Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

AKUNTANSI SYARIAH SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN AKUNTANSI


ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQOH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Akuntansi Zakat

Dosen Pengampu : Haulah Nakhwatunnisa, M.Si

Disusun Oleh:

Kelompok 3

Tasya Febriani Adriana 2008205005


izka jumanti 2008205020
Iga Virginia Nurmawan Putri 2008205025
Sindi 2008205021
Vartiniva Ekaninda Haryadi 2008205010

Kelas 6/A

JURUSAN AKUNTANSI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON
2022
Jl. Perjuangan By Pass Kel.Sunyaragi Kec. Kesambi Kota Cirebon
Telp.(0231849164
KATA PENGANTAR

Atas asung kerta wara nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas ini “akuntansi syariah sebagai
dasar pengembangan akuntansi zakat, infaq dan shadaqoh” tepat pada waktunya.

Adapun tujuan kami menyusun tugas ini adalah bertujuan sebagai pelengkap dan penunjang
proses belajar mengajar untuk mata kuliah “Akuntansi Zakat”. Kami menyadari bahwa tugas
ini masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan kami dalam hal pengetahuan,
pengalaman dan kemampuan kami.

Meskipun kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan didalamnya. Tidak lupa pula
kami ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu kami. Oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk
kesempurnaan tugas ini.

Demikian yang dapat kami sampaikan, Semoga tugas ini dapat bermanfaat dan berguna bagi
kita semua.

Cirebon, 12 Maret 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengelolaan zakat menurut UU No. 23 Tahun 2011 adalah suatu kegiatan perencanaan,
pelaksanaan dan pengorganisasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat. Di Indonesia, Lembaga yang memiliki kewenangan mengelola zakat yaitu Badan Amil
Zakat Nasional (BAZNAS) yang dibentuk pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang
dibentuk masyarakat dan dikukuhkan pemerintaah.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahid dan Raodah (2010), masyarakat
muslim masih belum puas dengan pengelolaan zakat terutama di bidang distribusi zakat.
Apabila masalah ini dibiarkan terlalu lama akan memunculkan masalah baru yaitu
ketidakpercayaan masyarakat muslim terhadap pengelolaan zakat di Indonesia, yang akan
berimbas pada gagalnya optimalisasi potensi zakat saat ini. Hasil survey nasional yang
dilaksanakan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menunjukkan 97% masyrakat
menginginkan OPZ bekerja secara akuntabel dan transparan, 90% meminta adanya
kemudahan akses dalam pengawasan pendistribusian zakat, 90% menuntut pembuplikasian
laporan keuangan di media massa, 75% masyarakat tidak ingin menyalurkan zakat ke
Lembaga yang tidak akuntabel dan transparan.
Sebagai pengelola zakat yang mengandalkan donatur dari umat, transparansi dan
akuntabilitas dalam pengelolaan Zakat dan Infak/Sedekah (ZIS) menjadi perhatian
utama OPZ. Oleh karena itu dalam pengelolaannya harus diterapkan standar akuntansi ZIS
sesuai konsep Akuntansi Syari’ah yaitu Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
nomor 109 mengenai akuntansi zakat dan infak/sedekah yang dikeluarkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI). PSAK no. 109 digunakan sebagai pedoman bagi OPZ dalam
pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan transaksi-transaksi zakat dan
infak/sedekah. Dengan adanya standardisasi tersebut maka akan terjadi keseragaman
(uniformity) dan keterbandingan (comparability) dalam pencatatan dan pelaporan
keuanganyang dibuat oleh Organisasi Pengelola Zakat yang ada di Indonesia, hal ini
juga dapat membantu memudahkan akuntan publik dalam melakukan audit atas laporan
keuangan OPZ.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, masalah yang dibahas adalah sebagai
berikut:
1. Apa Pengertian Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah
2. Bagaimana Tinjauan Tentang Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) Dalam UU No. 23
Tahun 2011
3. Apa Peran Sistem Informasi Akuntansi bagi Organisasi Pengelola Zakat (OPZ)
4. Bagaimana Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah Berdasarkan PSAK No.109

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui Pengertian Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah
2. Untuk mengetahui Tinjauan Tentang Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) Dalam UU
No. 23 Tahun 2011
3. Untuk mengetahui Peran Sistem Informasi Akuntansi bagi Organisasi Pengelola Zakat
(OPZ)
4. Untuk mengetahui Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah Berdasarkan PSAK No.109

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah
Akuntansi zakat dan infak/sedekah ialah suatu proses akuntansi atas transaksi-
transaksi zakat dan infak/sedekah berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam yang dapat
digunakan guna pengambilan keputusan pihak terkait seperti muzakki, pemerintah,
masyarakat muslim, mustahik, dah lainnya.
Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Kruangan (PSAK) 109, tujuan dari
akuntansi ZIS adalah mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan
transaksi zakat dan infak/sedekah, dimana dapat diaplikasikan guna membantu para amil
yang mengelola ZIS.

B. Tinjauan Tentang Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) Dalam UU No. 23 Tahun 2011
Pada awalnya, permasalahan mengenai zakat diatur dalam UU No. 38 tahun 1999,
namun UU tersebut dinilai sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan
masyarakat saat ini, sehingga UU tersebut disempurnakan menjadi UU No. 23 Tahun
2011 tentang pengelolaan zakat.
Penyempurnaan UU mengenai pengelolaan zakat menimbulkan pro dan kontra di
masyarakat, karena tidak semua isi dan pasal yang ada dalam UU tersebut dapat
diterima oleh semua pihak dan masyarakat. UU zakat yang baru mendapatkan kritik
keras dari banyak LAZ dan sebagian masyarakat yang selama ini menjadi amil zakat
secara tradisional. Sebagaimana yang disampaikan oleh Juwaini (2011), kritik tersebut
ditujukan kepada tiga masalah krusial yang ada didalamnya, yaitu :
1. Syarat izin pendirian LAZ yaitu harus didirika oleh organisasi kemasyarakatan islam.
Namun, pada kenyataannya banyak LAZ yang terbentuk dan beroperasi tidak
didirikan oleh ORMAS Islam.
2. Tidak diatur serta dijelaskan mengenai kedudukan dan posisi LAZ daerah, LAZ
kabupaten/kota, maupun LAZ provinsi.
3. Apabila kelompok masyarakat atau organisasi tidak memiliki izin sebagai LAZ,
maka tidak boleh mengelola zakat.

Hasil uji material oleh Mahkamah Konstitusi terhadap UU Pengelolaan Zakat


berkaitan dengan kritik diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Dikuatkannya peran BAZNAS sebagai Lembaga utama pengelolaan zakat di
Indonesia
2. Masyarakat diperbolehkan mengelola zakat apabila telah menerima izin/pengukuhan
dari pemerintah atau pejabat terkait (dalam bentuk LAZ, masjid, pesantren, dan kyai)
3. Syarat pendirian LAZ tidak diwajibkan ormas atau perkumpulan, tetapi dibolehkan
juga berbentuk Yayasan
4. Masyarakat lain dianjurkan menjadi Unit Pengumpul Zakat (UPZ)
5. BAZNAS sebagai coordinator administrasi pengelolaan zakat di Indonesia
6. Pelaksanaan sanksi pidana terhadap pengelolaan zakat dilakukan secara bertahap
7. Badan pengelola zakat yang telah mendapat izin/pengukuhan dan menjadi UPZ tidak
akan mendapat sanksi pidana (sesuai poin 2 dan 4)

Berkaitan dengan pelaporan pelaksanaan pengelolaan Zakat, Infak/Sedekah (ZIS) dan


dana sosial keagamaan lainnya, BAZNAS kabupaten/kota wajib menyampaikan
pelaksanaan pengelolaan ZIS dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS
provinsi dan pemerintah secara berkala. Selanjutnya, BAZNAS provinsi wajib
menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan ZIS dan dana sosial keagamaan lainnya
kepada BAZNAS dan pemerintah daerah secara berkala. Begitupun dengan LAZ wajib
melaporkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang
telah diaudit kepada BAZNAS secara berkala. Begitupun dengan BAZNAS wajib
menyampaikan pelaksanaan pengelolaan ZIS dan dana sosial keagamaan lainnya kepada
Menteri secara berkala. Setelah itu, laporan neraca tahunan BAZNAS diumumkan di
media sosial. Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan
AnggaranPendapatan dan Belanja Negara dan Hak Amil. Sedangkan BAZNAS
provinsidan BAZNAS kabupaten/kota dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah dan Hak Amil, serta juga dapat dibiayai dengan
AnggaranPendapatan dan Belanja Negara.

