Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam pengelolaan zakat, Al-Qur'an menyebutkan kata


’amilin dalam salah satu dari delapan ashnaf yang berhak
menerima dana zakat (QS. Al-Taubah : 60). Al-Qurtubi menafsirkan
kata amilin sebagai orang-orang yang ditugaskan (oleh
imam/pemerintah) untuk mengambil, menuliskan, menghitung dana
zakat yang diambil dari muzakki untuk kemudian diberikan kepada
golongan yang berhak menerimanya. Amil zakat harus mampu
menciptakan dan merumuskan strategi pemanfaatan zakat yang
berdaya guna. Amil zakat juga harus mampu mengeksplorasi
berbagai potensi umat sehingga dapat diberdayakan secara
optimal. Dengan demikian, zakat menjadi lebih produktif.

Untuk mengoptimalkan pengelolaan dana zakat tersebut,


maka dikeluarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat, dan kemudian undang-undang tersebut diganti
dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat. Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa organisasi
pengelola zakat terdiri dari Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
yang dibentuk oleh pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang
dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan serta dibina oleh
pemerintah. Dengan dikeuarkannya UU Zakat tersebut telah
mendorong upaya pembentukan lembaga pengelola zakat yang
amanah, kuat dan dipercaya masyarakat. Tentu saja diperlukan
manajemen pengelolaan zakat yang tepat, mulai dari
penghimpunan dana dari muzakki sampai dengan manajemen
pendistribusian zakat kepada mustahik, hal ini akan meningkatkan

1
pengelolaan zakat sehingga peran zakat menjadi lebih optimal
dengan cakupan penyalurannya mencapai seluruh wilayah
1
Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa urgensi pembentukan lembaga pengelola ZISWAK di Indonesia?
2. Bagaimana BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) dalam perannya
mengelola dana zakat di Indonesia?
3. Bagaimana LAZ (Lembaga Amil Zakat) dalam perannya mengelola dana
zakat di Indonesia?
4. Bagaimana manajemen pengelolaan Zakat di Indonesia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa urgensi dari pembentukan Lembaga Pengelola
ZISWAK di Indonesia.
2. Unruk mengetahui bagaimana BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)
dalam perannya mengelola dana zakat di Indonesia
3. Untuk mengetahui bagaimana LAZ (Lembaga Amil Zakat) dalam
perannya mengelola dana zakat di Indonesia
4. Untuk mengetahui bagaimana manajemen pengelolaan Zakat di Indonesia

1 Dian Septiandani. “sinergisitas Peran BAZNAS dan LAZ dalam


Pengelolaan Zakat”. Humani, Vol.5, No.1, Januari 2012, hlm.2

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Urgensi Lembaga Pengelola Zakat

Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung


hikmah dan manfaat yang demikian besar dan mulia, baik yang
berkaitan dengan orang yang berzakat (muzakki), penerimanya
(mustahik), harta yang dikeluarkan zakatnya, maupun bagi
2
masyarakat keseluruhan.

Infak, secara bahasa merupakan bentukan dari kata anfaqaa


yang berarti memberikan sesuatu kepada orang lain. Dalam
terminologi syariat, infak berarti mengeluarkan atau memberikan
sebagian pendapatan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan
ajaran Islam. Infak tidak ditentukan jumlahnya (QS. ali-Imran: 134,
ath-Thalaq: 7) dan tidak pula ditentukan secara khusus sasaran
pendayagunaannya (QS. al-Baqarah: 215). Infak sangat luas
sasarannya untuk semua kepentingan pembangunan umat.
Berinfak adalah ciri utama orng yang beriman dan bertaqwa (QS. al-
Baqarah: 3, ali-Imran: 134), ciri mukmin yang benar-benar
keimanannya (QS. al-Anfal: 3-4), dan ciri mukmin yang
mengharapkan keuntungan yang kekal dan abadi (QS. Faathir: 29).
Infak menyuburkan dan mengembangkan harta (QS. al-Baqarah:

2 Qurratul Aini Wara Hastuti.”Urgensi Manajemen Zakat Dan Wakaf Bagi


Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat” . vol.1, no.2, oktober 2012. hlm.
383

3
261). Enggan berinfak sama dengan menjatuhkan diri dalam
kebinasaan dan kehancurannya (QS. al-Baqarah: 195).3

Shadaqah, secara bahasa berasal dari kata shadaqa yang


artinya benar. Tersurat dari kata ini bahwa orang yang bersedekah
adalah orang yang benar imannya. Secara terminologi syariat,
pengertian dan hukum sedekah sama dengan infak, hanya saja
sedekah tidak hanya dipergunakan pada hal-hal yang bersifat
material, tetapi menyangkut semua aktivitas yang baik, yang
dilakukan seorang mukmin. Berdzikir, berdakwah, membaca tasbih,
tahmid, tahlil, membaca Al-Qur’an adalah termasuk sedekah.

