1
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990), 156.
2
Yusuf Qhardawi, Hukum Zakat (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 1996), 34-35.
3
Republik Indonesia, Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2011, 3.
4
Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern (Jakarta: Gema Insani, 2002), 133.
5
Asnaini, Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam, 64.
26
27
8
Shinta Dwi Wulansari, “Analisis Peranan Dana Zakat Produktif terhadap Perkembangan
Usaha Mikro Mustahik”, 27.
9
Mu’inan Rafi’, Potensi Zakat (dari Konsumtif-Karikatif ke Produktif-Berdayaguna)
Perspektif Hukum Islam (Yogyakarta: Citra Pustaka, 2011), 132.
10
Kementerian Agama RI, Panduan Zakat Praktis (Jakarta: Ditjen Bimas Islam dan
Direktorat Pemberdayaan Zakat, 2013), 90.
29
agar nasib orang fakir dan miskin itu diperhatikan benar, karena itulah
diantara misi agama Allah itu diturunkan ke atas dunia ini.11
Firman Allah SWT, QS. Al-Baqarah: 103 berbunyi :
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan
Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”12
Dalam Tafsir Al-Maraghi dijelaskan mengenai ayat di atas yakni
ambillah hai Rasul dari harta yang diserahkan oleh orang-orang yang tidak
ikut perang itu. Juga dari harta orang mukmin lainnya, dari berbagai jenis
harta, berupa emas, perak, binatang ternak atau harta dagangan, sebagai
sedekah dengan ukuran tertentu dalam zakat fardhu, atau ukuran tidak
tertentu dalam zakat sunnah, yang dengan sedekah itu kamu membersihkan
mereka dari kotoran kebakhilan, tamak dan sifat yang kasar terhadap orang-
orang fakir yang sengsara. Dengan sedekah itu pula, kamu mensucikan jiwa
mereka dan mengangkat mereka ke derajat orang-orang yang baik dengan
melakukan kebajikan, sehingga mereka patut mendapatkan kebahagiaan
dunia dan akhirat.13
Ayat di atas menunjukan kepedulian dan mementingkan nasib orang
yang melarat. Sebagaimana halnya kefakiran, maka kemiskinan pun perlu
diperangi dan dihapuskan dengan berbagai cara yang telah diisyaratkan oleh
Al-Qur’an. Jalan yang dapat ditempuh ada dua cara yaitu: pertama,
menyantuni mereka dengan memberikan dana (zakat) yang sifatnya
11
M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah, 37.
12
Al-Qur’an dan Terjemahnya, QS. Al-Baqarah (2:103).
13
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi (Semarang: PT. Karya Toha Putra,
1993), 26.
30
14
M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah, 41-42.
31
ب ْا › َوع ِين ْب ِين. أَو ب ٍب أَو خب. أَوبو الَّد› ِيناي ِنu p
َو ُ ْ َْ و َ و ْ َو ُ َ و َو
ِي ِينا ِين . pْ ›و َنو.َْخبو ½ويِنfizَ َّد
p ن½ َوع ُْم ا
i م َو›’ َو.ا ص أَوبِي ن ب ا ›~ ِين › ه ش ِين
َو َ
و،ْ هلل ِي و َو َ َو
ن
ع ِي لي.ُْ ي ‡ أَو َّد ُْ~ َوو،ع ني ني ِ ه z َوْعب ِين ع،ٍبب
ْ
هلل i
،و ُ ع أَو ْع ِينل ني ِ هã .ُيe . َ وَو َوا هلل- ِينب
-ُهż َ وْع ُ ع َوَمو ْب َو
›َيو : ‡ اَوُه َوُم .اَْ وع َلو›اَو ِين ي ›ْ َاو َّلد
َو
وz.eَ َ وoُ ْ (( ُ خ:ص.م ‡ َ وا ُ~ُوã ›وeَ.¦ِي َو !َ وا ُ~َوو‡ هلل
p َوَم ّدْواُه أَ ْو هلل ناَوي ني ِ ه ِين َو‡ اَوُه
ْ وãَ و.َeْ أَو
½.ي ِّنe
›~ئِي ي ِنe w ›ا َو ِين z ẽ و َو َّد:َ
َو £وpَ َو
ْ ُ ٍب.يَوnأَوْنp ĩ
ْو َو َ ا َو ْ e َ و َو ْ بِي
ż ْ ُ وeَ ،بٍن ل ‡ ِ َو اْ َوم› ني وepَ › َو.نيِنه
.oُ
32
15
M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah, 42-43.
