Anda di halaman 1dari 32

Nama : Nazla Aulia

NIM : 11190490000092
Matkul : Hukum Zakat dan Wakaf
Kelas : HES A

Resume Sejarah dan Politik Hukum Zakat dan Wakaf di Indonesia


A. Sejarah Pengelolaan Zakat di Indonesia
a. Masa Awal Kedatangan Islam (Zakat tidak tercantum dalam kitab hukum
kerajaan)
Pada masa awal kedatangan Islam di Indonesia, tidak ditemukan bukti sejarah yang
menunjukkan penguasa mewajibkan masyarakatnya untuk berzakat. Hal ini terutama
terjadi di sebagian daerah dimana terdapat pemisahan antara kekuasaan politik dan
kekuasaan agama, seperti di Jawa. Namun, di sebagian daerah lain dimana pola
islamisasinya lebih integratif seperti di Aceh, penguasa dapat sekaligus melaksanakan
pengelolaan zakat yang wajib dibayarkan masyarakat. Kendati demikian, istilah zakat tidak
pernah disebutkan sama sekali dalam kitab-kitab hukum kerajaan (Fauzia, 2013).

b. Masa Kolonial (Ada peraturan yang melarang pemerintah turut campur dalam
pengumpulan zakat)
Kolonialisasi Belanda semakin membuat zakat berada di luar kewenangan penguasa.
Bahkan pada 1866 pemerintah mengeluarkan peraturan (bijblad 1892) yang melarang keras
kepala desa sampai bupati turut campur dalam pengumpulan zakat.(Steenbrink, 1984).
Penguasa hanya mengelola pajak yang diwajibkan bagi masyarakat, sedangkan zakat
dikelola oleh para pemuka agama dan lebih bersifat sukarela. Hal ini terus berlangsung
sampai masa kemerdekaan. Pemerintah tidak terlibat dalam pengelolaan zakat di Indonesia
dan tidak ada hukum negara yang mengaturnya.

c. Masa Kemerdekaan – Orde Baru (Ketiadaaan peraturan perundang-undangan


terkait zakat dan pemerintah belum terlibat langsung dalam pengelolaan zakat)
Tidak diaturnya zakat dalam hukum positif menjadikan zakat lemah dan potensinya
tidak termanfaatkan dengan optimal. Tahun 1968 dikeluarkan Peraturan Menteri Agama
No. 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Badan Amil Zakat dan Peraturan Menteri Agama
No. 5 Tahun 1968 tentang Pembentukan Baitul Mal di tingkat pusat, provinsi dan
kabupaten/kotamadya. Namun, pada tanggal 26 Oktober 1968 Presiden Soeharto
mengumumkan bahwa sebagai pribadi beliau bersedia untuk mengurus pengumpulan zakat
secara besar-besaran. Pernyataan Presiden ini menganulir pelaksanaan Peraturan Menteri
Agama terkait dengan zakat dan baitul mal. Tidak lama kemudian, Instruksi Menteri
Agama No. 1 Tahun 1969 menyatakan bahwa pelaksanaan Peraturan Menteri Agama No.
4 dan No. 5 Tahun 1968 ditunda sampai batas waktu yang tidak ditentukan.

d. Masa reformasi – tahun 2011 (Rezim UU No.38 Tahun 1999) : Zakat dikelola oleh
BAZ (pemerintah pusat & daerah) maupun LAZ (masyarakat) yang bergerak
sendiri-sendiri.
Pada tahun 1969 pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden No. 44 tahun 1969
tentang Pembentukan Panitia Penggunaan Uang Zakat .Di lingkungan pegawai
kementerian/lembaga/BUMN dan korporasi pun dibentuk pengelola zakat dibawah
koordinasi badan kerohanian Islam setempat, seperti BAMUIS BNI (1967), LAZ Yaumil
PT Bontang LNG (1986), dan Baitul Mal Pupuk Kujang (1994). Pada 1981 Departemen
Agama membentuk Yayasan Amal Jariah untuk menghimpun dana sosial umat Islam.
Yayasan ini kemudian diubah oleh Presiden menjadi Yayasan Amal Bakti Muslim
Pancasila pada 1982 yang memotong gaji PNS secara langsung. Pada 1990an masyarakat
sipil pun turut membentuk lembaga-lembaga zakat (LAZ), seperti Yayasan Dana Sosial Al
Falah (1987), Dompet Dhuafa Republika (1993), Rumah Zakat Indonesia (1998), Pos
Keadilan Peduli Umat (1999), dan DPU Daarut Tauhiid (1999).
Keberadaan pengelola zakat semi-pemerintah secara nasional dikukuhkan dengan
Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama No. 29 dan
No. 47 Tahun 1991 tentang Pembinaan BAZIS yang menjadi dasar legalitas bagi BAZ.
Zakat mulai masuk ke dalam hukum positif Indonesia pada tahun 1999 dengan UU No.
38 Tahun 1999 yang diterbitkan pada masa Presiden B.J. Habibie dan Menteri Agama H.A.
Malik Fadjar. Berdasarkan Undang-undang ini, zakat dapat dikelola baik oleh lembaga
amil bentukan pemerintah yaitu BAZ maupun oleh LAZ. Undang-undang ini mengatur
adanya sanksi bagi organisasi pengelola zakat (OPZ) yang tidak amanah.

e. Tahun 2011 – sekarang (Rezim UU No 23 Tahun 2011) :Zakat dikelola oleh


BAZNAS (pemerintah) dan LAZ (masyarakat) dengan BAZNAS sebagai
koordinator.
Masuknya zakat ke dalam Undang-undang ini tentu merupakan sebuah kemajuan.
Namun demikian, UU ini tidak menegaskan zakat sebagai kewajiban, dengan tidak adanya
sanksi bagi masyarakat yang tidak menunaikan kewajiban berzakatnya. Undang-undang
Pengelolaan Zakat tahun 1999 kemudian diubah dengan Undang-undang No 23 Tahun
2011 dan diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2014. Pemerintah di masa
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Instruksi Presiden No 3 Tahun 2014
tentang Optimalisasi Pengumpulan Zakat di Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah,
BUMN dan BUMD Melalui BAZNAS.1

B. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN WAKAF DI INDONESIA


Di Indonesia, kegiatan wakaf dikenal seiring dengan perkembangan dakwah Islam di
Nusantara. Masa pemerintahan kolonial merupakan momentum kegiatan wakaf. Karena
pada masa itu, kegiatan wakaf dilakukan terbatas hanya pada organisasi keagamaan,
sekolah, madrasah, pondok pesantren, masjid, semuanya merupakan swadaya dan berdiri
di atas tanah wakaf sehingga kurang bermanfaat secara ekonomis bagi rakyat banyak.
Walaupun beberapa aturan telah dibuat oleh pemerintah terkait dengan mekanisme
wakaf, seperti PP Nomor 28 Tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik, akan tetapi PP
ini hanya mengatur wakaf pertanahan saja dan kegunaannya pun terbatas pada kegiatan
sosial keagamaan, seperti masjid, kuburan, madrasah, dan lain-lain.
Karena minimnya regulasi yang mengatur tentang perwakafan, maka tidaklah
heran jika perkembangan wakaf di Indonesia mengalami stagnasi. Stagnasi perkembangan
wakaf di Indonesia mulai mengalami dinamisasi ketika pada tahun 2001, beberapa praktisi
ekonomi Islam mulai mengusung paradigma baru ke tengah masyarakat mengenai konsep
baru pengelolaan wakaf tunai untuk peningkatan kesejahteraan umat. Kemudian pada tahun
2002, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyambut konsep tersebut dengan mengeluarkan
fatwa yang membolehkan wakaf uang (waqf al-nuqud).
Fatwa MUI tersebut kemudian diperkuat oleh hadirnya UU No. 41/2004 tentang
wakaf yang menyebutkan bahwa wakaf tidak hanya benda tidak bergerak, tetapi juga dapat
berupa benda bergerak, seperti uang. Selain itu, diatur pula kebijakan perwakafan di
Indonesia, mulai dari pembentukan nazhir sampai dengan pengelolaan harta wakaf. Setelah
melalui proses panjang, pada penghujung tahun 2006 terbitlah PP No. 42/2006 tentang
Pelaksanaan UU Wakaf. Setelah itu, pada juli 2007 keluar Keputusan Presiden Republik
Indonesia nomor 75/M tahun 2007 yang memutuskan dan mengangkat keanggotaan Badan
Wakaf Indonesia periode 2007- 2010. (Nur Kholis, 2009).2

1
BAZNAS. 2017. Arsitektur Zakat Indonesia. Jakarta Pusat : Pusat Kajian Strategis Badan Amil
Zakat Nasional (BAZNAS)
2
Mochlasin, Sofyan. 2014. Manajemen Zakat dan Wakaf. Jawa Tengah : STAIN Salatiga Press
Benda Zakat dan Wakaf dalam Peraturan Perundang-Undangan

OBJEK ZAKAT
Harta benda yang termasuk zakat menurut UU no.38 tahun 1999, yaitu
1. Emas, perak, dan uang
2. Perdagangan dan perusahaan
3. Hasil pertanian, perkebunan, dan perikanan
4. Hasil pertambangan
5. Hasil peternakan
6. Hasil pendapatan dan jasa
7. Rikaz (barang temuan)

Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat pada Pasal 4, zakat
meliputi zakat mal dan zakat fitrah.
A. Zakat mal adalah harta yang dikeluarkan oleh muzaki melalui amil zakat
resmi untuk diserahkan kepada mustahik. Zakat mal (harta) meliputi : (a)
emas, perak, dan logam mulia lainnya, (b) uang dan surat berharga lainnya,
(c) perniagaan, (d) pertanian, perkebunan, dan kehutanan, (e) peternakan
dan perikanan, (f) pertambangan, (g) perindustrian, (h) pendapatan dan
jasa, dan (i) rikaz
B. Zakat Fitrah dapat berupa beras (makanan pokok) atau dapat diganti dengan
uang yang senilai dengan beras (makanan pokok) tersebut.

