Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah
dan karunianya sehingga terselesaikannya makalah yang berjudul “Peranan zakat
dalam mensejahterakan umat ”.Salam dan salawat tak lupa kita kirimkan kepada
junjungan kita Rasulullah Saw,kepada keluarga,sahabat,dan kaumnya yang masih
menggegam Tidak lupa pula kita panjatkan puji dan syukur kepada Nabi
junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Makalah yang masih perlu dikembangkan
lebih jauh ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
membacanya. Makalah ini dibuat sebagai tugas mata kuliah “Zakat, Infaq,
Sedekah dan Wakaf (ZISWA)”. Penulis menyadari bahwa, dalam makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
adanya kritikan serta saran kepada yang telah membaca makalah ini.
KATA PENGANTAR ..................................................................................

DAFTAR ISI .................................................................................................

BAB I.............................................................................................................

PENDAHULUAN.........................................................................................

1.1. Latar Belakang.................................................................................

1.2. Rumusan Masalah............................................................................

1.3. Tujuan.............................................................................................

BAB II............................................................................................................

PEMBAHASAN............................................................................................

A. Pengertian Zakat dalam mensejahterakan islam..............................


B. Peranan Zakat dalam Mensejahterakan Umat..................................
C. Problema dan Solusi Zakat dalam Meningkatkan Kesejahteraan....
D. Konsep Zakat dalam Islam...............................................................

BAB III..........................................................................................................

A. KESIMPULAN...................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

Zakat adalah salah satu rukun Islam yang bercorak sosial ekonomi. Dengan zakat,
disamping ikrar tauhid (syahadat) dan sholat, seseorang barulah sah masuk ke dalam
barisan umat Islam dan diakui keislamannya. Hal tersebut berdasarkan firman Allah
dalam Surat Taubat ayat 11 yang terjemahnya sebagai berikut: “jika mereka bertaubat,
mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka mereka ini adalah saudara-saudaramu
seagama. Dan kami menjelaskan ayat-ayat itu bagai kaum yang mengetahui (DEPAG, Al-
Quran dan terjemahnya).

Menurut Yusuf al-Qardawi (2011 : 3) mengatakan bahwa: zakat, sekalipun di


bahas di dalam pokok bahasan “ibadah”, karena dipandang bagian yang tidak terpisahkan
dari sholat. Sesungguhnya merupakan bagian sistem sosial ekonomi Islam dan oleh
karena itu, dibahas dalam buku-buku tentang strategi hukum dan ekonomi Islam. Syari‟at
diturunkan kepada Rasulullah saw. Pada tahun kedua hijriyah. Pada masa itu Rasulullah
saw. Mengangkat beberapa sahabat sebagai amil zakat yang bertugas menarik zakat dari
pada wajib zakat (Muzaki), mendatanya di Baitul Maal dan menyalurkannya kepada
orang-orang yang berhak menerima zakat (mustahik). Syari‟at zakat ini kemudian
dipegang teguh oleh para Khulafaur Rosyidin. Bahkan pada masa Khalifah Abu Bakar,
beliau memerangi orang yang tidak menunaikan zakat, meskipun ia menegakkan shalat.
Menurut Dedi Supriyadi (2018 : 74) salah satu keberhasilan Abu Bakar dalam pranata
sosial ekonomi mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial rakyat. Untuk
kemaslahatan rakyat beliau mengelola zakat, infaq, dan sedekah yang berasal dari kaum
muslimin, ghanimah harta rampasan perang, dan jizyah dari warga negara non muslim,
sebagai sumber pendapatan Baitul Maal. Penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber
pendapatan negara ini dibagikan untuk kesejahteraan para tentara, gaji para pegawai
negara, dan kepada rakyat yang berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan al-Quran.
Pada masa Khalifah Mu‟awiyah, zakat dikelola dan dipergunakan negara melalui baitul
maal digunakan untuk membantu masyarakat miskin yang diiming-imingi harta untuk
berpindah agama dan kewarganegaraan, menjaga stabilitas perekonomian dan harga
kebutuhan penduduk dan untuk mendanai pasukan penjaga perbatasan. Sejarah gemilang
pengelolaan zakat
mengemukakan pada era Umar bin Abdul Aziz, dimana pada masa ini ijtihad zakat atas
penghasilan ditetapkan oleh khalifah dan bersifat wajib.

1.1 Rumusan Masalah


a. Bagaimana zakat dalam mensejahterakan umat?
b. Bagaimana peran zakat dalam mensejahterakan umat?
c. Apa problema dan solusi peran zakat dalam meningkatkan kesejahteraan umat?
d. Bagaimanakah konsep zakat dalam islam?

1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui zakat dalam mensejahterakan umat
b. Untuk mengetahui peran zakat dalam mensejahterakan umat
c. Untuk mengetahui problema dalam meningkatkan kesejahteraan umat
d. Untuk mengetahui konsep zakat dalam islam
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ZAKAT

Zakat adalah harta tertentu yang dikeluarkan apabila telah mencapai syarat
yang diatur sesuai aturan agama, dikeluarkan kepada 8 asnaf penerima zakat.
Menurut Bahasa kata “zakat” berarti tumbuh, berkembang, subur atau bertambah.
Zakat berasal dari bentuk kata "zaka" yang berarti suci, baik, berkah, tumbuh, dan
berkembang. Dinamakan zakat, karena di dalamnya terkandung harapan untuk
beroleh berkah, membersihkan jiwa dan memupuknya dengan berbagai kebaikan
(Fikih Sunnah, Sayyid Sabiq: 5). Makna tumbuh dalam arti zakat menunjukkan
bahwa mengeluarkan zakat sebagai sebab adanya pertumbuhan dan
perkembangan harta, pelaksanaan zakat itu mengakibatkan pahala menjadi
banyak.
Sedangkan makna suci menunjukkan bahwa zakat adalah mensucikan
jiwa dari kejelekan, kebatilan dan pensuci dari dosa-dosa. Dalam Al-Quran
disebutkan, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan menyucikan mereka” (QS. at-Taubah [9]: 103). Menurut
istilah dalam kitab al-Hâwî, al-Mawardi mendefinisikan zakat dengan nama
pengambilan tertentu dari harta tertentu, menurut sifat-sifat tertentu dan untuk
diberikan kepada golongan tertentu. Orang yang menunaikan zakat disebut
Muzaki. Sedangkan orang yang menerima zakat disebut Mustahik.
Zakat berpotensi untuk mensejahterakan umat apabila diberdayakan secara
optimal. Karena, sumber zakat yang ada pada umat Islam sangat banyak
bentuknya serta jumlahnya juga sangat besar. Sesungguhnya jika zakat sudah
diberdayakan dengan seutuhnya maka itu sudah mencukupi keperluan masyarakat
Muslim tanpa harus ada tambahan membayar pajak seperti yang
berlaku pada saat ini.Idealnya adalah zakat diwajibkan untuk umat Islam.
Sedangkan pajak hanya untuk non muslim. Hal yang sedemikian ke depannya
perlu diupayakan jalan keluarnya supaya umat Islam tidak harus menanggung dua 
beban secara bersamaan.
  Upaya untuk membantu fakir miskin adalah target utama dalam
pendistribusian zakat. Dengan dana zakat diharapkan nasib fakir miskin terangkat.
Sebaiknya bantuan kepada mereka bukan sekedar bantuan untuk keperluan hidup.
Tetapi, lebih kepada bantuan yang sifatnya membangun.
Sehingga pada masa masa selanjutnya para fakir miskin naik taraf hidupnya dan ti
dak bergantung lagi pada bantuan zakat.Kemampuan zakat dalam
mensejahterakan umat bukan sekedar angan atau sebatas teori.Tetapi, telah
dibuktikan secara nyata kebenarannya dalam sejarah peradaban Islam. 
Pada masa itu kesejahteraan benar benar merata.Sehingga,petugas zakat kesulitan 
untuk mendapati mustahik. Maka dari itu sudah sepantasnya para petugas zakat
atau mereka yang berkecimpung dalam pengurusan zakat untuk selalu
bersemangat. Supaya, keberhasilan yang pernah diraih suatu ketika dulu dapat
dicapai semula. Begitu pula para muzakki hendaknya kontinyu dalam
berzakat karena ianya merupakan sebuah kewajiban yang tidak boleh diabaikan.

B. PERANAN ZAKAT DALAM MENSEJAHTERAKAN UMAT

Sesuai dengan pendapat dari Didin Hafinudin (2002) bahwa salah satu
hikmah dan manfaat zakat adalah zakat berfungsi untuk menolong, membantu dan
membina mereka terutama fakir miskin, kearah kehidupan yang lebih baik dan
lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan
layak. Adapun peranan zakat dalam kesejahteraan umat yaitu:

a. Peranan zakat dalam Produksi


Pendayaan zakat harus memiliki dampak yang positif, baik secara
ekonomi maupun sosial. Secara ekonomi zakat yang diberikan kepada
mustahiq dapat membuat hidup sejahtera dengan masyarakat lain, berarti
zakat tidak hanya untuk hal-hal yang konsumtif tetapi lebih untuk
kepentingan yang produktif. Pada pasal 27 UU No 23 Tahun 2011. Zakat
dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan
fakir miskin dan peningkatan kualitas umat.
Zakat unutk usaha produktif dilakukan apabila kebutuhan dasar
musthik telah terpenuhi. Usaha produktif adalah kegiatan yang
diperuntukan bagi usaha yang bersifat jangka menengah-panjang(Rahmat
Hidayat, 2017:43). Dampak dari kegiatan produktif ini umumnya masih
bisa dirasakan walapun dana zakat yang diberikan sudah habis terpakai.
Dengan ini maka zakat dapat dijadikan suatu modal bagi usaha kecil,
dengan adanya pengelolaan zakat produktif ini dapat membantu
menggerakan perekonomian masyarakat yang lemah serta membantu roda
pemerintahan dalam meningkatkan perekonomian Negara.

b. Perenan Zakat dalam Konsumsi

DalamTeori ekonomi konvensional kepuasan seseorang dalam


mengkonsumsi suatu barang dinamakan utility atau nilai guna. Kalau
kepuasan terhadap suatu benda semakin tinggi, maka semakin tinggi pula
nilai gunanya. Sebaliknya, bila kepuasan terhadap suatu benda semakin
rendah maka semakin rendah pula nilai gunanya. Kepuasan dalam
terminology konvensional dimaknai dengan terpenuhnya kebutuhan-
kebutuha fisik.

Dalam ekonomi Islam, kepuasan dikenal dengan maslaha dengan


pengertian terpenuhi kebutuhan baik bersifat fisik maupun spiritual. Islam
sangat mementingkan keseimbangan kebutuhan fisik dan nonfisik yang
didasarkan atas nilai-nilai syariah. Seorang muslim untuk mencapai
tingkat kepuasan harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu barang
yang dikonsumsi adalah halal, baik secara zatnya maupun
memperolehnya, tidak bersifat israf (royal) dan tabzir (sia-sia). Oleh
karena itu, kepuasan seorang muslim tidak didasarkan banyak sedikitnya
barang yang dikonsumsi, tetapi didasarkan atas berapa nilai ibadah yang
didapatkan dari yang dikonsumsinya. Prilaku konsumsi seorang muslim
harus senantiasa mengacu pada tujuan syariat, yaitu memelihara maslahat
dan menghindari mudarat. Dalam ekonomi konvensional, konsumsi di
asumsikan selalu bertujaun untuk memperoleh kepuasan (Utility).
Konsumsi dalam Islam tidak hanya bertujuan untuk mencari kepuasan
fisik, tetapi lebih mempertimbangkan aspek maslahat yang menjadi tujuan
dari syariat Islam (maqashid syariah).

c. Peranan Zakat dalam Distribusi


Secara umum, Islam mengarahkan mekanisme berbasis moral spiritual
dalam memelihara keadilan sosial pada setiap setiap aktivatas ekonomi. Titik
berat dalam pemecahan permasalahan ekonomi adalah bagaimana
menciptakan mekanisme distribusi ekonomi yang adil di tengah masyarakat.
Distribusi dalam ekonomi Islam mempunyai makna yang lebih luas
mencakup pengaturan kepemilikan, unusr-unsur produksi, dan sumber-sumber
kekayaan. Fokus dari distribusi pendapatan dalam Islam adalah proses
pendistribusiannya. Dapat digambarkan, suatu kewajiban untuk menyisikan
sebagian hartanya bagi pihak berkelebihan harta (surplus) sebagai kompensasi
atas kekayaannya dan disisi lain merupakan insentif (perangsang) untuk
kekayaan pihak yang kekurangan (deficit).
Dalam mendistribusikan harta kekayaan Al Qur‟an telah menetapkan
langkah-langkah tertentu untuk mencapai pemerataan pembagian kekayaan
dalam masyarakat secara objektif, seperti hokum waris yang memberikan
harta kepada semua karib kerabat apabila seseorang meninggal dunia. Begitu
pula dengan hukum zakat, infaq, sadaqah dan bentuk pemberian lainnya juga
diatur untuk membagi kekayaan kepada masyarakat yang membutukan.
C.  PROBLEMA DAN SOLUSI ZAKAT DALAM MENINGKATKAN
KESEJAHTERAAN

Meskipun memiliki peran yang sangat besar dalam mewujudkan


kesejahteraan umat dan bangsa, namun dalam realitanya masih banyak problem
yang dialami dalam pelaksanaan zakat . Setidaknya ada dua problem yang
dihadapi dalam pelaksanaan keindahan konsep zakat di Indonesia, yaitu
pemahaman umat akan konsep dan kewajiban zakat yang belum memadai dan
masih lemahnya system kelembagaan zakat kita (Ahmad Muslich, 2016 : 5).

Untuk mengatasi problem-problem diatas, maka pemerintah


melakukannya dengan memperkuat aturan-aturan seperti munculnya UU No. 23
tahun 2011 tentang zakat dan UU No. 41 tahun 2004 tentang zakat beserta diikuti
peraturan-peraturan menteri terkait. Di bidang zakat, BAZNAS melakukan
berbagai upaya agar bisa mengatasi problema-problema di atas dengan
diterbitkannya Rencana Strategi Zakat Nasional tahun 2016-2020 dimana
didalamnya ada 10 nilai yang dikembangkan yaitu visioner, optimis, jujur, sabar,
amanah, keteladanan, professional, perbaikan berkelanjut, entrepreneurial
(pantang menyerah) dan transformasional (Rentra Zakat Nasional, 2016 : 23-24).
Disamping ini ada Roadmap Pengelolaan Zakat Nasional 2016-2020, dimana
2016 tahun pondasi, 2017 tahun konsulidasi, tahun 2018 tahap penguat, Tahun
tanggal landasan (Rentra Zakat Nasional 2016:29 – 30).

Di bidang zakat, pemerintah juga melakukan berbagai upaya melalui


memperbanyak buku tentang UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf, membalik
Forum Nadzir, pelatihan Nadzir dan membangun kerjasama dengan BPN,
pelatihan tentang zakat produktif dan lain. Dari solusi di atas yang terpenting
bagaimana menyadarkan masyarakat tentang pentingnya zakat , pentingnya
penjelasan yang formal tentang zakat dan bagaimana membangun kepercayaan
masyarakat tentang zakat .Adapun problema dalam peranan zakat
mensejahterakan umat yaitu:
 Problematika Regulator

Pemerintah Pusat yang dikategorikan sebagai Regulator zakat mempunyai


andil yang sangat besar, namun selama ini dianggap sebagai lembaga yang paling
bermasalah dalam pengelolaan zakat nasional karena peran-peran yang
semestinya dilakukan oleh regulator tidak dijalankan dengan baik dan optimal.
Seperti pembuatan sistem jaringan dan standarisasi pengelolaan zakat secara
nasional serta mengefektifkan fungsi pembinaan dan pengawasan pemerintah
selaku regulator pengelolaan zakat. 

Solusi memberikan dukungan dan fasilitas yang diperlukan dalam rangka


implementasi Undang-Undang dan peraturan teknis yang dikeluarkan tentang
pengelolaan zakat di tingkat pusat. Zakat yang hanya diposisikan sebagai
kewajiban sukarela oleh Negara (voluntary system) memiliki dampak buruk bagi
pengelolaan zakat nasional, hal ini berdampak buruk terhadap kesadaran berzakat
masyarakat (muzakki), demikian pula pengetahuan fikih zakat tidak cukup untuk
mengajak masyarakat menunaikan zakat karena tidak ada sanksi (punishment)
yang diterima bila tidak bayar zakat, dan tidak pula ada insentif (reward) yang
didapat bila bayar zakat.

 Organisasi Pengelola Zakat

Problematika lain yang muncul dari beberapa penelitian tentang zakat


adalah intensitas koordinasi antara regulator dan organisasi pengelola zakat (OPZ)
yang masih rendah, salah satu kelemahan regulator pengelolaan zakat dalam hal
ini Kementerian Agama adalah kurangnya pembinaan dan pengawasan terhadap
OPZ, sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang untuk melakukan penataan
dan akreditasi pengelolaan zakat, kementerian agama terkesan lepas tanggung
jawab dan menyerahkan sepenuhnya kepada BAZNAS Pusat.
Solusih yaitu mengingat BAZNAS Pusat seharusnya berperan hanya
sebagai regulator pengelolaan zakat nasional yang terhindar dari konflik
kepentingan (conflict of inrerest), namun kenyataannya selain berperan sebagai
regulator, saat ini BAZNAS Pusat juga berperan sebagai operator yang
menjalankan fungsi penghimpunan, pengelolaan dan pendayagunaan dana zakat.

D. KONSEP ZAKAT DALAM ISLAM

ISLAM memiliki banyak aturan baik yang diterapkan untuk umatnya di


dunia. Dalam Islam aturan dan berbagai konsep berkehidupan dituangkan dalam
Alquran dan hadis. Salah satu yang dijelaskan ialah konsep kesejahteraan
dalam islam.Dalam hadis disebutkan, barang siapa yang merasa aman dan
tenteram di lingkungannya, kemudian sehat jasmani dan punya makanan untuk
hari itu, seperti pemilik dunia . Menurutnya, masyarakat harus memiliki jaminan
kehidupan sosial dan ekonomi yang baik dan menjanjikan, termasuk jaminan
spritualnya. Islam memerintahkan umatnya untuk menciptakan kesejahteraan
sosial dan ekonomi. Salah satunya dengan bersedekah dan berzakat.

Konsep ekonomi kapital yang cenderung digunakan negara, kata Ustaz,


tidak menjawab kebutuhan ekonomi secara merata. Bahkan, konsep kapital
bertujuan mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan modal yang sekecil-
kecilnya tanpa memperhatikan pemerataan kepada umat secara luas. Oleh karena
itu, zakat menjadi solusi yang telah diatur dengan tegas dalam kitab Allah SWT
serta menjadi perintah yang wajib dijalankana . kewajiban membayar atau
mengeluarkan zakat kenyataanya belum disadari semua umat. Bahkan, pedagang
seperti yang dilakukan dan dilontarkan para nabi belum sepenuhnya dilaksanakan.
“Memang banyak muslim yang belum menyadari kewajiban ini. Kekayaannya
banyak, tapi belum diimbangi dengan kewajibann. Maka Baznas (Badan Amil
Zakat Nasional) sekarang sedang berjuang untuk ini. Menyadarkan bahwa negara
ini tidak akan aman jika masih banyak orang miskin ilmu, akidah, dan miskin
harta. Itu sengsara semuanya,” ungkapnya.
Berdagang jujur Menurutnya, zakat merupakan salah satu jawaban dari
permasalah kemiskinan. Jika semua orang kaya mengeluarkan zakat sesuai
dengan aturan, jumlah orang miskin akan berkurang. Selain itu, etos kerja yang
dicontohkan Nabi juga harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk
menjadi pebisnis yang amanah dan jujur. “Pekerjaan Nabi yakni berdagang.
Berdagang dengan jujur dan amanah itulah yang menjadi pesan Nabi kepada
umatnya.

Tapi saat ini pedagang juga banyak yang tidak mengeluarkan zakat.
Padahal, itu kewajiban,” ujarnya. Lebih lanjut ia menjelaskan kesejahteraan dalam
konsep Islam pada intinya menuntut terpenuhinya kebutuhan manusia yang
meliputi kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Kebutuhan primer meliputi
pangan, sandang, papan atau tempat tinggal, kesehatan, keamanan yang layak,
serta kebutuhan lain termasuk jaminan spiritual. Kebutuhan dan kesejahteraan
secara individu dan sosial juga ditegaskan dalam kitab Allah SWT, bahwa pangan,
sandang, dan papan diistilahkan dengan tidak lapar, tidak dahaga, tidak telanjang,
dan tidak kepanasan, semuanya telah terpenuhi. Terpenuhinya kebutuhan ini
merupakan unsure pertama dan utama kesejahteraan social. Adapun konsep dalam
islam yaitu sebagai berikut:

a. Konsep Produksi

Produksi mempunyai peranan penting dalam menentukan taraf hidup


manusia dan kemakmuran suatu bangsa. Al Qur‟an telah meletakan landasan
yang sangat kuat terhadap produksi.Menurut Muhammad Abdul Mannam prinsip
fundamental yang harus diperhatikan dalam produksi adalah prinisip
kesejahteraan ekonomi, konsep Islam mengenai kesejahteraan ekonomi terletak
dalam pada pertimbangan kesejahteraan umum, maksudnya bertambahnya
pendaptan yang diakibatkan oleh peningkatan produksi dari pemanfaatan sumber
daya secara maksimal baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam
dalam proses produksi. Perbaikan sistem produksi dalam Islam tidak hanya
peningkatan pendapatan yang dapat diukur dengan uang, tetapi juga perbaikan
dalam memaksimalkan pemenuhan kebutuhan.

b. Konsep Konsumsi

Manusia diciptakan oleh Allah sebagai khalifah. Untuk tugas itu ia


dilengkapi berbagai instrument dalam dirinya seperti, insting, pancaindra, dan lain
sebagainya. Diciptakan pula bagi mereka di bumi. Meskipun segala sesuatu yang
ada di bumi untuk manusia, tidak berarti mereka boleh semena-mena
mengekslporasi dan mengeksploitasi semua dan semaunya tanpa memperhatikan
keberlangsungan ekosistem dan nilai-nilai ekonomis jangka panjang. Kebutuhan
manusia dapat dikategorikan menjadi kebutuhan primer (daruriyat), sekunder
(tahsiniyyat)dan tersier (hajatiyah)Bekerja mencari nafkah untuk diri sendiri,
keluarga dan berbagi dengan orang lain adalah sebuah keharusan. Membatasi
kebutuhan pada hal-hal yang sangat mendesak, wajar tak berlebih-lebihan (sesuai
dengan nilai-nilai Islam) akan berimplkasi pada cara seseorang dalam bekerja dan
bebrbelanja.

c. Konsep Disribusi

Padanan kata distribusi yang mengisyaratkan makna peredaran, perputaran


atau sirkulasi di dalam Al-Quran. Menurut Sayyid Tahir (Sayyid Tahir, 1998:
427) ayat ini mengandung prinsip umum tentang pemberantasan konsentrasi
kekayaan atau dengan kata lain menjaga ketidaksamaan ekonomi dalam batas
yang dapat ditoleransi. Mengacu pada ayat ini, Zaki Fuad Chalil (Zaki Fuad
Chalil,2009:48)menjelaskan bahwa konsentrasi kekayaan dan harta pada
seseorang atau kelompok orang kaya (kapitalis) tidak dibenarkan sama sekali.
Islam melarang hal itu dilakukan karena kekuatan terpusat secara lahiriah akan
mengendalikan kehidupan orang banyak, menjadi penentu harga barang, dan
menjadi pengatur hidup manusia.

Orang miskin selalu diliputi rasa curiga dengan kekayaan yang dimiliki
orang kaya.Kecemburuan sosial semacam ini merupakan benih awal yang dapat
dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan politis, dan dapat mengancam keutuhan tatanan
masyarakat. Demikian pula halnya dengan harta kekayaan apabila tidak tersebar
secara merata dalam masyarakat dan terkonsentrasi pada segelitir kelompok
tertentu akan mempercepat timbulnya berbagai gejolak dan ekses negatif lainnya
yang disebabkan oleh ketidakmerataan, dan eksploitasi yang terjadi.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Zakat adalah harta tertentu yang dikeluarkan apabila telah mencapai syarat
yang diatur sesuai aturan agama, dikeluarkan kepada 8 asnaf penerima zakat.
Menurut Bahasa kata “zakat” berarti tumbuh, berkembang, subur atau
bertambah. Zakat berasal dari bentuk kata "zaka" yang berarti suci, baik,
berkah, tumbuh, dan berkembang. Dinamakan zakat, karena di dalamnya
terkandung harapan untuk beroleh berkah, membersihkan jiwa dan
memupuknya dengan berbagai kebaikan (Fikih Sunnah, Sayyid Sabiq: 5).
Makna tumbuh dalam arti zakat menunjukkan bahwa mengeluarkan zakat
sebagai sebab adanya pertumbuhan dan perkembangan harta, pelaksanaan
zakat itu mengakibatkan pahala menjadi banyak.
Dalam lintasan sejarah Islam dan juga realita di Negara kita Indonesia
sudahlah jelas bahwa zakat memiliki peran yang sangat tinggi dalam
meningkatkan kesejahteraanumat dan bangsa. Namun problemnya adalah
masih kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya melaksanakan zakat ,
sehingga hasilnya belum maksimal.Sementara itu problem sumber daya
manusia yang meliputi Muzzaki, Wakif,pengelolaan zakat perlu ditingkatkan
agar masyarakat tergerak untuk melakukan zakat , sementara pengelolaan
zakat semakin professional, sehingga mendapat kepercayaan dari masyarakat.
Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah dan tokoh agama melalui
penerbitan UU zakat dan sosialisasi di masyarakat pada waktu khotbah jumat
dan pengajian-pengajian serta pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh
Kementerian Agama.
DAFTAR PUSTAKA

 Dirjen Binbaga Islam DEPAG RI, 1986 : Harta Zakat Pengertian


Perkembangan dan Sejarahnya Di Dalam Masyarakat Islam Dulu Dan
Sekarang, Jakarta bulan Bintang.
 Bahri, Samsul. 2018. Perkembangan Agama Dalam Pemberdayaan
BASNAS. Surabaya :Kanwil kementerian Agama Islam.
 Budi, Agung Setia. Pengertian Produks. dilihat 16 Januari 2019
http://zonaekis.com/pengertian-produksi/
 Chalil, Zaki Fuad. 2009, Pemerataan Distribusi Kekayaan dalam Ekonomi
Islam, Erlangga: Jakarta.
 Sumber: https://mediaindonesia.com/renungan-ramadan/166159/zakat-
konsep-kesejahteraan-islam

Anda mungkin juga menyukai