33
16
Syarh an-Nawawi, Shohih Muslim Juz 4 (Beirut: Dar El-Hadith, 1994), 145.
34
18
Mu’inan Rafi’, Potensi Zakat, 137-142.
19
Republik Indonesia, Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2011, 14.
36
C. Pengelolaan Zakat
Pengelolaan Zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta
pendayagunaan zakat. Oleh karena itu, untuk optimalisasi pendayagunaan zakat
diperlukan pengelolaan zakat oleh lembaga amil zakat yang profesional dan
mampu mengelola zakat secara tepat sasaran.22
20
Keputusan Menteri Agama RI, KMA RI No. 373 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Undang-
undang No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat.
21
Badan Amil Zakat Nasional, Peraturan BAZNAS No. 02 Tahun 2014 tentang Pedoman
Tata Cara Pemberian Rekomendasi Izin Pembentukan Lembaga Amil Zakat.
22
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, 428.
37
23
Republik Indonesia, Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2011, 4-5.
24
Kementerian Agama RI, Membangun Perspektif Pengelolaan Zakat Nasional (Jakarta:
Ditjen Bimas Islam dan Direktorat Pemberdayaan Zakat, 2013), 35-36.
38
25
Kementerian Agama RI, Membangun Perspektif Pengelolaan Zakat Nasional, 37-38.
39
26
Moch. Arif Budiman, “Transformasi Kelembagaan Pengelola Zakat di Indonesia Perspektif
Legislasi” (Jurnal Intekna, Tahun VI, No. 1, Mei 2006), 5-7.
40
Urusan Haji No. D/291 Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Zakat. Dalam UU tersebut ditegaskan bahwa lembaga pengelola zakat yang
ada di Indonesia adalah Badan Amil Zakat yang dikelola oleh negara serta
Lembaga Amil Zakat yang dikelola oleh swasta. Meskipun dapat dikelola
oleh dua pihak, yaitu negara dan swasta, akan tetapi lembaga pengelola zakat
haruslah bersifat :
a. Independen. Dengan dikelola secara independen, artinya lembaga ini
tidak mempunyai ketergantungan kepada orang-orang tertentu atau
lembaga lain. Lembaga yang demikian akan lebih leluasa untuk
memberikan pertanggungjawaban kepada masyarakat donatur.
b. Netral. Karena didanai oleh masyarakat, berarti lembaga ini adalah milik
masyarakat, sehingga dalam menjalankan aktivitasnya lembaga tidak
boleh hanya menguntungkan golongan tertentu saja. Karena jika tidak,
maka tindakan itu telah menyakiti hati donatur yang berasal dari
golongan lain. Sebagai akibatnya, dapat dipastikan lembaga akan
ditinggalkan sebagian donatur potensinya.
c. Tidak berpolitik (praktis). Lembaga jangan sampai terjebak dalam
kegiatan politik praktis. Hal ini perlu dilakukan agar donatur dari partai
lain yakin bahwa dana itu tidak digunakan untuk kepentingan partai
politik.
d. Tidak bersifat diskriminatif. Kekayaan dan kemiskinan bersifat
universal, siapapun dapat menjadi kaya atau miskin. Karena itu dalam
menyalurkan dananya, lembaga tidak boleh mendasarkan pada
perbedaan suku atau golongan, tetapi selalu menggunakan parameter-
parameter yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan, baik secara
syariah maupun secara manajemen.27
27
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan
Praktis (Jakarta: Kencana, 2010), 306-307.