Disamping pengertianF diatas, Al-Qur’an dan As-Sunnah


sering menggunakan kata-kata infak dan sedekah, tetapi yang
dimaksudkan adalah zakat seperti pada surat at-Taubah: 60 dan 103
(sedekah); surat at-Taubah: 34 (infak). Berdasarkan ayat- ayat dan
hadits tersebut diatas, yang begitu kuat mendorong orang-orang
yang beriman untuk berzakat, berinfak, dan bersedekah
menunjukkan bahwa ajaran Islam adalah ajaran yang mendorong
umatnya untuk mampu berkerja, dan berusaha sehingga memiliki
harta kekayaan yang melebihi kebutuhan- kebutuhan pokok diri dan
keluarganya, untuk kemudian berlomba menjadi muzakki atau
munfiq. Dalam konteks inilah perlu dikembangkan etos
kewirausahaan di kalangan kaum muslimin sehingga mendorong
lahirnya para usahawan muslim yang tangguh dan kuat, yang
kesemuanya akan memberikan multiple effect yang luas, antara
lain sebagai berikut :

3 Fifi Nofiaturrahmah. “Pengumpulan Dan Pendayagunaan Zakat Infak


Dan Sedekah”. Jurnal Zakat dan Wakaf, vol.2, no.2, Desember 2015. Hlm.
290

4
1. Menambah jumlah muzakki dan munfiq
2. Melipatgandakan penguasaan asset dan modal di tangan
umat Islam
3. Membuka lapangan kerja yang luas
4. Menyebarluaskan dan memasyarakatkan etika bisnis yang
benar.4

Hikmah dan manfaatnya antara lain sebagai berikut:


1. sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT,
mensyukuri nikmat
Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa
kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir, rakus
dan materialistis, menumbuhkan ketenangan hidup,
sekaligus membersihkan dan mengembangkan harta yang
dimiliki.
2. Karena zakat merupakan hak mustahik, maka zakat
berfungsi untuk
menolong, membantu dan membina mereka terutama fakir
miskin, ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih
sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah
SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus
menghilangkan sifat iri, dengki dan hasad yang mungkin
timbul dari kalangan mereka, ketika mereka melihat orang
kaya yang memiliki harta cukup banyak. Zakat
sesungguhnya bukanlah sekedar memenuhi kebutuhan
para mustahik, terutama fakir miskin, yang bersifat
konsumtif dalam waktu sesaat, akan tetapi memberikan
kecukupan dan kesejahteraan kepada mereka, dengan
cara menghilangkan ataupun memperkecil penyebab
4 Fifi Nofiaturrahmah. “Pengumpulan Dan Pendayagunaan Zakat Infak
Dan Sedekah”. Jurnal Zakat dan Wakaf, vol.2, no.2, Desember 2015. Hlm.
291

5
kehidupan mereka menjadi miskin dan menderita.
Kebakhilan dan ketidakmauan berzakat, disamping akan
menimbulkan sifat hasad dan dengki dari orangorang yang
miskin dan menderita, juga akan mengundang azab Allah
SWT.
3. Sebagai pilar amal bersama (jamai) antara orangorang
kaya yang berkecukupan hidupnya dan para mujahid yang
seluruh waktunya digunakan untuk berjihad di jalan Allah,
yang karena kesibukannya tersebut, ia tidak memiliki
waktu dan kesempatan untuk berusaha dan berikhtiar bagi
kepentingan nafkah diri dan keluarganya.
4. Di samping sebagai pilar amal bersama, zakat juga
merupakan salah satu bentuk konkret dari jaminan sosial
yang disyariatkan oleh ajaran Islam. Melalui syariat zakat,
kehidupan orangorang fakir, miskin dan orang-orang
menderita lainnya, akan terperhatikan dengan baik. Zakat
merupakan salah satu bentuk perintah Allah SWT untuk
senantiasa melakukan tolong-menolong dalam kebaikan
dan takwa.5

Pelaksanaan zakat didasarkan pada firman Allah SWT yang terdapat


dalam surah at-Taubah: 60

‫صودوقراهت نلبلهفوقوربانء ووبابلوموسرانكلينن ووبابلوعرانمنلليون وعولبليوهرا ووبابلهموؤللوفنة هقهلبوهبهبم وونفب ي بالرروقبرانب ووبابلوغبرانرنمليون وونفب ي وس نبلينل با لن‬
‫لب ووبابببنن‬ ‫إنلنومرا بال ل‬
‫ضةة نمون باللن ووبالله وعنلليم وحنكليم‬ ‫باللسنبلينل وفنري و‬

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang


fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf
yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang

5 Qurratul Aini Wara Hastuti.”Urgensi Manajemen Zakat Dan Wakaf Bagi


Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat” . vol.1, no.2, oktober 2012. hlm.
383-285

6
yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang
dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah,
dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Juga pada firman Allah SWT dalam surah at-Taubah: 103

‫صرل وعلوبلينهبم إنلن و‬


‫صولوتوك وسوكمن لوهبم ووبالله وسنمليمع وعنلليم‬ ‫هخبذ نمبن أوبموبوبانلنهبم و‬
‫صودوقةة هتوطرههرههبم ووهتوزركلينهبم نبوهرا وو و‬

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu


kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui.”

