Anda di halaman 1dari 25

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Zakat

1. Definisi Zakat

Pengertian Zakat Dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun

2011 tentang pengelolaan zakat, dalam Bab 1 Pasal 1 mengatakan “Zakat adalah harta

yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untukdiberikan kepada

yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam 1. Zakat sebagai rukun islam

merupakan kewajiban seorang muslim yang mampu untuk membayarnya dan

diperuntukan bagi mereka yang berhak menerimanya. Dengan pengelolaan yang baik

zakat merupakan salah satu cara untuk mewujudkan keseimbangan sosial di dunia

dengan cara tolong menolong yang kaya memberi pertologan kepada yang lemah 2.

Hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dan istilah sangat nyata dan erat

sekali, yaitu bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya menjadi suci, baik, tumbuh atau

berkembang dan berkah.

Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga dari rukun Islam yang lima,

karenanya zakat merupakan ibadah wajib yang harus dilaksanakan oleh seorang

muslim sebagaimana wajibnya melaksanakan shalat. Di dalam kitab Az-Zakah, .

Muhammad Arsyad Al-Banjari mengemukakan bahwa sebagian ulama sepakat yaitu

seseorang menjadi kafir dan diperangi orang yang enggan daripada mengeluarkan

1
UU No23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat
2
Elsi Kartika Sari, pengantar hukum zakat dan wakaf (Jakarta,PT Grasindo,2006)
zakat dan apabila perlu harus diambil daripadanya dengan kekerasan maupun perang

sekalipun.

2. Manajemen pengelolaan zakat

Manajemen zakat merupakan kegiatan perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan, pendistribusian,

pendayagunaan serta pertanggung jawaban harta zakat agar harta zakat tersebut dapat

diserahkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya dengan aturan-aturan yang

telah ditentukan dalam syara’ sehingga dapat tercapai misi utama zakat yaitu untuk

mengentaskan kemiskinan.

a. Lembaga pengelolaan zakat.

1. Urgensi pengelolaan zakat.

Pelaksanaan zakat didasarkan pada firman Alloh SWT dalam surah At

taubah:103, bahwa zakat itu diambil dari orang-orang yang berkewajiban untuk

berzakat (muzakki) untuk kemudian diberikan kepada mereka yang berhak

menerimanya (mustahik). Yang mengambil dan menjemput tersebut adalah para

petugas (amil). Pengelolaan zakat oleh lembaga pengelolaan zakat, apalagi yang

memiliki kekuatan hukum formal, akan memiliki beberapa keuntungan antara lain

yaitu:

a. Untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayar zakat.


b. Untuk menjaga perasaan rendah diri pada mustahik zakat3 apabila

berhadapan langsung untuk menerima zakat dari para muzakki. Dalam

kegiatan Baznas Kota Bekasi menjelaskan bahwa tugas berupaya untuk

membangun amil zakat yang amanah dan profesional itu memiliki

program-program yang tepat sasaran dengan sesuai syari’ah. Jangan

hanya karena dengan alasan tidak percaya terhadap amil zakat, kemudian

kita menyerahkan zakat secara langsung kepada mustahik.

c. Untuk memperlihatkan syiar islam dalam semangat penyelenggaraan

pemerintahan yang islami.

2. Persyaratan lembaga pengelolaan zakat.

Fikih zakat menyatakan bahwa seseorang yang ditunjuk sebagai amil zakat

atau pengelola zakat4, harus memiliki beberapa persyaratan sebagai berikut:

a. Beragama islam

b. Mukallaf

c. Memiliki sifat amanah atau jujur

d. Mengerti dan memahami hukum-hukum zakat yang menyebabkan ia

mampu melakukan sosialisasi segala sesuatu yang berkaitan dengan

zakat kepada masyarakat.

e. Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-

baiknya.

3
http://baitulmal.co.id
4
Yusuf al qardhawi, Hukum Zakat, (Bandung: Mizan, 1996)
f. Kesungguhan amil zakat dalam melaksanakan tugasnya.

b. Manajemen Zakat, Infaq, Sadaqah dan Wakaf

Seiring dengan perintah Allah kepada umat Islam untuk membayarkan zakat,

Islam mengatur dengan tegas dan jelas tentang pengelolaan harta zakat. Manajemen

zakat yang ditawarkan oleh Islam dapat memberikan kepastian keberhasilan dana

zakat sebagai dana umat Islam. Hal itu terlihat dalam Al-Qur’an bahwa Allah

memerintahkan Rasul SAW untuk memungut zakat (QS. At-Taubah: 103). Di

samping itu, surat At-Taubah ayat 60 dengan tegas dan jelas mengemukakan tentang

yang berhak mendapatkan dana hasil zakat yang dikenal dengan kelompok delapan

asnaf. Dari kedua ayat tersebut di atas, jelas bahwa pengelolaan zakat, mulai dari

memungut, menyimpan, dan tugas mendistribusikan harta zakat berada di bawah

wewenang Rasul dan dalam konteks sekarang, zakat dikelola oleh pemerintah5.

