Anda di halaman 1dari 7

Efficiency and Accounting of Zakat Institusion for

Productive Purpose In Indonsia: A Review

1. INTRODUCTION

Sebagai negara yang berkembang, keberadaan Indonesia tidak terlepas dari permasalahan di
bidang ekonomi termasuk kesenjangan ekonomi antara masyarakat kaya dan miskin. Dalam
islam, zakat merupakan sebuah kewajiban bagi masyarakat muslim yang mempunyai
penghasilan berlebih. Indonesia sebagai populasi muslim terbesar didunia memiliki potensi zakat
yang besar, berdasarkan data penelitian dari Baznas Indonesia pada tahun 2016 potensi zakat
mencapai Rp 286 triliyun (Republika.co.id, 2017). Namun realistisnya baru sekitar Rp 2,73
triliun yang artinya sekitar satu persen zakat yang terhimpun dari potensi zakat yang ada di
Indonesia (Kompasiana.com, 2017). Kurangnya kesadaran masyarakat dan ketidakepercayaan
masyarakat terhadap lembaga pengolahan zakat dari pemerintah menjadi alasan sedikitnya
potensi zakat yang diterima. Akibatnya banyak masyarakat yang menyalukan zakat secara
langsung (kepada yang membutuhkan seperti fakir miskin dan kaum dhuafa) atau melalui LAZ
(lembaga amil zakat) non-pemerintah karena penyaluran zakat lebih transparan dan akuntabel.
Sedangkan dalam program penggalangan dana yang dilakukan LAZ non-pemerintah menarik
perhatian masyarakat karena menggunakan pola kreatif dan inovatif, sebagai contoh membuat
zakat pengembangan ekonomi mandiri, pendidikan maupun layanan kesehatan dan sosial.

Selain itu, Indonesia yang merupakan negara dengan jumlah lembaga keuangan syariah
terbesar di dunia. Seperti diketahui, zakat dan sedekah adalah sektor sosial keuangan syariah
yang memiliki tempat dan peran cukup signifikan yang bisa membantu perekonomian
masyarakat miskin. Lukman mengatakan bahwa kontribusi zakat dalam kebangkitan keuangan
syariah telah mendapat pengakuan negara sejalan dengan visi menjadikan Indonesia sebagai
pusat keuangan syariah dunia (Republika.co.id. 2017)

Zakat mempunyai 2 tujuan yaitu dari sisi pemenuhan kewajiban muzakki (orang yang
membayar zakat) untuk membersihkan harta yang telah diperolehnya, sedangkan bagi mustahik
(orang yang menerima zakat) bisa meningkatkan sisi perekonomiannya. Zakat merupakan
institusi resmi yang diciptakan untuk pemerataan dan keadilan bagi masyarakat. Walaupun
dalam hukum islam zakat itu wajib, tetapi di Indonesia tidak ada konsep atau peraturan yang
mengharuskan dalam membayar zakat, jadi tugas pembayar zakat berlaku kepada orang merdeka
dengan suka rela dalam membaya zakat (Alfitri, 2015).

Dalam pelaksanaan zakat di indonesia, penggunaan zakat banyak di gunakan sebagai zakat
produktif seperti pada BAZNAZ membentuk Baytul Qiradh yang fungsinya sebagai institusi
keuangan mikro, yang mana perlakuan dari zakat atau sedekah sebagai pinjaman (loan) untuk
penerima atau penerima amil menimbulkan kontraversi di prinsipal akunting dan di kepemilikan
dari zakat/sedekah (Alim 2015).

Tujuan Penelitian ini untuk mengembangkan sebuah review konseptual dalam efisiensi
lembaga zakat, akuntansi zakat, faktor pemerintah, dan faktor pembayar zakat. Selain itu juga
untuk tujuan produktif, praktisi, dan lembaga zakat.

2. LITERATURE REVIEW

Semua aktivitas dalam islam, termasuk zakat dan ekonomi, harus terarah terhadap
pencapaian fallah, yang berarti pencapaian sukses di dunia dan di akhirat (Ahmed et al, 2015).
Zakat, yang merupakan rukun islam ke empat telah di gunakan untuk mengurangi kemiskinan
sejak/dari zaman Nabi Muhammad SAW, sebagai apa yang telah disabdakan oleh Tuhan
(Ahmed et al, 2015).

Berdasarkan penelitian dari Kamil (2002) dan Zainol (2008) dalam (Taha et al, 2017)
menyatakan 2 kategori faktor-faktor yang berhubungan pemenuhan kelakuan dari zakat yaitu
faktor internal dan eksternal. Faktor internal disebut juga faktor ditanamkan dalam diri sendiri
seperti keimanan, ilmu pengetahuan, sikap, dan presepsi dari keadilan, sedangakan faktor
eksternal berhubungan dengan keadaan sekitar seperti hukum zakat, hukum yang mengatur, dan
administrasi/pelaksanaan (Taha et al, 2017)

Hukum dasar ekonomi islam atau disebut juga ekonomi syariah harus merujuk pada
sumber syariah yaitu Al-Qur’an (Holy book of islam), Al-Hadis (anjuran dari perkataan dan
perbuatan Nabi Muhammad SAW) dan Fiqh (ilmu tentang hukum islam). Wahab dan Rahman
(2011) menyebutkan bahwa syariah dalam sistem ekonomi islam harus dengan ketat berdasarkan
prinsip seperti berikut:

(1) Bisnis dan transaksi keuangan harus bebas dari bunga (riba),
(2) Perdagangan barang dan penyediaan layanan jasa harus sah (halal) berdasarkan
pandangan islam,
(3) Transaksi melibatkan ketidakpastian yang tinggi (Gharar) yang bisa menyebabkan
kerugian keuangan harus dihindari, dan
(4) Pembayaran zakat

Akibatnya, keyakinan orang muslim tentang kehidupan yang panjang (tak terbatas) di
akhirat mendorong individu untuk mengambil keputusan keuangan yang akan berbeda dari yang
ada dalam pengertian ekonomi tradisional (Ahmed et al, 2015)

Pengelolaan zakat di atur dalam dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2013. Selain itu,
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menjadi otoritas islam terkemuka di Indonesia dan
melaksanakan serta memberikan wewenang dengan mengeluarkan Fatwa tentang zakat korporasi
(Alfitri, 2015). Sistem ekonomi islam terdiri dari institusi keuangan profit seperti bank,
perusahaan keuangan, dan pengadaian serta institusi keuangan non profit seperti badan amil
zakat (Wahab dan Rahman (2011). Ada dua lembaga di Indonesia yang bertugas mengelola,
mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat, yaitu Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan
Lembaga Amil Zakat (LAZ) (kompasiana.com, 2018). BAZNAS merupakan lembaga yang
dibentuk pemerintah pusat untuk melakukan tugas pengolaan zakat secara nasional sedangkan
LAZ merupakan lembaga pengelola zakat yang dibentuk atas inisiatif dari masyarakat.

Lebih lanjut, belum ada upaya sistematis untuk memahami mengapa pembayar zakat
memilih lembaga tertentu dalam membayar zakatnya (Mustafa et al, 2013). Hasan (2007)
melaporkan bahwa badan zakat non pemerintah lebih baik diterima oleh pembayar zakat di
bangladesh, serta Scoth (1985) menyatakan bahwa dimana petani padi dengan enggan membayar
badan zakat pemerintah pada waktu yang ditentukan karena takut tidak tepat dalam
mendistribusikan zakat (Mustafa et al, 2013).
Efisiensi ekonomi dideskripsikan sebagaimana baiknya sebuah sistem menghasilkan
output maksimal yang diinginkan dari pemasukan yang diberikan dan ketersediaan teknologi,
atau peningkatan efesiensi ketika lebih banyak output yang dihasilkan dengan jumlah input yang
sama/kurang (Wahab dan Rahman, 2011). Zakat untuk tujuan produktif lebih bermanfaat dari
pada konsumtif khususnya untuk tujuan pemberdayaan (Alim, 2015). Walaupun lembaga yang
banyak berinovasi tentang pemberdayaan dari zakat adalah lembaga zakat non pemerintah
seperti Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, Lazismu, dan lain sebagainya.

Berkaitan dengan lembaga zakat di Indonesia, tidak ada studi empiris yang
mempublikasikan pengujian efesiensi lembaga zakat. Oleh karena itu, studi pengukuran ekonomi
yang relevan dan kuat dari pengumpulan dan distribusi zakat yang efisien adalah penting.
Evaluasi tingkat efisiensi lembaga sangat penting dalam meningkatkan operasi secara
keseluruhan dan pada gilirannya, dalam berkontribusi terhadap pencapaian tujuan sosial-
ekonomi islam.

Zakat dikenakan pada badan hukum merupakan fenomena kontemporer di negara-negara


islam yang mengadopsi sharia sebagai hukum negara. Walaupun indonesia belum menerapkan
hukum sharia seutuhnya karna indonesia menerapkan hukum konstitusional berdasarkan UUD
1945. Namun dalam yurisprudensi islam klasik, kewajiban membayar zakat dikenakan pada
setiap muslim yang merdeka (bebas), dewasa (baliqh), waras, dan memiliki kekayaan sama
dengan ambang batas minimum dari barang-barang yang dikenakan zakat melalui kepemilikan
yang sama sekali tidak terbebani (Alfitri, 2015).

Cendekiawan Islam cenderung setuju dengan zakat yang dapat digunakan untuk penerima
untuk tujuan produktif tetapi tidak diperlakukan sebagai pinjaman penerima. Oleh karena itu,
tidak diperbolehkan untuk memanfaatkan zakat untuk tujuan produktif dengan perjanjian
pinjaman (aqad) dengan memberikan persyaratan kepada penerima untuk pembayaran kembali
oleh orang tertentu (Alim, 2015). Tetapi sebagian besar amil zakat memanfaatkan zakat untuk
tujuan produktif dalam bentuk qard al hasan (pinjaman). Standar akuntansi zakat (PSAK 109) di
Indonesia mengakui mekanisme pinjaman atau dana bergulir untuk infaq/sedekah. Sarjana Islam
cenderung tidak setuju dengan zakat (infaq/sedekah) yang diterima oleh penerima sebagai
pinjaman (Alim, 2015). Oleh karena itu, tidak diperbolehkan untuk memanfaatkan zakat untuk
tujuan produktif dengan perjanjian pinjaman (aqad). Studi ini menawarkan dua mekanisme dan
pengakuan akuntansi sebagai jalan tengah baik kepemilikan zakat untuk tujuan produktif dan
pertimbangan fiqh. Mekanisme pertama, zakat adalah untuk (dimiliki) amil sebagai sumber dana
untuk penerima dan yang kedua, mekanisme dana tabungan untuk penerima. Studi ini
menunjukkan bahwa standar akuntansi zakat (PSAK 109) harus ditinjau dari sudut pandang fiqh
dan dikembangkan dengan mekanisme pengalihan dana zakat ke dana simpanan dan perlakuan
akuntingnya(Alim, 2015).

3. METHODOLOGY

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dalam bentuk kajian teori pada
penelitian-penelitian sebelumnya, kajian dari beberapa sumber tertentu, dan fenomena-fenome
yang terjadi di masyarakat seperti dari internet, jurnal yang terakreditasi (ScienceDirect,
Springer, Emerard Insight, dan sebagainya), disertasi dan sebagainya. Penelitian ini juga
mereview dan sintesis literatur yang relevan dalam efisiensi, zakat, institusi zakat, akuntansi dan
pemerintah.

Pendekatan tinjun literatur yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian
Alim (2015), Choudhury dan Harahap (2008) dan Wahab et al (2011). Secara umum, peneliti
fokus untuk melakukan tinjauan pustaka tentang zakat di web terkenal jurnal internasional
kemudian mengumpulkan artikel-artikel yang menyangkut akuntansi dan zakat. Setelahnya,
peneliti melakukan tinjauan singkat untuk setiap artikel yang telah dikumpulka dan
dikelompokan menurut topik yang terkait, menilai keselarasan dengan topik penelitian.

Pengelompokan variable berdasarkan kajian tertentu dalam beberapa jurnal terkenal


seperti variable efisiensi lembaga zakat, akuntansi zakat, faktor pemerintah, dan faktor pembayar
zakat.

