Abstrak
Indonesia secara demografik dan kultural, sebenarnya memiliki potensi yang layak
dikembangkan menjadi salah satu instrument pemerataan pendapatan khususnya masyarakat
muslim Indonesia, yaitu institusi zakat, infaq, shadaqah (ZIS). Karena secara demografik,
mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam, dan secara kultural kewajiban zakat
berinfaq, dan shadaqah di jalan Allah SWT telah mengakar kuat dalam tradisi kehidupan
masyarakat muslim. Dalam mengelola zakat harus memiliki akuntabilitas dan transparansi.
Karena itu, menjadi penting bagi lembaga pengelola zakat untuk bisa menyusun laporan
keuangan yang baik dan transparan. Akan tetapi masih banyak BAZIS dan LAZIS yang belum
menggunakan akuntansi zakat, terutama badan amil zakat yang beroperasi dalam lingkup
desa/kelurahan atau masjid, mereka masih menggunakan akuntansi konvensional. Padahal sudah
dikeluarkan PSAK no.109 tentang akuntansi zakat. Menurut Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) no. 109, zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh muzakki sesuai
dengan ketentuan syariah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya (mustahik).
Abstract
Demographically and culturally, Indonesia actually has potential that deserves to be developed
into an income distribution instrument, especially for the Indonesian Muslim community, namely
the zakat, infaq, shadaqah (ZIS) institution. Because demographically, the majority of
Indonesia's population is Muslim, and culturally the obligation of zakat, infaq, and shadaqah in
the way of Allah SWT has been firmly rooted in the traditions of Muslim community life. In
managing zakat must have accountability and transparency. Therefore, it is important for zakat
management institutions to be able to prepare good and transparent financial reports. However,
there are still many BAZIS and LAZIS that do not yet use zakat accounting, especially amil zakat
agencies that operate within the scope of the village/kelurahan or mosque, they still use
conventional accounting. Even though PSAK no.109 has been issued regarding zakat
accounting. According to the Statement of Financial Accounting Standards (PSAK) no. 109,
zakat is property that must be issued by muzakki in accordance with sharia provisions to be
given to those who are entitled to receive it (mustahik).
Dana zakat diambil dari harta orang yang berkelebihan dan disalurkan bagi orang yang
kekurangan, namun zakat tidak dimaksudkan memiskinkan orang kaya. Hal ini disebabkan
karena zakat diambil dari sebagian kecil hartanya dengan beberapa kriteria tertentu dari harta
yang wajib dizakati. Oleh karena itu, alokasi dana zakat tidak bisa diberikan secara sembarangan
dan hanya dapat disalurkan kepada kelompok masyarakat tertentu. Ditinjau dari segi bahasa
(lughat), kata zakat mempunyai beberapa arti yaitu, tumbuh, berkembang dan berkah (HR. at-
Tirmidzi) atau dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan (QS: at-Taubah:103).
Sedangkan menurut terminologi syari`ah (istilah syara`), zakat berarti kewajiban atas harta atau
kewajiban atas sejumlah harta tertentu untuk kelompok tertentu dalam waktu tertentu (al mawadi
dalam kitab al Hawiy).
Zakat merupakan salah satu rukun islam ketiga, yang mewajibkan setiap muslim yang
mampu dan memenuhi syarat untuk menunaikannya. Menurut pernyataan standar akuntansi
keuangan PSAK No. 109, zakat adalah harta yang wajib di keluarkan oleh muzakki sesuai
dengan ketentuan syariah untuk di berikan kepada yang berhak menerimanya (mustahiq),
sedangkan infak / sedekah adalah harta yang diberikan secara sukarela oleh pemiliknya, baik
yang peruntukannya dibatasi (ditentukan) maupun tidak dibatasi. Untuk memberdayakan potensi
zakat maka di perlukan sebuah lembaga yang dapat memanajemen dana zakat untuk di
distribusikan kepada yang berhak menerima (mustahiq). Zakat membutuhkan sebuah
pengelolaan yang sistematis, transparan, dan bertanggungjawab.
