Anda di halaman 1dari 23

Penerapan Akuntansi Zakat Pada Lembaga Amil Zakat di Indonesia dan Malaysia

Rahmat Aji A
K7719059
Pendidikan Akuntansi ’19 B

Abstrak
Indonesia dan Malaysia adalah Negara yang mayoritas warga negaranya beragama
Islam, dan jika dilihat secara kultural adanya potensi dalam pemerataan pendapatan pada
masyarakat muslim tersebut karena adanya kewajiban membayar zakat, infaq, dan
shadaqah(ZIS). Karena menyangkut hajat/kepentingan banyak orang maka pengelolaan zakat
ini harus benar benar akuntabilitas dan transparansi. Maka dari itu pada setiap lembaga
Amil/lembaga yang mengurus dana ZIS ini harus membuat sebuah laporan keuangan yang
baik dan transparan. Namun pada penerapannya banyak BAZIS dan LAZIS masih belum
menerapkan pembuatan laporan keuangan tersebut seperti yang beroperasi dalam lingkup
desa/kelurahan atau masjid, mereka menggunakan akuntansi konvensional. Padahal sudah
ada ketetapan sendiri mengenai ZIS ini seperti yang tercantum pada PSAK no.109 tentang
akuntansi zakat. Selain itu pada artikel ini akan membahas apakah ada perbedaan dalam
pengelolaan zakat di Lembaga Zakat Indonesia dan Malaysia. Dalam artikel ini hanya akan
menggunakan analisis data dari jurnal jurnal nasional dan internasional, laporan keuangan
pada LAZIS Indonesia. Dan dalam pembahasan ini akan menjelaskan hal-hal terkait Zakat
dan Pengelolaan zakat di Indonesia dan Malaysia, serta prespektif zakat pada Malaysia.

