NIM : 11190490000092
Matkul : Hukum Zakat dan Wakaf
Kelas : HES A
b. Masa Kolonial (Ada peraturan yang melarang pemerintah turut campur dalam
pengumpulan zakat)
Kolonialisasi Belanda semakin membuat zakat berada di luar kewenangan penguasa.
Bahkan pada 1866 pemerintah mengeluarkan peraturan (bijblad 1892) yang melarang keras
kepala desa sampai bupati turut campur dalam pengumpulan zakat.(Steenbrink, 1984).
Penguasa hanya mengelola pajak yang diwajibkan bagi masyarakat, sedangkan zakat
dikelola oleh para pemuka agama dan lebih bersifat sukarela. Hal ini terus berlangsung
sampai masa kemerdekaan. Pemerintah tidak terlibat dalam pengelolaan zakat di Indonesia
dan tidak ada hukum negara yang mengaturnya.
d. Masa reformasi – tahun 2011 (Rezim UU No.38 Tahun 1999) : Zakat dikelola oleh
BAZ (pemerintah pusat & daerah) maupun LAZ (masyarakat) yang bergerak
sendiri-sendiri.
Pada tahun 1969 pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden No. 44 tahun 1969
tentang Pembentukan Panitia Penggunaan Uang Zakat .Di lingkungan pegawai
kementerian/lembaga/BUMN dan korporasi pun dibentuk pengelola zakat dibawah
koordinasi badan kerohanian Islam setempat, seperti BAMUIS BNI (1967), LAZ Yaumil
PT Bontang LNG (1986), dan Baitul Mal Pupuk Kujang (1994). Pada 1981 Departemen
Agama membentuk Yayasan Amal Jariah untuk menghimpun dana sosial umat Islam.
Yayasan ini kemudian diubah oleh Presiden menjadi Yayasan Amal Bakti Muslim
Pancasila pada 1982 yang memotong gaji PNS secara langsung. Pada 1990an masyarakat
sipil pun turut membentuk lembaga-lembaga zakat (LAZ), seperti Yayasan Dana Sosial Al
Falah (1987), Dompet Dhuafa Republika (1993), Rumah Zakat Indonesia (1998), Pos
Keadilan Peduli Umat (1999), dan DPU Daarut Tauhiid (1999).
Keberadaan pengelola zakat semi-pemerintah secara nasional dikukuhkan dengan
Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama No. 29 dan
No. 47 Tahun 1991 tentang Pembinaan BAZIS yang menjadi dasar legalitas bagi BAZ.
Zakat mulai masuk ke dalam hukum positif Indonesia pada tahun 1999 dengan UU No.
38 Tahun 1999 yang diterbitkan pada masa Presiden B.J. Habibie dan Menteri Agama H.A.
Malik Fadjar. Berdasarkan Undang-undang ini, zakat dapat dikelola baik oleh lembaga
amil bentukan pemerintah yaitu BAZ maupun oleh LAZ. Undang-undang ini mengatur
adanya sanksi bagi organisasi pengelola zakat (OPZ) yang tidak amanah.
1
BAZNAS. 2017. Arsitektur Zakat Indonesia. Jakarta Pusat : Pusat Kajian Strategis Badan Amil
Zakat Nasional (BAZNAS)
2
Mochlasin, Sofyan. 2014. Manajemen Zakat dan Wakaf. Jawa Tengah : STAIN Salatiga Press
Benda Zakat dan Wakaf dalam Peraturan Perundang-Undangan
OBJEK ZAKAT
Harta benda yang termasuk zakat menurut UU no.38 tahun 1999, yaitu
1. Emas, perak, dan uang
2. Perdagangan dan perusahaan
3. Hasil pertanian, perkebunan, dan perikanan
4. Hasil pertambangan
5. Hasil peternakan
6. Hasil pendapatan dan jasa
7. Rikaz (barang temuan)
Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat pada Pasal 4, zakat
meliputi zakat mal dan zakat fitrah.
