Indonesia, maka haruslah disusun suatu strategi
pengembangan dalam pengelolaan zakat sebagai berikut:27
1. Membudayakan Kebiasaan Membayar Zakat
Harus mulai dicanangkan gerakan membayar zakat melalui tokoh- tokoh agama
tau bahkan dengan cara memasang iklan dimedia massa baik cetak maupun elektronik.
Sosialisasi kebiasaan membayar zakat harus dilakukan secara serentak dan dengan
koordinasi yang matang antar lembaga, agar dapat menjadi budaya yang positif di
masyarakat
2. Penghimpunan yang Cerdas
Pada masa kini, strategi penghimpunan zakat secara tradisional sudah tidak dapat
dipergunakan lagi, yang hanya tunggu bola, menuggu datangnya muzzaki datang
ketempat amil. Saat ini amil harus mau untuk lebih bekerja keras dalam menghimpun
dana masyarakat, strategi yang dipakai adalah strategi jemput bola, yaitu amil harus
mendatangi dan mendekati para muzzaki agar mau mengeluarkan zakatnya.
3. Perluasan Bentuk Penyaluran
Pola-pola penyaluran tradisional yang selama ini banyak diterapkan oleh
lembaga pengelola zakat secara tradisional harus diubah agar bentuk penyaluran yang ada
mampu menjadikan mustahik menjadi mandiri dan tidak lagi bergantung kepada pihak
lain. Mustahik tidak lagi hanya diberi “ikan” tetapi mulai diberi “kail”, dimana nantinya
mustahik tersebut diharapkan mampu mendapatkan hasil yang berkesinambungan dari
“kail” yang diberikan.
4. Sumber Daya Manusia yang Berkualitas
Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu prasyarat agar
suatu lembaga amil zakat dapat semakin berkembang dan mampu mendayagunakan dana
zakat yang mereka miliki untuk kemaslahatan umat.
5. Fokus dan Program

27
Ibid, hlm 283

18 | P a g e
Seringkali kelemahan para lembaga pengelola zakat saat ini adalah memiliki
ambisi untuk menjangkau semua aspek kehidupan, hal ini berakibat tidak fokusnya
program-program yang mereka lakukan, sehingga dapat mengakibatkan tujuan utama
pendayagunaan zakat untuk mengentaskan mustahik dari jurang kemiskinan justru tidak
optimal

19 | P a g e
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kepentingan zakat merupakan kewajiban agama seperti halnya shalat dan menunaikan
ibadah haji. Islam memandang bahwa harta kekayaan adalah mutlak milik Allah SWT,
sedangkan manusia dalam hal ini hanya sebatas pengurusan dan pemanfaatannya saja. Harta
adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan setiap pembelanjaannya di akhirat kelak.
Oleh karena itu, setiap muslim wajib membayar zakat maal (harta) sebesar 2,5% dari
kekayaannya untuk orang-orang yang memerlukan. Dalam rangka meningkatkan daya guna dan
hasil guna, zakat harus dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat Islam, amanah,
kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan akuntabilitas sehingga dapat
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat. Di Indonesia,
pemerintah telah membuat beberapa regulasi tentang zakat yakni dengan di berlakukannya
Undang-Undang nomor 38 tahun 1999 tentang penegelolaan Zakat dan telah direvisi dengan
Undang Undang nomor 23 tahun 2011.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, di
Indonesia terdapat dua jenis Lembaga Pengelola Zakat, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan
Lembaga Amil Zakat (LAZ). Badan Amil Zakat Nasional atau BAZNAS adalah lembaga yang
melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Sementara itu, Lembaga Amil Zakat atau LAZ
adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
Dalam perkembangan zaman, pengelolaan zakat menghadapi beberapa kendala atau
hambatan sehingga seringkali pengelolaannya masih belum optimal dalam perekonomian yaitu
Minimnya sumber daya manusia yang berkualitas, Pemahaman fikih amil yang belum memadai,
Rendahnya kesadaran masyarakat, Faktor teknologi dan Sistem informasi zakat. Dengan melihat
kondisi dan hambatan yang menjadi kendala perkembangan pengelolaan zakat di Indonesia,
maka haruslah disusun suatu strategi pengembangan dalam pengelolaan zakat.

20 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai