PENDAHULUAN
Zakat suatu kewajiban bagi umat Islam yang telah ditetapkan dalam
Al-qur‟an, Sunah Nabi, dan Ijma para ulama. Zakat merupakan salah satu
rukun Islam yang disebutkan sejajar dengan sholat.1 Zakat sebagai salah satu
rukun Islam merupakan paket tuntunan bagi siapa saja yang dirinya disebut
muslim. Kedudukan yang demikian sudah tentu memiliki posisi yang penting
dan strategis. Bukan semata bentuk ritual penghambaan manusia pada sang
Khaliq, tetapi lebih dari itu, sebagaimana rukun Islam yang lain ia
zakat mencerminkan sistem sosial yang ingin dibangun oleh Islam. Zakat
1
Abdul Hamid Mahmud Al-Ba‟Ly, Ekonomi Zakat, alih bahasa Muhammad Aqbary
Abdullah Karim, cet ke-1, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 1.
2
Noor Aflah Kuntarno dan Mohd. Nasir Tanjang (ed), Zakat dan Peran Negara, (Jakarta:
FOZ, 2006), hlm. 131.
1
proporsional antara dimensi material dan spiritual. Pandangan ini sekaligus
merupakan kritik terhadap sistem sosial yang ingin dibangun oleh sistem
sosial Islam yang lebih luas. Pengembangan sistem sosial Islam yang
dimaksud di sini adalah sebagai berikut. Pertama, sistem sosial Islam yang
masyarakat secara totalitas. Di satu sisi, zakat dapat mengarahkan umat pada
sikap ketundukan dan ketaatan kepada Allah, di sisi lain zakat dapat
dirinya dari sikap menghambakan diri pada harta. Ketiga, zakat dapat
kebaikan fakir miskin saja, tetapi untuk memperkokoh takaful sosial (jaminan
sosial) dalam batasan kecukupan, dan bukan sekedar untuk makan saja.
yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau pejabat yang berwenang kepada
2
mendapat imbalan tertentu yang dilakukan pemerintah sesuai dengan
Artinya: Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu
berbuat dosa.6(QS. Al-Baqorah: 276).7
5
Gazi Inayah, Teori Komprehensif tentangZakat dan Pajak, (Yogyakarta: Tiara Wacana,
2003), hlm. 3.
6
Yang dimaksud dengan memusnahkan riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan
berkahnya.Dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah memperkembangkan harta
yang telah dikeluarkan sedekahnya atau melipatgandakan berkahnya.Maksudnya ialah orang-
orang yang menghalalkan riba dan tetap melakukannya.
7
Depertemen Agama RI, Al-„Aliyy, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, 2005),
hlm. 36.
8
Ilyas Supena dan Darmuin.,Op. Cit., hlm. 69.
3
memanfaatkan dana zakat untuk peningkatan kesejahteraan dan pembebasan
serta hikmah zakat. Kedua, amil zakat benar-benar orang yang terpercaya.
Dalam hal ini dibutuhkan adanya kejujuran dan keikhlasan dari amil zakat.11
dimilikinya guna memihak pada rakyatnya. Oleh karena itu sebagian besar
9
Zubaid, Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Pesantren “Kontribusi Fiqh Sosial Kiai
Sahal Mahfudh dalam Perubahan Nilai-nilai Pesantren”, cet ke-I (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2007), hlm. 93-94.
10
Usman Suparman, Hukum Islam “Azas-azas Pengantar Hukum Islam dalam Tata Hukum
Islam”, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), hlm. 163.
11
Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, Ilmu Fiqh
Jilid I, cet ke-2 (Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN,
1985), hlm. 268.
