Anda di halaman 1dari 16

Akad Produk Simpanan

BAB III
AKAD PRODUK SIMPANAN1

Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai kaidah fikih muamalah dan
tujuh transaksi yang diharamkan. Pada Bab III ini akan dibahas mengenai
berbagai macam akad yang biasa digunakan dalam produk simpanan lembaga
keuangan syariah (LKS).
Akad secara bahasa berarti ikatan (

permufakatan (

), atau perikatan, perjanjian, dan

) dan dalam ilmu fikih disebut:

Pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan penerimaan


ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh pada obyek (yang
diikatkan).
Ketika menyusun suatu akad, harus diperhatikan rukun dan syarat akad.
Rukun ialah sesuatu (kewajiban) yang tidak boleh tidak harus ada di dalam suatu
akad dan jika tidak ada salah satunya, maka transaksi menjadi batal. Rukun akad
menurut para ulama terdiri dari: 1) pihak yang berakad; 2) obyek akad; 3)
tujuan pokok akad; dan 4) kesepakatan. Syarat adalah sesuatu yang
menimbulkan adanya hukum, tidak adanya syarat menimbulkan tidak adanya
hukum. Contoh syarat pihak yang berakad: cakap hukum dan tidak dalam
keadaan dipaksa.
Sesuai dengan tujuannya, akad dapat dikelompokkan menjadi dua
macam, yaitu akad tabarru dan akad tijarah. Akad tabarru adalah segala macam

Disusun oleh: KH. Kasmudi Ashshidiqi, SE., M.Akt dan Dr. H. Ardito Bhinadi, M.Si

Bab III - 42

Akad Produk Simpanan


perjanjian yang menyangkut transaksi nirlaba (tidak mencari keuntungan). Akad

tijarah adalah segala macam perjanjian yang menyangkut transaksi untuk


memperoleh keuntungan. Menurut kaidah fikih tentang akad, akad tabarru tidak
boleh dirubah menjadi akad tijarah. Maksudnya, setiap transaksi yang asalnya
bermaksud untuk tidak mendapatkan keuntungan, kemudian setelah terjadinya
akad ternyata pihak yang terkait di dalamnya mengharapkan keuntungan dari
transaksi tersebut, maka transaksi itu dilarang. Contoh: A memberikan pinjaman
murni kepada B sebanyak satu juta rupiah dengan perjanjian B mengembalikan
satu juta rupiah tanpa adanya tujuan mencari keuntungan sama sekali. Setelah
terjadi transaksi, selang beberapa hari kemudian A berkata pada B: berhubung
saya sudah membantu memberikan pinjaman kepada kamu maka tolonglah saya
diberi tanda syukur berupa kamu bekerja di tempat saya selama tiga hari tanpa
dibayar. Demikian ini contoh akad tabarru dirubah menjadi akad tijarah,
hukumnya haram.
Kaidah fikih mengatakan:
Artinya: setiap utang piutang yang mendatangkan manfaat (bagi orang yang
berpiutang, muqtaridh) maka ia adalah riba. Hal ini juga melanggar prinsip ayat:

972
Kamu tidak boleh mendhalimi dan tidak boleh didhalimi.
Dengan adanya A memperkerjakan B selama tiga hari tanpa dibayar,
dikaitkan dengan piutang A yang ada pada B maka berarti A telah melakukan
kedhaliman kepada B, dan B didhalimi oleh A karena diperas tenaganya secara
paksa tanpa dibayar.
Sebaliknya, akad tijarah boleh dirubah menjadi akad tabarru. Dalam
setiap transaksi yang asalnya bertujuan mendapatkan keuntungan, kemudian
setelah terjadinya akad pihak yang terkait di dalamnya meringankan/
memudahkan pihak yang lain dengan menjadikan akad tersebut menjadi akad
Bab III - 43

Akad Produk Simpanan

tabarru

(tanpa ada tambahan keuntungan), maka transaksi itu dibolehkan.