Kata Kunci : Zakat, Lembaga Zakat, Pengelolaan Zakat Indonesia, Malaysia


Pendahuluan
Zakat merupakan suatu kewajiban setiap individu muslim yang telah memenuhi
syarat-syarat tertentu untuk mengeluarkan sebagian dari hartanya yang diatur berdasarkan
ketentuan agama Islam. Agar Zakat yang dikeluarkan tersebut sampai dan tepat sasaran untuk
orang yang memerlukan, maka harus ada lembaga/badan khusus yang menangani dana ini.
Pada umumnya lembaga/badan ini mempunyai 2 peran utama, (1)mengelola dana zakat itu
sendiri, dan (2) melakukan pendistribusian zakat kepada masyarakat yang berhak menerima
dana tersebut.
Zakat sendiri sebenarnya mampu mengatasi masalah ekonomi pada masyarakat
beragama Islam, karena jikalau dana ini sampai pada orang yang memang berhak dan tepat
menerima dana, maka tingkat kemiskinan atau masalah ekonomi bisa diminimalisir. Karena
tujuan zakat sendiri diberikan pada orang orang yang tidak mampu secara ekonomi.
Menurut PSAK no.109, zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh muzzaki
sesuai dengan ketentuan syariah untuk diberikan kepada ynag berhak menerima(mustahiq).
Zakat juga bisa dikatakan tumbuh, dan bertambah. Allah SWT berfirman “Sesungguhnya
beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu”.(QS. As Syam:9).
Maka Zakat merupakah ibadah yang berdimensi horizontal-kemanusiaan, dan Allah
SWT berfirman “… Dan orang orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka(bahwa mereka akan
mendapatkan) siksaan yang pedih. Pada hari dipanaskannya emas dan perak itu dineraka
jahannam. Dengannya dahi mereka dibakar. Kemudian kepada mereka dikatakan, “Inilah
harta bendamu yang kalian simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang(akibat
dari) apa yang kamu simpan”.(QS. At taubah:34-35).
Lembaga zakat harus menggunakan pembukuan yang benar dan siap diaudit oleh
akuntan public, jika lembaga zakat belum menerapkan hal tersebut. Maka akibatnya akan
fatal dan berimbas pada turunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada lemaga amil tersebut.
Semua dana yang masuk dan keluar untuk pendistribusian zakat haruslah benar benar
akuntabilitas sehingga ada rekam jejak yang tercatat dan dapat dipertanggung jawabkan oleh
penyetor zakat dan masyarakat luas. Karena jika lembaga tersebut tidak transparansi
bagaimana penyetor zakat itu akan kembali penyetorkan zakatnya pada lembaga tersebut.
Agar laporan itu dapat dipertanggung jawabkan pada muzzaki dan calon penyetor
zakat, maka lembaga atau badan amil tersebut harus membuat laporan keuangan. Laporan
keuangan merupakan hasil akhir dari proses atau sebuah ringkasan kegiatan akuntansi selama
satu periode berjalan. Laporan keuangan ini berbentuk laporan tertulis mengenai posisi
keuangan, kinerja, dan arus kas lembaga/badan amil tersebut, seperti yang saya katakana
sebelumnya bahwa data atau laporan ini dibuat agar bermanfaat bagi sebagian besar kalangan
pengguna laporan dalam rangka membuat suatu keputusan.
Dengan laporan tersebut maka perusahaan dapat dikatakan akuntabilitas dan
transparansi sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada para penyetor zakat(muzzaki).
Dengan demikian saat laporan atau kegiatan kegiatan tersebut dapat dipertanggungjawabkan
akan menambah kepercayaan muzzaki bahwa dana zakat mereka dapat tersalurkan pada
masyarakat yang benar benar membutuhkan.
Indonesia adalah Negara dengan mayoritas penduduk yang beragama Islam terbesar
di duina hampir 80% dari total jumlah penduduk di Indonesia adalah muslim. Seperti yang
saya katakana diawal juga dengan potensi ini maka penerimaan zakat di Indonesia juga besar,
dan dapat menjadi solusi pada masalah ekonomi di Indonesia dalam hal pemerataan ekonomi
sehingga nantinya jikalau ada kesenjangan social dalam keberjalanan bermasyarakat dapat
tertutupi.
Menurut LAZISMU Nasional potensi zakat di Indonesia pada tahun 2020 tercatat
sebesar Rp233,84 triliun dengan porsi terbesar pada zakat penghasilan, yaitu senilai
Rp139,07 triliun. Dalam realisasi total penghimpunan pada 2019 masih berada sebesar
Rp10.166,12 triliun(BAZNAS 2019). Dalam proporsi di tahun 2020 sebagai berikut, Zakat
Perusahaan sebesar Rp6,71 triliun, Zakat Pertanian sebesar Rp19,79 triliun, Zakat Peternakan
sebesar Rp9,51 triliun, dan Zakat Uang Rp58,76 triliun. Dan dalam pernyataan dari
LAZISMU Nasional dalam angka ini penghimpunan belum optimal. Karena tingkat
penerimaan Zakat baru Rp8 triliun(3,5%)
Wapres Jusuf Kalla pernah berkata “Dalam bidang muamalah, misalnya, kuantitas
umat Islam tak selalu berbanding lurus dengan kualitas. Umat Islam saat itu seperti piramida
terbalik. Artinya, secara ekonomi masih dalam kelas menengah ke bawah. Ketika bicara 100
orang kaya, yang kaya itu, dari kaum muslim tak lebih dari 10 orang. Kalau bicara 100 orang
miskin, Inshaa Allah, yang 90 orang itu orang Islam. Mengapa begitu? Karena ketika
mengumpulkan dana tidak bisa dan belum bisa mencerminkan jumlah kuantitas umat Islam”.
Pengelolaan Zakat juga dilakukan oleh Negara tetangga kita yaitu Malaysia, dimana
pada penerapan penghimpunan dananya pure dilakukan oleh swasta dan didukung oleh
pemerintah setempat. Dan di Malaysia selangkah lebih maju disbanding Indonesia dimana
dalam penerimaan mencapai RM 580.690.160, 84 atau sekitar Rp1,9 triliun dari total
pengumpulan yang bisa mencapai RM 3 milyar atau setara dengan Rp 11,5 triliun pada tahun
2016. Dan penghimpunan Zakat mencapai 65% - 70% dari jumlah yang sepatutnya
dikumpulkan(Respati, Mysharing, 2017). Saya pernah membaca jurnal yang mengatakan
bahwa mereka belum mempunyai standar pelaporan untuk lembaga zakat, namun
penerimaan/penghimpunan mereka sudah bisa dikatakan besar. Maka penting untuk kita
perhatikan dalam hal teknik/cara pelaporan keuangannya.
Dengan demikian laporan keuangan zakat yang baik harus dimiliki ke dua Negara
tersebut karena bagaiamanapun BAZNAS dan PPZ merupakan lembaga pemerintah yang
diawasi langsugn oleh kementrian. Dan lembaga tersebut harus menjadi pelayan yang baik
bagi masyarakat secara professional dan transparan agar kepercayaan pada lembaga tersebut
tidak luntur.
Pembahasan

1. Zakat
a. Pengertian Zakat
Seperti yang sudah saya katakana pada awal artikel ini bahwa secara
umum zakat dapat diartikan tumbuh dan berkembang. Dan juga dapat
bermakna menyucikan dalam artian dengan melakukan zakat akan menambah
pahala kita dan membersihkan diri kita dari dosa. Menurut syariat, zakat
sifatnya wajib dari harta tertentu pada waktu tertentu, jadi saat seseorang itu
masih mempunyai kewajiban yang lain, kita ambil contoh saat seseorang itu
sedang terlilit hutang maka ia tidak diwajibkan untuk membayar zakat. Karena
bagaimanapun sifat dari hutang juga wajib dan Islam bukanlah agama yang
memberatkan umatnya, maka dikatakan hak wajib harta tertentu pada waktu
tertentu.
Menurut UU No.23 Tahun 2011 Zakat adalah harta yang wajib
disisihkan oleh seorang muslim atau badan hokum yang dimiliki oleh seorang
muslim sesuai dengan ketentuan agama dan diberikan kepada yang berhak
menerimanya. Jadi berdasarkan ketentuan diatas dapat diartikan bahwa wajib
dibayarkan oleh setiap muslim yang mampu dalam ketetapan syariah.

b. Hukum Zakat
Dalam rukun islam zakat adalah rukun yang ke 3, disebutkan bahwa
wajib berzakat jika mampu. Dasar hukumnya “Ambilah zakat dari sebagian
harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka
dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu(menjadi)
ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui”.(Q.S. At Taubah:103).
Dalam surat lain juga disampaikan “Dan dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang orang yang ruku”.(Q.S. Al
Baqarah:43)

c. Golongan Penerima Zakat


“Sesungguhnya zakat zakat itu, hanyalah untuk orang orang fakir,
orang orang miskin, pengurus pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk
hatinya, untuk(memerdekakan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan
Allah dan orang orang yang seang dalam perjalanan, sebagai sesuatu
ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi
Mahabijaksana”.(Q.S At Taubah:60)
Berdasarkan firman Allah diatas, maka terdapat 8 golongan yang
berhak menerima zakat(mustahiq):
1. Fakir, orang yang tidak memiliki penghasilan sama sekali untuk
memenuhi kebutuhan
2. Miskin, orang yang dalam penghasilannya masih kekurangan dan
memerlukan bantuan agar tercukupi
3. Amil, pengelola zakat. Sebagai upah dalam pengoperasionalan
pengelolaan zakat
4. Riqab, memerdekakan budak
5. Gharim, orang berhutang. Seperti yang saya sampaikan diatas
bahwa orang berhutang tidak diwajibkan berzakat dan malahan
menjadi salah satu golongan penerima zakat
6. Fisabilillah, bahwa dana zakat ini boleh dipergunakan dalam
kegiatan/keperluan agama
7. Ibnu sabil, orang dalam perjalanan untuk kepentingan ajaran agama
8. Muallaf, orang yang baru masuk islam. Karena alasannya bahwa
dahulu atau sampai sekarang orang yang berpindah agama itu
biasanya dikucilkan oleh keluarga atau lingkungannya, maka perlu
diringankan beban mereka yang sedang bermuallaf.