Di Indonesia Organisasi Penerimaan Zakat (OPZ) di bagi menjadi dua lembaga yakni
BAZ (Bandan Amil Zakat) yang dikelola oleh pemerintah dan LAZ (Lembaga Amil Zakat) yang
dikelola oleh swasta. Forum Zakat Nasional tahun 2010 mencatat terdapat 421 organisasi
pengelola dana zakat di Indonesia, satu merupakan BAZNAZ (Badan Amil Zakat Nasional), 18
merupakan LAZ Nasional, 32 BAZ (Badan Amil Zakat) tingkat provinsi, 300 merupakan BAZ
tingkat Kota maupun Kabupaten dan 70 merupakan LAZ tingkat Kota maupun Kabupaten
(Mubarok, 2014). Dari tahun ke tahun jumlah OPZ di Indonesia terus meningkat tercatat pada
tahun 2012 terdapat 19 OPZ yang memiliki izin resmi pemerintah dengan pengelolaan secara
nassional.
Sebelum standar keuangan zakat ditetapkan, penyusunan laporan keuangan lembaga
pengelola zakat menggunakan PSAK 45; standar keuangan untuk organisasi non profit. Sejalan
dengan kebutuhan terhadap standar yang lebih sesuai, forum organisasi zakat (FOZ) yang terdiri
dari beberapa lembaga amil zakat menggagas sebuah rancangan standar akuntansi untuk lembaga
pengelola zakat. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 109 yang ditetapkan Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) pada akhir 2011 dan mulai diaplikasikan tahun 2012 memberikan
arahan terkait pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan transaksi zakat dan
infak/sedekah.
PEMBAHASAN
Konsep Akuntansi Zakat
Potensi zakat di Indonesia bisa dikatakan luar biasa. Secara sistematis, minimal kita akan
memperoleh angka sebesar Rp. 6,5 triliyun per tahun, belum lagi jika ditambah dengan infiq,
shadaqah, wakaf. Namun pada kenyataannya saat ini baru terkumpul lebih kurang Rp. 150 miliar
per tahun.4 Itu artinya hanya 2,3%. Ternyata salah satu penyebabnya adalah faktor kepercayaan
muzakki yang rendah terhadap organisasi pengelola zakat yang ada.
Badan Amil Zakat (BAZ) adalah organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh
pemerintah terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah dengan dengan skala nasional. Masa
tugas pelaksanaannya selama tiga tahun. Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah intitusi pengelolaan
zakat yang sepenunya dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak di
bidang dakwah, pendidikan, sosial dan mengoptimalkan potensi zakat bagi kesejahteraan umat,
karena kurangnya kejujuran dan amanah yang telah diberikan oleh para muzakki.
Hal ini sangat bertolak belakang dengan ajaran islam yang mana dalam pengelolaan zakat
menempatkan kejujuran dan amanah sebagai asas utama pelaksanaannya, sehingga dengan
kondisi yang seperti ini menimbulkan indikasi kekhawatiran di kalangan para muzakki atau
pihak pembayar zakat, apakah zakat yang diserahkan oleh mereka telah sampai atau tidak kepada
pihak penerima zakat tersebut (mustahiq). Selain dari kejujuran dan amanah, faktor yang
menyebabkan adanya ketidakpercayaan muzakki terhadap pengelolaan dana zakat pada
Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) di Indonesia adalah kurangnya transparansi pada laporan
keuangan dan akuntabilitas dari pihak OPZ, serta tidak mendapatkan manfaat yang lebih besar
apabila dana zakat tersebut disalurkan melalui LAZ atau BAZ dibandingkan dengan penyaluran
secara langsung.
Dalam pasal 7 Undang-Undang No.23 tahun 2011, BAZNAS maupun LAZ dalam
melakukan tugas atau fungsinya harus meliputi beberapa hal, antara lain: 1) Perencanaan
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; 2) Pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; 3) Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat; dan 4) Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.
Pada fungsi yang keempat, amil zakat berkewajiban untuk mencatat setiap setoran zakat
dari muzakki baik kuantitas maupun jenis zakat, kemudian melaporkan pengelolaan zakat
tersebut kepada masyarakat dalam bentuk laporan keuangan. Ini juga sekaligus untuk memenuhi
tuntutan dari kode etik untuk para amil zakat. Dalam mengelola zakat harus memiliki
akuntabilitas dan transparansi, karena sebagai lembaga publik amil zakat memerlukan
standarisasi pelaporan agar publik dan pemangku kepentingan lainnya dapat memantau dan
menilai kinerja mereka serta memberikan umpan balik atas pertanggungjawaban pelaporan
tersebut.