C. Peran Sistem Informasi Akuntansi bagi Organisasi Pengelola Zakat (OPZ)


Muzakki adalah pihak yang memiliki peran penting demi kelancaran operasional
suatu OPZ. Tujuan didirikannya OPZ atas dasar niat demi kepentingan umum, bukan
untuk kepentingan pengelolanya. Untuk menunjukan bahwa Zakat, Infak/Sedekah dan
dana keagamaan lainnya dikelola dengan baik dan benar, maka diperlukan suatu system
informasi yang memberikan gambaran yang jelas serta transparan mengenai aktivitas
terkait pengelolaan zakat. Sistem informasi tersebut harus menyajikan informasi yang
cukup, dapat dipercaya serta diandalkan, mudah dipahami serta relevan bagi para
penggunanya, dan yang paling utama yaitu tetap dalam konteks syari’ah islam. Sistem
informasi yang dapat digunakan demi tercapainya tujuan tersebut adalah Sistem Informasi
Akuntansi.
Fungsi informasi bagi pihak internal yakni manajemen OPZ, yaitu untuk memenuhi
keperluan dalam perencanaan, pengkoordinasian, pengarahan, pengevaluasian kinerja
internal, dan pengendalian aktivitas organisasi. Selain itu, fungsi infromasi akuntansi bagi
pihak eksternal yakni para muzakki yang merupakan yaitu hasil dari system informasi
akuntansi yaitu laporan keuangan yang dibuat OPZ sebagai pertanggungjawaban
keuangan atau dana ZIS yang telah diamanatkan kepada OPZ, mereka dapat mengetahui
apakah pengelolaan dana ZIS sudah dilakukan dengan baik dan benar atau malah
sebaliknya.
Sistem Informasi Akuntansi sangat penting untuk diterapkan pada OPZ karena OPZ
termasuk organisasi sector public, maka perlu adanya transparansi dalam pelaporan
keuangannya. Unsur transparansi tersebut terpenuhi apabila OPZ menyampaikan
informasi sesuai fakta di lapangan, akurat, dan tepat waktu serta mempublikasikan
laporan keuangan tersebut di media massa. Namun, sebelum laporan keuangan tersebut
dipublikasikan, laporan keuangan tersebut wajib untuk diaudit oleh pihak berwenang
untuk mengetahui bahwa laporan tersebut telah sesuai dengan standar yang berlaku.
Selain itu, Informasi akuntansi bermanfaat untuk pengambilan keputusan,
terutama untukmembantu manajer dalam melakukan alokasi zakat. Selain itu,
informasiakuntansi dapat digunakan untuk membantu dalam pemilihan program
yangefektif dan tepat sasaran. Pemilihan program yang tepat sasaran, efektif,
danekonomis akan sangat membantu dalam proses alokasi dana zakat, infak,
sedekah,hibah, dan wakaf yang diterima. Informasi akuntansi zakat juga dapat
digunakan sebagai alat untuk mengukur kinerja lembaga pengelola zakat. Akuntansi
dalam hal ini diperlukan terutama untuk menentukan indikator kinerja (performance
indicator) sebagai dasar penilaian kinerja
Jika OPZ menerapkan unsur transparansi dan akuntabel, maka akan muncul
kepercayaan dari masyarakat muslim untuk membayarkan zakatnya di Lembaga tersebut.
Semakin baik kinerja suatu OPZ, maka semakin tinggi pula tingkat kepercayaan para
muzakki mengenai pengelolaan zakat, yang akan berakibat pada kesukarelaan mereka
dalam menyalurkan dana ZIS nya ke Lembaga-lembaga terkait.
D. Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah Berdasarkan PSAK No.109
Standar akuntansi ZIS yang berlaku saat ini dan digunakan olehOPZ sebagai
pedoman dalam pembukuan dan pelaporan keuangannya adalahPSAK No. 109 yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada tahun 2010. Penerbitan
PSAK ini telah mengalami proses yang cukup lama, kurang lebih empat tahun dari
waktu penyusunannya, dimulai dengan disusunnya Eksposure Draft-nya (ED) yang
diterbitkan sejak tahun 2008. Namun, saat ini tidak semua OPZ yang ada di
Indonesia dapat menerapkan PSAK no. 109. Hal tersebut karena sebagian OPZ
mengalami beberapa kendala dalam penerapannya. Salah satu faktor kendalanya
adalah adanya kesulitan dalam sumber daya manusia yang dimiliki OPZ. Akuntansi
zakat yang ada dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 109
bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan
transaksi zakat dan infak/sedekah. PSAK ini berlaku untuk amil yakni suatu
organisasi/entitas pengelola zakat yang pembentukannya dan pengukuhannya diatur
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang di maksudkan untuk mengumpulkan
dan menyalurkan zakat dan infak/sedekah, bukan untuk entitas syariah yang
menerima dan menyalurkan ZIS tetapi bukan kegiatan utamanya. Untuk entitas
tersebut mengacu ke PSAK 101 mengenai Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
