Anda di halaman 1dari 8

A.

Akad ZIS dalam Pemberdayaan Masjid


Mencari solusi agar masjid dapat berfngsi seperti sediakala merupakan hal yang paling
utama karena persoalan mengenai realitas peran masjid semakin terkikis. Salah satu solusi dari hal
tersebut adalah melaksanakan kegiatan pemberdayaan masyarakat tanpa melupakan segi ibadah
mahdhah sehingga cara alternatif yang dapat dilakukan dengan megembalikan peran masjid untuk
memberdayakan masyarakat yakni dengan mengimplementasikan kegiatan yang bernilai positif
bagi masyarakat. Masjid memiliki peran dalam memperbaiki kondisi masyarakat yang kurang
berdaya menjadi lebih berdaya. Masjid yang berdaya adalah masjid yang dimakmurkan oleh
jamaahnya. Salah satu kegiatan pemberdayaan tersebut adalah dengan mengelola dana zakat,
infak, dan sedekah masjid secara berkelanjutan untuk memakmurkan masyarakat. Dana yang
dihasilkan dari zakat, infak, dan sedekah yang ada pada masjid seharusnya dapat digunakan
sebagai penggerak roda perekonomian masyarakat sehingga mampu memberikan dampak positif
bagi masyarakat sekitar seperti halnya pada masa Rasulullah SAW (Kurnianingsish, 2022).
Secara bahasa, zakat memiliki beberapa makna, yaitu an-namaa (pertumbuhan dan
perkembangan), ath-thaharatu (kesucian), al-barakah (keberkahan), katsrah al-khair (banyaknya
kebaikan), dan ash-shalahu (keberesan). Zakat secara istilah adalah pemberian hak kepemiliki atas
sebagian harta tertentu kepada orang tertentu yang telah ditentukan oleh syariat semata-mata
karena Allah (Baznas, 2018). Menurut Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat yang dimaksud dengan zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang
muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat
Islam. Seseorang yang memiliki harta dan hitungannya telah mencapai hisab, haul, maka
hukumnya wajib menunaikan zakat.
Infak berarti mengeluarkan sebagian harta secara sukarela untuk menjalankan kepentingan
yang diperintahkan ajaran Islam. Hukum infak adalah sunnah muakad atau sunnah yang
dianjurkan. Sedangkan sedekah adalah pemberian yang dilakukan seorang muslim secara ikhlas,
sukarela, tak terbatas waktu dan jumlah tertentu. Sedekah lebih luas dari zakat dan infak. Sedekah
dapat berbentu materil maupun non materil. Pada dasarnya hukum zakat adalah wajib (fardu ‘ain)
bagi setiap orang. Sedangkan hukum infak dan sedekah adalah sunnah. Zakat, infak, dan sedekah
bukan hanya sebatas ibadah antara manusia dengan Allah (habluminallah) dan bukan hanya
sebatas ibadah sesama manusia (habluminannas).
Pelaksanaan pembagian zakat bukanlah sesuatu yang mutlak, akan tetapi dinamis, dapat
disesuaikan dengan kebutuhan di suatu tempat. Sehingga dapat dipahami bahwa perbedaan cara
pembagian zakat di suatu tempat tidak dilarang dalam Islam karena tidak ada dasar hukum yang
secara jelas menyebutkan cara pembagian zakat tersebut. pihak– pihak yang berhak menerima
zakat (mustahik) telah ditentukan syariat. Menurut surah at–Taubah ayat 60, mustahik dapat
digolongkan menjadi delapan, diantaranya adalah:
1. Fuqara’, merupakan orang yang tidak memiliki penghasilan dan harta.
2. Masakin, merupakan orang yang memiliki harta, tetapi tidak dapat memenuhi
kebutuhan sehari - hari.
3. ‘Amil, merupakan pengelola zakat.
4. Muallaf, merupakan orang yang baru masuk Islam.
5. Riqab, merupakan budan yang berada dibawah kekuasaan orang lain. Maka dia berhak
atas harta zakat untuk membebaskan dirinya dari belenggu perbudakan.
6. Garimin, adalah orang yang mempunyai hutang karena sebab-sebab tertentu dan
dianggap tidak mampu untuk membayarnya.
7. Sabilillah, adalah orang yang berjuang menegakkan agama Allah SWT, melalui
berbagai wadah, baik pendidikan, seperti madrasah atau pesantren yang intinya untuk
keperluan tegaknya agama Allah SWT
8. Ibn al-Sabil, merupakan orang yang mengadakan perjalanan dalam rangka
mendakwahkan agama Allah SWT atau untuk tegaknya hukum-hukum dan syariah
Allah SWT.

Zakat, infak, dan sedekah adalah harta yang berasal dari seseorang yang memiliki
kewajiban membayar yang disalurkan kembali kepada umat yang diberikan hak untuk menerima.
Dalam Islam, pengembangan zakat yang bisa digunakan untuk tujuan peoduktif disebut zakat
produktif. Visi salah satu Lembaga Amil Zakat ialah “Mengangkat Harkat para Mustahik agar
ampu Mandiri di Bidang Sosial ekonomi”. Visi misi Lembaga Amil Zakat ini, mengarah kepada
pengelolaan zakat produktif. Pengelolaan zakat, infak, dan sedekah pada Lembaga Amil Zakat
adalah meliputi:
1. Penghimpunan
Penghimpunan dana zakat infak dan sedekah pada Lembaga Amil Zakat dilakukan
melalui dua cara. Pertama adalah penghimpunan zakat rutin yakni zakat fitrah pada
bulan ramadhan, serta infak sedekah pada hari Jum’at. Kedua adalah penghimpunan
zakat bersifat insidental dan berkala yakni zakat maal, serta infak masyarakat. metode
pegumpulan zakat, infak, dan sedekah pada Lembaga Amil Zakat dilakukan baik secara
langsung maupun titipan.

2. Penyimpanan
Penyimpanan merupakan salah satu bentuk pengelolaan dana zakat, infak, dan sekedah
pada lembaga Amil Zakat. Penyimpanan dana ZIS dilakukan melalui dua cara. Pertama
disimpan sebagai kas Lembaga Amil Zakat yang dikelola langsung oleh bendahara.
Kedua, disimpan di bank. Dua metode penyimpanan ini bertujuan agar dana ZIS lebih
aman.
3. Pendistribusian
Pendistribusian adalah kegiatan menyalurkan dana zakat, infak, dan sedekah kepada
masyarakat yang berhak menerima. Pendistribusian dana zakat, infak, dan sedekah
pada Lembaga Amil Zakat pada umumnya terbagi menjadi dua. Pertama
pendistribusian zakat fitrah, dan yang kedua adalah zakat maal, infak dan sedekah.
Zakat fitrah harus segera didistribusikan dan dihabiskan. Adapun kriteria yang
digunakan sebagai pedoman pendistribusian zkat fitrah pada Lembaga Amil Zakat
Sabillal Muttaqin adalah tanggungan keluarga, pendapatan, dan janda.
4. Pertanggung jawaban
Pertanggungjawaban adalah kegiatan mempertanggugjawabkan pengelolaan dana
zakat, infak, dan sekedeh pada Lembaga Amil Zakat di Masjid. Pertanggungjawaban
dilakukan melalui dua cara. Pertama pertanggungjawaban mingguan, yakni pelaporan
kas masuk dan kas keluar pada jamaah masjid. Dan yang kedua adalah
pertanggungjawaban tahunan, yakni pertanggungjawaban bersama pengurus Lembaga
Amil Zakat masjid dan dilaporkan pada acara tutupan tahun masjid.

Pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui pengelolaan zakta, infak, dan sedekah


jikadilihat dari sisi pemanfaatannya dapat digolongkan kepada dua model, yaitu (Nizar, 2016):
1. Model distribusi konsumtif
Pendistribusian zakat, infak, dan sedekah pemanfaatannya langsung digunakan oleh
mustahik. Model ini dibagi menjadi model distribusi konsumtif tradisional yang berupa
program peduli pangan, program peduli kesehatan masyarakat islam, program dakwah
islamiyah, program kematian dan program peduli bencana, dan model konsumtif
kreatif yang berupa program peduli pendidikan yang merupakan program gerakan
sadar pendidikan unuk anak terlantar, anak jalanan dan yatim piatu.
2. Model distribusi produktif
Pendistribusian zakat, infak, dan sedekah yang tidak langsung habis serta
pendayagunaannya menimbulkan pengaruh secara ekonomi dan pemberdayaan
mustahik. Model ini berupa model distribusi produktif kreatif yang berupa
pendampingan dengan menggunakan pendekatan Participatory Action Research
(PAR) dna pemberian sumbangan peningkatan dana usaha produktif bagi mustahik
dengan sistem Qordul Hasan, yaitu pinaman modal usaha tanpa bunga.
Dalam fiqih, untuk menandai telah terjadinya serah terima maka diperlukan sebuah lafadh
ijab dan qabul. Pada zakat, jika ijab qabul itu selesai ditunaikan, maka hak kepemilikan dan
tasharruf (pengelolaan) zakat menjadi kewenangan dari pihak amil untuk disalurkan, atau menjadi
hak milik dari mustahiq sehingga ia bebas menggunakannya. Jadi, ijab qabul dalam zakat
kepadanya, semata adalah karena akad wakalah (akad perwakilan) yang diambilnya. Zakat dalam
fiqih hanya fokus pada keharusan menyertakan niat saat menunaikan, dan penyalurannya kepada
asnaf zakat yang berjumlah delapan.
Yang terpenting dari zakat, bila diberikan secara langsung kepada mustahik, adalah niat
dari muzakki dalam menyisihkan hartanya sebagai zakat. Apabila ada amil yang bertugas
memungut zakat, maka perlu penegasan niat bahwa ia sedang menagih harta zakat. Dengan
demikian, ketika harta itu sudah diserahkan kepada petugas tersebut, maka mahal penyerahannya
sudah terhitung sebagai niat. yang terpenting dari zakat adalah penyerahan kepada petugas zakat
dan penegasan bahwa itu adalah harta zakat, sehingga tidak perlu adanya salaman. Penyerahan
harta zakat kepada petugas, sudah masuk kategori serah terima (Syamsuddin, 2020).

B. Studi Kasus Akad ZIS dalam Pemberdayaan masjid


Meningkatnya jumlah penduduk miskin di Indonesia, dimana menurut BPS angka
kemiskinan bulan Maret 2020 mengalami kenaikan menjadi 26,42 juta orang. Dengan posisi ini
prosentase penduduk miskin per Maret 2020 juga naik menjadi 9,78% dibanding Maret 2019 yang
juga ikut naik menjadi 9,78%. Kondisi ini membuat pengelolaan zakat lebih berperan penting bagi
organisasi nirlaba pengelola zakat, yang berfungsi untuk mengumpulkan dan mendistribusikan
ZIS yang masuk ke Indonesia berpotensi untuk berkembang sebagai upaya pemerataan distribusi
pendapatan nasional, serta solusinya pengentasan kemiskinan.
Menyebar luasnya lembaga pengelolaan ZIS memiliki efek positif dan negatif. Dampak
positifnya, potensi zakat yang ada terserap secara maksimal oleh fasilitas zakat yang tersebar.
Selain itu, muzaki memiliki banyak pilihan untuk menentukan lembaga amil zakat mana yang akan
dipilih untuk pembayaran zamil. Dampak negatifnya adalah rendahnya pengawasan terhadap
keahlian dan akuntabilitas organisasi zakat. Hal ini dikarenakan terlalu banyaknya sistem amir
zakat yang bermunculan dan kurangnya pihak pengawas. Pengawasan adalah untuk lebih
memastikan bahwa semua kegiatan yang dilakukan dalam organisasi didasarkan pada rencana
yang mencakup strategi yang telah ditentukan sebelumnya.
Pengelolaan ZIS pada Lembaga Amil Zakat Kota Mojokerto memiliki permasalahan
terkait dengan sistem tata kelola terkait dengan pengawasan, dimana selama ini proses pengelolaan
tidak dilakukan secara transaparan sehingga menimbulkan persepsi yang kurang baik dari
masyarakat atas pengelolaan yang dilakukan. Masih rendahnya pengawasan yang dilakukan dalam
pengelolaan ZIS menjadikan pengelolaan akan rawan mengalami penyimpangan yang menjadikan
proses pengelolaan tidak dapat berjalan sesuai dengan ketentuan sehingga menjadi salah satu
hambatan dalam proses pengelolaan yang dilakukan. Selain itu adanya peluang dalam pengelolaan
ZIS untuk meningkatkan ekonomi dhuafa pada Lembaga Amil Zakat Kota Mojokerto yaitu
ditunjukkan adanya dukungan dari masyarakat sehingga program– program yang ditetapkan
sebagai upaya peningkatan kesejahteraan kaum dhuafa dapat secara maksimal dilakukan. Upaya
atau inovasi–inovasi yang dilakukan pengelola ZIS selalu menunjukkan adanya perkembangan
dengan harapan, namun demikian pengelolaan yang dilakukan belum menunjukkan pengelolaan
secara tepat sehingga tidak menungkinkan terjadinya penyimpangan (Maulana & Fikriyah, 2020).