12
Ibid, hlm. 137
4
Negara Islam. Penguasa berkewajiban memaksa warganya yang beragama
dalam kitab Bukhari dan Muslim yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah
menyebutkan bahwa Nabi saw mengutus Umar Ibnu Lubiah sebagai petugas
pemungut zakat.14
Peran pemerintah dalam zakat tercantum dalam Bab III Pasal 9 Bab
tugasnya, badan amil zakat dan lembaga amil zakat bertanggung jawab
sejak 1950-an, tetapi baru sekitar 49 tahun kemudian, tepatnya pada tahun
13
A. Azizy Qodri, Membangun Fondasi Ekonomi Umat Meneropong Prospek
Berkembangnya Ekonomi Islam, cet ke-1 (Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2004), hlm. 133.
14
Ilyas Supena dan Darmuin, Op. Cit., hlm. 51.
15
Muhammad Hasan, Menajemen Zakat Model Pengelolaan Yang Efektif, cet ke-1,
(Yogyakarta: Idea Press, 2011), hlm. 15.
5
diundangkanya UU No. 38 Tahun 1999 yang berdampak secara langsung
memungut zakat. Selain itu, belum ada manfaat yang cukup signifikan
itu sendiri menjadi pemicu sekaligus landasan bagi lahirnya banyak lembaga.
Oleh karena itu, sangatlah wajar apabila hingga saat ini masyarakat masih
kekhawatiran tentang masa depan pengelola zakat itu sendiri. Sebab, dengan
potensi penghimpunan dana zakat yang sangat besar dan banyaknya lembaga
akan pupus. Bahkan, bisa jadi masyarakat malah tidak percaya dengan
16
Gazi Inayah., Op.Cit., hlm. 67.
6
Di saat yang sama, pihak pemerintah juga sedang gencar menyusun
terhadap UU Pengelolaan Zakat yang ada. Karena saat ini masih banyak
Pertama, soal lembaga. Saat ini belum ada kejelasan fungsi siapa
Amil Zakat Nasional), dan BAZDA (Badan Amil Zakat Daerah). Belum lagi
lembaga pengelola zakat yang sperti Dompet Dhuafa, dan Daarut Tauhiid
lembaga zakat. Hal ini juga menyebabkan pendistribusian zakat tidak merata.
7
muzzaki. Tujuan untuk mengingatkan terhadap kewajiban muzzaki untuk
membayar zakat.
selesai, pembahasan UU zakat yang baru ini harus dilimpahkan kepada DPR
perubahan konsep dan tarik menarik kepentingan yang sangat kuat. Akhirnya
membentuk UPZ).
17
Lihat UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat
8
4. LAZ berperan membantu BAZNAS dalam pengelolaan zakat (untuk
badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, perusahaan swasta, dan
pada tingkat kecamatan, kelurahan atau nama lainnya, dan tempat lainnya.18
2014 dan surat dari gubernur jawa tengah nomor 451/002811 tanggal 26
Gubernur Jawa Tengah tersebut, Badan Amil Zakat atau yang disebut dengan
yang aktif dalam pengumpulan zakat. Maka untuk pembentukan UPZ yang
18
Pasal 16 UU No. 23 Tahun 2011.
19
Surat Gubernur Jawa Tengah Nomor 451/002811
9
diharapkan pemerintah akan bisa menghilangkan Lembaga Amil Zakat
B. Rumusan Masalah
sebagai berikut :
10
2. Untuk mengetahui pengaruh penetapan UU No. 23 Tahun 2011 terhadap
Dhuafa Semarang.
sebagai berikut :
2. Dapat menjadi bahan studi komparatif ataupun studi lanjut bagi pihak-
D. Telaah Pustaka
11
Beberapa diantaranya adalah gagasan dan wacana lembaga pengelolaan
Pasal 18 Ayat (2) UU No. 23 Tahun 2011 (Studi Respon Lembaga Pengelola
1999. Lembaga Amil Zakat adalah institusi pengelola zakat yang sepenuhnya
Seperti halnya BAZ dan LAZ yang mempunyai tugas pokok mengumpulkan,
agama.