Amil yang tidak mendapatkan izin juga dapat menerapakan PSAK No. 109. PSAK ini
merujuk kepada beberapa fatwa MUI (Washilah dan Nurhayati : 2013) yaitu:
1. Fatwa MUI no. 8/2011 tentangamil zakat,
2. Fatwa MUI No. 13/2011 tentang Hukum Zakat atas Harta Haram,
3. Fatwa MUI No. 14/2011 tantang Penyaluran Harta Zakat dalambentuk Aset
Kelolaan.
4. Fatwa MUI No.15/2011 tentang penarikan,pemeliharaan dan penyaluran harta
zakat.
Dalam hal ini, zakat adalah ibadah finansial karena membutuhkan perhitungan
tertentu yang sesuai dengan aturan yang berlaku berlandaskan syari’at islam. Akuntansi
zakat adalah bentukperhitungan yang digunakan dalam menyelesaikan kewajiban
membayar zakat. Zakat tidak hanya penting untuk memenuhi kewajiban, namun
lebih jauh lagi untuk kebutuhan kesejahteraan umat manusia (Akhyar Adnan dan
Barizah Abu Bakar, 2009).
Oleh karena itu Islamic accounting menjadi bagian penting dalam urusan zakat.
Bahkan, banyak penelitian dan diskusi yang luas mengenai hal itu terutama di kalangan
para akademisi dan peneliti. Hal ini dijelaskan pada beberapa hasil penelitian sebelumnya
(Abdul Rahman, 2002, 2007; Abu Bakar, 2007; Al-Habshi, 2005; Al-Moghaiwli, 2001;
Bahari & Hamat, 2004; Islahi & Obaidullah, 2004; Khan, 2003; Mursyidi, 2003;
Sulaiman, 2003). Meskipun mereka tidak secara rinci menjelaskan akuntansi untuk
suatu Lembaga, namun beberapa negara telah membuat suatu standar yang dapat
digunakan untuk Lembaga di negaranya masing-masing, seperti Malaysian Accounting
Standard Board (MASB), Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial
Institutions (AAOIFI), dan Indonesian Institute of Accountant (IIA).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kepercayaan merupakan faktor penting dalam menumbuhkan kesadaran, kepatuhan dan
motivasi masyarakat Muslim dalam menunaikan kewajiban ZISnya melalui organisasi resmi
atau formal (BAZNAS dan LAZ). Semakin tinggi kepercayaan umat terhadap OPZ maka
akan semakin tinggi pula kesadaran, kepatuhan dan motivasi mereka untuk secara sukarela
menyalurkan ZISnya ke OPZ formal. Transparansi dan akuntabilitas merupakan faktor
penting yang dibutuhkan masyarakat untuk menumbuhkan kepercayaan mereka kepada OPZ.
Bentuk transparansi dan akuntabilitas OPZ ditunjukkan dengan laporan keuangan ZIS yang
dibuat oleh OPZ disetiap periode dan dipublikasikan melalui berbagai media massa baik
media cetak maupun elektronik.
Standar akuntansi ZIS yang berlaku di Indonesia yaitu PSAK No. 109 tentang akuntansi ZIS
yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan disyahkan pada tahun 2010.
PSAK ini berlaku untuk amil yakni suatu organisasi/entitas pengelola zakat yang
pembentukannya dan pengukuhannya diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang dimaksudkan untuk mengumpulkan dan menyalurkan zakat dan infak/sedekah, bukan
untuk entitas syariah yang menerima dan menyalurkan ZIS tetapi bukan kegiatan utamanya.
Dengan PSAK 109 tersebut diharapkan dapat tercipta keseragaman (uniformity) dan
keterbandingan (comparability) laporan keuangan yang dibuat dan supaya OPZ juga siap
untuk diaudit oleh akuntan publik. Saat ini sebagian OPZ dalam membuat laporan keuangan
masih belum menerapkan PSAK 109, sebagian OPZ masih menggunakan pelaporan
keuangan yang sederhana sehingga bentuk dan format pelaporan tiap OPZ menjadi berbeda-
beda. Faktor penyebab belum diterapkannya PSAK 109 di sebagian OPZ adalah kesulitan
dalam menerapkannya karena kendala sumber daya manusia yang dimiliki OPZ. Sehingga
untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan pelatihan dan pendampingan bagi OPZ
terkait penerapan PSAK 109.

B. Saran
REFERENSI
Dosen, Z. B., Akuntansi, T., Stie, S., Bengkalis, S., & Alam, S. (n.d.). PENGEMBANGAN SISTEM AKUNTANSI
ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT (BAZ) DAN LEMBAGA AMIL ZAKAT (LAZ) DI INDONESIA.

Hermawan, S., Restu, D., & Rini, W. (2016). PENGELOLAAN DANA ZAKAT, INFAQ, DAN SHADAQAH
PERSPEKTIF SHARIAH ENTERPRISE THEORY. In Riset Akuntansi dan Keuangan Indonesia (Vol. 1, Issue
1).

Irman Firmansyah, & Rahmani, D. A. (2022). Perkembangan Penelitian Akuntansi Zakat: Pendekatan
Bibliometrik. Jurnal Reviu Akuntansi Dan Keuangan, 12(3), 494–510.
https://doi.org/10.22219/jrak.v12i3.22743

Rahman, T. (2015). AKUNTANSI ZAKAT, INFAK DAN SEDEKAH (PSAK 109): Upaya Peningkatan Transparansi
dan Akuntabilitas Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) (Vol. 6, Issue 1).

Anda mungkin juga menyukai