Perbedaan pertambangan : sesuatu yang memang dicari hasil temuan iliah terhadap
objek atau tempat, membutuhkan biaya yang besar untuk produksi
Rikaz : barang temuan yang tidak diduga-duga, biaya yang dikeluarkan tidak besar.

OBJEK WAKAF
Harta Benda Wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat
jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh
Wakif .Objek wakaf harus merupakan benda milik yang bebas segala pembebanan, ikatan,
sitaan, dan sengketa. Harta benda wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan
dikuasai oleh Wakif secara sah (pasal 15).
Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Harta benda wakaf
terdiri dari: (pasal 16)
1. benda tidak bergerak
a. hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;
b. bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana
dimaksud pada huruf a;
c. tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
d. hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
e. benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2. benda bergerak adalah harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi,
meliputi:
a. uang;
b. logam mulia;
c. surat berharga;
d. kendaraan;
e. hak atas kekayaan intelektual; / hak cipta paten
f. hak sewa; dan
g. benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda wakaf hanya dapat
diperuntukkan bagi: (Pasal 22)
a. sarana dan kegiatan ibadah;
b. sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;
c. bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa;
d. kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau
e. kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah
dan peraturan perundang-undangan.
Wakaf Benda Bergerak Berupa Uang
Pasal 28
Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah
yang ditunjuk oleh Menteri.
Pasal 29
1) Wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
dilaksanakan oleh Wakif dengan pernyataan kehendak Wakif yang dilakukan
secara tertulis.
2) Wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang.
3) Sertifikat wakaf uang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dan
disampaikan oleh lembaga keuangan syariah kepada Wakif dan Nazhir sebagai
bukti penyerahan harta benda wakaf.

Sistem Pengelolaan dan Pengembangan Zakat dan wakaf

Pengelolaan Wakaf
Untuk mengelola wakaf di Indonesia yang pertama-tama harus dilakukan
adalah perlunya pembentukan suatu badan atau lembaga yang khusus mengelola
wakaf dan bersifat nasional yang oleh Undang-undang No. 41 Tahun 2004 diberi
nama Badan Wakaf Indonesia. Badan Wakaf Indonesia (BWI) diberi tugas untuk
mengembangkan wakaf secara produktif, sehingga wakaf dapat berfungsi untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat. Tugas utama badan ini adalah
memberdayakan wakaf, baik wakaf benda bergerak atau tidak bergerak yang ada di
Indonesia sehingga dapat memberdayakan ekonomi umat. Pengelolaan wakaf harus
dilakukan perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan. Hal ini perlu dilakukan
agar pengelolaan dapat lebih optimal.

Pengembangan Wakaf Produktif


Pengembangan harta wakaf merupakan hal baru dalam perwakafan di
Indonesia menurut (Khairani: 2013). Menurut Undang-undang RI nomor 18 tahun
2002 Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti
kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan
dan teknologi yang telah ada atau menghasilkan teknologi baru (Setyosari: 2013).
Hasil atau produk harta wakaf dapat dibagi menjadi dua bentuk yakni:
1. Harta wakaf yang dapat menghasilkan pelayanan berupa barang untuk
dikonsumsi langsung oleh orang yang berhak atas wakaf, seperti rumah
sakit, sekolah, panti asuhan, pemukiman. Hal ini dapat dikategorikan
sebagai wakaf non produktif.
2. Harta wakaf yang dikelola untuk tujuan investasi dan memproduksi barang
atau jasa pelayanan yang secara syara’ hukumnya mubah, apapun
bentuknya dan bisa dijual di pasar, agar keuntungan bersihnya dapat
disalurkan sesuai dengan tujuan wakaf yang telah ditentukan oleh wakif.
Wakaf ini dikategorikan sebagai wakaf produktif.

Dalam Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf, kata pengelolaan


dan pengembangan terdapat pada Bab V yakni pengelolaan dan pengembangan
harta benda wakaf. Bahkan pada pasal 43 ayat (2), dibarengi juga dengan kata
produktif. Sedangkan pengembangan wakaf produktif adalah hasil wakaf
produktif yang dikelola dan dapat menjadikan harta wakaf tersebut menjadi
bertambah banyak atau bertambah luas. Bahkan dapat membentuk harta benda
wakaf baru (Megawati: 2014). Dalam Undang-undang Wakaf pasal 43 ayat 2
menyatakan bahwa pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf
dilakukan secara produktif antara lain dengan cara pengumpulan, investasi,
penanaman modal, produksi, kemitraan, perdagangan, agrobisnis,
pertambangan, perindustrian, pengembangan teknologi, pembangunan gedung,
apartemen, sumah susun, pasar swalayan, pertokoan, perkantoran, sarana
pendidikan, ataupun sarana kesehatan, dan usaha-usaha yang tidak bertentangan
dengan syariah. Yang dimaksud dengan lembaga penjamin syariah adalah
badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas suatu kegiatan
usaha yang dapat dilakukan antara lain melalui skim asuransi syariah atau skim
lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.3

3
Jurnal Ilmah PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN WAKAF PRODUKTIF DI MASJID
SABILILLAH KOTA MALANG (Studi Kasus Minimarket Al-Khaibar VI dan Pujasera Sabilillah)
disusun oleh Jherinda Erifanti
Pengelolaan Zakat
zakat disahkan oleh negara melalui Undang-Undang No. 38 Tahun 1999, jo.
Undang-Undang No. 23 Tahun 2011. UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat, dalam konsideran menimbangnya menyebutkan bahwa menunaikan zakat
merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mampu sesuai dengan syariat Islam;
dan zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan
keadilan serta kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka meningkatkan daya guna
dan hasil guna, zakat harus dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat Islam.
Dalam Pasal 3 UU Nomor 23 Tahun 2011 disebutkan tujuan pengelolaan zakat
adalah meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat
serta meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat
dan penanggulangan kemiskinan. pengelolaan zakat dilakukan oleh satu wadah
yang disebut badan amil zakat. Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) merupakan
lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Baznas merupakan
lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab
kepada presiden melalui Kementerian Agama Republik Indonesia. Selain Baznas,
ada juga Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat yang
terhimpun dalam organisasi kemasyarakatan (Ormas), lembaga swadaya
masyarakat (LSM), yayasan, atau institusi lainnya.4

Pengembangan Zakat
Pengelolaan zakat sudah mengalami perkembangan yang pesat, dari yang semula
bersifat tradisional beralih ke pengelolaan zakat modern. Hal ini tergambar melalui
manajemen yang modern dengan dukungan berbagai teknologi yang sudah
menjamur saat ini, tertib hukum, tertib administrasi, disiplin dalam pengumpulan
serta pengelolaan zakat dan pendistribusiannya.

4
Rosadi, Aden. 2019. Zakat dan Wakaf (konsepsi, regulasi, dan implementasi). Bandung :
Simbiosa Rekatama Media
Peran Lembaga Amil Zakat dan Nazir Wakaf dalam Peraturan Perundang-
undangan

 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 Tentang


Pengelolaan Zakat
Pasal 7
1) Lembaga amil zakat dikukuhkan, dibina, dan dilindungi oleh pemerintah.
2) Lembaga amil zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi
persyaratan yang diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 8
Badan amil zakat sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 dan lembaga amil zakat
sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 mempunyai tugas pokok mengumpulkan,
mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama.
Pasal 9
Dalam melaksanakan tugasnya, badan amil zakat dan lembaga amil zakat bertanggung
jawab kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya.
Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan tata kerja badan amil zakat
ditetapkan dengan keputusan menteri.