Dalam surah at-Taubah: 60 tersebut dikemukakan bahwa


salah satu golongan yang berhak menerima zakat (mustahik zakat)
adalah orang-orang yang bertugas mengurus zakat (‘amilina
‘alaiha). Sedangkan dalam at-Taubah: 103 dijelaskan bahwa zakat
itu diambil (dijemput) dari orang-orang yang berkewajiban untuk
berzakat (muzakki) untuk kemudian diberikan kepada mereka yang
berhak menerimanya. Yang mengambil dan yang menjemput
tersebut adalah para petugas (‘amil). Imam Qurthubiketika
menafsirkan ayat tersebut (at-Taubah: 60) menyatakan bahwa ‘amil
itu adalah orang-orang yang ditugaskan (diutus oleh
imam/pemerintah) untuk mengambil, menuliskan, menghitung dan
mencatatkan zakat yang diambilnya dari para muzakki untuk
kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya.6

6 Didin Hafidhuddin.Zakat dalam Perekonomian Modern. Gema Insani


Press, Jakarta, 2002, hlm 124

7
Pengelolaan zakat oleh lembaga pengelola zakat, apalagi
yang memiliki kekuatan hukum formal, akan memiliki beberapa
keuntungan, antara lain :

Pertama, untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayar


zakat. Kedua, untuk menjaga perasaan rendah diri para mustahik
zakat apabila berhadapan langsung untuk menerima zakat dari
para muzakki. Ketiga, untuk mencapai efisien dan efektivitas, serta
sasaran yang tepatdalam penggunaan harta zakat menurut skala
prioritas yang ada pada suatu tempat. Keempat, untuk
memperlihatkan syiar Islam dalam semangat penyelenggaraan
pemerintahan yang islami.

Di Indonesia, pengelolaan zakat diatur berdasarkan Undang-


undang No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dengan
Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 581 tahun 1999 tentang
pelaksanaan Undang-undang No. 38 tahun 1999dan Keputusan
Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No.
D / 291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.
Meskipun harus diakui bahwa dalam peraturan-peraturan tersebut
masih banyak kekurangan yang sangat mendasar, misalnya tidak
dijatuhkannya sanksi bagi muzakki yang melalaikan kewajibanya
(tidak mau berzakat), tetapi undang-undang tersebut mendorong
upaya pembentukan lembaga pengelola zakat yang amanah, kuat
dan dipercaya oleh masyarakat.

Dalam Bab II Pasal 5 undang-undang tersebut dikemukakan


bahwa pengelolaan zakat bertujuan:

1. Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan


zakat sesuai dengan tuntutan agama.

8
2. Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam
upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan
sosial.
3. Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat.7

B. Badan Amil Zakat (BAZ)


Badan amil zakat adalah organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah,
yang terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat dengan tugas mengumpulkan,
mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama.8

1. Pembentukan Badan Amil Zakat (BAZ)


Pembentukan BAZ merupakan hak otoritatif pemerintah, sehingga hanya pemerintah
yang berhak membentuk BAZ, baik untuk tingkat nasional sampai tingkat kecamatan.
Semua tingkatan tersebut memiliki hubungan kerja yang bersifat koordinatif,
konsultatif, dan informatif. Badan Amil Zakat dibentuk sesuai dengan tingkatan
wilayahnya masing-masing, yaitu:

a. Nasional dibentuk oleh presiden atas usul menteri.


b. Daerah provinsi dibentuk oleh gubernur atas usul kepala kantor wilayah
departemen agama provinsi.
c. Daerah kabupaten atau daerah kota dibentuk oleh bupati atau wali kota
atas usul kepala kantor departemen agama kabupaten atau kota.
d. Kecamatan dibentuk oleh camat atas usul kepala kantor urusan agama
kecamatan.
2. Pengurus dan Unsur Organisasi BAZ

7 Didin Hafidhuddin.Zakat dalam Perekonomian Modern. Gema Insani


Press, Jakarta, 2002, hlm 125-126

8Andri Soemitra, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah, Kencana, Jakarta,


2010, hlm.419.

9
Pengurus BAZ terdiri atas unsur masyarakat dan pemerintah yang memenuhi
persyaratan tertentu. Unsur dari masyarakat ini lebih lanjut dijelaskan dalam
keputusan Menteri Agama Nomor 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 38 Tahun 1999, yaitu unsur masyarakat terdiri dari ulama, kaum
cendekia, tokoh masyarakat, dan tenaga professional (Pasal 2 Ayat 2).