41
28
Republik Indonesia, Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2011, 3.
29
Republik Indonesia, Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2011, 11-12.
42
30
Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf (Jakarta: UI-Press, 2006),
61-62.
31
Kementerian Agama RI, Manajemen Pengelolaan Zakat (Jakarta: Ditjen Bimas Islam dan
Direktur Pemberdayaan Zakat, 2012), 77-78.
43
32
Hertanto Widodo dan Teten Kustiawan, Akuntansi dan Manajemen Keuangan, 86.
44
kerja bagi mustahiq dan bukan lagi menjadi penganggur dan peminta-
minta.33
Dari sisi pemanfaatan maka pola penggunaan dana ZIS di Indonesia
terkonsentrasi pada empat sektor, yaitu :
a. Bantuan Melalui Kelompok Binaan
Yang dimaksud dengan bantuan kelompok binaan adalah
memberikan bantuan modal usaha bagi kelompok yang mempunyai
kemampuan untuk berusaha sebagai upaya untuk mempertahankan
kehidupan baik bagi diri sendiri, keluarga dan kelompok itu sendiri agar
pengembangan ekonomi di kalangan mustahiq lebih meningkat.
b. Pemberdayaan Ekonomi
Dalam melakukan pengembangan ekonomi, ada beberapa
kegiatan yang dapat dijalankan oleh lembaga zakat. Kegiatan ini bisa
terbagi ke dalam berbagai bentuk, misalnya :
1) Pemberian bantuan uang sebagai modal kerja ataupun untuk
membantu pengusaha meningkatkan kapasitas dan mutu produksi.
2) Bantuan pendirian gerai-gerai untuk memasarkan hasil industri
kecil, seperti kerajinan tangan, makanan olahan dan lain-lain.
3) Dukungan kepada mitra binaan untuk berperan serta dalam berbagai
pameran.
4) Penyediaan fasilitator dan konsultan untuk menjamin keberlanjutan
usaha, misalnya klinik konsultasi bisnis yang mengembangkan
strategi pemberdayaan pengusaha kecil dan menengah dalam
bentuk alih pengetahuan, keterampilan dan informasi.
5) Pembentukan lembaga keuangan
Lembaga zakat dapat mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro
Syariah (LKMS) misalnya dengan pendirian BMT atau Lembaga
Ekonomi Bagi hasil (LEB).
33
Mu’inan Rafi’, Potensi Zakat, 7-8.
45
6) Pembangunan industri
Modal dan investasi yang dapat disalurkan lembaga zakat melalui
pembangunan industri atas inisiasi lembaga zakat. Selain itu,
lembaga zakat pada tahap awal bertugas sebagai manajer,
sedangkan para pekerjanya adalah para mustahiq yang berada di
lingkungan industri.34
c. Pendidikan
1) Beasiswa
Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia terdidik,
diperlukan banyak beasiswa. Ini berlaku untuk program beasiswa
formal (sekolah dasar, lanjutan dan perguruan tinggi), maupun
pendidikan non-formal (program-program pelatihan, keterampilan,
atau keahlian tertentu).
2) Orang Tua Asuh
Salah satu upaya lembaga zakat dalam bidang pendidikan adalah
dalam bentuk orang tua asuh, diberikan oleh perseorangan dan juga
sebagian lagi oleh lembaga termasuk perusahaan. Akan tetapi,
kegiatan orang tua asuh yang diberikan oleh individu anggota
masyarakat umumnya lebih dominan. Pola bantuan yang umum
diberikan adalah dengan memberikan bantuan pembayaran biaya
pendidikan.