 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang


Pengelolaan Zakat
Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disingkat LAZ adalah lembaga yang dibentuk
masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat.
Pasal 17
Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian,
dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ.
Pasal 18
1) Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh
Menteri.
2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan apabila memenuhi
persyaratan paling sedikit:
a. terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang
pendidikan, dakwah, dan sosial;
b. berbentuk lembaga berbadan hukum;
c. mendapat rekomendasi dari BAZNAS;
d. memiliki pengawas syariat;
e. memiliki kemampuan teknis, administratif, dan keuangan untuk
melaksanakan kegiatannya;
f. bersifat nirlaba;
g. memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat;
dan
h. bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala.
Pasal 19
LAZ wajib melaporkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat yang telah diaudit kepada BAZNAS secara berkala.
Pasal 20
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan organisasi, mekanisme perizinan,
pembentukan perwakilan, pelaporan, dan pertanggungjawaban LAZ diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf


Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk dikelola dan
dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
Pasal 9
Nazhir meliputi:
a. perseorangan;
b. organisasi; atau
c. badan hukum.
Pasal 10
1) Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a hanya dapat menjadi
Nazhir apabila memenuhi persyaratan:
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. dewasa;
d. amanah;
e. mampu secara jasmani dan rohani; dan
f. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
2) Organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b hanya dapat menjadi
Nazhir apabila memenuhi persyaratan:
a. pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir
perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
b. organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan,
dan/atau keagamaan Islam.
3) Badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c hanya dapat menjadi
Nazhir apabila memenuhi persyaratan:
a. pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir
perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
b. badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; dan
c. badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan,
kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.
Pasal 11
Nazhir mempunyai tugas:
a. melakukan pengadministrasian harta benda wakaf;
b. mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi,
dan peruntukannya;
c. mengawasi dan melindungi harta benda wakaf;
d. melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 12
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Nazhir dapat menerima
imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang
besarnya tidak melebihi 10% (sepuluh persen).
Pasal 13
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Nazhir memperoleh
pembinaan dari Menteri dan Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 14
1) Dalam rangka pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Nazhir harus
terdaftar pada Menteri dan Badan Wakaf Indonesia.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,
Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Badan Amil Zakat Nasional

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2014 tentang


Pelaksanaan Undang-Undang nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat 
Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebut BAZNAS adalah lembaga yang
melakukan pengelolaan zakat secara nasional.

BAB II
KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI BAZNAS
Pasal 2
1) Pemerintah membentuk BAZNAS untuk melaksanakan pengelolaan zakat.
2) BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di ibu kota negara.
3) BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga pemerintah
nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden
melalui Menteri.

Pasal 3
1) BAZNAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 merupakan lembaga yang
berwenang melakukan tugas Pengelolaan Zakat secara nasional.
2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BAZNAS
menyelenggarakan fungsi:
a. perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
b. pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
c. pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
dan
d. pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan Pengelolaan Zakat.

Pasal 4
1) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya BAZNAS menyusun pedoman
Pengelolaan Zakat.
2) Pedoman Pengelolaan Zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi acuan
Pengelolaan Zakat untuk BAZNAS, BAZNAS provinsi, BAZNAS
kabupaten/kota, dan LAZ.
 Regulator : mempunyai kewenangan bersama kementerian agama bersama
kementerian agama membuat regulasi atau aturan
 Mengelola mengumplkan zakat scr rasional; perencanaan, pengumpulan,
pendistribusian, pemberdayaan, mengevaluasi
 Pendayagunaan : Zakat dikembangkan bukan secara optimal agar punya nilai
manfaat fungsi yang optimal untuk masyarakat miskin .contoh : bantuan usaha
kecil, beasiswa, bantuan kesehatan. Menggunakan dana zakat untuk memunyai
nilai fungsi dan agar lebih maksimal untuk masyarakat baik dalam bidang
ekonomi, pendidikan, kesehatan, dll.

Baznas Kabupaten kota , provinsi, dan nasional Bersifat koordinatif , artinya pengumpulan
zakat tetap ,menajdi kewenanagan dan otoritas kab/kota/ provinsi/ nasional. Hanya melapor
saja kepada baznas pusat atau tingkat provinsi.

Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Badan Wakaf Indonesia

Bwi dibentuk tidak terlepas dari aspirasi masyrakat indonesia yang mayoritas
muslim yang sudah mengamalkan ajaran islam yaitu wakaf dan sudah menjadi adat di
kalangan muslim seperti mewakafkan tanah untuk masjid dan fasilitas sosial lain. Banyak
harta benda wakaf yang tidak dikembangkan oleh nazir yang tidak kompeten sehingga
banyak harta wakaf tidak berkembang dengan baik, Harta wakaf yang disalah gunakan
nazir untuk kepentingan mereka, Tukar menukar harta wakaf dan akhirnya membuat harta
wakaf hilang.
Dari kondisi inilah didirkan bwi untuk mengawasi dan mengembangkan harta
wakaf. Badan Wakaf Indonesia (BWI) adalah lembaga negara independen yang dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Badan ini dibentuk
dalam rangka mengembangkan dan memajukan perwakafan di Indonesia.BWI dibentuk
bukan untuk mengambil alih aset-aset wakaf yang selama ini dikelola oleh nazhir
(pengelola aset wakaf) yang sudah ada. BWI hadir untuk membina nazhir agar aset wakaf
dikelola lebih baik dan lebih produktif sehingga bisa memberikan manfaat lebih besar
kepada masyarakat, baik dalam bentuk pelayanan sosial, pemberdayaan ekonomi, maupun
pembangunan infrastruktur publik.5

Kedudukan Badan Wakaf Indonesia (BWI)


BWI berkedudukan di ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dapat membentuk
perwakilan di Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota sesuai dengan kebutuhan. Dalam
kepengurusannya, BWI terdiri atas Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan, masing-
masing dipimpin oleh oleh satu orang Ketua dan dua orang Wakil Ketua yang dipilih dari
dan oleh para anggota. Badan pelaksana merupakan unsur pelaksana tugas, sedangkan
Dewan Pertimbangan adalah unsur pengawas pelaksanaan tugas BWI. Jumlah anggota
Badan Wakaf Indonesia terdiri dari paling sedikit 20 (dua puluh) orang dan paling banyak
30 (tiga puluh) orang yang berasal dari unsur masyarakat (Pasal 51-53, Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2004)

Tugas Badan Wakaf Indonesia (BWI)


Berdasarkan Pasal 49 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, BWI
mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:
1. Melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam me-ngelola dan mengembangkan
harta benda wakaf.
2. Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional
dan internasional.
3. Memberikan persetujuan dan atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta
benda wakaf.
4. Memberhentikan dan mengganti nazhir.
5. Memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf.
6. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan
kebijakan di bidang perwakafan.

Pada ayat 2 dalam pasal yang sama dijelaskan bahwa dalam melaksanakan
tugasnya BWI dapat bekerjasama dengan instansi Pemerintah baik Pusat maupun
Daerah, organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional, dan pihak lain yang
dianggap perlu. Dalam melaksanakan tugas-tugas itu BWI memperhatikan saran
dan pertimbangan Menteri dan Majelis Ulama Indonesia, seperti tercermin dalam

5
http:// www.bwi.or.id
pasal 50. Terkait dengan tugas dalam membina nazhir, BWI melakukan beberapa
langkah strategis, sebagaimana disebutkan dalam pasal 53 PP No.42 Tahun 2006,
meliputi:
a. Penyiapan sarana dan prasarana penunjang operasional Nazhir wakaf baik
perseorangan, organisasi dan badan hukum.
b. Penyusunan regulasi, pemberian motivasi, pemberian fasilitas,
pengkoordinasian, pemberdayaan dan pengembangan terhadap harta
benda wakaf.
Maksud oemberian motivasi :
c. Penyediaan fasilitas proses sertifikasi Wakaf
d. Penyiapan dan pengadaan blanko-blanko Akta Ikrar Wakaf, baik wakaf
benda tidak bergerak dan/atau benda bergerak.
e. Penyiapan penyuluh penerangan di daerah untuk melakukan pembinaan
dan pengembangan wakaf kepada Nazhir sesuai dengan lingkupnya.
f. Pemberian fasilitas masuknya dana-dana wakaf dari dalam dan luar negeri
dalam pengembangan dan pemberdayaan wakaf.