1. Badan Amil Zakat terdiri atas Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas


dan Badan Pelaksana.
2. Dewan Pertimbangan meliputi unsur ketua, sekretaris dan sebanyak-
banyaknya 10 orang anggota.
3. Komisi Pengawas meliputi unsur ketua, sekretaris dan sebanyak-
banyaknya 10 orang anggota.
4. Badan Pelaksana meliputi unsur ketua, sekretaris, bagian keuangan,
bagian pengumpulan, bagian pendistribusian dan pendayagunaan.
5. Masa tugas kepengurusan badan amil zakat adalah selama tiga tahun
(Pasal 13 Keputusan Menteri Agama).9

3. Fungsi Dan Tugas Pokok Pengurus Badan Amil Zakat (BAZ)


a. Dewan Pertimbangan
1) Fungsi
Memberikan pertimbangan, fatwa, saran, dan rekomendasi
kepada Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas dalam
pengelolaan Badan Amil Zakat, meliputi aspek syariah dan
aspek manajerial.
2) Tugas Pokok
i. Memberikan garis-garis kebijakan umum Badan
Amil Zakat.
ii. Mengesahkan rencana kerja dari Badan Pelaksana
dan Komisi Pengawas.
iii. Mengeluarkan fatwa syariah baik diminta maupun
tidak yang mana berkaitan dengan hukum zakat
yang wajib diikuti oleh pengurus Badan Amil
Zakat.

9 Ibid., hlm. 420

10
iv. Memberikan pertimbangan, saran dan rekomendasi
kepada Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas
baik diminta maupun tidak.
v. Memberikan persetujuan atas laporan tahunan hasil
kerja Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas.
vi. Menunjuk Akuntan Publik.

b. Komisi Pengawas
1. Fungsi
Sebagai pengawas internal lembaga atas operasional kegiatan
yang dilaksanakan Badan Pelaksana.
2. Tugas Pokok
i. Mengawasi pelaksanaan rencana kerja yang telah
disahkan.
ii. Mengawasi pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang
telah ditetapkan Dewan Pertimbangan.
iii. Mengawasi operasional kegiatan yang dilaksanakan
Badan Pelaksana, yang mencakup pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan.
iv. Melakukan pemeriksaan operasional dan pemeriksaan
syariah.

c. Badan Pelaksana
a) Fungsi
Sebagai pelaksana pengelolaan zakat.
b) Tugas Pokok
i. Membuat rencana kerja.
ii. Melaksanakan operasional pengelolaan zakat sesuai
rencana kerja yang telah disahkan dan sesuai dengan
kebijakan yang telah ditetapkan.
iii. Menyusun laporan tahunan.
iv. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada
pemerintah.
v. Bertindak dan bertanggung jawab untuk dan atas nama
Badan Amil Zakat ke dalam maupun ke luar.

11
Salah satu tugas penting lain dari lembaga pengelola zakat adalah
melakukan sosialisasi tentang zakat kepada masyarakat secara terus-menerus
dan berkesinambungan, melalui berbagai forum dan media, seperti khutbah
jumat, majelis ta’lim, seminar, diskusi dan lokakarya, melalui media surat
kabar, majalah, radio, internet maupun televisi. Dengan sosialisasi yang baik
dan optimal, diharapkan masyarakat muzakki akan semakin sadar untuk
membayar zakat melalui lembaga zakat yang kuat, amanah dan terpercaya.10

4. Kewajiban BAZ
Dalam melaksanakan seluruh kegiatannya, Badan Amil Zakat memiliki
kewajiban yang harus dilaksanakan, yaitu:
a. Segera melakukan kegiatan sesuai dengan program kerja yang telah
dibuat.
b. Menyusun laporan tahunan, yang di dalamnya termasuk laporan
keuangan.
c. Mempublikasikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh
akuntan publik atau lembaga pengawas pemerintah yang berwenang
melalui media massa sesuai dengan tingkatannya, selambat-lambatnya
enam bulan setelah tahun buku terakhir.
d. Menyerahkan laporan tersebut kepada pemerintah dan Dewan Perwakilan
Rakyat sesuai dengan tingkatannya.
e. Merencanakan kegiatan tahunan.
f. Mengutamakan pendistribusian dan pendayagunaan dari dana zakat yang
diperoleh di daerah masing-masing sesuai dengan tingkatnnya, kecuali
BAZ nasional dapat mendistribusikan dan mendayagunakan dana zakat ke
seluruh wilayah Indonesia.

5. Pembubaran BAZ
Badan Amil Zakat dapat ditinjau ulang pembentukannya, apabila tidak
melaksanakan kewajiban seperti yang telah diuraikan diatas. Mekanisme
peninjauan ulang terhadap BAZ tersebut melalui tahapan sebagai berikut:
10 Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Gema Insani
Press, Jakarta, 2002, hlm. 131-132.