3) Pendidikan Melalui Swadaya Masyarakat
Program pendidikan seperti ini umumnya didirikan atas inisiatif dan
dikelola langsung oleh kelompok masyarakat atau lembaga dan
adakalanya bukan sekolah formal.
4) Pembangunan Fisik Sarana Pendidikan
Kegiatan ini biasanya dilakukan pada kondisi dan waktu yang
memang dianggap diperlukan (bersifat tidak rutin). Misalnya
34
Kementerian Agama RI, Petunjuk Pelaksanaan Kemitraan dalam Pengelolaan Zakat
(Jakarta: Ditjen Bimas Islam dan Direktorat Pemberdayaan Zakat, 2011), 10-12.
46
35
Kementerian Agama RI, Petunjuk Pelaksanaan Kemitraan, 12-13.
36
Republik Indonesia, Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2011, 26.
37
Republik Indonesia, Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2011, 32.
47
memberikan kepada fakir miskin yakni peralatan usaha seperti alat cukur,
mesin jahit dan modal berjualan.38
Disamping itu, terdapat pula usaha-usaha nyata yang berpeluang
menguntungkan dan mendapat persetujuan tertulis dari dewan pertimbangan.
Adapun prosedur pendayagunaan pengumpulan hasil zakat untuk usaha
produktif berdasarkan :
1) Melakukan studi kelayakan;
2) Menetapkan jenis usaha produktif;
3) Melakukan bimbingan dan penyuluhan;
4) Melakukan pemantauan, pengendalian dan pengawasan;
5) Mengadakan evaluasi;
6) Membuat laporan.39
3. Manfaat pendayagunaan zakat produktif
Manfaat yang dapat dipetik dari pendayagunaan zakat sebagai
institusi ekonomi dalam rangka pemberdayaan ekonomi umat Islam adalah
sebagai berikut :
a. Dana yang disalurkan tidak akan habis sesaat, tetapi terus mengalir dan
bergulir sehingga mempunyai dampak yang luas (multiflier effect)
terhadap kehidupan ekonomi masyarakat.
b. Banyak pengusaha lemah yang terbantu sehingga akan meningkatkan
taraf dan harkat kehidupannya dan beban sosial masyarakat akan
berkurang.
c. Dengan manfaat besar yang dirasakan, maka umat Islam akan berlomba
dalam mengeluarkan zakat. Dalam perspektif ini umat Islam akan
menjadi penyandang dana dalam upaya pemberdayaan ekonomi rakyat.
d. Lewat institusi zakat, harta dan kekayaan didistribusikan secara adil dan
meluas kepada kelompok masyarakat yang membutuhkan bantuan secara
38
Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, 64.
39
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, 429.
48
40
Kementerian Agama RI, Membangun Perspektif Pengelolaan Zakat Nasional, 104-105.
41
Khalid bin Ali Al-Musyaiqih, Zakat Kontemporer: Solusi atas Fenomena Kekinian
(Jakarta: Embun Litera Publishing, 2010), 130-131.
49
D. Pendapatan Usaha
1. Usaha
Usaha adalah suatu bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara
tetap dan terus-menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan, baik yang
diselenggarakan oleh perorangan maupun badan usaha yang berbentuk
badan hukum atau tidak berbentuk badan hukum, yang didirikan dan
berkedudukan di suatu daerah dalam suatu negara. Kegiatan usaha dilakukan
secara terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan. Artinya kita
harus mendapatkan besarnya peluang usaha yang berumur panjang, minimal
usaha tersebut mampu mengembalikan modal investasi yang ditanam
ditambah keuntungan yang diharapkan.42
Sedangkan perusahaan adalah suatu unit kegiatan yang melakukan
aktivitas pengolahan faktor-faktor produksi, untuk menyediakan barang-
barang dan jasa bagi masyarakat, mendistribusikannya, serta melakukan
upaya-upaya lain dengan tujuan memperoleh keuntungan dan memuaskan
kebutuhan masyarakat.43
Dalam dunia usaha, bentuk usaha lazim dibagi menjadi tiga antara
lain sebagai berikut :
a. Bentuk usaha perseorangan didirikan oleh seseorang tanpa melibatkan
partner dalam merealisasi kegiatan usahanya. Bentuk organisasi
perseorangan relatif lebih sederhana dibanding bentuk lainnya.