Contoh: A menjual jam tangan kepada B seharga Rp 2.500.000 dicicil selama


tiga bulan. Dari jual beli ini, A mengambil keuntungan Rp 500.000 setelah satu
minggu A mentransaksikan kepada B dengan akat tijarah, tiba-tiba A merubah
akadnya menjadi akad tabarru, yaitu dengan cara A berkata kepada B: B saya
tidak jadi menjual jam tangan itu kepadamu, tetapi saya shadaqahkan saja
kepadamu supaya kamu tidak mempunyai tanggungan membayar kepada saya.
Maka hal ini hukumnya boleh.
Secara umum, di dalam Lembaga Keuangan Syariah (LKS) baik berbentuk
bank syariah maupun Baitul Maal wat Tamwil (BMT), mereka memiliki dua
produk yaitu produk simpanan dan produk pembiayaan. Secara umum ada tiga
produk simpanan yang dikelola oleh bank syariah, yaitu produk tabungan,
deposito, dan giro. Pada bab berikut akan dibahas mengenai akad-akad yang
digunakan dalam produk simpanan.
3.1. Tabungan
Salah satu fungsi LKS adalah menghimpun dana dari masyarakat antara
lain melalui produk berupa tabungan. Perjanjian untuk produk tabungan dapat
menggunakan akad wadiah atau akad mudharabah.
3.1.1. Wadiah

Wadiah (titipan) adalah titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik
individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja
si penitip menghendaki. Wadiah adalah akad antar pemilik barang/modal
(mudi) dengan penerima titipan (wadi) untuk menjaga harta/modal (ida) atau
kerugian dan untuk keamanan harta.
Rukun wadiah:
1. pihak yang berakad, yaitu penitip (muwaddi) dan yang menerima titipan
(wadi);
2. obyek yang diakadkan, yaitu barang yang dititipkan (wadiah/ida);
3. ijab (serah);
Bab III - 44

Akad Produk Simpanan


4. qabul (terima).
Syarat wadiah:
1. pihak yang berakad: cakap hukum, sukarela (ridho), tidak dalam keadaan
dipaksa/terpaksa di bawah tekanan;
2. obyek yang diakadkan: merupakan milik mutlak bagi penitip (muwaddi);
3. sighot: apa yang dititipkan harus jelas dan tidak mengandung persyaratanpersyaratan lain.
Sifat wadiah:
1. pihak yang berakad: para pihak dapat membatalkan perjanjian akad ini
setiap saat, karena wadiah termasuk akad ghairu lazim;
2. terdapat unsur permintaan tolong dari penitip (muwaddi) dan pemberian
pertolongan adalah hak dari penerima titipan (wadi), kalau penerima titipan
tidak mau, maka tidak ada kewajiban baginya untuk menjaga titipan;
3. apabila penerima titipan mengharuskan adanya pembayaran berupa upah
atau biaya administrasi maka akad wadiah berubah menjadi akad ijarah
(sewa) yang mengandung unsur lazim.
Penjelasan:

Penerima simpanan tangan amanah = yad al-amanah

Penerima simpanan tangan penanggung = yad adh-dhamanah

Penitip = muwaddi

Pemilik barang = mudi

Penerima titipan = wadi/mustauda

Penyimpan = mustaudi /wadi

Harta/modal = ida

Jadi wadiah itu ada dua macam:

1. Wadiah yad al-amanah


2. Wadiah yad adh-dhamanah
1. Wadiah yad al-amanah
Wadiah yad al-amanah adalah akad titipan di mana penerima titipan
(custodian) adalah penerima kepercayaan (trustee), artinya dia tidak diharuskan
Bab III - 45

Akad Produk Simpanan


mengganti segala resiko kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada aset
titipan (karena akadnya adalah titipan murni), kecuali bila hal itu terjadi karena
akibat kelalaian atau kecerobohan dari penerima titipan. Barang/obyek titipan
tidak boleh diubah atau diganti dengan jenis yang sama oleh pihak yang
menerima titipan (karena akadnya adalah titipan murni), titipan tersebut akan
diambil kembali oleh penitip sebagaimana kondisi, bentuk dan kriteria semula
pada saat dititipkan. Penerima titipan berhak mendapatkan upah (ujrah) di
dalam akad wadiah yad al-amanah karena telah menjaga, memelihara dan
mengamankan barang titipan tersebut sampai diambil kembali oleh pihak penitip.
Contoh dalam dunia perbankan: safe deposit box (kotak penyimpanan
barang/uang). Bank menerima fee (upah) karena menjaga keamanan barang
yang dimasukkan dalam kotak tersebut.