4. KESIMPULAN

References

Adnan M. A, dan Bakar N. B. A., (2009). Accounting treatment for corporate zakat: a critical
review. International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management
. Vol. 2 No. 1, 2009 pp. 32-45. Emerald Group Publishing Limited 1753-8394. DOI
10.1108/17538390910946258
Alfitri. (2015). Whose authority? interpreting, imposing, and complying with corporate zakat
obligations in Indonesia .Dissertation. New York
Ahmed et al. (2016). Inclusive Islamic financial planning: a conceptual framework. International
Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management. Vol. 9 Issue: 2,
pp.170-189. DOI: .org/10.1108/IMEFM-01-2015-0006
Alim M N. (2015).Utilization and Accounting of Zakat for Productive Purposes in Indonesia: A
Review. Social and Behavioral Sciences 211, 232 – 236. DOI:
10.1016/j.sbspro.2015.11.028
Amalina et a. (2013). Shari'ah disclosures in Malaysian and Indonesian Islamic banks: The
Shari'ah governance system. Journal of Islamic Accounting and Business Research. Vol.
4 Issue: 2, pp.100-131. DOI: .org/10.1108/JIABR-10-2012-0063
Choudhury, M A dan Harahap, S S. (2008). Interrelationship between Zakat, Islamic bank and
the economy: A theoretical exploration. Managerial Finance, Vol. 34 Issue: 9, pp.610-
617. DOI: org/10.1108/03074350810890967
Djaghballou et al. (2018). Efficiency and productivity performance of zakat funds in Algeria.
International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management. Vol. 11
Issue: 3, pp.474-494. DOI: 10.1108/IMEFM-07-2017-0185
Hasnol A M dan Salleh, A P M. (2015). Integrating financial inclusion and saving motives into
institutional zakat practices: A case study on BruneI. International Journal of Islamic and
Middle Eastern Finance and Management. Vol. 8 Issue: 2, pp.150-170. DOI:
.org/10.1108/IMEFM-12-2013-0126
Mustafa et al. (2013). Antecedents of zakat payers' trust in an emerging zakat sector: an
exploratory study. Journal of Islamic Accounting and Business Research. Vol. 4 Issue: 1,
pp.4-25. DOI: .org/10.1108/17590811311314267
Nahar H S. (2018). Exploring stakeholders’ views on a corporatized zakat institution’s
management performance. International Journal of Ethics and Systems. Vol. 34 Issue: 4,
pp.608-631, DOI: .org/10.1108/IJOES-08-2018-0115
Nn. 2017. Baznas: Potensi Zakat di Indonesia Sangat Besar.[di unduh pada 21 Maret 2019].
Tersedia pada:
https://www.google.com/url?sa=i&source=web&cd=&ved=0ahUKEwjtntWkz53hAhXFp
I8KHVzKD5wQzPwBCAM&url=https%3A%2F%2Fkhazanah.republika.co.id%2Fberita
%2Fdunia-islam%2Fwakaf%2Fp05ukg335%2Fbaznas-potensi-zakat-di-indonesia-
sangat-besar&psig=AOvVaw3_egf0BCNGEWUwSj1lIH_H&ust=1553614534269720
Obaidullah M. (2016). Revisiting estimation methods of business zakat and related tax
incentives. Journal of Islamic Accounting and Business Research. Vol. 7 Issue: 4,
pp.349-364. DOI: .org/10.1108/JIABR-10-2014-0035
Sholahudin A. 2017. Mengapa Pengelolaan Zakat di Indonesia Masih Belum Efektif?. [diunduh
pada 23 Maret 2019]. Tersedia pada
https://www.kompasiana.com/afif114/58c799c1ca23bd3c089ceb66/mengapa-
pengelolaan-zakat-di-indonesia-masih-belum-efektif
Taha et al. (2017). Religiosity and transparency in the management of zakat institutions .
Journal of legal, ethical and regulatory. issues volume 20, issue 1,
Wahab et al. (2011). A framework to analyse the efficiency and governance of zakat institutions.
Journal of Islamic Accounting and Business Research. Vol. 2 Issue: 1, pp.43-62. DOI:
.org/10.1108/17590811111129508
Azura N dan Sanusi BT. (2014).The dynamics of capital structure in the presence of zakat and
corporate tax. International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and
Management. Vol. 7 No. 1, pp. 89-111. DOI 10.1108/IMEFM-11-2011-0083
Wahab et al. (2017). Towards developing service quality index for zakat institutions. Journal of
Islamic Accounting and Business Research. Vol. 8 Issue: 3, pp.326-333. DOI:
.org/10.1108/JIABR-09-2015-0040
Zaelani M A. 2018. Mengenal Lembaga Pengelola Zakat di Indonesia. [di unduh pada 21 Maret
2019] tersedia pada
https://www.kompasiana.com/zaelani_ma/5b1e0221ab12ae3f0b3e0f32/mengenal-
lembaga-pengelola-zakat-di-indonesia

Anda mungkin juga menyukai