Dalam operasional zakat, Rasul SAW telah mendelegasikan tugas tersebut dengan

menunjuk amil zakat. Penunjukan amil memberikan pemahaman bahwa zakat bukan

diurus oleh orang perorangan, tetapi dikelola secara profesional dan terorganisir.

Amil yang mempunyai tanggung jawab terhadap tugasnya, memungut, menyimpan,

dan mendistribusikan harta zakat kepada orang yang berhak menerimanya6.

3. Landasan Hukum Zakat

Zakat merupakan bentuk ibadah yang mengandung dimensi sosial. Artinya,

selain sebagai bentuk pengabdian seorang hamba kepada Allah. Zakat juga sebagai

5
http:// Konsultan Ekonomi.blogspot.com
6
http:// Manajemen Pengelolaan Zakat.
bentuk bakti sesamanya. Dalam islam, perintah zakat didasarka pada berbagai sumber

hukum Islam yaitu didalam Al-Qur’an, sunnah maupun ijma’ ulama. Dan dalam

bentuk Indonesia zakat diantaramya dalam Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun

2011 tentang Pengelolaan Zakat.

1. Al-Qur’an

Zakat dan Al-Qur’an menunjukan hukum dasar zakat yang sangat kuat, antara

lain adalah :

a. At-Taubah ayat 103

Artinya : Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu akan

membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’alah untuk mereka.

Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah

maha mendengar lagi maha mengetahui. (QS. At-Taubah : 103)7

b. Al-an’am ayat 141

‫ال‬ ‫ال‬

Artinya : Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan

yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam

buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama

(rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan

tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan


7
http://www. Zakat dalam Islam Assabbab.com.html
janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang

yang berlebih-lebihan. (QS. Al-An’am : 141)

Banyak lagi dalil-dalil Al-Qur’an yang menerangkan tentang kewajiban

mengeluarkan zakat.

2. As-Sunnah

Zakat adalah rukun islam yang ketiga dan salah satu pilar bangunannya yang

agung berdasarkan hadists zakat merupakan salah satu sebab dihapuskannya

kesalahan dan dosa. Hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan Mu’adz bin Jabal8.

Bahwa Nabi SAW bersabda :

Artinya “Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh

sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu,

lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”(QS. Al-Baqarah: 280)

3. Ijma’ Ulama

Sedangkan menurut Ijma’ Ulama zakat merupakan salah satu rukun dari pada

segala rukun Islam yang lima. Adapun hukum mengeluarkan zakat adanya

kesepakatan semua (ulama) umat Islam di semua Negara sepakat bahwa zakat adalah

wajib9.

4. Zakat Menurut Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2011 :

8
http://www. Zakat dalam Islam Assabbab.com.htm
9
Ibnu Mundzir. Al-Ij ma’ (Jakarta:Akbar Media, 2012)
Berdasarkan UU RI No 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, yang kini

diganti dengan UU RI NO 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat dan dengan di

terbitkan UU tersebut diharpakan masyarakat memanfaatkan lembaga atau pengelola

zakat dalam menampung zakat serta menyalurkannya kepada yang berhak

menerimanya. Hukum zakat dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2011 pasal 1 ayat 2 BAB I ketentuannya berbunyi : “Zakat adalah harta yang wajib

dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang

berhak menerimanya sesuai dengan syari’at islam”.

Dalam BAB I paal 3 Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2011 Tentang

pengelolaan zakat10 disebutkan sebagai berikut :

a) Meningkatkan kontribusi dan penyaluran pelayanan dalam pengelolaan zakat

b) Meningkatkan manfat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan

penanggulangan kemiskinan.

4. Sistem Pendayagunaan Zakat

Pendayagunaan Dana Zakat. Pembicaraan tentang sistem pendayagunaan

zakat, berarti membicarakan usaha atau kegiatan yang saling berkaitan dalam

menciptakan tujuan tertentu dari penggunaan hasil zakat secara baik, tepat dan terarah

sesuai dengan tujuan zakat itu disyariatkan.Kalau berbicara tentang kemashlahatan,

senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan dan tuntunan kebutuhan umat,

karna zakat memiliki peran dan fungsi sosial ekonimi yang penting, maka negara

berkewajiban dan bertanggun jawab dalam pengelolaan zakat. Dalam zara itulah akan
10
UU No 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat
menunjang dengan terbentuknya keadaan ekonomi yang grow with equity, yaitu