2.Wadiah yad al-dhamanah


Wadiah yad al-dhamanah adalah akad titipan di mana penerima titipan
adalah penerima kepercayaan yang sekaligus sebagai penjamin (guarantor)
keamanan aset yang dititipkan. Penerima titipan memperoleh izin dari pemilik
aset

titipan/barang/harta

untuk

menggunakannya

dalam

perniagaan

/perdagangan selama aset tersebut berada ditangannya serta berhak atas


pendapatan/keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan aset tersebut.
Penitip/penyimpan mempunyai kebebasan mutlak untuk sewaktu-waktu
menarik kembali sebagian atau seluruh asetnya dan semua keuntungan yang
dihasilkan dari pengelolaan harta tersebut selama dalam status simpanan adalah
menjadi hak penerima titipan. Penerima titipan boleh memberikan bonus kepada
pemilik aset atas kehendaknya sendiri tanpa diikat oleh perjanjian. Dalam dunia
perbankan wadiah yad adh-dhamanah digunakan dalam bentuk:
- current account (berbentuk giro);

- saving account (tabungan dan deposito).


Catatan: Di beberapa Negara seperti Iran, produk giro berdasarkan prinsip Qord

al-Hasan; di Malaysia saving account

tidak berdasarkan prinsip wadiah

melainkan berdasarkan prinsip mudharabah.


Bab III - 46

Akad Produk Simpanan


Beberapa dalil al-Quran dan al-Hadits yang menjelaskan secara implisit
mengenai akad wadiah adalah berikut ini.

85
Sesungguhnya Alloh memerintahkan kepada kalian untuk mendatangkan
(melaksanakan) pada amanat kepada ahlinya (yang memberikan amanah).

Datangkanlah amanat kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas


khianat pada orang yang berkhianat padamu.

Dari Amr bin Suaib, dari bapaknya, dari kakeknya, ia berkata, bersabda
Rasululah SAW: Barangsiapa yang dititipi barang titipan, maka dia tidak ada
kewajiban menanggung ganti rugi atasnya.

Dari Aisyah RA, dia berkata: Bersabda Rasulullah SAW: (Hak mendapatkan)
upah/keuntungan itu karena menjamin atau menanggung.

Bab III - 47

Akad Produk Simpanan


Mekanisme penggunaan akad wadiah dalam produk simpanan di bank
syariah dapat diuraikan berikut ini.
1. Penabung menyimpan uangnyanya di bank syariah dengan akad wadiah yad
adh-dhomanah.
2. Bank menyalurkan uang yang dihimpun dari para penabung dengan prinsip
syariah kepada pengguna dana (pembiayaan syariah).
3. Bank memperoleh bagi hasil, bagian keuntungan atau jasa sesuai dengan
akad pembiayaan antara bank dengan pengguna dana.
4. Hasil yang diterima bank dari produk pembiayaan sebagian digunakan untuk
memberikan bonus kepada para penabung.

Gambar 3.1. Mekanisme Penyimpanan Dana dengan Akad Wadiah


Ada beberapa ketentuan yang terkait dengan tabungan yang menggunakan akad
wadiah.
1. Bersifat simpanan.
2. Simpanan bisa diambil kapan saja (on call ) atau berdasarkan kesepakatan.
3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian
(athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.

3.1.2. Mudharabah
Dalam penyimpanan uang, bisa juga digunakan akad mudharabah. Al-

Mudharabah/trust financing/trust investment/trust profit sharing:

Bab III - 48

Akad Produk Simpanan

adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak, di mana pihak pertama

(shahibul maal)

menyediakan seluruh modal (100%), dan pihak lainya

adalah sebagai pengusaha/pengelola (mudharib);

keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam


akad;

apabila terjadi kerugian akibat kelalaian dan kecerobohan mudharib maka


kerugian ditanggung oleh mudharib;

apabila terjadi kerugian bukan karena kelalaian dan kecerobohan mudharib


seperti kerugian akibat bencana alam, kerusuhan dan faktor eksternal
lainnya di luar kemampuan mudharib, maka kerugian ditanggung oleh

shahibul maal.
Rukun Mudharabah:
1. Pihak yang berakad

Pemilik modal (shahibul maal)

Pengelola dana (mudharib)

2. Obyek yang diakadkan

Modal (maal)

Kerja

Keuntungan (ribh)

3. Akad

Serah (sighat)

Terima (qabul)

Syarat Mudharabah:
1. Pihak yang berakad.

Shahibul maal dan mudharib, cakap hukum/kedua-duanya harus memiliki


kemampuan untuk diwakili dan mewakilkan.

2. Obyek yang diakadkan adalah modal, kerja dan nisbah.

Modal yang disetorkan kepada mudharib, harus jelas jumlah dan mata
uangnya.