Fungsi Badan Wakaf Indonesia


BWI dalam pengembangan wakaf mempunyai banyak fungsi, yaitu BWI sebagai Nadzir
atau disini BWI sebagai Motivator, Fasilitator, Regulator sekaligus Operator. Fungsi BWI
salah satunya sebagai nadzir, tugas dan kewenangan sudah dijelaskan secara rinci di atas
termasuk sebagai nadzir, yaitu melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda
wakaf berskala nasional dan internasional
 BWI sebagai Motivator mempunyai tugas sebagai lembaga yang memberi
ransangan atau stimulus, khususnya terhadap para nadzir baik perorangan maupun
organisasi untuk memaksimalkan fungsi pengelolaan benda-benda wakaf secara
profesional, dan memberi rangsangan untuk meningkatkan kesadaran dan kemauan
pada masyarakat luas untuk berwakaf.
 BWI sebagai fasilitator, BWI memberikan fasilitas-fasilitas yang memungkinkan
terhadap para nadzir, wakif, calon wakif, lembaga atau pihak lain yang terkait
dengan perwakafan secara fisik atau non fisik dalam mengomtimalkan peran
pengelolaan, pengembangan, pelaporan dan pengawasan harta benda wakaf di
Indonesia. Dalam hal ini BWI memberi fasilitas dengan mengadakan pelatihan
nadzir, sertifikasi nadzir dan membuat rekening BWI pada LKS-PWU sebagai
tempat berwakaf uang
 Regulator adalah salah satu fungsi BWI di mana BWI menjadi pihak yang
memantau seluruh kebijakan dan peraturan perundang-undangan perwakafan, dan
peraturan-peraturan terkait perwakafan yang dianggap relevan atau tidak serta
mengusulkan perubahan kebijakan, bahkan BWI diberi kewenangan oleh UU
Wakaf untuk membuat peraturan sendiri dengan acuannya undang-undang dan
mengambil kebijakan yang terkait dengan perwakafan dengan memperhatikan
pihak-pihak yang terkait.6

Aspek Hukum dan Pengelolaan Wakaf Uang

Menurut fatwa MUI tentang Wakaf Uang, yang dinamakan Wakaf Uang (Cash
Wakaf/Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga
atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah
surat-surat berharga.
Wakaf harta benda bergerak berupa uang yang selanjutnya disebut wakaf uang
adalah wakaf berupa uang yang dapat dikelola secara produktif, hasilnya dimanfaatkan
untuk Mauquf alaih. (Peraturan BWI nomor 1 tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan
dan Pengembangan Harta Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang).

Dasar wakaf uang di Indonesia yang berupa Peraturan Perundang-undangan adalah:


1. Fatwa MUI tahun 2002 tentang Wakaf Uang
2. Undang Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
3. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
4. Peraturan Menteri agama nomor 4 tahun 2009 tentang Administrasi Wakaf Uang
5. Keputusan Menteri agama nomor 92-96 rentang Penetapan 5 LKS menjadi LKS
PWU
6. Peraturan BWI nomor 1 tahun 2009 Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan
Harta Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang

6
http://etheses.uin-malang.ac.id Bab IV Pelaksanaan wakaf di BWI
Tata cara dan pengelolaan wakaf uang di Indonesia
Wakaf benda bergerak berupa uang diatur secara khusus dalam Undang- Undang No. 41
Tahun 2004. Ketentuan mengenai wakaf uang adalah:
1. Wakif boleh mewakafkan uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk
oleh menteri.
2. Wakaf uang yang dilaksanakan oleh wakif dengan pernyataan kehendak wakif
dilakukan secara tertulis.
3. Wakaf diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang.
4. Sertifikat wakaf uang diterbitkan dan disampaikan oleh lembaga keuangan syariah
kepada wakif dan nazir sebagai bukti penyerahan harta dengan wakaf.
5. Lembaga keungan syariah atas nama nazir mendaftarkan harta benda wakaf berupa
uang kepada menteri selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak diterbitkannya
sertifikat wakaf uang.

Ketentuan mengenai wakaf uang:


1. Jenis harta yang diserahkan wakif dalam wakaf uang adalah uang dalam valuta
rupiah. Oleh karena itu, uang yang akan diwakafkan harus dikonversikan terlebih
dahulu ke dalam rupiah jika masih dalam bentuk valuta asing.
2. Wakaf uang dilakukan melalui Lembaga Keuangan Syariah yang ditinjau oleh
Menteri Agama sebagai LKS Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU).

Adapun aturan teknis yang menyangkut wakaf uang adalah:


1. Wakif wajib hadir di Lembaga Keuangan Syariah sebagai penerima wakaf uang
(LKS-PWU) untuk menyatakan kehendak wakaf uangnya. Bila berhalangan, wakif
bisa menunjuk wakil atau kuasanya.
2. Wakif wajib menjelaskan kepemilikan dan asal-usul uang yang akan diwakafkan.
3. Wakif wajib menyerahkan secara tunai sejumlah uang ke LKS-PWU.
4. Wakif wajib mengisi formulir pernyataan kehendaknya yang berfungsi sebagai
AIW.

Wakaf uang, investasi wakaf uang dan hasil invertasi wakaf uang yang telah disetorkan
dari wakif melalui LKS PWU, selanjutnya akan dikelola oleh Nazhir. Pengelolaan dan
pengembangan wakaf uang oleh Nazhir melalui dua mekanisme:
1. Pengelolaan dan pengembangan wakaf uang atas setoran wakaf uang dan investasi
wakaf uang oleh Nazhir wajib ditujukan untuk optimalisasi perolehan keuntungan
dan/ atau pemberdayaan ekonomi ummat.
2. Pengelolaan dan pengembangan wakaf uang atas hasil investasi wakaf uang oleh
Nazhir wajib ditujukan untuk pemberdayaan ekonomi ummat dan/atau kegiatan-
kegiatan social keagamaan (Peraturan BWI nomor 1 tahun 2009 tentang Pedoman
Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang).

Wakaf uang dapat dilakukan dalam jangka tertentu (mu’aqqad). Uang yang diwakafkan
harus dijadikan modal usaha (ra’s al-mal) sehingga secara hukum tidak habis sekali pakai,
dan yang disedekahkan adalah hasil dari usaha yang dilakukan oleh nazir atau pengelola.
Wakaf uang dapat dilakukan secara mutlak dan secara terbatas (muqo- yyad). Wakaf
uang secara mutlak dan terbatas dapat dilihat dari segi usaha yang dilakukan oleh nazir
(bebas melakukan berbagai jenis usaha yang halal atau terbatas pada jenis usaha tertentu),
dan dari segi penerima manfaatnya (ditentukan atau tidak ditentukan pihak-pihak yang
berhak menerima manfaat wakaf).
Wakaf uang pada dasarnya mendorong bank syariah untuk menjadi nazir yang
profesional. Pihak bank sebagai penerima titipan harta wakaf dapat menginvestasikan uang
tersebut pada sektor-sektor usaha halal yang menghasilkan manfaat. Pihak bank, sebagai
nazir, berhak mendapat imbalan maksimal 10% dari keuntungan yang diperoleh.
Dana wakaf berupa uang dapat diinvestasikan pada aset-aset finan- sial (financial asset)
dan pada aset-aset riil (real asset). Investasi pada aset- aset finansial dilakukan di pasar
modal, misalnya berupa saham, obligasi, warram, dan opsi. Sedangkan investasi pada
aset-aset riil dapat berbentuk, antara lain pembelian aset produktif, pendirian pabrik,
pembukaan per- tambangan, dan perkebunan.7

Pengelolaan Zakat Nasional : Potret beberapa Lembaga Amil Zakat

Pengelola zakat di indonesia sebelum tahun 90-an memiliki beberapa ciri khas, seperti
diberikan langsung oleh muzakki. Jika melalui amil zakat hanya terbatas pada zakat fitrah
dan zakat yang diberikan pada umumnya hanya bersifat konsumtif untuk keperluan sesaat.
Jenis zakat hanya terbatas pada harta-harta yang secara eksplisit dikemukakan secara rinci
dari Al-Qur’an maupun Hadits Nabi.

7
Rosadi, Aden. 2019. Zakat dan Wakaf (konsepsi, regulasi, dan implementasi). Bandung :
Simbiosa Rekatama Media
Dalam pemberdayaannya, zakat tidak hanya dimanfaatkan untuk hal-hal yang bersifat
konsumtif, tetapi juga untuk sesuatu yang bersifat produktif. Dengan pemanfaatan zakat
untuk kegiatan yang produktif akan memberikan income (pemasukan) bagi penerima zakat
dalam kelangsungan hidupnya. Para penerima zakat akan terbantu untuk mendapatkan
lapangan pekerjaan yang akan meningkatkan kesejahteraan bagi dirinya dan keluarganya
dan selanjutnya berdampak bagi kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Oleh karena
itu, apabila zakat dikelola dengan baik, maka zakat akan dapat dipergunakan sebagai
sumber dana yang potensial yang berasal dari masyarakat sendiri dan dapat dimanfaatkan
untuk kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Pengelola zakat ini akan optimal apabila
dapat dilakukan bersama-sama antara pemerintah, masyarakat dan lembaga pengelola
zakat.

Dalam lima belas tahun terakhir ini, perkembangan pengelola zakat di Indonesia sangat
mengembirakan. Jika sebelum tahun 1990-an pengelola zakat masih bersifat terbatas,
tradisional dan individu, namun kemudian pengelolaan zakat memasuki era baru. Unsur-
unsur profesionalisme dan manajemen modern mulai dicoba diterapkan. Salah satu
indikatornya adalah bermunculannya Badan- Badan dan Lembaga-Lembaga Amil Zakat
baru yang menggunakan pendekatan- pendekatan baru yang berbeda dengan sebelumnya.