Hal ini terkait dengan fungsi BAZNAS ataupun LAZ yang keempat. Akan tetapi masih
banyak BAZNAS dan LAZ yang belum menyusun laporan keuangannya secara baik untuk setiap
transaksinya, terutama amil zakat yang beroperasi dalam lingkup desa/ kelurahan atau lembaga
amil zakat masjid atau yayasan. Untuk melaksanakan fungsi yang keempat pada BAZNAS
ataupun LAZ, diperlukan akuntansi. Jadi secara sederhana akuntansi zakat berfungsi untuk
melakukan pencatatan dan pelaporan atas penerimaan dan pengalokasian zakat.
Maka, sehubungan dengan hal tersebut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) telah
mengeluarkan exposure draft standar yang mengatur hal ini, yaitu Exposure Draft Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan 109 (ED PSAK 109) tentang Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah.
Selanjutnya ED PSAK 109 disahkan menjadi PSAK 109 dan efektif berlaku untuk tahun buku
per 1 Januari 2012, sehingga laporan keuangan dari BAZNAS maupun LAZ terstandarisasi, serta
memiliki akuntabilitas dan transparan dalam pelaporannya sebagai bentuk pertanggungjawaban
mereka terhadap publik atau masyarakat selaku penyalur zakat (muzakki). Inilah akhirnya
mengapa para amil zakat yang secara legal ataupun tidak memiliki izin harus berpedoman atau
mengacu pada PSAK 109 dalam menyusun laporan keuangannya.
Perlakuan Akuntansi Zakat dalam PSAK No.109 Perlakuan akuntansi zakat semuanya
sudah diatur oleh PSAK No.109 yang dibuat oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) yang berlaku
efektif mulai per Januari 2012. Dalam PSAK ini sudah diatur mulai dari Pengakuan dan
Pengukuran Dana Zakat, Infaq, dan Shadaqah, Penyajian Zakat, Infak, dan Shadaqah, serta
Pengungkapan Zakat, Infaq, dan Shadaqah. Adapun komponen laporan keuangan yang harus
dimiliki amil zakat dalam PSAK No.109 yaitu, Neraca (Laporan Posisi Keuangan), Laporan
Perubahan Dana, Laporan Perubahan Aset Kelolaaan, Laporan Arus Kas, serta Catatan Atas
Laporan Keuangan.
Berdasarkan pasal 12 ayat 1 No.38 tahun 1999 mengenai pengumpulan zakat, dikatakan
bahwa pengumpulan zakat dilakukan oleh badan amil zakat dengan cara menerima atau
mengambil dari muzakki atas dasar pemberitahuan muzakki, sedangkan pada ayat 2 masih
dipasal yang sama dinyatakan bahwa LAZ dapat bekerjasama dengan bank dalam proses
pengumpulan zakat harta muzakki di bank atas permintaan muzakki.
Secara garis besar, dana zakat LAZISMU berasal dari 2 pos yaitu:
1). Dana zakat yaitu dana yang berasal dari zakat profesi masing-masing pegawai (guru dan
dosen) dilingkungan Muhammadiyah. Zakat yang dipungut sebesar 2,5% dari penghasilan bruto
yang dipungut setiap bulannya.
2). Dana Infaq dan shadaqah yaitu dana yang berasal dari infaq dan shadaqoh yang terdiri dari
bunga tabungan dan infaq serta shadaqoh dari para pegawai (guru dan Dosen) dilingkungan
Muhammadiyah.
Dengan demikian dana yang terkumpul pada LAZISMU adalah dana zakat dan ZIS
(zakat, infaq dan shadaqoh). Akan tetapi yang paling menonjol pengelolaannya adalah dana
zakat karena dana zakat yang paling besar jumlahnya dibandingkan dana infaq dan shadaqah.
Sehingga dana zaktlah yang lebih diprioritaskan pengelolaan dan penyalurannya. Pendistribusian
Pada bab V Undang-Undang No. 38 tahun 1999 mengenai pendayagunaan zakat, yaitu pasal 16,
dikatakan bahwa hasil pengumpulan zakat didayagunakan sesuai dengan ketentuan agama.
Selanjutnya pada ayat 2 disebutkan, pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan pada
skala prioritas kebutukan mustahiq dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif.
Ini artinya pendistribusian zakat haruslah dilakukan pada pihak yang berhak menerima
zakat, yaitu 8 golongan asnaf. LAZISMU sudah memenuhi kewajiban pendistribusian hasil
pengumpulan zakat dengan menyalurkan zakat tersebut sesuai dengan kriteria syariah tersebut.