Jangka waktu pengelolaan modal.


Bab III - 49

Akad Produk Simpanan

Jenis pekerjaan yang di mudharabah-kan

Proporsi pembagian keuntungan (nisbah).

Akad Sighot (bentuk) Mudharabah:

Harus jelas dan disebutkan secara spesifik, dengan siapa berakad.

Antara ijab-qabul harus selaras, baik dalam modal, kerja dan penentuan
nisbah.

Tidak mengandung ketentuan yang bersifat menggantungkan keabsahan


transaksi pada hal/kejadian yang akan datang.

Mudharabah ada dua macam yaitu:


1. Mudharabah mutlaqah
2. Mudharabah muqayyadah

Mudharabah mutlaqah adalah kontrak mudharabah yang cakupannya


sangat luas dan tidak dibatasi oleh ketentuan khusus (tidak memiliki ikatan
tertentu) sepanjang sesuai dengan syariah. Ada ungkapan tentang hal ini ifal

ma syita (lakukanlah sesukamu) dari shahibul maal kepada mudharib .


Mudharabah muqayyadah (restricted mudharabah/specified mudharabah)
adalah kebalikan dari mudharabah mutlaqah. Mudharib dibatasi dengan
ketentuan-ketentuan khusus seperti jenis usaha, waktu, tempat usaha, dan
seterusnya (adalah kontrak mudharabah yang memiliki ikatan tertentu).

Gambar 3.2. Mekanisme Penyimpanan Dana dengan Akad Mudharabah


Bab III - 50

Akad Produk Simpanan

Mudharabah aplikasi dari perbankan/LKS:

Mudharabah

biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan &

pendanaan.

Pada sisi penghimpunan dana, biasanya diterapkan pada tabungan


berjangka (untuk tujuan khusus seperti: tabungan haji, tabungan kurban,
dll), deposito biasa.

Special investment di mana dana yang dititipkan nasabah, khusus untuk


bisnis tertentu saja, misal: murabahah saja, ijarah saja.
Dalam transaksi tabungan mudharabah ini nasabah bertindak sebagai

pemilik dana (shahibul maal) dan LKS/perbankan syariah bertindak sebagai


pengelola

dana

(mudharib).

Dalam

kapasitasnya

sebagai

mudharib,

LKS/perbangkan syariah dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak


bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk di
dalamnya melakukan akad mudharabah dengan pihak lain. Dana yang disetor
sebagai modal melalui tabungan

mudharabah harus

dinyatakan jumlahnya

dalam bentuk tunai.


Nasabah wajib memelihara saldo tabungan minimum yang ditetapkan
oleh LKS dan tidak dapat ditarik oleh nasabah kecuali dalam rangka penutupan
rekening. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan
dituangkan dalam akad pembukaan rekening. Bagi hasil mudharabah dapat
dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu bagi laba (profit sharing)
atau bagi pendapatan (revenue sharing). Metode bagi laba (profit

sharing)

dihitung dari total pendapatan setelah dikurangi seluruh biaya operasional.


Metode bagi pendapatan (revenue sharing) dihitung dari total pendapatan
mudharabah yang diterima oleh LKS.
Pemberian bagi hasil untuk nasabah didasarkan pada saldo rata-rata
dalam satu bulan laporan. Lembaga Keuangan Syariah sebagai mudharib
Bab III - 51

Akad Produk Simpanan


menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan nisbah keuntungan
yang menjadi haknya.

Biaya operasional tabungan yang menjadi beban LKS

sebagai mudharib adalah biaya-biaya yang timbul berkaitan dengan operasi


pengelolaan dana kecuali biaya administrasi. Contoh biaya administrasi antara
lain biaya penggantian buku, biaya cetak laporan, biaya cetak rekening, dan
biaya materai. Lembaga Keuangan Syariah tidak diperkenankan mengurangi
nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah.
Dalil-dalil yang berkaitan dengan mudharabah:

Dari Ala bin Abdurrohman dari bapaknya dari kakeknya, sesungguhnya Utsman
bin Affan menyerahkan hartanya sebagai modal, di mana kakeknya Ala (Yaqub)
bekerja mengelola harta, dan bahwa untungnya dibagi dua diantara mereka.

Tiga hal di dalamnya ada kebarokahan, jual beli sistim jatuh tempo, muqaradhah
(mudharabah) dan mencampur gandum dengan syair untuk di rumah bukan
untuk dijual.