Pada akhir dekade 1990-an tepatnya pada tahun 1999, pengelolaan zakat mulai memasuki
level Negara, setelah sebelumnya hanya berkutat pada tataran masyarakat. Hal tersebut
ditandai dengan disahkannya undang-undang nomor 38 tahun 1999 tentang pengelola
zakat. Undang-undang inilah yang menjadi landasan legal formal pelaksanaan zakat di
Indonesia.

Dalam upaya pengumpulan zakat, pemerintah telah mengukuhkan Badan Amil Zakat
(BAZ), yaitu lembaga pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah, yang personalia
pengurusannya terdiri dari ulama, cendikiawan, profesional, tokoh masyarakat dan unsur
pemerintah. Dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yaitu lembaga pengelola zakat yang dibentuk
oleh masyarakat, yang pengukuhannya dilakukan oleh pemerintah apabila telah memenuhi
persyaratan tertentu. Lembaga-Lembaga ini ditugaskan sebagai lembaga yang mengelola,
mengumpulkan, menyalurkan, dan pemberdayaan para penerima zakatdari dana zakat.
Peran pemerintah tidak mungkin dapat diandalkan sepenuhnya dalam mewujudkan
kesejahteraan, karena itulah peran dari Lembaga-Lembaga tersebut.
Khusus di Jakarta, pada tahun 2001 sudah ada tujuh Organisasi Pengelola Zakat (OPZ)
yang sudah dikukuhkan oleh pemerintah yaitu: Dompet Duafa, Republika, Yayasan
Amanah, Tafakul, Rumah Zakat Indonesia, Pos Keadilan Peduli Ummah, Lazis
Muhammadiyah, Bitulmall Muamalat, Hidayatullah, Persatuan Islam, dan Bamuis BNI.

Disamping Lembaga Amil Zakat (LAZ) tersebut, pemerintah juga membentuk suatu
Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) pemerintah di Jakarta, yaitu: Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS). Dengan berdirinya Badan Amil Zakat Nasional sebagai lembaga
pengelola zakat tingkat nasional yang dinisbahkan dapat melakukan peran koordinatif
diantara para pengelola lembaga zakat dan diharapkan dapat membangun sebuah sistem
zakat nasional yang baku, yang bisa diaplikasikan oleh semua pengelola zakat.

Pada Oktober 2006 sudah berdiri satu Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), 32 Badan
Amil Zakat tingkat Provinsi dan tidak kurang dari 330 Badan Amil Zakat Kabupaten/Kota,
sedangkan Lembaga Amil Zakat yang sudah dikukuhkan berjumlah 18 Lembaga Amil
ZakatNasional (LAZNAS).

Potret Lembaga Amil Zakat


1. LAZ Rumah Zakat Indonesia
Rumah Zakat adalah lembaga filantropi yang mengelola zakat, infak, sedekah,
serta dana sosial lainnya melalui program-program pemberdayaan masyarakat.
Program pemberdayaan direalisasikan melalui empat rumpun utama yaitu Senyum
Juara (pendidikan), Senyum Sehat (kesehatan), Senyum Mandiri (pemberdayaan
ekonomi), serta Senyum Lestari (inisiatif kelestarian lingkungan).

2. LAZ Daarut Tauhid


Lembaga Amil Zakat Nasional Daarut Tauhiid Peduli merupakan lembaga nirlaba
yang bergerak di bidang pengelolaan dana zakat, infaq, sedekah dan wakaf. Hasil
penghimpunan dana ZISWAF tersebut digulirkan kepada penerima manfaat dalam
bentuk program pelayanan dan pemberdayaan dalam bidang ekonomi, kesehatan,
pendidikan, dakwah dan sosial kemanusiaan. Prioritas utama saat ini adalah
meningkatkan kekuatan ekonomi bagi masyarakat sehingga dapat mewujudkan
kemandirian masyarakat secara bersama-sama.
Didirikan oleh KH. Abdullah Gymnastiar pada tanggal 16 Juni 1999 sebagai
bagian dari Yayasan Daarut Tauhiid dan bertekad untuk menjadi model Lembaga
Amil Zakat Nasional (LAZNAS) yang amanah, profesional, akuntabel dan
terkemuka dengan daerah operasi yang merata. Kiprah Daarut Tauhiid Peduli ini
mendapat perhatian pemerintah, kemudian ditetapkan menjadi Lembaga Amil
Zakat Nasional (LAZNAS) sesuai dengan SK Menteri Agama no 257 tahun 2016
pada tanggal 11 Juni 2016.

3. LAZ Baitul Maal Hidayatullah


Lembaga Amil Zakat Nasional Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Merupakan
lembaga amil zakat yang bergerak dalam penghimpunan dana Zakat, infaq,
sedekah, Wakaf dan Hibah berikut dana sosial kemanusiaan dan Corporate Social
Responsibility (CSR) perusahaan, dan melakukan distribusi melalui program
pendidikan, dakwah, sosial kemanusiaan dan ekonomi secara nasional. BMH hadir
Kantor layanan LAZNAS BMH hadir di 30 Provinsi dengan unit penghimpunan
(UPP) zakat,infak dan sedekah mencapai 97 se Indonesia. Kami wujudkan semua
sebagai komitmen untuk menjadi perantara kebaikan, memberi kemudahan bagi
masyarakat dalam menunaikan ZISWAF menuju Indonesia yang lebih
bermartabat.

Kiprah program BMH dari hasil pengelolaan zakat telah melintasi berbagai daerah
di Indonesia, setidaknya 287 Pesantren telah eksis dan berkiprah, 5213 Dai
Tangguh telah meyebar seantero nusantara, ribuan keluarga dhuafa telah
terberdayakan dan mandiri, ribuan anak usia sekolah mendapatkan pendidikan
yang layak. Semua dedikasi dan kiprah BMH tersebut merupakan mahakarya
dukungan semua pihak yang telah mempercayakan ZIS nya melalui Baitul Maal
Hidayatullah. Tak heran jika Desember 2015, BMH resmi dikukuhkan kembali
sebagai LAZNAS oleh Kementrian Agama RI dengan SK No. 425 Tahun 2015
dan sesuai ketentuan UU Zakat No. 23/2011.

4. LAZ Dompet Dhuafa Republika


Yayasan Dompet Dhuafa Republika adalah lembaga nirlaba milik masyarakat
indonesia yang berkhidmat mengangkat harkat sosial kemanusiaan kaum dhuafa
dengan dana ZISWAF (Zakat, Infaq, Shadaqah, Wakaf, serta dana lainnya yang
halal dan legal, dari perorangan, kelompok, perusahaan/lembaga).
Kelahirannya berawal dari empati kolektif komunitas jurnalis yang banyak
berinteraksi dengan masyarakat miskin, sekaligus kerap jumpa dengan kaum kaya.
Digagaslah manajemen galang kebersamaan dengan siapapun yang peduli kepada
nasif dhuafa. Empat orang wartawan yaitu Parni Hadi, Haidar bagir, S. Sinansari
Ecip, dan Eri Sudewo berpadu sebagai Dewan Pendiri lembaga independen
Dompet Dhuafa Republika.

5. LAZ Pesantren Islam Al-Azhar


Lembaga Amil Zakat (LAZ) Al Azhar adalah satuan kerja yang dibentuk oleh
Yayasan Pesantren Islam Al Azhar yang bertujuan untuk memberdayakan
masyarakat dhuafa melalui optimalisasi dana Zakat, Infaq, Sedekah dan dana sosial
kemanusiaan lainnya yang dibenarkan oleh syariat agama & sumber daya yang ada
di masyarakat dan bukan berorientasi pada pengumpulan profit bagi pengurus
organisasi.

Pengelolaan Wakaf Produktif


Wakaf produktif adalah harta benda atau pokok tetap yang diwakafkan untuk
dipergunakan dalam kegiatan produksi dan hasilnya di salurkan sesuai dengan tujuan
wakaf. Seperti wakaf tanah untuk digunakan bercocok tanam, mata air untuk diambil airnya
dan lain-lain (Mundzir Qahar, 2005:5). Atau wakaf produksi juga dapat didefenisikan yaitu
harta yang digunakan untuk kepentingan produksi baik dibidang pertanian, Perindustrian,
perdagangan dan jasa yang menfaatnya bukan pada benda wakaf secara langsung, tetapi
dari keuntungan bersih dari hasil pengembangan wakaf yang diberikan kepada orang-orang
yang berhak sesuai dangan tujuan wakaf (http:/Agustianto. Niriah. Com).

