MELALUI ZAKAT
Nomor Peserta :
KABUATEN NUNUKAN
TAHUN 2022
PENDAHULUAN
Masalah kemiskinan tidak bisa teratasi hanya dengan dana Anggaran Pendapatan
dan Perbelanjaan Daerah (APBD) yang berasal dari penerimaan pajak. Zakat yang dapat di
harapkan sebagai solusi penanggulangan masalah keiskinan, yaitu zakat yang di keola
dengan sistem manajemen yang amanah, profesional dan integrated dengan pengawasan
yang efektif dapat menjadi pemacu gerak ekonomi di dalam masyarakat dan enyehatkan
tatanan sosial sehingga makin berkurangnya kesenjangan masyarakat yang mampu dengan
kelompok masyarakat yang tidak mampu.
Pengelolaan zakat oleh pengelola zakat masjid juga dilakukan secara tradisional,
yaitu pengelolaan zakat tanpa adanya sentuhan manajemen pengembangan dan
pemberdayaan dana zakat. Dana zakat yang dikumpulkan lantas disalurkan begitu saja
kepada mustahiq zakat. Sistem pengelolaan ini sulit untuk mengetahuai berapa sebenarnya
jumlah zakat yang terhimpun dalam sekala kumulatif. Berdasrkan uraian di tersebut saya
tertarik untuk mengangkat judul tentang “PEMBERDAYAAN EKONOMI UMAT”
Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui Zakat
1. Zakat
Zakat secara harfiah berarti berkah, bersih, baik dan meningkat (Munawir,1997).
Zakat juga berarti pembersihan diri yang didapatkan setelah pelaksanaan kewajiban
membayar zakat ( Rahman, 1996). Menurut istilah fiqih, zakat berarti sejumlah harta
tertentu yang di wajibkan Allah untuk di serahkan kepada yang berhak. Zakat menurut
lughat (bahasa) berarti berkah, tumbuh, berkembang, suci bersih, baik dan terpuji.
Selanjutnya Yusuf Qardhawi memberi penjelasan, bahwa zakat menurut Al-Qur‟an dan
sunnah disebut juga shadaqah (Al-Qardawi,1991).
Ada beberapa ayat dalam Alquran yang menjadi dasar kewajiban untuk
menunaikan zakat. Allah memerintahkan agar menagih zakat. Allah memerintahkan agar
menagih zakat dari orang-orang sudah berkewajiban mengeluarkan zakat, hal ini bertujuan
untuk mensucikan mereka dan membersihkan hati mereka dari sifat ketamakan. Di
antaranya adalah firman Allah SWT dalam Al-Qur‟an surah At-Taubah (9) : 103 adalah
sebagai berikut :
علَ ْي ِه ْۗ ْم ا َِّن
َ ص ِّل َ ص َدقَةً ت ُ َط ِ ّه ُر ُه ْم َوت ُ َز ِ ّك ْي ِه ْم ِب َها َو
َ ُخ ْذ ِم ْه ا َ ْم َىا ِل ِه ْم
ع ِل ْي ٌم
َ س ِم ْي ٌع
َ ُّٰللا َ ص ٰلىت َ َك
سك ٌَه لَّ ُه ْۗ ْم َو ه َ
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doakan mu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi
MahaMengetahui.”(Kementerian Agama Republik Indonesia, 2010).”
Dalam hadis-hadis Rasulullah Saw. Di antaranya adalah hadis yang diriwayatkan Imam
“Islam itu ditegakan di atas 5 dasar : 1.Syahadat La ilaha illallah wa anna Muhammadar
Rasulullah (Bersaksi tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa
Muhammad adalah utusan Allah). 2.Menegakkan Shalat. 3.Membayar Zakat.4.Ibadah
Haji. 5.Puasa Ramadhan”(Ismail Al-Bukhary, 2002)
Zakat dapat disalurkan dengan dua cara, yaitu muzakki memberikan langsung
kepada mustahiq zakat atau muzakki memberikan zakat melalui amil zakat. Amil
adalah semua orang yang bekerja dalam perlengkapan administrasi urusan zakat, baik
urusan pengumpulan, penyimpanan, pencatatan, perhitungan maupun yang mencatat
keluar masuk zakat dan membagi pada para mustahiknya(Qardhawi, 2002). Jadi, amil
zakat adalah orang-orang yang terlibat atau ikut aktif dalam kegiatan pelaksanaan zakat
yang dimulai dari sejak mengumpulkan zakat dari muzaki sampai mendistribusikannya
kepada mustahik.
Pertama, Fakir adalah orang yang tidak mempunyai harta cukup untuk memenuhi
kebutuhan pokoknya (makanan, pakaian, dan tempat tinggal). Atau siapa saja yang
pendapatannya lebih sedikit dari apa yang dibutuhkannya untuk memenuhi kebutuhan
pokoknya. Hanya orang fakir yang berhak menerima zakat. Orang kaya haram menerima
zakat. Abdullah bin Amru berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tidak dihalalkan
zakat untuk orang kaya dan orang-orang yang memiliki kemampuan (dzu mirratin
sawiyyin)”. Dzu mirratin sawiyyin dalam hadis di atas adalah orang yang mempunyai
kekuatan dan kemampuan untuk berusaha. Jika dia tidak mendapat sesuatu yang dapat
diusahakan,maka ia di anggap fakir (Huda, 2012) .