”menurut teori ini, bahwa seharusnya zakat itu hanya ditangani oleh
kepada para wajib zakat yang lalai membayarnya sebagaimana yang pernah
12
dilaksanakan oleh Kahlifah Abu Bakar RA. Adapun Lembaga Amil Zakat
E. Kerangka Teori
lembaga atau instansi. Ini berarti belum ada atau belum bisa mewujudkan
Zakat Bab III Pasal 6 dan Pasal 7 menyatakan bahwa lembaga pengelolaan
zakat di indonesia terdiri dari dua macam, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ)
20
A. Azizy Qodri, Op. Cit., hlm. 131.
13
dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Badan Amil Zakat dibentuk oleh
instansi pemerintah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah,
dan tempat lainnya. Selain BAZNAS, juga terdapat LAZ (Lembaga Amil
lain dari struktur dan mekanisme serta tujuan organisasi, begitu pula dengan
halnya organisasi amil zakat. Dalam buku petunjuk teknis pengelolaan zakat
sususan organisasi lembaga pengelola zakat seperti Badan Amil Zakat adalah
sebagai berikut:
21
Ilyas Supena dan Darmuin, Op. Cit.,hlm. 131.
14
a. Badan Amil Zakat terdiri atas Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas
bagian pendayagunaan.
e. Anggota Pengurus Badan Amil Zakat terdiri atas unsur masyarakat dan
terkait.
dewan pembina. Hal ini dapat dipahami mengingat BAZ dan LAZ
secara definitif dan jelas. Namun pada Undang-undang No.23 Tahun 2011
15
dalam pasal 18 ayat (2) UU No. 23 Tahun 2011 dijelaskan dengan rinci,
sebagai berikut :
melaksanakan kegiatannya
f. Bersifat nirlaba
sebelumnya.
bahwa Badan Amil Zakat bisa membentuk Unit Pengumpul Zakat dalam
lingkung Instansi yang mengkin hal ini bermaksud agar memudahkan dalam
22
Pasal 18 Ayat (2) UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat
16
lembaga zakat independen dan juga menimbulkan berbagai respon dari
objek berdasarkan faktor keuntungan dan kerugian yang akan diterima dari
adanya objek tersebut. Kedua, sikap, berupa ucapan secara lisan atau
tindakan, melakukan kegiatan nyata untuk peran serta atau tindakan terhadap
suatu kegiatan yang terkait dengan objek tersebut.23 Peran lembaga pengelola
yang diteliti. Dan tentunya tidak luput dari sumber hukum yang ada. Semoga
yang sesuai dengan harapan, dan untuk penjelasan akan dibahas pada bab-
bab selanjutnya.
F. Metode Penelitian
Metode adalah suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam proses
23
“Respon Masyarakat,” http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2185068-konsep-
dan-definis-respon/#ixzz2HMy8fUTY, diakses pada tanggal 20 September 2014.
17
prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati, dan sistematis untuk mewujudkan
kebenaran.24
1. Jenis penelitian
pada data dari lokasi yang diteliti, dalam hal ini yang menjadi objek
Dhuafa Semarang.
2. Sifat Penelitian
3. Sumber Data
24
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006),
hlm. 24.
18
mengambil responden dari Lembaga Amil Zakat Daarut Tauhiid dan
yaitu proses analisis sosiologis terhadap norma yang ada pada Undang-
Zakat.
G. Sistematika Penulisan
dalam skripsi ini agar bisa integral, terarah, dan sistematis digunakan bagian
19
Bab pertama merupakan pendahuluan yang menjelaskan unsur-unsur
yang menjadi syarat penelitian ilmiah, yaitu latar belakang masalah, rumusan
pengurus badan amil zakat (LAZ) untuk mengetahui masalah yang mendasar
strategi dari Lembaga Amil Zakat yang terdiri Lembaga Amil Daarut
Tauhiid, dan Lembaga Amil Zakat dompet Dhuafa yang menjadi objek
penelitian.
zakat Daarut Tauhiid dan Dompet Dhuafa pasca UU No. 23 Tahun 2011, dan
20