peningkatan produktifitas yang dibarengi dengan pemerataan pendapatan dan

peningkatan lapangan pekerkerja serta kelanjutan pendidikan. Dan terciptanya

keadilan sosial dalam masyarakat. Untuk penentuan tingkat kemaslahatan, biasa di

kenal dengan adanya skala prioritas. Metode prioritas ini dapat di pakai sebagai alat

yang efektif untuk melaksanakan fungsi alokasi dan distribusi dalam kebijaksanaan

pendayagunaan zakat, misalnya kita ambil contoh salah satu ashnaf yang menerima

zakat ibnu sabil, ibnu sabil mempunyai pengertian yang secara bahasa berarti anak

jalanan atau musafir yang kehabisan bekal, tetapi juga untuk keperluan pengungsi,

bencana alam dan sejenisnya .

Sebagai pokok ajaran agama atau ibadah, Tujuan zakat merupakan sasaran

praktis dari kewajiban zakat tersebut, dikemukakan sebagai berikut:

a. Membantu, mengurahi dan mengangkat kaum kafir miskin dari kesulitan

hidup dan penderitaan mereka.

b. Membantu memecahkan per9imasalahan yang dihadapi oleh al-gharim, ibnu

sabil dan para mustahik lainnya.

c. Membina dan merentangkan tali solidaritas (persaudaraan) sesama umat

manusia.

d. Mengimbangi idiologi kapitalisme dan komunisme.

e. Mengilangkan sifat bahkil dari pemilik kekayaan dan penguasa modal.

f. Menhindarkan penumpukan kekayaan perorangan yang dikumpulkan diatas

penderitaan orang lain.


g. Mencegah semakin dalamnya jurang pemisah antara si kaya dan si miskin.

h. Mengembangkan tanggung jawab perorangan terhadap kepentingan

masyarakat.

i. Mendidik kedisiplinan loyalitas seorang muslim untuk menjalankan

kewajiban dan menyerahkan hak orang lain.

Dalam relasi hubungan antara Muzzaki dan Mustahik itu adalah sama-sama

mencakup dengan zakat. Muzakki adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang

Muslim yang bekewajiban menunaikan zakat. Menurut UU No, 38 tahun 1999

tentang pengelolaan zakatMuzakki adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang

Muslim yang bekewajiban menunaikan zakat11. Dari pengertian di atas jelaslah

bahwa zakat tidak hanya diwajibkan kepada perorangan saja. Seluruh ahli fiqih

sepakat bahwa setiap muslim, merdeka, baligh dan berakal wajib menunaikan zakat.

Akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang orang yang belum baligh dan gila.

Menurut mazhab imamiyah, harta orang gila, anak-anak, dan budak tidak wajib

dizakati, dan baru wajib dizakati ketika pemiliknya sudah baligh, berakal, dan

meredeka. Ini berdasarkan sabda rasulallah SAW. “Tiga orang terbebas dari

ketentuan hukum; kanak-kanak hingga dia baligh, orang tidur hingga ia bangun dan

orang gila hingga dia sembuh”.

Bagi mereka yang memahami zakat seperti ibadah yang lain, yakni seperti

shalat, puasa dan lain-lain, tidak mewajibkan anak-anak yang belum baligh dan orang

gila menunaikan zakat. Adapun mereka yang menganggap zakat sebagai hak orang-
11
UU No, 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat
orang fakir atas harta orang-orang kaya, mewajibkan anak-anak yang belum baligh

dan orang gila menunaikan zakat.

Manurut madhab Hanafi, Syafi’i dan Hanbali Islam merupakan syarat atas

kewajiban menunaikan zakat.Dengan demikian, zakat tidak diwajibkan atas non-

Muslim.Sementara, menurut madhab yang lain, orang kafir juga diwajibkan

menunaikan zakat. Mereka tidak mewajibkan zakat atas non-Muslim mendasarkan

pendapatnya kepada ucapan Abu Bakar bahwa zakat adalah sebuah kewajiban dari

Rasulallah SAW kepada kaum Muslimin.Sementara, orang kafir baik pada masa

kekafirannya atau sesudahnya, tidak diwajibkan menunaikan zakat sebagaimana

mereka tidak dikenai pula kewajiban shalat.