d. Jenis Zakat
1. Zakat Nafs(jiwa)
Biasa kita kenal dengan yang namanya Zakat fitrah, sesuai
namanya dimana zakat ini biasanya dilaksanakan pada bulan Ramadhan
sebelum hari raya Idul Fitri. Sesuai dengan suasana lebaran yang kembali
ke fitri maka dengan melaksanakan zakat ini akan lebih mensucikan diri
kita dari dosa dan kembali ke fitri. Biasanya jenis zakat ini dibayarkan
dengan menggunakan makanan pokok atau uang yang senilai dan
sebanding dengan ukuran/harga dari makanan pokok tersebut, dan zakat
ini merupakan tanggungjawab kepala keluarga terhadap anak istri, dan
orang orang yang tinggal bersama mereka.
2. Zakat Maal(harta)
Zakat ini tujuannya untuk mensucikan harta lainnya. Biasanya
terdiri dari zakat harta dagang, emas, perak, dan uang simpanan, hasil
pertanian, binatang ternak, pertambangan, barang temuan, asset, profesi,
saham dan obligasi. Dan masing masing zakat tadi memiliki syarat dan
hitungan tertentu untuk dikeluarkan. Jadi tidak bisa dipukul rata dari zakat
satu ke zakat yang lainnya, karena zakat itu harus senilai jadi ada
perhitungannya sendiri. Antara lain:
1) Zakat Binatang Ternak
a. Sampai nisab, mencapai kuantita tertentu
b. Telah dimiliki satu tahun
c. Digembalakan
d. Tidak untuk dipekerjakan
2) Zakat Emas dan Perak
Sebagian ulama berpendapat bahwa nisab untuk zakat
ini adalah 85 gram. Selama harta ini tidak berlebihan atau
dalam artian tidak utuk investasi atau sewaktu waktu akan
diuangkan maka tidak wajib mengeluarkan zakat. Namun jika
harta tersebut melebihi keperluan menurut syara’, harus
mengeluarkan zakat untuk mensucikan harta lainnya.
3) Zakat Profesi
Sebenarnya dalam kajian zakat ini masih belum
diketahui keilmuan islamnya, namun hasil profesi yang berupa
harta dapat dikategorikan ke dalam zakat harta. Dengan
demikian, hasil profesi seseorang apabila telah memenuhi
ketentuan wajib zakat, maka wajib baginya untuk menunaikan
zakat.(Djuanda, 2006)
Itulah contoh perhitungan dan ketentuan masing masing
jenis zakat. Jadi semuanya ada hitungannya yang berbeda tidak
dipukul rata namun adil dan senilai dengan harta yang akan
dizakatkan.
e. Landasan Hukum PSAK No.109 dan Standar Laporan di Indonesia
Dalam pengelolaan zakat, laporan harus menggunakan standar yang
sudah ditetapkan oleh Negara. Berikut sumber sumber yang relevan dengan
PSAK No.109 antara lain:
1. Dewan Syariah Nasional MUI mengatakan bahwa semua pihak
yang berkepentingan memperoleh kepastian tetang sistem mana
yang digunakan oleh LKS, sesuai prinsip ajaran islam
2. UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
3. Keputusan Mentri Agama RI Nomor 373 2003 tentang pelaksanaan
UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
4. Keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan
Urusan Haji Nomor D/291 Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Zakat

Dan PSAK 109 mempunyai tujuan dalam mengatur pengakuan,


pengurangan, penyajian, dan pengungkapan transaksi ZIS. Regulasi dalam
PSAK 109 ini adalah sebuah solusi untuk Lembaga Amil Zakat agar nantinya
semua laporan itu dapat disajikan dan tercatat rapi sesuai standar yang ada.
Dalam komponennya mencakup:

1. Neraca(Laporan Posisi Keuangan)

Aset Liabilitas Saldo dana

Kas dan setara kas Biaya yang masih Dana zakat


harus dibayar

Piutang Liabilitas imbalan Dana infak/sedekah


kerja

Surat berharga Dana amil

Asset tetap
Entitas Amil
Laporan Posisi Keuangan
Per 31 Desember 20xx

Aset Liabilitas

Aset Lancar Jangka pendek

Kas dan setara xxx Biaya yang Xx


kas masih harus
dibayar

Piutang xxx Jangka


panjang

Surat berharga xxx Liabilitas X


imbalan kerja

Aset Tidak Jumlah Xx


Lancar

Aset tetap xx Saldo dana

Akm penyusutan xx Dana zakat Xx

Dan Xxx
infak/sedekah

Dana mil Xx

Jumlah Xxx

Jumlah aset xx Jumlah L dan Xxx


Saldo Dana

2. Laporan Perubahan Dana


3. Laporan Perubahan Asset Kelolaan
4. Laporan Arus Kas
5. Catatan atas Laporan keuangan
f. Standar Laporan keuangan di Malaysia
Di Malaysia mereka mempunyai 2 standar yang diterbitkan oleh
Malysian Accounting Standar Board(MASB), yaitu MASP Approved
Accountung Standards For Entities Other than Private Entities. Dimana
entitas swasta harus mematuhi standard dan dimulai pada atau setelah 1
Januari. Standar yang lain adalah MASB Approved Accounting Standards for
Private Entities

g. Akuntansi Zakat
Akuntansi biasa didefinisikan sebagai proses pencatatan,
penggolongan, peringkasan, pelaporan dan penganalisaan data keuangan suatu
perusahana/lembaga/badan. Atau jika orang awam biasa mengaatakan sebagai
bahasa bisnis terkait informasi dan pertanggungjawaban yang dibutuhkan oleh
pihak eksternal dan pihak yang berkepentingan dalam memanfaatkan
informasi tersebut.
Dari definisi diatas dapat dikatakan bahwa akuntansi zakat adalah
pencabangan dari ilmu akuntansi yang lebih spesifik dalam bidang/ranahnya.
Husein Sahatah(1997) menganggap akuntansi zakat mal sebagai salah satu
cabang ilmu akuntansi yang dikhususkan untuk menentukan dan menilai asset
wajib zakat, menimbang kadarnya, dan mendistribusikan hasilnya kepada para
mustahiq dengan berdasarkan kepada kaidah kaidah syariat Islam.
Sehingga tujuannua nanti untuk pengawasi lembaga dan badan
pengelelola zakat itu agar tetap dalam koridornya, dalam artian bisa sejalan
dengan syariat Islam termasuk mengenai penerimaan hingga pengeluaran
harus bisa transparan.
Standar akuntansi zakat ini sebenarnya mengikuti sifat dari zakat itu
sendiri, yakni mengikuti bagaimana harta itu nanti dinilai dan diukur.

h. Teknik Akuntansi Zakat


Seperti kita ketahui bersama dalam teknik akuntansi selalu bertujuan
pada pencarian laba. Seperti:
1. Akuntansi Anggaran
2. Akuntansi Komitmen
3. Akuntansi Dana
4. Akuntansi Kas
5. Akuntansi Akrual

Dan pernah saya baca tentang teknik yang cocok untuk penerapan
laporan pada akuntansi zakat adalah teknik kas dan dana. Alasannya yang
pertama, pengelolaan tidak melibatkan rekening utang-piutang jikapun ada itu
adalah asumsi kebiasaan muzzaki yang selalu menyetor pada satu lembaga
tersbut maka biasanya itu akan dianggap sebagai piutang atau penerimaan
yang tertunda, atau bisa juga dianggap sebagai pengira ngira. Kedua, biasanya
yang menjadi pengelola dana(amil) tersebut adalah orang orang tidak
mempunyai kompetensi ahli atau berpendidikan tinggi, sehingga laporan itu
dapat dibuat oleh amil tersebut karena mudah untuk dipelajari.

Dalam Akuntansi Dana ada yang namanya General Fund atau dana
umum yang berarti total penerimaan zakat yang nantinya harus dialokasikan
ke beberapa kelompok penerima.