12
a. Diberikan peringatan secara tertulis oleh pemerintah sesuai dengan
tingkatannya yang telah membentuk BAZ.
b. Bila peringatan telah dilakukan sebanyak tiga kali dan tidak ada
perbaikan, maka pembentukan dapat ditinjau ulang dan pemerintah dapat
membentuk kembali BAZ dengan susunan pengurus yang baru.11

C. Lembaga Amil Zakat (LAZ)


Sebelum berlakunya undang-undang pengelolaan zakat, sebenarnya
lembaga yang memiliki fungsi pengumpulan, pengelolaan dan pendistribusian
dana zakat sudah eksis di tengah-tengah masyarakat. Kenyataan menunjukkan
bahwa di Indonesia, lembaga pengelola zakat telah ada sejak dahulu. Baik dalam
bentuk pesantren, yayasan-yayasan sosial, maupun bentuk-bentuk lainnya. Lembaga-
lembaga ini biasanya menerima dana-dana zakat, infaq, shadaqah, maupun wakaf
dari masyarakat yang kemudian disalurkan melalui program-program sosial, seperti
pembangunan masjid dan pesantren, program da’wah, bantuan kepada anak yatim,
serta berbagai program sosial lainnya . Hanya saja dengan berlakunya undang-
undang ini, telah terjadi proses formlisasi lembaga yang sudah eksis tersebut.12
Istilah formal lembaga ini diseragamkan menjadi Lembaga Amil Zakat
(LAZ). Di samping itu, untuk menjadi LAZ atau lembaga formal, lembaga
yang sudah eksis ditengah-tengah masayarakat tersebut, terlebih dahulu harus
melalui proses formal administratif yang selanjutnya di kukuhkan oleh
pemerintah sebagai bentuk pengekuan keberadaan lembaga tersebut secara
formal. Oleh karena itu, tidak semua yang secara kelembagaan maupun
perorangan melekukan kegiatan mengumpulkan, mengelola dan
mendistribusikan zakat dinamakan Lembaga Amil Zakat seperti yang diatur

11 Andri Soemitra, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah, Kencana,


Jakarta, 2010, hlm.420-421.

12 Dian Septiandani. “sinergisitas Peran BAZNAS dan LAZ dalam


Pengelolaan Zakat”. Humani, Vol.5, No.1, Januari 2012, hlm.4

13
dalam undang-undang nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, yang
saat ini sudah di amandemen menjadi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011.13
Menurut undang-undang ini, Lembaga Amil Zakat adalah organisasi
pengelola zakat yang sepenuhnya dibentuk oleh masyarakat. Keberadannya untuk
membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ. (Undang-undang Nomor
23 Tahun 2011)

1. Pengesahan atau pengukuhan LAZ


Untuk mendapat pengukuhan, sebelumnya calon LAZ harus
mengajukan permohonan kepada pemerintah dengan melampirkan
syarat-syarat sebagai berikut:
a. Akta pendirian (berbadan hukum)
Bentuk badan hukum untuk Lembaga Amil
Zakat, yaitu yayasan, karena Lembaga Amil
Zakat termasuk organisasi nirlaba, dan badan
hukum yayasan dalam melakukan kegiatannya
tidak berorientasi untuk memupuk laba.
b. Data muzakki (yang membayar zakat) dan mustahik (yang
berhak menerima zakat)
Persyaratan data muzakki dan mustahik serta
program kerja
sebaiknya berdasarkan hasil survei agar mence
rminkan
kondisi lapangan.
c. Daftar susunan pengurus
d. Rencana program kerja jangka pendek, jangka mnengah
dan jangka panjang
e. Neraca atau laporan posisi keuangan
Sedangkan neraca atau laporan posisi
keuangan diperlukan sebagai bukti bahwa

13 Andri Soemitra. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Kencana,


Jakarta, 2009, hlm. 422

14
LembagaAmil Zakat telah mempunyai sistem
pembukuan yang baik
f. Surat pernyataan bersedia untuk diaudit.
Surat pernyataan bersedia untuk diaudit
diperlukan agar prinsip transparasi dan
akuntabilitas tetap terjaga
Sebelum dilakukan pengukuhan sebagai LAZ,
terlebih dahulu dilakukan penelitian terhadap berkas
persyaratan yang sudah dilampirkan oleh calon LAZ.
Apabila telah dipandang memenuhi persyaratan
14
tersebut, maka dapat dilakukan pengukuhan.

Hanya Lembaga Amil Zakat yang telah


dikukuhkan oleh pemerintah saja yang diakui
bukti setoran zakatnya sebagai pengurang
penghasilan kena pajak dari Muzakki
yang membayar dananya.

Selain melakukan pengukuhan pemerintah


juga melakukan pembinaan kepada LAZ sesuai
dengan tingkatan lokasi LAZ tersebut, yaitu:

a. Nasional, oleh Menteri Agama


b. Daerah Provinsi oleh Gubernur atas usul
Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama
Provinsi
c. Daerah kabupaten/kota oleh bupati/walikota
atas usul Kepala Kantor Departemen Agama
Kabupaten/Kota

14 Andri Soemitra. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Kencana,


Jakarta, 2009, hlm. 422

15
d. kecamatan dikukuhkan
oleh Camat atau Walikota atas usul Kepala Kantor
Departemen Agama Kabupaten Kota.15

2. Kewajiban LAZ
Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang telah memenuhi persyaratan,
dan kemudian dikukuhkan pemerintah, memiliki kewajiban yang
harus dilakukan, yaitu:
a. Segera melakukan kegiatan sesuai dengan program kerja
yang telah dibuat.
b. Menyusun laporan, termasuk laporan keuangan.
c. Mempublikasikan laporan keuangan yang telah diaudit
melalui media massa.
d. Menyerahkan laporan kepada pemerintah.16

