Anda di halaman 1dari 18

 Wadiah atau titipan, merupakan akad yang

bersifat tolong menolong.


 Menurut jumhur ulama (Syafii, Maliki,
Hambali) wadiah adalah mewakilkan orang
lain untuk memelihara harta tertentu dengan
cara tertentu
 Al- wadi‟ah dapat diartikan titipan atau
simpanan, yaitu titipan sebagai titipan murni
dari satu pihak ke pihak lain, baik individu
maupun badan hukum yang harus dijaga dan
dikembalikan kapan saja si penitip
menghendaki.
 Dari definisi di atas, secara esensi wadiah
adalah menitipkan suatu harta atau barang
kepada orang yang dapat dipercaya untuk
dapat menjaganya.
 Akad wadiah adalah akad penitipan barang
atau uang antara pihak yang mempunyai
barang atau uang antara pihak yang diberi
kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga
keselamatan, keamanan, serta keutuhan
barang atau uang.
 Wadiah menurut penjelasan Pasal 3 Peraturan
Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007, “
adalah transaksi penitipan dana atau barang
dari pemilik kepada penyimpan dana atau
barang dengan kewajiban bagi pihak yang
menyimpan untuk mengembalikan dana atau
barang titipan sewaktu-waktu”.
 Produk perbankan yang termasuk produk
penghimpunan dana wadi‟ah adalah
tabungan
 Menurut Pasal 20 angka 17 KHES wadiah
adalah penitipan dana antara pihak pemilik
dana dengan pihak penerima titipan yang
dipercaya untuk menjagadana tersebut.
 Landasan Hukum Wadiah
 Dalil yang menghadirkan akad ini adalah dari
QS. Al-Baqarah: 283 yang artinya, “Akan
tetapi jika sebagian kamu mempercayai
sebagian yang lain, maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya
(hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya.”
 Rukun wadi’ah terdiri atas:
 a. muwaddi’/penitip;
 b. mustauda’/penerima titipan
 c. wadi’ah bih/harta titipan; dan
 d. akad.
1. Orang yang berakad: muwaddi’(penitip) dan
mustauda (penerima titipan)
- memp. Kecakapan hukum.
Anak yang mumayyiz yang telah mendapat ijin
wali boleh melakukan akad wadiah (madzab
Hanafi)
- harus berakal sehat.
 Para pihak yang melakukan akad wadi’ah
harus memiliki kecakapan hukum (Pasal 372
KHES)
 2. wadi’ah bih/harta titipan.
 Harta titipan harus jelas dan dapat dipegang
dan dikuasai. Artinya barang titipan dapat
diketahui jenisnya atau identitasnya dan
dikuasai untuk dipelihara.
 Pasal 373 KHES:
 Harta wadi’ah harus dapat dikuasai dan
diserahterimakan.
1. Wadiah yad al-amanah .
adalah titipan murni dari pihak penitip
(muwaddi’) yang mempunyai barang/aset
kepada pihak penyimpan yang diberi
amanah/kepercayaan, baik indivindu maupun
badan hukum.
tempat barang yang dititipkan harus dijaga
dari kerusakan, kerugian, keamanan, dan
keutuhannya, dan dikembalikan kapan saja
penyimpan menghendaki.
 Dalam akad wadi’ah amanah,
mustaudi’ tidak dapat
menggunakan wadi’ah bih,
kecuali atas izin muwaddi’ (Pasal
374 ayat (2) KHES)
2. Wadiah yad ad dhamanah
bahwa pihak penyimpan bertanggung jawab
atas segala kerusakan atau kehilangan yang
terjadi pada barang/aset titipan.
Pihak yang menerima titipan boleh
menggunakan dan memanfaatkan uang atau
barang yang dititipkan.
 Pasal 374 (3) KHES:
 Dalam akad wadi’ah dhamanah, mustaudi’
dapat menggunakan wadi’ah bih tanpa seizin
muwaddi’.
1. Mustaudi harus menyimpan wadi’ah bih di
tempat yang layak dan pantas (Pasal 378 KHES)
2. Pasal 380 (1) KHES: Jika muwaddi’ tidak
diketahui keberadaannya, mustaudi’ tetap harus
menyimpan wadi’ah bih sampai diketahui
dan/atau dibuktikan bahwa muwaddi’ telah
tiada.
3. Pasal 384 KHES Mustaudi’ tidak berhak
mengalihkan wadi’ah bih kepada pihak lain
tanpa seizin muwaddi’.
4. Pasal 389 (1) Jika mustaudi’ meninggal dunia
dan sebagian harta peninggalannya merupakan
wadi’ah bih, maka ahli warisnya wajib
mengembalikan harta tersebut kepada
muwaddi’.
5. Mustaudi (penerima titipan) wajib menjaga
amanat dengan baik dan tidak boleh menuntut
upah (jasa) dari orang yg menitipkan
(muwaddi).
 1. Pasal 382 (1) KHES Jika wadi’ah bih
memerlukan biaya perawatan dan
pemeliharaan, maka muwaddi’ harus
bertanggung jawab atas biaya tersebut.
 Bersifat titipan, pemilik dana bertindak
sebagai penitip (muwaddi), sedangkan bank
bertindak sbg. Pihak yg menerima titipan
(mustauda’). Bank syariah memperoleh ijin
dari nasabah untuk menggunakan dana
tersebut selama penitipan berlangsung.
Nasabah dapat menarik sebagian atau
seluruh saldo simpanannya sewaktu-waktu
atau sesuai perjanjian. Bank syariah dpt
memberikn imbalan keuntungan.

Anda mungkin juga menyukai