Dalam pengelolaan harta wakaf produktif, pihak yang paling berperan berhasil atau
tidaknya dalam pemanfaatan harta wakaf adalah Nazhir wakaf, yaitu seseorang atau
kelompok orang dan badan hukum yang diserahi tugas oleh wakif (orang yang mewakafkan
harta) untuk mengelola wakaf. Sebab dipundak Nazhir lah tanggung jawab dan kewajiban
memelihara, menjaga dan mengembangkan wakaf serta menyalurkan hasil atau manfaat
dari wakaf kepada sasaran wakaf (Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jendral
Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI, 2007:41).
A. Macam-Macam Wakaf Produktif
a. Wakaf Uang
Wakaf uang dalam bentuknya, dipandang sebagai salah satu solusi yang
dapat membuat wakaf menjadi lebih produktif, Karena uang disini tidak
lagi dijadikan alat tukar menukar saja. Wakaf uang dipandang dapat
memunculkan suatu hasil yang lebih banyak.
MUI juga telah mengeluarkan fatwa tentang wakaf tunai sebagai berikut :
 Wakaf uang (cash wakaf / waqf al-Nuqut) Adalah wakaf yang
dilakukan oleh sekelompok atau seseorang maupun badan hukum
yang berbentuk wakaf tunai.
 Termasuk dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
 Wakaf yang hukumnya jawaz ( boleh )
 Wakaf yang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal
yang dibolehkan secara syar‘i
 Nilai pokok wakaf yang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh
dijual, dihibah kan atau diwariskan.

b. Wakaf Uang Tunai


Secara umum definisi wakaf tunai adalah penyerahan asset wakaf berupa
uang tunai yang tidak dapat dipindah tangankan dan dibekukan untuk
selain kepentingan umum yang tidak mengurangi ataupun jumlah
pokoknya.
Di Indonesia wakaf uang tunai relatif baru dikenal. Wakaf uang tunai
adalah objek wakaf selain tanah maupun bangunan yang merupakan harta
tak bergerak (http://www.google.com.makalah+wakaf+produktif). Wakaf
dalam bentuk uang tunai dibolehkan, dan dalam prakteknya sudah
dilaksanakan oleh umat islam. Manfaat wakaf uang tunai antara lain:
 Seseorang yang memiliki dana terbatas sudah bisa mulai
memberikan dana wakafnya tanpa harus menunggu menjadi tuan
tanah terlebih dahulu.
 Melalui wakaf uang, asset-asset berupa tanah-tanah kosong bisa
mulai dimanfaatka dengan sarana yang lebih produktif untuk
kepentingan umat.
 Dana wakaf tunai juga bias membantu sebahagian lembaga-
lembaga pendidikan islam.
c. Sertifikat Wakaf Tunai
Sertifikat wakaf tunai adalah salah satu instrument yang sangat potensial
dan menjanjikan, yang dapat dipakai untuk menghimpun dana umat dalam
jumlah besar. Sertifikat wakaf tunai merupakan semacam dana abadi yang
diberikan oleh individu maupun lembaga muslim yang mana keuntungan
dari dana tersebut akan digunakan untuk kesejahteraan masyarakat.
Sertifikat wakaf tunai ini dapat dikelola oleh suatu badan investasi sosial
tersendiri atau dapat juga menjadi salah satu produk dari institusi
perbankkan syariah. Tujuan dari sertifikat wakaf tunai adalah sebagai
berikut:
1. Membantu dalam pemberdayaan tabungan sosial
2. Melengkapi jasa perbankkan sebagai fasilitator yang menciptakan
wakaf tunai serta membantu pengelolaan wakaf.

d. Wakaf Saham
Saham sebagai barang yang bergerak juga dipandang mampu menstimulus
hasil-hasil yang dapat didedikasikan untuk umat, Bahkan dengan modal
yang besar, Saham malah justru akan memberi kontribusi yang cukup
besar dibandingkan jenis perdagangan yang lain.

B. Strategi Pengelolaan Wakaf Produktif yang dikutip Ahmad junaidi, 2007:89-110)


a. Peraturan perundangan perwakafan
Sebelum lahir UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf. Perwakafan di
Indonesia diatur dalam PP No. 28 tahun 1977 tentang perwakafan tanah
milik dan sedikit tercover dalam UU No. 5 tahun 1960 tentang peraturan
pokok agraria.
b. Pembentukan badan wakaf Indonesia
Untuk konstek Indonesia, lembaga wakaf yang secara kusus akan
mengelola dana wakaf dan beroperasi secara nasional itu berupa Badab
Wakaf Indonesia (BWI). Tugas dari lembaga ini adalh mengkoordinir
nazhir-nazhir ( membina) yang sudah ada atau mengelola secara mandiri
terhadap harta wakaf yang dipercayakan kepadanya, Kususnya wakaf
tunai
c. Pembentukan kemitraan usaha
Untuk mendukung keberhasilan pengembangan aspek produktif dari dana
wakaf tunai, perlu diarah kan model pemanfaatan dana tersebut kepada
sektor usaha yang produktif dan lembaga usaha yang memiliki reputasi
yang baik. Salah satunya dengan membentuk dan menjalin kerjasama
dengan perusahaan modal ventura.

C. Program pengelolaan wakaf produktif (Direktorat Pemberdayan wakaf, panduan


pemberdayan tanah wakaf strategis di Indonesia, Departemen Agama RI, Jakarta :
2007)
1. Program jangka pendek
Dalam rangka mengembangkan tanah wakaf secara produktif, satu hal
yang dilakukan olah pemerintah dalam program jangka pendek adalah
membentuk Badan Wakaf Indonesia (BWI). Keberadaan badan wakaf
Indonesia mempunyai posisi yang sangat strategis dalam memperdayakan
wakaf secara produktif.
Pembentukan BWI bertujuan untuk menyelenggarakan koordinasi dengan
nazhir dan Pembina manajemen wakaf secara nasional maupun
internasional.
2. Program jangka menengah dan panjang
Dengan mengembangkan lembaga-lembaga nazhir yang sudah ada agar
lebih professional dan amanah. Dalam rangka upaya tersebut, badan wakaf
Indonesia yang berfungsi sebagai mengkoordinir lembaga perwakafan
harus memberikan dukungan manajemen bagi pelaksanaan pengelolaan
tanah-tanah produktif Seperti :
 Dukungan sumber daya manusia
 Dukungan advokasi
 Dukungan keuangan
 Dukungan pengawasan

D. Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif


Tanah-tanah wakaf produktif yang sudah inventarisir oleh Departemen Agama RI
yang meliputi seluruh Indonesia dapat diberdayakan secara maksimal dalam
bentuk :
a. Asset wakaf yang menghasilkan produk barang atau jasa
b. Asset wakaf yang berbentuk investasi usaha
Studi kasus ini merupakan perumpamaan dalam pemberdayaan tanah wakaf yang
berada dalam wilayah yang sangat strategis secara ekonomis (Ahmad junaidi,
2007:110). Di atas tanah (yang kemungkinan bersetatus wakaf) tersebut berdiri
sebuah Masjid Jami’ berlantai dua yang terhitung cukup elit, lantai satu di sewakan
untuk resepsi perkawinan dan pertemuan, sementara lantai dua untuk kegiatan
ibadah. Tanah (wakaf) yang di atasnya berdiri sebuah masjid berlantai dua tersebut
berada dalam wilayah yang sangat strategis secara ekonomi.
Oleh karena itu, pemberdayaan tanah tersebut dengan membuat sebuah rancangan
gedung bisnis Islam (wakaf Center) berlantai +15 yang memiliki level setara
dengan gedung-gedung yang berada di sekitarnya dibawah naungan Nazhir wakaf
(pengelola) professional menjadi sebuah keniscayaan (Ahmad junaidi, 2007:111).

Praktik Pendaftaran Akta Ikrar Wakaf di Kantor Urusan Agama (KUA)

Perbuatan hukum wakaf wajib dicatat dan dituangkan dalam akta ikrar wakaf, didaftarkan
dan diumumkan. Dalam pelaksanaannya dilakukan menurut tata cara yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf
guna melindungi harta benda wakaf.

Prosedur pendaftaran harta benda wakaf tidak bergerak ke Kantor Urusan Agama
Kecamatan selaku Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf dan ke Badan Pertanahan Nasional;
Sedangkan prosedur pendaftaran wakaf tunai dan benda bergerak selain uang dilakukan di
Lembaga Keuangan Syari`ah Penerima Wakaf Uang untuk mendapatkan sertifikat wakaf.

Pencatatan Wakaf Benda Tidak Bergerak.