Pendistribusian dana zakat, infaq dan shadaqah pada LAZISMU dilakukan dengan membagi
penggunaan dana menjadi 3 bagian:
1). Zakat Fitrah (konsumtif) Zakat fitrah setiap bulan Ramadan yang mengeluarkan 2,5 kg setiap
kepala, LAZISMU mengeluarkan zakat yang dikumpulkan dalam satu tahun dalam bentuk beras
dan sembako dan dibagikan kepada keluarga miskin.
2). Pendistribusian Alat Usaha Pendistribusian yang di lakukan oleh LAZISMU kepada keluarga
miskin berupa alat-alat perbengkelan, potong rambut, pertukangan, usaha makanan, usaha
perdagangan dan lain-lain.
3). Sunnatan Massal Sunnatan massal yang dilakukan oleh LAZISMU pada tahun 2011
berjumlah 106 anak.
Proses Akuntansi
Tujuan utama akuntansi keuangan amil zakat adala untuk menyajikan laporan keuangan
yang layak sebagai bahan informasi kepada pihak yang berkepentingan. Pemerintah selaku
pemberi izin operasional membutuhkan laporan keuangan zakat sebagai bahan pertimbangan
dalam pengawasan dan pembinaan. Akuntan publik sebagai sebagai lembaga profesional di
bidang audit berkepentingan untuk memberikan pernyataan tentang kinerja keuangan, sehingga
akan semakin meningkatkan performance lembaga zakat. Namun yang paling berkepentingan
langsung terhadap penerbitan laporan keuangan lembaga amil zakat adalah masyarakat itu
sendiri, khususnya para muzakki yaitu masyarakat yang mempercayakan pengelola zakatnya
kepada lembaga amil untuk mendistribusikannya kepada yang berhak yaitu ke delapan asnaf.
Sesuai dengan tugas pokok lembaga amil zakat yaitu mengumpulkan mendistribusikan
dan mendayagunakan sesuai dengan ketentuan syariah, maka peranan akuntansi sangat berkaitan
dengan proses pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan serta pembuatan laporan
keuangan oleh lembaga amil zakat itu sendiri dengan tujuan untuk mempertanggungjawabkan
kinerjanya kepada masyarakat umum, khususnya para muzakki yang telah mempercayakan
zakat, infaq, shadaqah dan wakaf (ZISWAF) nya kepada lembaga zakat.
Proses pencatatan siklus akuntansi LAZISMU memulai transaksi dengan mengumpulkan
bukti penerimaan atau bukti pembayaran dan bukti penerimaan dari para pegawai berupa
kwitansi, kemudian dicatat di jurnal di buku kas perolehan harian dan buku kas distribusi harian,
lalu direkap dan dibuat laporan keuangan tahunan. Penyajian laporan keuangan yang dibuat oleh
LAZISMU sebagai lembaga amil zakat adalah sebagi berikut:
a. Arus kas dari aktivitas operasi. Menggambarkan arus kas masuk dan keluar dari
aktivitas utama organisasi laporan ini merupakan 7ank as7r yang menentukan apakah operasi
LAZ menghasilkan arus kas yang cukup untuk memelihara kemampuan organisasi tanpa harus
mengandalakan pendanaan dari luar. Contoh arus kas utama operasi antara lain : penerimaan dari
zakat, infaq dan shadaqah serta sumber lainnya. Sedangkan pengeluaran kas digunakan untuk
fakir miskin, belanja organisasi dan personalia (amil), dan lain – lain.
b. Arus kas dari aktivitas investasi. Laporan ini menggambarkan arus kas masuk 7ank as
keluar sehubungan dengan sumber daya organisasi yang bertujuan untuk menghasilkan
pendapatan dan arus kas masa depan, contohnya, pembayaran kas untuk pembelian aktiva tetap,
pengeluaran kas untuk penanaman investasi pada perusahaan lain, penerimaan kas dari penjualan
aktiva tetap, penerimaan kas dari bagi hasil investasi maupun simpanan.
c. Arus kas dari aktivitas pendanaan. Laporan ini menggambarkan arus kas yang masuk
dan keluar dari sumber pendanaan jangka panjang, seperti penerimaan kas dari pembiayaan
jangka panjang serta pembayaran angsurannya. LAZISMU belum membuat lapoaran arus kas
karena dana yang diperolehnya masih terbatas dan baru berkembang, sehingga masih tidak
memunkinkan untuk membuat laporan arus kas.