Bab III - 52

Akad Produk Simpanan

Adalah Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib ketika menyerahkan hartanya


sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharibnya agar tidak
mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah/jurang, serta tidak membeli
hewan ternak. Jika persyaratannya dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung
risikonya. Maka sampai persyaratan itu kepada Rasululah SAW, dan beliau
memperbolehkannya.

Diriwayatkan dari Umar bin Khatab, Aisyah, Ibnu Masud dan Ibnu Umar mereka
berkata perdagangkanlah harta anak yatim supaya tidak dimakan oleh zakat,
maka para shahabat melakukan kerjasama mudharabah dengan harta bendanya
anak yatim dan sungguh-sungguh telah diriwayatkan dari Nabi SAW bahwa
beliau bersabda: Gunakanlah untuk usaha harta anak yatim supaya tidak
dimakan oleh zakat dan dia bersabda: supaya tidak dihilangkan oleh zakat
(hadits ini kedudukannya mursal).

Bab III - 53

Akad Produk Simpanan

Dan Amr bin Syuaib meriwayatkan dari bapaknya dari kakeknya dia berkata:
Rasulullah SAW berkhutbah dan bersabda: ketahuilah barang siapa yang
meramut harta anak yatim hendaknya diperdagangkan dan jangan sampai
dibiarkan lantas dimakan oleh zakat. Atsar shahabat yang saya sebutkan dan
yang semisalnya menunjukkan atas bolehnya kerjasama mudharabah dalam hal
yang telah kami sebutkan dari ijma para ulama dan kesepakatan para fuqaha /
imam-imam ahli fatwa atas bolehnya kerjasama mudharabah sebagai hujjah
yang cukup memuaskan insya Allah dan berdasarkan taufiq dari Allah.
Imam Malik menceritakan dalam kitab Muwatho dari Zaid bin Aslam dari
bapaknya, bahwa Abdullah dan Ubaidillah bin Umar bin Khattab keluar mengikuti
peperangan di Irak. Ketika mereka berdua pulang dari peperangan melewati
Basroh bertemu dengan Abu Musa al-Asyari sebagai amir Basroh, maka
keduanya disambut dengan ucapan selamat datang dan dipermudah urusannya,
kemudian Abu Musa al-Asyari berkata: seandainya aku mampu memberi kalian
berdua sesuatu yang bermanfaat niscaya aku lakukan. Kemudian dia berkata o
ya, disini ada harta sabilillah, aku hendak mengirimkannya kepada amirul
muminin, maka aku pinjamkan dulu harta itu kepada kamu berdua, lantas
gunakanlah untuk membeli dagangan dari Irak, kemudian juallah dagangan
tersebut di Madinah, kemudian pokok modalnya berikan pada Amirul Muminin
dan keuntungannya untuk kamu berdua. Keduanya berkata, Aku senang
tentang tawaranmu itu. Lantas Abu Musa al-Asyari melakukannya dan menulis
surat kepada khalifah Umar bin Khattab agar mengambil harta sabilillah yang dia
Bab III - 54

Akad Produk Simpanan


kirimkan melalui kedua anaknya. Ketika keduanya sampai di Madinah maka
dijuallah dagangannya dan mereka berdua memperoleh keuntungan.
Ketika pokok modal diberikan kepada khalifah Umar, maka beliau
bertanya, apakah semua tentara dipinjami seperti dia meminjami kamu
berdua?. Keduanya menjawab Tidak. Khalifah Umar bin Khattab berkata:
karena kamu berdua anak dari Amirul Muminin maka dia memberikan
pinjaman. Berikanlah pokok modal bersama semua keuntungannya kepadaku!
Adapun Abdullah maka dia diam saja tetapi Ubaidillah berkata Wahai amirul
Muminin tidak seyogyanya kamu berbuat begitu, seandainya harta ini berkurang
atau rusak, niscaya kami berdua menanggung untuk menggantikannya. Khalifah
Umar berkata, Berikanlah semua kepadaku, maka Abdullah diam dan Ubaidillah
mengulangi perkataannya lagi, lantas seseorang dari teman duduk Khalifah Umar
berkata, Wahai Umar, alangkah baiknya seandainya kamu jadikan masalah ini
sebagai kerjasama Mudharabah! Khalifah Umar berkata Sungguh aku telah
menjadikannya kerjasama mudharabah. Maka Umar mengambil pokok modal
dan setengah dari keuntungan, dan Abdullah serta Ubaidillah bin Umar bin
Khattab juga mengambil setengah dari keuntungan.
Contoh akad tabungan mudharabah dalam perbankan:
Tabungan Bank Syariah ABC: akad yang digunakan adalah mudharabah
muthlaqah. Setoran awal Rp 80.000 (perseorangan) dan Rp 1.000.000 (non
perseorangan). Porsi nisbah nasabah 34% dan porsi nisbah bank 66%. Contoh
simulasi: jika saldo nasabah bulan Juni Rp 100.000.000; saldo rata-rata seluruh
nasabah BSM Rp 40.000.000.000; pendapatan bank yang dibagi hasilkan untuk
nasabah tabungan Rp 1.000.000.000; jumlah hari penempatan 30 hari.
Maka bagi hasil yang diperoleh nasabah sebelum dipotong pajak:
Bagi hasil yang diterima nasabah =
[nisbah nasabah x pendapatan yang dibagi hasilkan x (saldo nasabah / rata-rata
saldo total nasabah bank)] / 12
= [34% x Rp 1.000.000.000 x (Rp 100.000.000 / Rp 40.000.000.000)] / 12
Bab III - 55