1. Prosedur Wakaf Baru
a. Perorangan/ Organisasi/ Badan Hukum yang mewakafkan tanah hak
miliknya (sebagai calon wakif) diharuskan datang sendiri di hadapan
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) untuk melaksanakan Ikrar
Wakaf
b. Calon wakif sebelum mengikrarkan wakaf, terlebih dahulu menyerahkan
kepada PPAIW, surat-surat sebagai berikut :
1) Sertifikat hak milik atau tanda bukti kepemilikan tanah;
2) Surat Pernyataan dari Calon Wakif mengenai kebenaran
pemilikan tanah dan tidak dalam sengketa diperkuat oleh Kepala
Desa/ Lurah dan Camat setempat
3) Surat Keterangan pendaftaran tanah;
4) Ijin Bupati/Walikota u.b Kantor Pertanahan Kab/Kota setempat,
hal ini terutama dalam rangka tata kota atau master plan city.
c. PPAIW meneliti surat-surat dan syarat-syarat, apakah sudah memenuhi
untuk pelepasan hak atas tanah (untuk diwakafkan), meneliti saksi-saksi
dan mengesahkan susunan nadzir.
d. Dihadapan PPAIW dan dua orang saksi, wakif mengikrarkan atau
mengucapkan kehendak wakaf itu kepada nadzir yang telah disahkan. Ikrar
wakaf tersebut diucapkan dengan jelas, tegas dan dituangkan dalam bentuk
tertulis (bentuk W.1). Sedangkan bagi yang tidak bisa mengucapkan
(misalnya bisu) maka dapat menyatakan kehendaknya dengan suatu
isyarat dan kemudian mengisi blanko W.1.
Apabila wakif itu sendiri tidak dapat menghadap Pejabat Pembuat
Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), maka wakif dapat membuat ikrar secara
tertulis dengan persetujuan dari Kandepag yang mewilayahi tanah wakaf
dan kemudian surat atau naskah tersebut dibacakan dihadapan nadzir
setelah mendapat persetujuan dari Kandepag. Selanjutnya
penandatanganan Ikrar Wakaf (bentuk W.1).
e. PPAIW membuat Akta Ikrar Wakaf (bentuk W.2) rangkap tiga dengan
dibubuhi materi menurut ketentuan yang berlaku dan selanjutnya
dibuatkan Salinan Akta Ikrar Wakaf (W.2.a) rangkap 4 (empat). selambat-
lambatnya satu bulan setelah dibuat Akta Ikrar Wakaf dikirim tiap-tiap
lembar ke BPN dan lainnya,dengan pengaturan pendistribusiannya sebagai
berikut:
1). Akta Ikrar Wakaf
a) Lembar pertama disimpan PPAIW
b) Lembar kedua sebagai lampiran surat permohonan pendaftaran
tanah wakaf ke Kantor Pertanahan Kab/Kota (W.7)
c) Lembar ketiga untuk Pengadilan Agama setempat

2). Salinan Akta Ikrar Wakaf


a) Lembar pertama untuk wakif
b) Lembar kedua untuk nadzir
c) lembar ketiga untuk Kandep. Agama Kabupatan/Kota
d) lembar keempat untuk Kepala Desa/ Lurah setempat.
e) Setelah pembuatan Akta, PPAIW mencatat dalam Daftar Akta
Ikrar Wakaf (bentuk W.4) dan menyimpannya bersama aktanya
dengan baik.

2. Prosedur Pendaftaran Wakaf Lama


a. Wakif/ ahli waris wakif/ Nadzir/ ahli waris wakif/ Masyarakat yang
mengetahui keberadaan tanah wakaf/ Kepala Desa setempat mendaftarkan
wakaf tanah kepada Kepala KUA setempat selaku Pembuat Akta Ikrar
Wakaf (PPAIW).
b. Pendaftar wakaf tersebut menyerahkan surat-surat kepada PPAIW,
sebagai berikut :
1) Sertifikat hak milik atau tanda bukti kepemilikan tanah;
2) Surat Keterangan Pendaftaran Wakaf Tanah lama (blangko model
WD)
3) Surat keterangan Kades/Lurah tentang keberadan tanah wakaf
(WK).
4) Surat Keterangan Kepala Desa/ Lurah diperkuat oleh Camat
setempat mengenai kebenaran pemilikan tanah dan tidak dalam
sengketa;
5) Ijin Bupati/Walikota u.b Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
setempat, hal ini terutama dalam rangka tata kota atau master plan
city.
c. PPAIW meneliti surat-surat dan syarat-syarat, apakah sudah memenuhi
untuk pelepasan hak atas tanah (untuk didaftarkan), meneliti saksi-saksi
dan mengesahkan susunan nadzir.
d. Jika wakif masih hidup dapat dilakukan ikrar kembali wakaf tersebut
dihadapan PPAIW dan dua orang saksi, wakif mengikrarkan atau
mengucapkan kehendak wakaf itu kepada nadzir yang telah disahkan. Ikrar
wakaf tersebut diucapkan dengan jelas, tegas dan dituangkan dalam bentuk
tertulis (bentuk W.1). Sedangkan bagi yang tidak bisa mengucapkan
(misalnya bisu) maka dapat menyatakan kehendaknya dengan suatu
isyarat dan kemudian mengisi blanko W.1.
Apabila wakif itu sendiri tidak dapat menghadap Pejabat Pembuat
Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), maka wakif dapat membuat ikrar secara
tertulis dengan persetujuan dari Kandepag yang mewilayahi tanah wakaf
dan kemudian surat atau naskah tersebut dibacakan dihadapan nadzir
setelah mendapat persetujuan dari Kandepag. Selanjutnya
penandatanganan Ikrar Wakaf (bentuk W.1). Selanjutnya dibuatkan Akta
Ikrar Wakaf (W2) dan Salinan Akta Ikrar Wakaf (W2a) sesuai prosedur
wakaf baru.

e. Dalam hal pendaftaran wakaf yang wakif sudah tiada, maka selanjutnya
PPAIW membuat Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (bentuk W.3) rangkap
tiga dengan dibubuhi materi menurut ketentuan yang berlaku dan
selanjutnya dibuatkan Salinan Akta pengganti Akta Ikrar Wakaf (W.3.a)
rangkap 4 (empat). selambat-lambatnya satu bulan setelah dibuat Akta
Ikrar Wakaf dikirim tiap-tiap lembar ke BPN dan lainnya, dengan
pengaturan pendistribusiannya sebagai berikut:
1). Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (W3)
a) Lembar pertama disimpan PPAIW
b) Lembar kedua sebagai lampiran surat permohonan pendaftaran
tanah wakaf ke Kantor Pertanahan Kab/Kota (W.7)
c) Lembar ketiga untuk Pengadilan Agama setempat

2). Salinan Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (W3a):


a) Lembar pertama untuk wakif
b) lembar kedua untuk nadzir
c) lembar ketiga untuk Kandep. Agama Kabupatan/Kota
d) lembar keempat untuk Kepala Desa/ Lurah setempat.
e) Setelah pembuatan Akta, PPAIW mencatat dalam Daftar Akta
Pengganti Akta Ikrar Wakaf ( W.4a) dan menyimpannya bersama
aktanya dengan baik.

3. Prosedur Pendaftaran wakaf ke BPN


a. Kepala KUA Kecamatan setempat atas nama Nadzir Wakaf mendaftarkan
wakaf ke BPN dengan mengisi Blangko W.7 dengan melampirkan
dokumen sebagai berikut:
1) Sertifikat Hak Atas Tanah (bagi yang sudah sertifikat), atau surat-
surat pemilikan tanah (termasuk surat pemindahan hak, surat
keterangan warisan, girik dll) bagi tanah hak milik yang belum
bersertifikat.
2) Surat Keterangan dari Lurah setempat yang diketahui Camat
bahwa tanah tersebut tidak dalam sengketa.
3) W.5 atau W.5.a.
4) Akta Ikrar Wakaf atau Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (asli
lembar kedua)
5) Foto Copy KTP Wakif apabila masih hidup.
6) Foto Copy KTP para nadzir.
7) Menyerahkan Materai bernilai Rp. 6.000 (enam ribu rupiah)
b. Proses Sertifikasi Tanah Wakaf
1) Pihak Kantor Pertanahan Kab/Kota menerima berkas persyaratan
untuk proses sertifikasi tanah wakaf, kemudian meneliti
kelengkapan persyaratan administrasi.
2) Pihak Kantor Pertanahan melakukan pengukuran tanah wakaf
untuk dibuatkan Gambar Situasi Tanah.
3) Pihak BPN mencatat wakaf dalam Buku Tanah
4) Selanjutnya memproses dan menerbitkan sertifikat tanah.

Dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang tanah wakaf
menyebutkan :
“Ikrar Wakaf adalah pernyataan kehendak waqif yang diucapkan secara lisan
dan/atau tulisan kepada Nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya”

Pembuatan Akta Ikrar Wakaf benda tidak bergerak wajib memenuhi persyaratan dengan
menyerahkan sertipikat hak atas tanah atau sertipikat satuan rumah susun yang
bersangkutan atau tanda bukti pemilikan tanah lain. Pembuatan Akta Ikrar Wakaf benda
bergerak selain uang wajib memenuhi persyaratan dengan menyerahkan bukti pemilikan
benda bergerak selain uang.8

Secara khusus untuk ikrar wakaf di atur di dalam Pasal 17,18,19,20 dan 21 di dalam
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Tanah Wakaf dalam proses peralihan di
Kantor Urusan Agama.