Dalam Akuntansi Kas pendapatan dicatat pada saat diterima dan


pengeluaran dicatat saat kas keluar. Kelebihannya adalah menandakan data
yang riil dan objektif.

i. Lembaga Pengelola Zakat


1. Lembaga Pengelola Zakat di Indonesia
Menurut UU No.23 Tahun 2011 Lemabaga yang bertugas
melakukan pengelolaan zakat di Indonesia adalah Badan Amil Zakat
Nasional(BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat(LAZ).
Dalam artikel ini kita akan mencoba membahas BAZNASnya saja.
BAZNAS adalah lembaga yang memiliki otoritas dalam hal kegiatan
perencanaan, pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan ZIS.
Badan ini posisinya sebagai lembaga pemerintah nonstructural yang
bersifat mandiri dan beratanggung jawab langsung kepada Presiden
melalui Kementerian Agama.
2. Lembaga Pengelola Zakat di Malaysia
Pada Malaysia pengelolaan zakat terpisah antara pemungutan
dengan penyaluran zakat. Untuk pengumpulan melalui MAIN(Majelis
Agama Islam Negeri) dan lembaga penyalur zakat disebut dengan
Baitulmal.(Faqih, 2015).
Pengumpulan zakat yang baik baru mulai membaik pada tahun
1991, pada tahun itu ditandai dengan dioperasionalkannya Pusat Pungutan
Zakat(PPZ) bentukan Majelis Agama Islam Wilayah
Persekutuan(MAIWP) di masing masing Negara bagian.
PPZ kedudukannya independen, posisinya sejajar dengan Baitul
Maal. Dan Lembaga tidak diatur dalam undang undang karena hanya
sebagai pengumpulan dana zakat.

j. Laporan Keuangan
1. Pengertian
Menurut Mayer(2004:18) dalam bukunya “Financial Statement
Analysis” menyatakan bahwa yang dimaksud dengan laporan keuangan
adalah dia daftar yang disusun oleh akuntan pada akhir periode untuk
suatu perusahaan. Yang dimaksud dua daftar yaitu meliputi daftar
neraca(posisi keuangan) dan laba rugi, lalu pada saat akhir periode
biasanya akuntan menambahkan laba ditahan untuk melihat seberapa
besar.
Menurut(Baridwam, 2004) laporan keuangan adalah ringkasan
suatu proses pecatatan, merupakan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi
keuangan yang terjadi selama satu tahun buku yang bersangkutan.
Sedangkan menurut PSAK No. 1 menyatakana bahwa laporan
keuangan adalah penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja
keuangan suatu entitas.
Selain itu Ikatan Akuntansi Indonesia(IAI) menyatakan bahwa
laporan keuangan adalah neraca dan perhitungan laba rugi serta segala
keterangan-keterangan yang dimuat dalam lampiran-lampirannya antara
lain laporan sumber dan penggunaan dana-dananya.
Dapat kita kita simpulkan bahwa yang dikatakan laporan keuangan
adalah sebuah ringkasan data terkait pembukuan selama 1 periode berjalan
yang memuat data posisi keuangan dan transaksi periode berjalan.
Guna laporan ini dibuat adalah seperti yang saya katakana diawal
aritikel ini, bahwa adan pelaporan itu untuk menjaga data itu tetap
transaparan untuk kepentingan pihak eksternal, menjaga kepercayaan
muzzaki agar tetap percaya pada BAZ tersebut.
Dalam penelitian Arim Nasim(2014) memasukan penelitian yang
pernah diteliti oleh Sofyan Rizal(2006) bahwa pada lembaga amil zakat,
kepercayaan muzzaki dapat dilihat beberapa faktor yaitu:
1) Tingkat kepercayaan terkait dengan kredibilitas
a. Amanah terhadap dana zakat
b. Tepatnya sasaran pada peruntukan zakat
c. Transparansi dalam hal keuangan dan pengelolaan
2) Tingkat kepercayaan terkaitr dengan kompetensi
a. Pengetahuan amil tentang zakat
b. Pengelolaan zakat yang baik
3) Tingkat kepercayaan terkait sikap moral
a. Penampilan lahiriah pengelola zakat
b. Moral dari pengelola zakat

2. Tujuan
Menurut kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan
keuangan syariah adalah untuk menyediakan informasi, menyangkut posisi
keuangan suatu entitas syariah yang bermanfaat bagi sejumlah besar
pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Tidak jauh beda bahwa menurut Standar Akuntansi Keuangan
(SAK) No. 1, tujuan dari laporan keuangan adalah menyediakan informasi
yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi
keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai
dalam pengambilan keputusan ekonomi.