Adapun mereka yang mewajibkan zakat atas non-Muslim mendasarkan

pendapatnya pada dalil bahwa orang-orang kafir juga terbebani melakukan berbagai

perkara yang bersifat furu’.12

Mustahik adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat. Pada ayat 60

surat at-Taubah, dijelaskan kelompok-kelompok yang berhak menerima zakat, yaitu

firman Allah SWT:

‫َّللاِ َواِب ِْن‬ ِ ‫ب َو ْالغ‬


َّ ‫َار ِمينَ َوفِي َسبِي ِل‬ ِ ‫ات لِ ْلفُقَ َرا ِء َو ْال َم َسا ِكي ِن َو ْال َعا ِملِينَ َعلَ ْيهَا َو ْال ُم َؤلَّفَ ِة قُلُىبُهُ ْم َوفِي ال ِّرقَا‬ َّ ‫إِنَّ َما ال‬
ُ َ‫ص َدق‬

َّ ‫َّللاِ َو‬
‫َّللاُ َعلِي ٌم َح ِكي ٌم‬ َّ َ‫ضةً ِمن‬
َ ‫ال َّسبِي ِل فَ ِري‬

Artinya:

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang

miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk


12
Muhammad Ibrahim Jannati, Fiqih Perbandingan Lima Mazhab 2, Jakarta: Cahaya, 2007,
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-

orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan

Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Ayat tersebut menjelaskan bahwa penyaluran zakat itu hanya diserahkan

kepada delapan golongan, yaitu :

1. Fakir

2. Miskin

3. Amil

4. Mu’allaf

5. Riqab (budak)

6. Gharim (orang berhutang)

7. Sabilillah (jihad dijalan Allah)

8. Ibnu sabil (musafir, orang yang bepergian)

Muzakki adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang Muslim yang

bekewajiban menunaikan zakat. Menurut UU No, 38 tahun 1999 tentang pengelolaan

zakatMuzakki adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang Muslim yang

bekewajiban menunaikan zakat. Dari pengertian di atas jelaslah bahwa zakat tidak

hanya diwajibkan kepada perorangan saja. Seluruh ahli fiqih sepakat bahwa setiap

muslim, merdeka, baligh dan berakal wajib menunaikan zakat. Akan tetapi mereka

berbeda pendapat tentang orang yang belum baligh dan gila.

Dalam zaman modern sekarang ini kemiskinan bukan saja ditentukan oleh

kepemilikan kekayaan secara individual, tetapi tergantung juga dari tingkat


kehidupan ekonomi suatu bangsa dan kualitas diri manusia itu sendiri. Dilihat dari

tingkatan perekonomian suatu bangsa13, kemiskinan yang biasanya didefinisikan

melalui konsep garis kemiskinan akan berbeda beda di antara berbagai negara.

Di samping perubahan pengertian tentang orang kaya dan miskin, konsep

amil zakat sendiri sudah berkembang sedemikian rupa seperti lembaga BAZNAS

dan LAZ di Kota Bekasi, dan Baitul Mal di Kota Bekasi. Terbentuknya badan-

badan ini sebagai penjabaran konsep amil memang mencerminkan pengaruh

kontemporer dalam pengembangan berbagai konsep di sekitar zakat.

Yang terakhir dari mustahiq zakat yang akan diutarakan di sini adalah

konsep riqab yang sering diterjemahkan dengan hamba sahaya. Banyak orang

berpendapat bahwa di era modern sekarang ini, hamba sahaya sudah tidak relevan

lagi untuk dibicarakan seiring dengan kesepakatan negara-negara se-dunia dalam

deklarasi hak-hak asasi manusia (Declaration of Human Rights) untuk

menghapuskan perbudakan di atas bumi. Untuk sementara, kita bisa sepakat

bahwa hamba sahaya model lama tidak ditemukan lagi. Namun, hal ini bukan

berarti bahwa orang-orang modern sekarang semuanya terbebas dari berbagai

belenggu yang mengikat leher mereka. Dari berbagai pengalaman, kita dapat

menjumpai banyak sekali orang-orang miskin yang terjebak oleh rentenir dan

mereka hampir tidak bisa membebaskan dirinya lagi dari ikatan para lintah darat

itu. Bahkan sebagian mereka dipaksa harus rela ’menggadaikan’ agamanya.

Orang-orang semacam ini sebenarnya dapat dikategirikan sebagai riqab zaman


13
http://ibnusyamsuhidayat89.blogspot.com/html
modern. Mereka berhak menerima zakat dalam rangka untuk membebaskan diri

dari penindasan rentenir itu. Inilah bukti bahwa kandungan al-Qur'an akan tetap

relevan dalam segala zaman.

B. Penyaluran (Pendistibusian)

1. Model Penyaluran (Pendistribusian)

Pendistribusian adalah tata cara atau tindakan penyaluran barang atau jasa

kepada pihak lain dengan tujuan tertentu. Sasaran (Mustahik) zakat sudah di tentukan

sebagaimana disebutkan dalam surat Attaubah ayat 60 yaitu delapan golongan. Yang

pertama dan yang kedua, fakir dan miskin. Orang fakir dan miskin ini mendapat

posisi yang pertama diberi harta zakat oleh Allah. Ini menunjukan bahwa sasaran

pertama zakat ialah hendak menghapuskan keiskinan dan kemelaratan dalam

masyarakat islam. Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 dalam pasal 26

mengatakan “Pendistribusian zakat waji di distribusikan kepada mustahik sesuai

dengan syariat Islam, dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan

prinsip pemerataan, Keadilan, dan kewilayahan14.