Demikian pula dalam hal perizinan, yang lebih mudah dibanding dua
bentuk usaha lainnya.
b. Bentuk badan usaha didirikan oleh lebih dari seorang yang mempunyai
tujuan sama, dengan disaksikan oleh notaris atau lembaga terkait. Badan
42
Harmaizar Z, Menangkap Peluang Usaha (Bekasi: CV Dian Anugerah Prakasa, 2002), 14.
43
M. Fuad, dkk., Pengantar Bisnis (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), 7.
50
44
Djoko Muljono, Tax Planning: Menyiasati Pajak dengan Bijak (Yogyakarta: CV. ANDI
OFFSET, 2009), 3-4.
51
48
Soemarso S.R., Akuntansi Suatu Pengantar, 231.
49
Republik Indonesia, Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2011, 3.
53
Kelompok ini dapat dibedakan pada dua hal yaitu (1) ketidakmampuan
dibidang ekonomi. Diantaranya fakir, miskin, gharim dan ibnu sabil; dan (2)
ketidakberdayaan dalam wujud ketidakbebasan dan keterbelengguan untuk
mendapatkan hak asasinya sebagai manusia, yaitu riqab. Kedua, karena
kemaslahatan umum umat Islam. Mustahiq kelompok ini mendapatkan dana
zakat bukan karena ketidakmampuan finansial, tetapi karena jasa dan
tujuannya untuk kepentingan umum umat Islam.50 Yang termasuk kelompok
ini adalah amil, muallaf dan fi sabilillah. Dibawah ini merupakan pemaknaan
delapan asnaf yaitu sebagai berikut :
1. Fakir dan Miskin. Fakir adalah orang yang hidup dibawah garis
kemiskinan (misalnya butuh 10 hanya mendapatkan 2). Sementara
miskin adalah orang yang mempunyai mata pencaharian tetapi tidak
mencukupi kebutuhannya (misalnya butuh 10 hanya mendapatkan 7).51
2. Amil dalam pengertian yang berkembang di masyarakat adalah petugas
pengumpul zakat dan pembagi zakat. Sedangkan yang benar adalah
baru sebatas panitia zakat. Karena baru sebatas panitia maka seorang
amil harus terampil dan profesional serta menguasai masalah-masalah
yang berhubungan dengan zakat.
3. Muallaf yakni orang yang diberikan zakat sekedar untuk membujuk
hatinya agar mantap imannya Namun untuk konteks sekarang ini,
bagian zakat untuk muallaf yakni untuk membujuk orang-orang yang
terperosok ke jalan yang bertentangan dengan fitrah kemanusiaan,
sehingga diharapkan mereka dapat kembali ke jalan yang benar.
4. Riqab adalah orang-orang dengan status budak. Sejalan dengan
pengertian ini, maka dalam konteks kekinian kategori riqab berarti
segala usaha untuk memerdekakan orang atau kelompok yang sedang
dalam keadaan tertindas dan kehilangan haknya untuk menentukan arah
hidupnya sendiri. Dalam konteks individu ini, harta zakat bisa
50
Kementerian Agama RI, Petunjuk Pelaksanaan Kemitraan, 36-37.
51
Kementerian Agama RI, Tanya Jawab Zakat (Jakarta: Ditjen Bimas Islam dan Direktorat
Pemberdayaan Zakat, 2012), 21.
54
52
Mu’inan Rafi’, Potensi Zakat, 92-97.
53
Mu’inan Rafi’, Potensi Zakat, 97-103.
55
54
Kementerian Agama RI, Petunjuk Pelaksanaan Kemitraan, 39-40.