Kesimpulan:
Model pengelolaan keuangan di Masjid Al Muhajirin Perumahan BSP Mojokerto dapat
diketahui sumber dana yang diterima oleh masjid sebagai upaya untuk peningkatan kesejahteraan
umat dan proses bahwa pengelolaan dilakukan secara transparan dan dilakukan oleh tenaga ahli
sehingga proses pelaporan dilakukan secara transparan dan sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan. Dengan demikian diperlukan suatu pengelolaan yang profesional, terbuka, dan
transparan serta pengawasan sehingga tujuan yang ingin dicapai yaitu meningakatnya
kesejahteraan umat.
Pengelolaan ZIS di Masjid Al Muhajirin Perumahan BSP Mojokerto dapat diketahui
bahwa dalam proses pengelolaan juga didasarkan atas tingkat kebutuhan yang diperlukan, dimana
proses dalam aktivitas masjid juga terkait dengan aktivitas pembiayaan tersebut dengan fasilitas
dan akomodasi dari masjid. Upaya untuk perbaikan sistem pengelolaan selalu dilakukan oleh
pengelola masjid, dimana perbaikan ke arah yang lebih baik menjadi hal penting sehingga sistem
pengelolaan dapat dilakukan secara lebih professional.
Dari pemaparan tersebut, disarankan untuk dilakukan tata kelola secara tepat yaitu dengan
membentuk pengurus yang memiliki kemampuan dalam pengelolaan dan amanah sehingga sistem
pengelolaan yang diterapkan dapat memberikan dukungan dalam proses pengelolaan dengan baik
dan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Hambatan secara internal yaitu mengenai kebutuhan
dari penyusunan kebutuhan dengan anggaran tersebut yang berbeda sehingga menjadi hal yang
sering tidak tepat dalam proses pengelolaan yang dilakukan. Hambatan utama yaitu zakat belum
mampu memberikan pengaruh dalam perekonomian, adapun untuk peluang–peluang dalam proses
pengelolaan dapat menjadikan aktivitas yang dilakukan lebih produktif dan sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, diharapkan pengelola memiliki kemampuan
dalam proses penyusunan anggaran dana sehingga kebutuhan dana dapat terpenuhi dan tetap
mengutamakan keterbukaan dalam proses pengelolaan dana sehingga kepercayaan masyarakat
tetap terjaga dengan baik.
REFERENSI:

Baznas, 2018. Fikih Zakat Kontekstual Indonesia. Jakarta: Badan Amil Zakat Nasional.
Kurnianingsish, W., 2022. Pengelolaan Dana Zakat, Infak, dan Sedekah Berbasis Masjid
Perspektif Hukum Ekonomi Syariah. Jurnal Hukum Ekonomi syariah, Volume 5, pp. 1-12.
Maulana, M. I. & Fikriyah, K., 2020. Analisis Pengelolaan Zakat, Infak, dan Sedekah Untuk
Meningkatkan ekonomi Dhuafa ada Masjid Al Muhajirin Perumahan BSP Mojokerto.
Jurnal Ekonomika dan Bisnis Islam, Volume 3, pp. 210-220.
Nizar, M., 2016. Model Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Melalui Pengelolaan Zakat, Infak,
dan Sedekah (ZIS) di masjid Besar Syarif Hidayatullah Karangploso Malang. Malia:
Jurnal Ekonomi Islam, Volume 8.
Syamsuddin, M., 2020. Tak Diisyaratkan Ijab Qabul dan Salaman dalam Serah Terima Zakat.
[Online]
Available at: https://islam.nu.or.id/zakat/tak-disyaratkan-ijab-qabul-dan-salaman-dalam-
serah-terima-zakat-cdb5Y
[Accessed 22 December 2022].

Anda mungkin juga menyukai