Oleh karna itu Al-Qur’an lebih mengutamakan golongan fakir miskin. Dan

diturunkan dalam bahasa arab yang jelas, mengingat dalam mengatasasi masalah

kemiskinan dan menyantuni kaum fakir miskin merupakan sasaran pertama dan

menjadi tujuan zakat, zakat yang utama. Dalam mencapai sasaran tersebut diperlukan

pendistribusian zakat yang tujuannya agar harta zakat sampai kepada mustahik.

14
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 dalam pasal 26
Pembayaran harta zakat tersebut oleh Muzzaki dapat dilakukan secara lansung kepada

Mustahik atau lewat lembaga zakat nantinya akan disalurkan kepada Mustahik15 .

1. Muzzaki langsung memberikan zakat kepada Mustahik.

Pemberian atau penyaluran zakat secara langsung diberikan oleh Muzzaki

kepada Mustahik tujuannya agar terjadi interaksi langsung antara Muzaki dan

Mustahik. Sehingga dapat memperkokoh rasa kesadaran dan mempererat

jalinan silaturrahmi diantara mereka.

2. Muzzaki membayar zakat lewat lembaga zakat. Zakat yang paling utama

sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur,an dan Al-Hadits melalui Amil zakat yang

amanah dan terpercaya. Hal ini sebagaimana terkandung dalam surat At-taubah ayat

103. Distribusi zakat terkandung hanya bersirkulasi pada suatu tempat terentu. Ketika

zakat dikelola secara keseimbangan dan diberikan lansung oleh si pemberi zakat

(Muzakki) kepada Mustahik (penerima zakat). Hal ini salah satu faktor penyebabnya

karna kurang adanya lembaga zakat yang profesional yang menyampaikan dana zakat

tersebut kepada uma yanh membutuhkan juga berimplikasi pada peningkatan

kesejahteraan masyarakat16.

Zakat tidak lagi dibayar langsung dari Muzakki kepada Mustahik. Itu tidak

mengurangi fungsi dan pran zakat dalam mengentaskan kemiskinan. Disamping itu,

pengelola zakat oleh lembaga pengelola zakat akan lebih banyak manfaatnya, apalagi

15
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, diterjemahkan Salman Harun DKK dari kitab Hukum Al-Zakah, (Bandung:
Mizan, 1996)
16
Didin Hafidhuddin, Zakat dan Peningkatan Kesejahteraan (Upaya Memahami Kembali Makna dan
Hakikat Zakat) alam Mimbar Agama dan Budaya, (Jakarta: Penerbit UIN Syarif Hidayatullah,2002)
yang memiliki kekuatan hukum formal, akan memiliki beberapa keuntungan, antara

lain : untuk menjamin kepastian pembayaran dan kedisiplinan pembayar zakat.

Kedua, untuk menjaga perasaan rendah diri para Mustahik zakat apabila berhadapan

lansung untuk menerima zakat dan para Muzakki. Ketiga, untuk mencapai efesiensi

dan efektifitas serta sasaran yang tepat dalam penggunaan harta zajat menurut skala

prioritas yang ada pada suatu tempat. Zakat sebetulnya dapat menjadi salah satu

alternatif pertumbuhan dan pemerataan ekonomi yang selama ini timpang. Hal ini

bisa terlaksana apabila pengelolaan zakat dilakukan secara benar dalam hal

pengumpulan dan pendistribusiannya. Sementara itu pada kenyataannya, beberapa

problem zakat yang selama ini menjadi penghambat optimalisasi peranan lembaga

zakat, selain kurangnya respon masyarakat terhadap zakat, baik pembayarannya

maupun pengelolaannya. Ternyata keterlibatan semua pihak terhadap lembaga zakat

pun sangat minim. Padahal dengan keterlibatan dari semua pihak, maka optimalisasi

peran lembaga zakat untuk menciptakan keadilan sosial sebagaimana esensi dari

zakat itu sendiri secara ideal dapat memberikan pemerataan ekonomi17.