A. Zakat mal adalah harta yang dikeluarkan oleh muzaki melalui amil zakat
resmi untuk diserahkan kepada mustahik. Zakat mal (harta) meliputi : (a)
emas, perak, dan logam mulia lainnya, (b) uang dan surat berharga lainnya,
(c) perniagaan, (d) pertanian, perkebunan, dan kehutanan, (e) peternakan
dan perikanan, (f) pertambangan, (g) perindustrian, (h) pendapatan dan
jasa, dan (i) rikaz
B. Zakat Fitrah dapat berupa beras (makanan pokok) atau dapat diganti dengan
uang yang senilai dengan beras (makanan pokok) tersebut.
Perbedaan pertambangan : sesuatu yang memang dicari hasil temuan iliah terhadap
objek atau tempat, membutuhkan biaya yang besar untuk produksi
Rikaz : barang temuan yang tidak diduga-duga, biaya yang dikeluarkan tidak besar.
OBJEK WAKAF
Harta Benda Wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat
jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh
Wakif .Objek wakaf harus merupakan benda milik yang bebas segala pembebanan, ikatan,
sitaan, dan sengketa. Harta benda wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan
dikuasai oleh Wakif secara sah (pasal 15).
Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Harta benda wakaf
terdiri dari: (pasal 16)
1. benda tidak bergerak
a. hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;
b. bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana
dimaksud pada huruf a;
c. tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
d. hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
e. benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2. benda bergerak adalah harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi,
meliputi:
a. uang;
b. logam mulia;
c. surat berharga;
d. kendaraan;
e. hak atas kekayaan intelektual; / hak cipta paten
f. hak sewa; dan
g. benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda wakaf hanya dapat
diperuntukkan bagi: (Pasal 22)
a. sarana dan kegiatan ibadah;
b. sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;
c. bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa;
d. kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau
e. kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah
dan peraturan perundang-undangan.
Wakaf Benda Bergerak Berupa Uang
Pasal 28
Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah
yang ditunjuk oleh Menteri.
Pasal 29
1) Wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
dilaksanakan oleh Wakif dengan pernyataan kehendak Wakif yang dilakukan
secara tertulis.
2) Wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang.
3) Sertifikat wakaf uang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dan
disampaikan oleh lembaga keuangan syariah kepada Wakif dan Nazhir sebagai
bukti penyerahan harta benda wakaf.
Pengelolaan Wakaf
Untuk mengelola wakaf di Indonesia yang pertama-tama harus dilakukan
adalah perlunya pembentukan suatu badan atau lembaga yang khusus mengelola
wakaf dan bersifat nasional yang oleh Undang-undang No. 41 Tahun 2004 diberi
nama Badan Wakaf Indonesia. Badan Wakaf Indonesia (BWI) diberi tugas untuk
mengembangkan wakaf secara produktif, sehingga wakaf dapat berfungsi untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat. Tugas utama badan ini adalah
memberdayakan wakaf, baik wakaf benda bergerak atau tidak bergerak yang ada di
Indonesia sehingga dapat memberdayakan ekonomi umat. Pengelolaan wakaf harus
dilakukan perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan. Hal ini perlu dilakukan
agar pengelolaan dapat lebih optimal.
3
Jurnal Ilmah PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN WAKAF PRODUKTIF DI MASJID
SABILILLAH KOTA MALANG (Studi Kasus Minimarket Al-Khaibar VI dan Pujasera Sabilillah)
disusun oleh Jherinda Erifanti
Pengelolaan Zakat
zakat disahkan oleh negara melalui Undang-Undang No. 38 Tahun 1999, jo.
Undang-Undang No. 23 Tahun 2011. UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat, dalam konsideran menimbangnya menyebutkan bahwa menunaikan zakat
merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mampu sesuai dengan syariat Islam;
dan zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan
keadilan serta kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka meningkatkan daya guna
dan hasil guna, zakat harus dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat Islam.