Kedua, Miskin adalah orang yang tidak mempunyai apa-apa mereka hidup dalam
ketiadaan harta. Namun mereka tidak meminta-minta kepada orang lain. Rasulullah SAW
bersabda: “tidak dikatakan orang miskin orang yang meminta-minta kepada orang lain
yang kemudian ia diberi sesuap atau dua suap, sebutur atau dua butir kurma. Akan tetapi,
orang miskin ialah orang yang tidak mendapatkan kekayaann yang mencukupi
kebutuhannya, serta tidak meminta-minta kepada manusia. Dann ia tidak terfitnah karena
miskin, maka berilah zakat kepadanya” (Hr.Muttafaq Alaih) (Huda,2012).
Keempat, Muallaf adalah orang-orang yang dipandang oleh negara layak untuk
menerimah zakat untuk menguatkan iman mereka. Mereka itu seperti para pemimpin, toko
masyarakat yang berpengaruh, dan pahlawan, yang baru masuk islam dan belum kuat
imannya. Dalam hal ini khalifa atau para wali berhak menerimah, apakah orang- orang ini
perlu di beri zakat untuk mengikat hati mereka, menguatkan iman mereka,memanfaatkan
mereka untuk kepentingan islam dan kaum muslim, atau untuk memengaruhi para
pengikut mereka.
Muallaf ini tidak di beri zakat kecuali jika mereka adalah muslim. Jika masih kafir,
maka dia tidak di beri harta dari zakat. Hal ini karena zakat tidak diberikan kepada orang
kafir, berdasarkan sabda Rasulullah SAW kepada Mu‟Adz, ketika dia di utus keyaman:
“Berutahukanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan mereka membayar zakat. Zakat
itu di ambil dari orang-orang kaya mereka dan di kembalikan kepada orang-orang fakir
mereka”. (Hr. Bukhari dan Muslim). Mereka juga tidak akan diberi zakat kecuali jika ada
ilat (sebab penetapan hukum) yang menyebabkan mereka dapat di beri zakat. Jika ilatnya
tidak ada, maka mereka tidak diberi zakat ini seperti yang dilakukan oleh Abu bakar dan
Umar r.a, yang tidak memberikan zakat kepada para muallaf setelah islam kuat dan
tersebar (Huda, 2012).
Kedelapan, Ibnu Sabil Yaitu orang yang kehabisan bekal dalam perjalanannya,
yang tidak mempunyai harta yang dapat mengantarkannya untuk sampai ke negerinya.
Kepadanya diberikan zakat dengan jumlah yang dapat mengantarkan ia sampai ke
negerinya, baik jumlah yang dibutuhkan itu banyak maupun sedikit. Demikian pula
diberikan kepadanya biaya selama perjalanan hingga ia dapat sampai di negerinya,
walaupun ia seorang yang kaya di negerinya, karena sabda Rasulullah SAW : “Zakat tidak
halal diberikan kepada orang kaya kecuali (yang berjihad) di jalan Allah, atau ibnu sabil”
(Al-Jawi, n.d.).
Untuk pengembangan potensi ekonomi umat, zakat diberikan dalam bentuk modal
usaha kepada masyarakat miskin yang propesinya sebagai pedagang atau dalam bentuk
uang tunai sebagai tambahan modal usahanya ternyata produktif untuk meningkatkan taraf
ekonominya, karena dengan adanya dana tersebut masyarakat dapat mengembangkan
usahanya.
Pemberdayaan ini dimaksudkan untuk berkuasa atau mampu atas dirinya sendiri
untuk memenuhi kebutuhannya. Pemberdayaan masyarakat adalah proses pembangunan di
mana masyarakat berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki
situasi dan kondisi diri sendiri (Wikipedia.com).
Pemberdyaan umat merupakan salah satu bentuk hubungan yang terjadi antar
sesama manusia atau bagian integral muamalah. Dengan muamalah akan dapat tercipta
suatu masyarakat yang saling membantu. Di antara masyarakat yang memiliki kemampuan
dan yang kurang mampu, bila hal ini dapat di wujudkan maka tercipta masyarakat mandiri
terutama di bidang perekonomian. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Hajj/4 : 411-412 “
Mereka jika kami beri tempat (kekuasaan) di muka bumi, mereka mendirikan sembahyang
dan membayarkan zakat serta menyuruh dengan makruf (kebaikan) dan melarang yang
mungkar (kejahatan). Dan kepada Allah (terserah) akibat semua pekerjaan
Suatu masyarakat di katakan berdaya jika memiliki salah satu atau lebih dari
beberapa variabel berikut ini. Pertama, memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
dasar hidup dan perekonomian yang stabil. Kedua, memiliki kemampuan beradaptasi
dengan perubahan lingkungan. Keempat, memiliki kemampuan berekresi dan berinovasi
dalam mengaktualisasikan diri dan menjaga ko-eksistensinya bersama bangsa dan negara.
Ahmad Muhammad Al-„Assal dan Fathi Ahmad Abdul Karim, Sistem, Prinsip Dan
Al-Qurthubi. Al-Jami‟ Li Ahkam al-Quran, Kairo: Dar al-Iman, 1993. Al-Syaukani, Nail al-
Authar, Kairo: Dar al-Hadits, 1993.
As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, Kairo: Dar al-Fath li „Ilami al-Araby, 2004.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve,
1993.
Globalzakat.id/tentang/definisi-ashnaf