2. Penyaluran (Pendistribusian) Zakat

Allah SWT telah menentukan Mustahik zakat di dalam firmannya dala surat

At-Taubah ayat 60. Dari ayat ini jelas kelihatan bahwa pengelola zakat tidak

diperkenakan menyalurkan hasil pemungutan zakat kepada pihak lain diluar

Mustahik. Disini terdapat kaidah umum, bahwa pengelola zakat dalam melakukan

17
Muhammad Daud Ali, Lembaga-Lembaga Islam Indonesia, (Jakarta: PT. raja Grafindi
Persada,1995)
pengalokasiannya, mereka harus memperhatikan kemaslahatan umat Islam. Dalam

kaitan ini, pengelola zakat menghadapi beberapa masalah, yaitu bagaimana

mendistribusikan zakat kepada Mustahik yang delapan. Dalam hal ini, para ulama

fikih telah membuat beberapa cara yang dapat membantu pengelola zakat dalam

menyalurkan zakat18, diantaranya adalah :

a. Alokasi atas dasar kecukupan dan keperluan.

Bahwa pengalokasian zakat kepada Mustahik yang delapan haruslah

berdasarkan tingkat kecukupan dan keperluan masing-masing. Dengan

menerapkan kaidah ini, maka akan terdapat surplus pada harta zakat. Jika hal

itu terjadi maka di distribusikan kembali, sehingga dapat mewujudkan

kemaslahatan kaum muslimin seluruhnya.

b. Berdasarkan harta zakat yang terkumpul.

Harta zakat yang terkumpul itu dialokasikankepada Mustahik yang sesuai

dengan kondisinya, kaidah ini akan mengakibatkan masing-masing

Mustahiktidak menerima zakat yang dapat mencukupi kebutuhannya dan

menjadi wewenang pemerintah dalam mempertimbangkan mustahik yang

lebih berhak kepada yang lain. Setiap kaidah yang disimpulkan dari sumber

syariat Islam ini dapat diterapkan tergantung pada pendapat zakat dan kondisi

yang stabil.

Pengumpulan zakat dilakukan oleh badan amil zakat yang di bentuk oleh

pemerintahan dan lembaga amil zakat yang di bentuk oleh masyarakat dan di
18
Hikmat dan Hidayat, Panduan Pintar Zakat, (Jakarta: Qultummedia,2008)
kukuhkan/ di resmikan oleh pem erintah setempat. Teknik pengumpulan zakat di sini

dapat di salurkan melaui pemotongan gaji bagi para pegawai yang beragama muslim,

mendatangi langsung ke lembaga-lembaga zakat, atau dapat menyerahkan langsung

melalui masjid di daerah setempat. dengan adanya zakat di sini dapat mengurangi

penghasilan kena pajak. Pihak-pihak yang sudah di tunjuk dan memiliki kewenangan

untuk mengelola zakat adalah BAZNAS, Amil Zakat. Pendistribusian zakat adalah

suatu bentuk penyaluran dana zakat dari seorang muzaki kepada seorag mustahiq

melaui amil. Pola pendistribusian zakat berdasarkan tuntutan perkembangan zaman

dan sesuai dengan syari’at islam19.

Sasaran pendistribusian zakat adalah:

1. Fakir, yaitu orang yang tidak memiliki penghasilan yang tetap untuk

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

2. Miskin, yaitu orang yang memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan

hidup, tetapi tidak bisa memenuhi kelayakan hidup yang di butuhkan

3. .Amil, yaitu orang yang bertugas sebagai pengabil zakat dari para muzaki

kemudian di distribusikan kepada mustahiq. Seorang amil harus bersikap adil

dalam penyaluran zakat.

4. Mu’allaf, yaitu orang yang keluar dari agama selain islam kemudian pindah

ke agama islam. Zakat di tujukan kepada seorang mu’allaf karena mereka

sebakan akan seperti pemimpin, tokoh masyarakat yang berpengaruh, dan

pahlawan, yang baru masuk islam dedan belum kuat imannya.


19
https://www. Pendistribusian dan Pemberdayaan Zakat.
5. Riqob (memerdekakan budak), yaitu agar bisa membantu budak yang sedang

mencicil pembayaran sejumlah tertentu untuk pembebasan dirinya dari

majikannya agar dapat hidup dengan merdeka.

6. Ghorim, yait orang yang berhutang dan tidak mampu membayarnya.

7. Sabilillah, yaitu seorang yang rela berkorban mempertaruhkan nyawa nya

untuk demi membela negara.

8. Ibnu sabil, yaitu orang yang sedang kehabisan bekal saat dalam perjalanan

dan tidak mempunyai harta untuk mencapai wilayah yang akan dia tuju.

Porsi pembagian zakat untuk fakir dan miskin, riqab dan gharim masing

masing 50%, sedang sabilillah dan mualaf 25%, ibnu sabil dan amil 12,5%. Ada

beberapa ketentuan dalam mendistribusikan dana zakat kepada seorang mustahiq20

yaitu :

a. Mengutamakan distribusi domestic, dengan melakukan distribusi local atau

lebih mengutamakan orang-orang sekitar lebih membantu. Jika orang-orang

sekitar sudah menerima semua maka jika masih ada sisa baru di berikan untuk

wilayah yang lain.

b. Pendistribusian yang merata dengan menjadikan golongan fakir miskin

sebagai golongan pertama yang menerima zakat.