3. Pencabutan Pengukuhan LAZ


Lembaga Amil Zakat yang telah di kukuhkan dapat di tinjau
ulang kembali bahkan sampai dicabut, apabila tidak lagi memenuhi
persyaratan dan tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana yang
dijelaskan di atas. Mekanisme peninjauan ulang terhadap
pengukuhan LAZ dilakukan melalui ahapan pemberian peringatan
secara tertulis sampai tiga kali dan baru dilakukan pencabutan
pengukuhan.
Dengan demikian, pencabutan pengukuhan LAZ tersebut dapat
mengakibatkan:
1) Hilangnya hak pembinaan, perlindungan dan pelayanan
dari pemerintah,
2) Tidak diakuinya bukti setoran zakat yang dikeluarkan
sebagai pengurang penghasilan kena pajak dan

15 Ibid, hlm. 423

16 Andri Soemitra. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Kencana,


Jakarta, 2009, hlm. 423

16
3) Tidak dapat melakukan pengumpulan dana zakat. 17
Aturan-aturan seperti diuraikan di atas
diberlakukan agar pengolahan dana
dana zakat, infaq, shadaqah, dan lainnya, baik oleh l
embaga yang
dibentuk oleh pemerintah maupun yang sepenuhnya
diprakarsai oleh masyarakat, dapat lebih profesional,
amanah, dan transparan sehingga dapat berdampak
positif terhadap pemberdayaan dan kesejahteraan
umat.18

4. Daftar LAZ yang sudah dikukuhkan oleh Pemerintah


Badan/lembanga yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah adalah sebagai berikut:

1) Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)


Lembaga Amil Zakat (LAZ) sebagai berikut:

1) LAZ Dompet Dhuafa Republika


2) LAZ Yayasan Amanah Takaful
3) LAZ Pos Keadilan Peduli Umat
4) LAZ Yayasan Baitulmaal Muamalat
5) LAZ Yayasan Dana Sosial Al Falah
6) LAZ Baitul Maal Hidayatullah
7) LAZ Persatuan Islam
8) LAZ Yayasan Baitul Maal Umat Islam PT Bank Negara
Indonesia (Persero) Tbk.
9) LAZ Yayasan Bangun Sejahtera Mitra Umat
10) LAZ Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia
11) LAZ Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia
12) LAZ Baitul Maal wat Tamwil

17 ibid, hlm. 423

18 https://www.scribd.com/doc/36321390/Pengertian-BAZ-Dan-LAZ,
diakses pada tanggal 1 november 2016, pukul 22:25

17
13) LAZ Baituzzakah Pertamina
14) LAZ Dompet Peduli Umat Daarut Tauhiid (DUDT)
15) LAZ Yayasan Rumah Zakat Indonesia
Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah (LAZIS)
sebagai berikut:

1) LAZIS Muhammadiyah
2) LAZIS Nandlatul Ulama (LAZIS NU)
3) LAZIS Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (LAZIS
IPHI)19

5. Program-Program yang Ditawarkan LAZ


Pada prinsipnya pemberdayaan dana ZIS
dilakukan melalui program-program yang ditawarkan
LAZ. Secara garis besar, terdapat empat kelompok
program yang ditawarkan oleh LAZ, yaitu bidang
kesehatan, ekonomi, pendidikan dan program yang
bersifat charity. Pada dasarnya, jenis dan banyaknya
program yang ditawarkan oleh LAZ akan tergantung
pada: (1) besarnya dana yang dikelola LAZ; (2) luas
cakupan layanan atau target mustahik yang dibidik dan
(3) kebutuhan mustahik. Penamaan dari keempat
kelompok program tersebut akan berbeda-beda, karena
akan di sesuaikan dengan peruntukan, penghasilan dan
aktivitas utama dari LAZ tersebut.20

19 http://www.pajak.go.id/content/122211-daftar-lembaga-keagamaan-
yang-disahkan, diakses pada tanggal 1 november 2016, pukul 22:10

20 Sri Fadilah, dkk.”Membangun Kepercayaan Konsumen: faktor penting


pada LAZ seluruh Indonesia”. Prosding Seminar Nasional Penelitian dan
PKM: Sosial Ekonomi dan Humaniora, vol.3, no.3, 2012, hlm. 133

18
D. Manajemen Penegelolaan Zakat
Zakat merupakan sumber dana potensial yang dapat
dimanfaatkan sebagai upaya untuk mewujudkan kesejahteraan
rakyat. Pelaksanaan ibadah zakat melibatkan sejumlah kegiatan
yang berkaitan dengan pengelolaan harta benda sejak
pengumpulan, pendistribusian, pengawasan, pengadministrasian,
dan pertanggung jawaban harta zakat. Oleh sebab itu pelaksanaan
ibadah zakat tersebut memerlukan suatu manajemen yang baik
sehingga dapat meningkatkan peranan dan fungsi zakat dalam
mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial.

