0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
17 tayangan18 halaman
1. Wadiah adalah akad penitipan barang atau uang antara penitip (muwaddi') dan penerima titipan (mustauda') dengan tujuan menjaga keselamatan dan keutuhan barang titipan.
2. Terdapat dua jenis wadiah, yaitu wadiah amanah dimana penerima titipan hanya menjaga barang titipan, dan wadiah dhamanah dimana penerima titipan dapat menggunakan barang titipan.
3. Dalam w
1. Wadiah adalah akad penitipan barang atau uang antara penitip (muwaddi') dan penerima titipan (mustauda') dengan tujuan menjaga keselamatan dan keutuhan barang titipan.
2. Terdapat dua jenis wadiah, yaitu wadiah amanah dimana penerima titipan hanya menjaga barang titipan, dan wadiah dhamanah dimana penerima titipan dapat menggunakan barang titipan.
3. Dalam w
1. Wadiah adalah akad penitipan barang atau uang antara penitip (muwaddi') dan penerima titipan (mustauda') dengan tujuan menjaga keselamatan dan keutuhan barang titipan.
2. Terdapat dua jenis wadiah, yaitu wadiah amanah dimana penerima titipan hanya menjaga barang titipan, dan wadiah dhamanah dimana penerima titipan dapat menggunakan barang titipan.
3. Dalam w
Menurut jumhur ulama (Syafii, Maliki, Hambali) wadiah adalah mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara tertentu Al- wadi‟ah dapat diartikan titipan atau simpanan, yaitu titipan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki. Dari definisi di atas, secara esensi wadiah adalah menitipkan suatu harta atau barang kepada orang yang dapat dipercaya untuk dapat menjaganya. Akad wadiah adalah akad penitipan barang atau uang antara pihak yang mempunyai barang atau uang antara pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau uang. Wadiah menurut penjelasan Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007, “ adalah transaksi penitipan dana atau barang dari pemilik kepada penyimpan dana atau barang dengan kewajiban bagi pihak yang menyimpan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu”. Produk perbankan yang termasuk produk penghimpunan dana wadi‟ah adalah tabungan Menurut Pasal 20 angka 17 KHES wadiah adalah penitipan dana antara pihak pemilik dana dengan pihak penerima titipan yang dipercaya untuk menjagadana tersebut. Landasan Hukum Wadiah Dalil yang menghadirkan akad ini adalah dari QS. Al-Baqarah: 283 yang artinya, “Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya.” Rukun wadi’ah terdiri atas: a. muwaddi’/penitip; b. mustauda’/penerima titipan c. wadi’ah bih/harta titipan; dan d. akad. 1. Orang yang berakad: muwaddi’(penitip) dan mustauda (penerima titipan) - memp. Kecakapan hukum. Anak yang mumayyiz yang telah mendapat ijin wali boleh melakukan akad wadiah (madzab Hanafi) - harus berakal sehat. Para pihak yang melakukan akad wadi’ah harus memiliki kecakapan hukum (Pasal 372 KHES) 2. wadi’ah bih/harta titipan. Harta titipan harus jelas dan dapat dipegang dan dikuasai. Artinya barang titipan dapat diketahui jenisnya atau identitasnya dan dikuasai untuk dipelihara. Pasal 373 KHES: Harta wadi’ah harus dapat dikuasai dan diserahterimakan. 1. Wadiah yad al-amanah . adalah titipan murni dari pihak penitip (muwaddi’) yang mempunyai barang/aset kepada pihak penyimpan yang diberi amanah/kepercayaan, baik indivindu maupun badan hukum. tempat barang yang dititipkan harus dijaga dari kerusakan, kerugian, keamanan, dan keutuhannya, dan dikembalikan kapan saja penyimpan menghendaki. Dalam akad wadi’ah amanah, mustaudi’ tidak dapat menggunakan wadi’ah bih, kecuali atas izin muwaddi’ (Pasal 374 ayat (2) KHES) 2. Wadiah yad ad dhamanah bahwa pihak penyimpan bertanggung jawab atas segala kerusakan atau kehilangan yang terjadi pada barang/aset titipan. Pihak yang menerima titipan boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan. Pasal 374 (3) KHES: Dalam akad wadi’ah dhamanah, mustaudi’ dapat menggunakan wadi’ah bih tanpa seizin muwaddi’. 1. Mustaudi harus menyimpan wadi’ah bih di tempat yang layak dan pantas (Pasal 378 KHES) 2. Pasal 380 (1) KHES: Jika muwaddi’ tidak diketahui keberadaannya, mustaudi’ tetap harus menyimpan wadi’ah bih sampai diketahui dan/atau dibuktikan bahwa muwaddi’ telah tiada. 3. Pasal 384 KHES Mustaudi’ tidak berhak mengalihkan wadi’ah bih kepada pihak lain tanpa seizin muwaddi’. 4. Pasal 389 (1) Jika mustaudi’ meninggal dunia dan sebagian harta peninggalannya merupakan wadi’ah bih, maka ahli warisnya wajib mengembalikan harta tersebut kepada muwaddi’. 5. Mustaudi (penerima titipan) wajib menjaga amanat dengan baik dan tidak boleh menuntut upah (jasa) dari orang yg menitipkan (muwaddi). 1. Pasal 382 (1) KHES Jika wadi’ah bih memerlukan biaya perawatan dan pemeliharaan, maka muwaddi’ harus bertanggung jawab atas biaya tersebut. Bersifat titipan, pemilik dana bertindak sebagai penitip (muwaddi), sedangkan bank bertindak sbg. Pihak yg menerima titipan (mustauda’). Bank syariah memperoleh ijin dari nasabah untuk menggunakan dana tersebut selama penitipan berlangsung. Nasabah dapat menarik sebagian atau seluruh saldo simpanannya sewaktu-waktu atau sesuai perjanjian. Bank syariah dpt memberikn imbalan keuntungan.