Laporan ini berisi mengenai posisi keuangan LAZISMU yang diterbitkan setiap
tahunnya. Laporan yang disajikan LAZISMU masih belum sesuai dengan standar PSAK No.109
Komponen laporan keuangan yang lengkap lembaga amil zakat menurut PSAK No.109 terdiri
dari laporan posisi keuangan (neraca) , laporan perubahan dana,laporan perubahan asset
kelolaan, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. LAZISMU sudah membuat
neraca tapi bentuknya masih sederhana, belum membuat laporan perubahan dana, laporan
perubahan asset, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.
Tabel Perbandingan LAZIZMU terhadap PSAK 109.
ED PSAK 109 LAZIZMU
Laporan Posisi Keuangan (Neraca) Ada
Laporan Perubahan Dana Belum Ada
Laporan Perubahan Aset Kelolaan Belum Ada
Laporan Arus Kas Belum Ada
Catatan Atas Laporan Keuangan Belum Ada
Laporan yang disajikan LAZISMU masih belum sesuai dengan standar PSAK No.109
LAZISMU sudah membuat neraca tapi bentuknya masih sederhana, LAZISMU belum dapat
membuat laporan perubahan dana, laporan perubahan asset, laporan arus kas, dan catatan atas
laporan keuangan, dikarenakan LAZISMU masih tergolong baru dan dana yang diperoleh masih
sangat terbatas jumlahnya.
1) Laporan posisi keuangan (neraca) Informasi dalam laporan posisi keuangan dapat membantu
para pengguna laporan keuangan untuk menilai:
a. Kemampuan OPZ untuk memberikan jasa secara berkelanjutan
b. Likuiditas, fleksibilitas keuangan, kemampuan untuk memenuhi kewajibannya dan
kebutuhan pendanaan eksternal apabila ada.
2) Laporan sumber dan penggunaan dana Informasi dalam laporan sumber dan penggunaan dana
dapat membantu para pengguna laporan keuangan untuk :
a. Mengevaluasi kinerja dalam satu periode
b. Menilai upaya, kemampuan, dan kesinambungan OPZ dalam memberikan jasa, serta;
c. Menilai pelaksanaan tanggung jawab dan kinerja manajemen OPZ.
3) Laporan arus kas Informasi dalam laporan arus kas dalam dapat membantu para pengguna
laporan keuangan dalam menilai:
a. Kemampuan OPZ dalam menghasilkan kas dan setara kas
b. Kebutuhan OPZ untuk menggunakan arus kas tersebut.
4) Catatan atas laporan keuangan Informasi yang tersaji dalam catatan atas laporan keuangan
adalah untuk menyediakan informasi bagi para pengguna laporan keuangan mengenai:
a. Gambaran umum OPZ
b. Ikhtisar kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan
c. Penjelasan pos-pos yang dianggap penting yang terdapat dalam setiap laporan
keuangan
d. Rasio-rasio keuangan
e. Pengungkapan hal-hal penting lainnya yang berguna untuk pengambilan keputusan .
Jika LAZISMU membuat komponen laporan keuangan yang lengkap sesuai dengan PA-
OPZ FOZ maupun PSAK 109 serta sesuai dengan peraturan KMA N0. 581 Tahun 1999 untuk
membuat laporan keuangan seperti uraian diatas serta diaudit oleh auditor independen maupun
kantor akuntan publik. Hal itu akan menambah performance LAZISMU sebagai amil zakat
sehingga nantinya mungkin akan berkembang menjadi lembaga amil zakat yang maju, dan dapat
meraih visinya untuk menjadi lembaga pengelola zakat, infak, dan shadaqah yang amanah dan
profesional.
SIMPULAN
Secara umum dapat disimpulkan bahwa akuntansi zakat adalah proses pengakuan,
pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi zakat, infaq/sedekah sesuai dengan kaidah
syariat Islam untuk memberikan informasi pengelolaan zakat, infaq/sedekah oleh Amil kepada
pihak-pihak yang berkepentingan. Akuntansi zakat terkait dengan tiga hal pokok, yaitu
penyediaan informasi, pengendalian manajemen, dan akuntabilitas. Akuntansi zakat merupakan
alat informasi antara lembaga pengelola zakat sebagai manajemen dengan pihak-pihak yang
berkepentingan dengan informasi tersebut. Bagi manajemen, informasi akuntansi zakat
digunakan dalam proses pengendalian manajemen mulai dari perencanaan, pembuatan program,
alokasi anggaran, evaluasi kinerja, dan pelaporan kinerja (Mahmudi, 2008).