Secara harfiah, manajemen berasal dari kata " to manage "


yang berarti mengatur, mengurus atau mengelola. Istilah
manajemen sendiri berarti sebagai proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usahausaha para
anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya
organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan.21

Jadi manajemen zakat merupakan kegiatan perencanaan,


pengorganisasian, pengarahan, pelaksanaan dan pengawasan
terhadap pengumpulan, pendistribusian, pendayagunaan serta
pertanggungjawaban harta zakat agar harta zakat tersebut dapat
diserahkan kepada orang-orang yang berhak menerimannnya
dengan aturan-aturan yang telah ditentukan dalam syara' sehingga
dapat tercapai misi utama zakat yaitu untuk mengentaskan
kemiskinan.

21 T. Hani Handoko, Manajemen, Yogyakarta, BPFE-Yogyakarta, 1986, Cet. 1, hlm.


8

19
Untuk menciptakan pengelolaan zakat yang baik, maka
diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu, yaitu:

a) Kesadaran masyarakat akan makna, tujuan serta hikmah


zakat;
b) Amil zakat benar-benar orang-orang yang terpercaya, karena
masalah zakat adalah masalah yang sensitif. Oleh karena itu
dibutuhkan adanya kejujuran dan keikhlasan dari amil zakat
untuk menumbuhkan adanya kepercayaan masyarakat
kepada amil zakat;
c) Perencanaan dan pengawasan atas pelaksanaan pemungutan
zakat yang baik dan profesional.22

Pada tanggal 23 September 1999, Presiden B. J. Habibie


mengesahkan UU RI No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
Secara garis besar undang-undang tersebut memuat aturan-aturan
tentang pengelolaan dana zakat yang terorganisir dengan baik,
transparan dan professional yang dikelola oleh amil yang resmi
ditunjuk oleh pemerintah.

Untuk melaksanakan undangundang tersebut, kemudian


pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Agama RI No.
581 tahun 1999 yang mulai berlaku padam tanggal 13 Oktober
1999. Bahwa di dalam undang-undang tersebut disebutkan tentang
pengertian, asas, tujuan dan organisasi pengelola zakat, yaitu:

1. Pengertian pengelolaan zakat yang terdapat dalam Pasal 1 (ayat


1 dan 2), yaitu:

22 Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen


Agama, op. cit, hlm. 268

20
Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap
pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat.
(ayat 1).

Kemudian pengertian zakat menurut undang-undang


tersebut adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim
atau badan hukum yang dimiliki seorang muslim dengan ketentuan
agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. (ayat
2)23

2. Asas pengelolaan, yang terdapat dalam pasal 4, yaitu Bahwa


pengelolaan zakat berasaskan iman dan taqwa, keterbukaan dan
kepastian hukum sesuai dengan Pancasila dan UUD ’45. (Pasal 4)

3. Tujuan pengelolaan zakat, yang terdapat dalam pasal 5, yaitu:

i. Meningkatnya pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan


zakat, sesuai dengan tuntunan agama;
ii. Meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam
upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan
sosial;
iii. Meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat. (pasal 5)

Untuk mewujudkan fungsi zakat yang strategis, maka


manajemen suatu lembaga amil zakat harus bisa diukur dengan 3
hal, yaitu:

a. Amanah, Sifat amanah merupakan syarat mutlak yang harus


dimiliki oleh setiap amil zakat. Terlebih dana yang dikelola

23 Undang-undang RI No. 38 tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat, Pasal 1

21
oleh amil zakat tersebut adalah hak milik dari mustahiq.
Karena muzakki setelah memberikan dananya kepada amil
zakat tidak ada keinginan sedikitpun untuk mengambil
dananya lagi. Sehingga kondisi tersebut menuntut
dimilikinya sifat amanah dari para amil zakat.
b. Profesional, Bahwa dengan sistem profesional yang tinggi
membuat danadana yang dikelola akan menjadi efektif dan
efisien. Setiap amil harus berperilaku konsisten dengan
reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah
laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh
amil sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada
muzakki, mustahiq, mitra, sesama amil dan masyarakat pada
umumnya.
c. Transparan, Dengan transparannya pengelolaan zakat, maka
akan menciptakan suatu sistem kontrol yang baik. Karena hal
ini tidak hanya melibatkan pihak intern organisasi saja tetapi
juga melibatkan pihak ekstern seperti para muzakki maupun
masyarakat luas. Sehingga dengan transparansi inilah rasa
curiga dan ketidakpercayaan masyarakat akan
dapat diminimalisasi.24

Adapun beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari


pengelolaan zakat yang dilakukan oleh pengelola zakat yang
mempunyai kekuatan hukum formal, yaitu:

a. Untuk menjamin kepastian dan disiplin dalam membayar


zakat;

24 Sholahuddin, Ekonomi Islam, Muhammadiyah University Press,


Surakarta, 2006, Cet. 1

22
b. Untuk menjaga perasaan para mustahiq zakat apabila
berhadapan langsung untuk menerima zakat dari para
muzakki;
c. Untuk mencapai efisien dan efektifitas serta sasaran yang
tepat dalam penggunaan harta zakat menurut skala prioritas;
d. Untuk memperlihatkan syi’ar Islami.25