3. Beberapa penelitian mengenai penerapan laporan keuangan di BAZNAS


Pada penelitian Nikmatuniayah dan Marliyati(2015)
menyimpulkan bahwa laporan keuangan tersedia di LAZ, kecuali laporan
perubahan asset kelolaan. Sistem akuntansi seluruhnya 100% tersedia. Dan
untuk pengendalian intern belum sepenuhnya diterapkan. Sebagian besar
LAZ juga belum menyajikan Laporan Keuangan sesuai standar yang
dipakai di Indonesia yaitu PSAK 109.
Pada penelitian Ahmad Hasan Bashori(2015) di jawa timur,
menemukan hasil bahwa penerapan informasi akuntansi belum efektif dan
efisen msaih menggunakan sistem manual dan kebijakan yang diterapkan
oleh BAZ pusat tidak digunakan.
Selain itu ada yang sudah menerapkan laporan itu sesuai dengan
standar yang dipakai, seperti yang telah diteliti oleh A. Zanatun, S.
Hidayat dan N. Rohaeni(2018) menyatakan bahwa yayasan rumah yatim
arrohman merasa dimudahkan dengan adanya PSAK No.109 dan pada
penerapannya hanya saja tidak melaporkan dana non halal.
k. Analisis Laporan Keuangan BAZNAS
Bisa kita lihat bahwa penerimaan tahun 2020 menurun dibanding
penerimaan tahun 2016 yang sudah saya berikan datanya diawal yaitu sekitar
243 Juta. Jadi pada potensi zakat di Indonesia bisa dikatakan belum didukung
oleh penghimpunan dana zakat di lapangan. Dan bisa dikatakan pula terdapat
kesenjangan yang tinggi antara potensi zakat dengan penghimpunan zakanya.
Namun demikian pada tahun 2020 meskipun penerimaan menurun tapi pada
penyaluran atau potensi zakatnya meningkat dan bisa maksimal untuk
penyalurannya. Dan dalam penerapan standar pelaporan sudah sesuai dengan
PSAK No.109
l. Analisis Laporan Keuangan di Malaysia

Sebenarnya data ini masih belum cukup untuk dibandingkan dengan


data pada Indonesia, namun mengingat cukup sulit untuk mendapat data dari
Malaysia maka saya mengambil data tahun 2016. Dimana bisa mencapai 2,4
Juta RM
Penutup dan Kesimpulan

Zakat merupakan sebuah kewajiban umat islam, dengan adanya badan dan lembaga
pengelola Zakat tentunya akan mempermudah penyaluran dananya. BAZ dan LAZ harus
selaras dalam keberjalanan pengelolaannya, tidak bisa jika LAZ itu berdiri sendiri tanpa
menggunakan kebijakan dari BAZ pusat. Dan keduanya harus bisa meyakinkan masyarakat
terhadap keterampilan mereka pengelola dana zakat tersebut. Jangan sampai badan dan
lembaga tersebut tidak lagi dipercaya oleh masyarakat dikarenakan data yang tidak valid,
tidak amanah terkait dana zakat, dsb.

Dalam Laporan Keuangan Indonesia dan Malaysia terdapat beberapa perbedaan


meskipun tidak jauh berbeda. Yaitu pada informasi gambaran umum, pada lembaga zakat
Malaysia mereka memberi informasi umum terkait laporan, kegiatan, prestasi dalam bentuk
narasi dan disajikan dalam bentuk table atau grafik. Namun saat saya membuka website
keuangan BAZNAS itu seperti tidak updated karena pada tahun tahun sebelumnya laporan itu
tidak bisa dibuka, dan ada dua website BAZNAS yang beda terkait pelaporannya.