Pasal 17 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 yang menyebutkan :


1) Ikrar wakaf dilaksanakan oleh Wakif kepada Nadzir di hadapan PPAIW dengan
disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi.
2) Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara lisan dan/atau
tulisan serta dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW.

Pasal 18 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 yang menyebutkan :


Dalam hal Wakif tidak dapat menyatakan ikrar wakaf secara lisan atau tidak dapat hadir
dalam pelaksanaan ikrar wakaf karena alasan yang dibenarkan oleh hukum, Wakif dapat
menunjuk kuasanya dengan surat kuasa yang diperkuat oleh 2 (dua) orang saksi.

Pasal 19 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 yang menyebutkan :


Untuk dapat melaksanakan ikrar wakaf, wakif atau kuasanya menyerahkan surat dan/atau
bukti kepemilikan atas harta benda wakaf kepada PPAIW.

Pasal 20 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 yang menyebutkan :


Saksi dalam ikrar wakaf harus memenuhi persyaratan:
a. dewasa;
b. beragama Islam;
c. berakal sehat;
d. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.

Pasal 21 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 yang menyebutkan :


1) Ikrar wakaf dituangkan dalam akta ikrar wakaf.
2) Akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat :
a. nama dan identitas Wakif;

8
Diah Ayuningtyas Putri Sari Dewi, 2010, Kekuatan Hukum dan Perlindungan Hukum Terhadap
Pemberian Wakaf Atas Tanah di Bawah Tangan, Universitas Diponegoro, hlm. 25
b. nama dan identitas Nazhir;
c. data dan keterangan harta benda wakaf;
d. peruntukan harta benda wakaf;
e. jangka waktu wakaf.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pembuatan Akta Ikrar Wakaf diatur di dalam Pasal 28 Peraturan Pemerintah Nomor 42
Tahun 2006 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf
yang menyebutkan :
“Pembuatan Akta Ikrar Wakaf benda tidak bergerak wajib memenuhi persyaratan dengan
menyerahkan serifikat hak atas tanah atau sertipikat satuan rumah susun yang bersangkutan
atau tanda bukti pemilik tanah lainnya”.

Proses pembuatan Akta Ikrar Wakaf diatur dalam Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor
42 Tahun 2006 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf yang menyebutkan :
1) Waqif menyatakan ikrar wakaf kepada Nazhir di hadapan PPAIW dalam Majelis
Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1).
2) Ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima oleh Mauquf alaih dan
harta benda wakaf diterima oleh Nazhir untuk kepentingan Mauquf alaih.
3) Ikrar wakaf yang dilaksanakan oleh Waqif dan diterima oleh Nazhir.
4) AIW sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
a. nama dan identitas Waqif;
b. nama dan identitas Nazhir;
c. nama dan identitas saksi;
d. data dan keterangan harta benda wakaf;
e. peruntukan harta benda wakaf; dan
f. jangka waktu wakaf.
5) Dalam hal Waqif adalah organisasi atau badan hukum, maka nama dan identitas
Waqif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a yang dicantumkan dalam akta
adalah nama pengurus organisasi atau direksi badan hukum yang bersangkutan
sesuai dengan ketentuan anggaran dasar masing-masing.
6) Dalam hal Nazhir adalah organisasi atau badan hukum, maka nama dan identitas
Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b yang dicantumkan dalam akta
adalah nama yang ditctapkan oleh pengurus organisasi atau badan hukum yang
bersangkutan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar masingmasing.

Penyelesaian Sengketa Zakat dan Wakaf di Indonesia

 Wakif = dia yang mengubah atau memngambil kembali harta wakaf yang sudah
dikrarkan dan sudah berikab, wakif tidak merasasa mewakafkan karena belum
terdaftar di KUA, ahli waris wakif merasa itu tidak ada wakaf
 Nazir =menyalahgunakan aset wakaf, mengurangi laporan wakaf, tidak mau
berganti masa kepemilihan selama 4 tahun
Penyelesaian sengketa perwakafan telah diatur dalam Pasal 62 Undang Undang Nomor
41 Tahun 2004 yang berbunyi :
 Ayat (1) Penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh melalui musyawarah untuk
mencapai mufakat.
 Ayat (2) Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana pada ayat (1) tidak berhasil,
sengketa dapat diselesaaikan melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan.
Pada penjelasan Pasal 62 ayat (2) Undang Undang Nomor 41 Tahun 2004 dijelaskan,
yang dimaksud dengan mediasi adalah penyelesaian sengketa dengan bantuan mediator
yang disepakati oleh para pihak yang bersengketa. Dalam hal mediasi tidak berhasil
menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut dapat dibawa kepada badan arbitrase
syariah. Dalam hal badan arbitrase syariah tidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka
sengketa tersebut dapat dibawa ke pengadilan agama dan/atau mahkamah syariah.
Peranan Badan Wakaf Indonesia dalam penyelesaian sengketa wakaf adalah
berpedoman pada pasal 62 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomer 41 tahun 2004 yaitu BWI
dalam penyelesaian sengketa wakaf mengedepankan musyawarah mufakat.

Tiga tahapan penyelesaian sengketa wakaf :


1. Musyawarah mufakat
2. Mediasi antar pelaku sengketa
3. Penyelasaian melalui lembaga arbitrase. Penyelesaian melalui lembaga arbitrase
adalah suatu cara untuk menyelesaikan sengketa atau beda pendapat perdata oleh
para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasakrkan pada itikad
baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di pengadilan.
Lembaga arbitrase yang menangani kasus ekonomi syariah, misalnya perbankan,
adalah BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional)
4. Jalur litigasi, yakni Membawa permasalahan sengketa wakaf ke Pengadilan Agama
Pasal 49 UU No. 50 Tahun 2009 “Pengadilan agama bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-
orang yang beragama Islam dibidang : a) perkawinan; b) waris; c) wasiat d) hibah;
e) wakaf; f) zakat; h)shadaqah; dan i) ekonomi syariah.
Pasal 62 UU No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf “Penyelesaian sengketa
perwakafan melalui jalur ajudikatif ke Pengadilan Agama/ Mahkamah Syariah
merupakan lahkah terakhir (bukan pilihan) setelah mekanisme musyawarah
mufakat, mediasi, dan arbitrase gagal menyelesaikan sengketa”
Bentuk Sengketa Wakaf :
1. Sengketa yang menyangkut status wakaf, yang diperselisihkan oleh ahli waris
wakif, nazir, maupun pihak-pihak lain yang merasa berkepentingan terhadap obyek
wakaf
2. Sengketa yang berkaitan dengan perlakuan terhadap objek wakaf, baik yang
dilakukan oleh ahli waris wakif, nazir, ahli waris nazir maupun pihak-pihak lain

Faktor Pemicu Sengketa Wakaf :


a) makin langkanya tanah, b) makin tingginya harga benda yang diwakafkan, c) tanah
wakaf tidak terdata di KUA dan tersertifikasi di BPN, d) wakif mewakafkan seluruh atau
sebagian besar dari hartanya, sehingga keturunannya merasa kehilangan sumber rezeki dan
menjadi terlantar kehidupannya, e) komunikasi buruk antara nazir dan ahli waris wakif, f)
nazir dan wakif beranggapan bahwa tanah wakaf adalah miliknya dan bisa diwariskan
kepada ahli waris, g) kurang memahami regulasi wakaf9

Penyelesaian sengketa Zakat dilakukan oleh departemen agama oleh Pengadilan


Agama. Berdasarkan Pasal 49 UU No. 50 Tahun 2009 “Pengadilan agama bertugas dan
berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara
orang-orang yang beragama Islam dibidang : a) perkawinan; b) waris; c) wasiat d) hibah;
e) wakaf; f) zakat; h)shadaqah; dan i) ekonomi syariah.

Potensi sengketa zakat : muncul tentu karena muzakki belum dijadikan orang yang bisa
dipaksa, dia tidak bisa dijadikan objek yang bisa dituntut. Muzakii tidak bisa ditutuntut
karena zakat bersifat sukarela.
Sengketa zakat : berada pada amil .mengalokasikan bukan pd tempatnya, penggelapan,
penyalahgunnaan, ,
Yang menuntut dan melaporkan masyarakat dan yang mengontrol baznas.

Contoh :muzakii meminjamkan uang ke si miskin, lalu si miskin tidak dapat


mengembalikan uaang tsb. Maka si muzakki tidak bisa dituntut.

9
Tohor, Tarmizi. 2020. Advokasi & Penyelasaian sengketa Permasalahan Tanah Wakaf. Jakarta:
Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf.

Anda mungkin juga menyukai