Bahwa lembaga yang mengelola zakat seperti badan


amil zakat ataupun lembaga amil zakat bisa berdiri sendiri
atau merupakan bagian dari organisasi sosial keagamaan
maupun pemerintah daerah. Jadi dalam hal ini peran amil
zakat yang proaktif sangat penting yaitu mulai dari
pendataan, mendatangi dan menerangkan kepada muzakki
tentang pentingnya membayar zakat.
Pengelolaan zakat di zaman modern seperti sekarang ini
sebaiknya ditangani oleh orang-orang yang beriman,
berakhlak mulia, berpengetahuan yang luas dan
berketrampilan manajemen yang modern dengan
perencanaan yang matang, yang jelas tujuannya dan jelas
juga dengan hasil-hasil yang ingin dicapainya, agar dapat
menciptakan kewibawaan dari para pengurus zakat dan
meningkatkan kepercayaan dari masyarakat. Jadi dengan
hadirnya undang-undang zakat tersebut diharapkan dapat
memberikan semangat kepada pemerintah dalam menangani
masalah pengelolaan zakat

25 Didin Hafidhudin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Jakarta, Gema


Insani Press, 2002, hlm. 126

23
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan Makalah

Untuk mengoptimalkan pengelolaan dana zakat tersebut,


maka dikeluarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat, dan kemudian undang-undang
tersebut diganti dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2011 tentang Pengelolaan Zakat.

Urgensi di bentuknya lembaga pengelola zakat setelah di


keluarkan nya UUPZ adalah Pertama, untuk menjamin
kepastian dan disiplin pembayar zakat. Kedua, untuk menjaga
perasaan rendah diri para mustahik zakat apabila berhadapan
langsung untuk menerima zakat dari para muzakki. Ketiga,
untuk mencapai efisien dan efektivitas, serta sasaran yang
tepatdalam penggunaan harta zakat menurut skala prioritas
yang ada pada suatu tempat. Keempat, untuk
memperlihatkan syiar Islam dalam semangat
penyelenggaraan pemerintahan yang islami.

Badan amil zakat adalah organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh
pemerintah, yang terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat dengan tugas
mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan
ketentuan agama.

24
Pembentukan BAZ, pengurus dan organisasi, fungsi dan
tugas pokok, kewajiban, dan pembubaran BAZ semua nya di
atur dalam UU NO 23 Tahun 2011

Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011, Lembaga Amil Zakat


adalah organisasi pengelola zakat yang sepenuhnya dibentuk oleh masyarakat.
Keberadannya untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk
LAZ.
Untuk bisa menjadi lembaga yang kuat, kredibel dan
terpercaya, Lembaga Amil Zakat harus memenuhi beberapa
persyaratan agar dapat dikukuhkan dan mendapat pembinaan
dari pemerintah. Saat ini dudah ada 15 LAZ yang resmi di
kukuhkan oleh pemerintah, LAZ tersebut menghimpun dana
zakat dari masyarakat dan menyalurkan nya melalui berbagai
program di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan dan program
yang bersifat charity.

Manajemen zakat merupakan kegiatan perencanaan,


pengorganisasian, pengarahan, pelaksanaan dan pengawasan
terhadap pengumpulan, pendistribusian, pendayagunaan
serta pertanggungjawaban harta zakat agar harta zakat
tersebut dapat diserahkan kepada orang-orang yang berhak
menerimannnya dengan aturan-aturan yang telah ditentukan
dalam syara' sehingga dapat tercapai misi utama zakat yaitu
untuk mengentaskan kemiskinan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Hafidhuddin, Dindin. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern.


Jakarta: Gema Insani

Press

Soemitra, Andri. 2010. Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah.


Jakarta: Kencana

Sholahuddin. 2006. Ekonomi Islam. Surakarta: Muhammadiyah


University Press

Fadilah, Sri, dkk.”Membangun Kepercayaan Konsumen: faktor


penting pada LAZ

seluruh Indonesia”. Prosding Seminar Nasional Penelitian dan


PKM: Sosial

Ekonomi dan Humaniora, vol.3, no.3, 2012

Hastuti, Qurratul Aini Wara.”Urgensi Manajemen Zakat Dan Wakaf

Bagi

26
Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat” . vol.1, no.2, oktober

2012

Nofiaturrahmah, Fifi. “Pengumpulan Dan Pendayagunaan Zakat


Infak Dan Sedekah”.

Jurnal Zakat dan Wakaf, vol.2, no.2, Desember 2015

Septiandani, Dini. “sinergisitas Peran BAZNAS dan LAZ dalam


Pengelolaan Zakat”.

Humani, Vol.5, No.1, Januari 2012

http://www.pajak.go.id/content/122211-daftar-lembaga-keagamaan-
yang-disahkan,
diakses pada tanggal 1 november 2016, pukul 22:10
https://www.scribd.com/doc/36321390/Pengertian-BAZ-Dan-LAZ,
diakses pada
tanggal 1 november 2016, pukul 22:25

27

Anda mungkin juga menyukai