Harapannya harus bisa memperbaiki sistem mereka karena mereka langsung dibawah
pemerintahan. Jikalau data tidak valid dan tidak berurut ditakutkan akan menjadi omongan
masyarakat luas terkait pengelolaan data/dana zakat yang tidak transparan.
Daftar Pustaka dan Referensi

Batubara, Z. (2016). Pengembangan Sistem Akuntansi Zakat Pada Badan Amil Zakat (BAZ)
Dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) Di Indonesia. IQTISHADUNA: Jurnal Ilmiah
Ekonomi Kita, 5(2), 124-130.

Umah, U. K. (2011). Penerapan akuntansi zakat pada lembaga amil zakat (Studi Pada Laz
DPU DT Cabang Semarang). Value Added| Majalah Ekonomi Dan Bisnis, 7(2).

Meidawati, N. (1998). Akuntansi Zakat dan Pengelolaannya di perusahaan. Jurnal Akuntansi


dan Auditing Indonesia, 2(2), 189-210.

Nur Hikmah.,(2018). Analisis Laporan Keuangan Lembaga Zakat di Indonesia dan Malaysia.
Skiprsi

Rohmatun Nisa. Analisis Laporan Keuangan Lembaga Amil Zakat Bedasarkan PSAK 109.
Skipsi

Rahmadani, F., Karamoy, H., & Afandi, D. (2018). Analisis Penerapan Akuntansi Zakat,
Infaq/Sedekah pada Badan Amil Zakat Nasional Kota Kotamobagu. GOING
CONCERN: JURNAL RISET AKUNTANSI, 13(04).

Republika. (2019) Beda Pengelolaan Zakat di Malaysia dan Indonesia. Tersedia:


https://www.republika.co.id/berita/q0jhoi313/beda-pengelolaan-zakat-di-malaysia-
dan-indonesia

Nurhasanah, N. (2012). Zakat Di Malaysia Dalam Perspektif Ekonomi. Al-Iqtishad: Jurnal


Ilmu Ekonomi Syariah, 4(1).

Lokadata. (2020). Penerimaan Zakat, besar potensi minim realisasi. Tersedia :


https://lokadata.id/artikel/penerimaan-zakat-besar-potensi-minim-realisasi

Finansial bisnis. 2021.Potensi Zakat Rp233,8 T, Muhammadiyah Apresiasi Survei Lazizmu.


Tersedia: https://lokadata.id/artikel/penerimaan-zakat-besar-potensi-minim-realisasi

BAZNAS. (2020). Laporan Keuangan. Tersedia : https://pid.baznas.go.id/tahun-2020/

Hehanussa, S. J. (2015, May). Pengaruh penyajian laporan keuangan daerah dan aksesibilitas
laporan keuangan daerah terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan
keuangan daerah Kota Ambon. In Conference In Business, Accounting, And
Management (CBAM) (Vol. 2, No. 1, pp. 82-90).

Nasim, A., & Romdhon, M. R. S. (2014). Pengaruh transparansi laporan keuangan,


pengelolaan zakat, dan sikap pengelola terhadap tingkat kepercayaan muzakki. Jurnal
Riset Keuangan dan Akuntansi.

Nurhasanah, S. (2018). Akuntabilitas laporan keuangan lembaga amil zakat dalam


memaksimalkan potensi zakat. Jurnal Ilmu Akuntansi, 11(2), 327-348.

Nikmatuniayah, N., & Marliyati, M. (2015). Akuntabilitas Laporan Keuangan Lembaga Amil
Zakat di Kota Semarang. MIMBAR: Jurnal Sosial dan Pembangunan, 31(2), 485-494.

Bashori, A. H. (2015). Analisis Sistem Informasi Akuntansi Zakat, Infak, Sedekah (ZIS) pada
Baz di Jawa Timur. Akuntansi: Jurnal Akuntansi Integratif, 1(1), 86-117.

Hidayat, S., Rohaeni, N., & Zanatun, A. (2018). Implementasi Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan 109 Pada Yayasan Rumah Yatim Arrohman: Identifikasi Faktor
Pendukung. Jati: Jurnal Akuntansi Terapan Indonesia, 1(1), 17-26.

Anda mungkin juga menyukai