Akad Produk Simpanan


= Rp 70.833.

3.2.Deposito Mudharabah
Salah satu fungsi LKS adalah menghimpun dana dari masyarakat antara
lain melalui produk LKS berupa deposito mudharabah. Nasabah bertindak
sebagai pemilik dana (shahibul maal) dan LKS bertindak sebagai pengelola dana
(mudharib). Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, LKS dapat melakukan
berbagai macam

usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan

mengembangkannya, termasuk di dalamnya melakukan akad mudharabah


dengan pihak lain.

Dana yang disetor sebagai modal melalui deposito

mudharabah harus dinyatakan

jumlahnya dalam bentuk tunai. Pembagian

keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad
pembukaan rekening.
Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua
metode yaitu bagi laba (profit sharing) atau bagi pendapatan (revenue sharing).
Metode bagi laba (profit sharing) dihitung dari total pendapatan setelah
dikurangi seluruh biaya operasional. Metode bagi pendapatan (revenue sharing)
dihitung dari total pendapatan mudharabah yang diterima oleh LKS.
Ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam akad deposito
mudharabah:
1. dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal)
dan LKS bertindak sebagai pengelola dana (mudharib);
2. dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai
macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan
mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain;
3. modal harus dinyatakan dengan jumlahnya dalam bentuk tunai dan bukan
piutang;
4. pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan
dituangkan dalam akad pembukaan rekening;
5. Lembaga Keuangan Syariah sebagai mudharib menutup biaya operasional
deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya;
Bab III - 56

Akad Produk Simpanan


6. biaya operasional deposito yang menjadi beban LKS sebagai mudharib
adalah biaya-biaya yang timbul berkaitan dengan operasi pengelolaan dana
kecuali biaya administrasi, contoh biaya administrasi untuk deposito antara
lain biaya

materai.

Lembaga Keuangan Syariah tidak diperkenankan

mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah;


7. Lembaga Keuangan Syariah tidak diperkenankan untuk mengurangi nisbah
keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.
Contoh:
Deposito Bank Syariah Mandiri: akad yang digunakan adalah mudharabah
muthlaqah. Porsi nisbah nasabah 51% dan porsi nisbah bank 49%.
Bagi hasil yang diterima nasabah =
[nisbah nasabah x pendapatan yang dibagi hasilkan x (saldo nasabah / rata-rata
saldo total nasabah bank)] / 12
Contoh simulasi: jika saldo nasabah bulan Juni Rp 300.000.000; saldo rata-rata
seluruh nasabah BSM Rp 50.000.000.000; pendapatan bank yang dibagi hasilkan
untuk nasabah tabungan Rp 2.000.000.000; jumlah hari penempatan 30 hari;
maka bagi hasil yang diperoleh nasabah sebelum dipotong pajak:
Bagi hasil yang diterima nasabah =
[nisbah nasabah x pendapatan yang dibagi hasilkan x (saldo nasabah / rata-rata
saldo total nasabah bank)] / 12
=[51% x Rp 2.000.000.000 x (Rp 300.000.000 / Rp 50.000.000.000)] / 12
= Rp 510.000.

Bab III - 57

Anda mungkin juga menyukai