Zakat merupakan salah satu rukun islam yang wajib di lakukan oleh setiap

umat islam21. Zakat dapat membantu tingkat perekonomian suatu pemerintahan.

20
https://id.m.Wikipedia.org/wiki/zakat.
21
http://sistem Penyaluran Zakat Menurut Hukum.
Karena zakat merupakan salah satu solusi untuk mengentaskan kemiskinan suatu

negara. Pendistribusian zakat harus sesuai sasaran yaitu delapan asnaf yang meliputi

fakir, miskin, amil, muallaf, riqob, ghorim, fisabilillah, dan ibnu sabil22. Cara

pendistribusian zakat dapat melalui lembaga amil zakat seperti Baznas, Laz dan lain

sebagainya.

C. Kondisi Objektif Baznas Kota Bekasi.

1. Profil Singkat Baznas Kota Bekasi.

Badan Amil Zakat Nasional Kota Bekasi atau disingkat BAZNAS Kota bekasi

adalah sebuah badan yang bertugas mengumpulkan, mengelola dan mendistribusikan

zakat. BAZNAS Kota Bekasi berusaha mewujudkan masyarakat Bekasi sadar zakat

dan manfaat zakat.

BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) Kota Bekasi dibentuk dan dilakukan

berdasarkan:

1. UU No 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat dengan tata kerja dan

organisasi yang sesuai dengan profesionalisme dan transfaransi para

pengelolanya.

2. UU No 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat

3. Keputusan Mentri Agama RI No. 581 1999 tentang pelaksanaan UU No. 38

Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat.

4. Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 37 Tahun 2001 tentang pengelolaan

zakat dan pengurus badan amil zakat Provinsi Jawa Barat.


22
http:// Pola Pengumpulan Distribusi.
5. Keputusan Wali Kota Bekasi No. 451.12/Kep.291.Kesos/VIII/2008

BAZNAS Kota Bekasi merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang

bersifat mandiri dan bertanggung jawab dalam kegiatan pengumpulan,

pendistribusian dan pendayagunaan zakat. Adapun ruang lingkup dan fungsi

BAZNAS Kota Bekasi yaitu di wilayah Kota Bekasi.

2. Visi dan Misi Lembaga

Sebagai lembaga yang mewakili sertifikasi ISO 9001;2008, BAZNAS telah

menetapkan Visi dan Misi sebagai berikut :

1. Visi

“Menjadi Badan Amil Zakat Nasional Kota Bekasi yang amanah, transparan

dan Profesional”

2. Misi

 Meningkatkan kesadaran umat untuk berzakat melalui Badan Amil Zakat

Nasional Kota Bekasi.

 Meningkatkan penghimpunan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat,

infaq dan sedekah melalui ketentuan syaria’ah.

 Menumbuh kembangkan pengelola/amil zakat yang amanah, transfaran,

profesional dan terintegrasi.

 Mewujudkan pusat data zakat nasional

 Memaksimalkan peran zakat dalam menanggulangi kemiskinan di

Indonesia melalui sinergi dan loordinasi dengan lembaga terkait.

3. Program dan Kegiatan Lembaga


Program Usaha Produktif BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) Kota

Bekasi untuk tahun 2017 ini terbagi menjadi empat fokus program yaitu :

1. Bekasi Berdaya.

Merupakan program pendayagunaan dana ZIS yang diperuntukan untuk

meningkatkan kemandirian para mustahik melalui pelatihan dan pemberian

modal usaha. Setiap tahunnya tercipta mitra usaha BAZNAS yang

termandirikan usahanya.

2. Bekasi Cerdas.

Adalah dana Zis yang didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan para

mustahik dalam menyelesaaikan sekolahnya. Tak hanya pendidikan formal

yang menjadi fokus program ini, kursus peningkatan kapasitas para siswa

dhuafa yang berprestasi juga akan dikembangkan keretatatatatat depan

diantaranya melalui keterampilan bahasa dan compuer.

3. Bekasi Sehat.

Terdiri dari bantuan biaya pengobatan bagi para Dhuafa dan layanan jaminan

persalinan dalam upaya menekan angka kematian iBook melahirkan. Kedepan

akan ditingkatkan kerjasama program secara strategis dengan pihak lain demi

meningkatkan secara kuantitas maupun kualitas jumlah penerima manfaat

program.

4. Bekasi Ihsan.

Mewujudkan kenyamanan masyarakan dalam beribadah menjadi output dari

program ini. Baik berupa bantuan perlengkapan fisik rumah ibadah hingga
menjadikan masjid sebagai mitra program zakat mampu kian mendekatkan

BAZNAS dengan objek penerima manfaat. Tahun ini sedikitnya 24 Musholla

sufdah mengikuti kegiatan Benaah Musholla (upaya pelayakan sarana dan

prasarana)

4. Tujuan dan Fungsi BAZNAS kota Bekasi

1. Tujuan

a. Meningkatkan kontribusi dan penyaluran pelayanan dalam pengelolaan

zakat

b. Meningkatkan manfat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

Bekasi sehat. Cerdas dan Ihsan.

2. Fungsi

a. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran para Muzakki dalam

melaksanakan kewajiban menunaikan Zakat, Infak dan Shadaqah.

b. Terlaksananya pendistribusian dan pendayagunaan zakat, infaq dan

shadaqah kepada Mustahik sesuai dengan ketentuan syariat Islam

c. Menyalurkan dana zakat yang b ersifat bantuan pemberdayaan, yaitu

membantu Mustahik untuk meningkatkan kesejahteraannya, baik secara

perorangan maupun kelompok melalui program atau kegiatan yang

berkesinambungan.

5. Struktur Organsasi BAZNAS Kota Bekasi


Dalam BAZNAS Kota Bekasi, para pengurus terdiri atas unsur ulama PNS

dari DEPAG yang profesional dalam mengelola dan mendistribusikan zakat.

Sedangkan di dalam susunan organisasinya terdapat 3 (tiga) bagian pokok, yaitu :

a. Komisi Pengawasan, yang dijabati oleh seorang ketua. Komisi ini mempunyai

tugas pokok dalam mengawasi seluruh kegiatan pengelolaan dan

pemberdayaan yang dilaksanakan oleh Badan Pelaksanaan Badan Amil Zakat

Nasional (BAZNAS)

b. Badan Pelaksanaan, yaitu terdiri dari seorang Ketua Umum dan dibantu oleh

dua oang ketua. Seorang sekretaris dan wakilnya, seorang bendahara umum,

seksi penumpulan, seksi pendayagunaan, seksi pendistribusian dan

pembangunan. Badan Pelaksanaan ini mempunyai tugas pokok meliputi

pengumpulan, pendistribusia , pendayagunaan dan pengemangan sesuai

peraturan perundang-undangan yabng berlaku.

c. Dewan pertimbangan, yang dijabati oleh seorang ketua umum, Dewan ini

mempunyai tugas pokok yaitu, memberikan saran. Pendapat dan nasihat yang

menyangkut operasional dan ketetapan Syari’at Islam kepada badan

pelaksanaan (BAZNAS) Badan Amil Zakat Nasional.

Tabel 3.1

STRUKTUR PENGURUS BAZNAS KOTA BEKASI

KETUA DAN WAKI-WAKIL KETUA

BAZNAS KOTA BEKASI PERIODE 2015-2020


Ketua : Drs. H. Paray Said, MM, MBA

Wakil Ketua I Bidang Pengumpulan : H. Muhammad Aiz, SH, MH

Wakil ketua II Bidang Pendistribusian

dan Pendayagunaan : Ismail Hasyim, S.HI

Wakil Ketua III Bidang Perencanaa

Keuangan dan Pelaporan : Drs. H. Nor Khakim, M.Pd

Wakil Ketua IV Bidang Administrasi

Sumber Daya Manusia Dan Umum : Abdul Haris, S.Sos

(BAZNAS)

KOTA BEKASI

Bendahara : H. AF Bachrun, SE, MM

Bidang Pengumpulan : M. Syambuzi, S.HI

Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan : Suherman, S.Pd.I

Bidang Perencanaan, Keuangan, dan Pelaporan : Ayatullah Humaini, S.Sos

Bidang Administrasi, SDM, dan Umum : Rizki Topananda, Amd

Bidang IT dan Pengelola Buletin : Syamsul B Islamy, S.Fil

6. Hubungan Organisasi dengan Lingkungan

Kantor BAZNAS terletak di pusat Pemerintah Kota Bekasi, itu artinya

BAZNAS Kota Bekasi berada diantara dinas dan instansi pemerintah Kota Bekasi.

Hubungan dengan lingkungan sekitar dapat terjalin dengan baik dan bahkan
lingkungan sekitar itu jugalah yang paling besar memberikan kontribusi atau

penyedia dana.

Sebagai lembaga yang resmi dan diberi kewenangan dalam pengelolaan zakat

BAZNAS Kota Bekasi dalam rangka akuntabilitas perlun didasari berbagai regulasi

yang memperkuat operasionalnya dalam organisasi yang mengelola dana masyarakat

muzaki dan didayagunakan kepada masyarakat mustahik.

Anda mungkin juga menyukai