Dalam Pasal 3 UU Nomor 23 Tahun 2011 disebutkan tujuan pengelolaan zakat
adalah meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat
serta meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat
dan penanggulangan kemiskinan. pengelolaan zakat dilakukan oleh satu wadah
yang disebut badan amil zakat. Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) merupakan
lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Baznas merupakan
lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab
kepada presiden melalui Kementerian Agama Republik Indonesia. Selain Baznas,
ada juga Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat yang
terhimpun dalam organisasi kemasyarakatan (Ormas), lembaga swadaya
masyarakat (LSM), yayasan, atau institusi lainnya.4
Pengembangan Zakat
Pengelolaan zakat sudah mengalami perkembangan yang pesat, dari yang semula
bersifat tradisional beralih ke pengelolaan zakat modern. Hal ini tergambar melalui
manajemen yang modern dengan dukungan berbagai teknologi yang sudah
menjamur saat ini, tertib hukum, tertib administrasi, disiplin dalam pengumpulan
serta pengelolaan zakat dan pendistribusiannya.
4
Rosadi, Aden. 2019. Zakat dan Wakaf (konsepsi, regulasi, dan implementasi). Bandung :
Simbiosa Rekatama Media
Peran Lembaga Amil Zakat dan Nazir Wakaf dalam Peraturan Perundang-
undangan
BAB II
KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI BAZNAS
Pasal 2
1) Pemerintah membentuk BAZNAS untuk melaksanakan pengelolaan zakat.
2) BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di ibu kota negara.
3) BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga pemerintah
nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden
melalui Menteri.
Pasal 3
1) BAZNAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 merupakan lembaga yang
berwenang melakukan tugas Pengelolaan Zakat secara nasional.
2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BAZNAS
menyelenggarakan fungsi:
a. perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
b. pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
c. pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
dan
d. pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan Pengelolaan Zakat.
Pasal 4
1) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya BAZNAS menyusun pedoman
Pengelolaan Zakat.
2) Pedoman Pengelolaan Zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi acuan
Pengelolaan Zakat untuk BAZNAS, BAZNAS provinsi, BAZNAS
kabupaten/kota, dan LAZ.
Regulator : mempunyai kewenangan bersama kementerian agama bersama
kementerian agama membuat regulasi atau aturan
Mengelola mengumplkan zakat scr rasional; perencanaan, pengumpulan,
pendistribusian, pemberdayaan, mengevaluasi
Pendayagunaan : Zakat dikembangkan bukan secara optimal agar punya nilai
manfaat fungsi yang optimal untuk masyarakat miskin .contoh : bantuan usaha
kecil, beasiswa, bantuan kesehatan. Menggunakan dana zakat untuk memunyai
nilai fungsi dan agar lebih maksimal untuk masyarakat baik dalam bidang
ekonomi, pendidikan, kesehatan, dll.
Baznas Kabupaten kota , provinsi, dan nasional Bersifat koordinatif , artinya pengumpulan
zakat tetap ,menajdi kewenanagan dan otoritas kab/kota/ provinsi/ nasional. Hanya melapor
saja kepada baznas pusat atau tingkat provinsi.
Bwi dibentuk tidak terlepas dari aspirasi masyrakat indonesia yang mayoritas
muslim yang sudah mengamalkan ajaran islam yaitu wakaf dan sudah menjadi adat di
kalangan muslim seperti mewakafkan tanah untuk masjid dan fasilitas sosial lain. Banyak
harta benda wakaf yang tidak dikembangkan oleh nazir yang tidak kompeten sehingga
banyak harta wakaf tidak berkembang dengan baik, Harta wakaf yang disalah gunakan
nazir untuk kepentingan mereka, Tukar menukar harta wakaf dan akhirnya membuat harta
wakaf hilang.
Dari kondisi inilah didirkan bwi untuk mengawasi dan mengembangkan harta
wakaf. Badan Wakaf Indonesia (BWI) adalah lembaga negara independen yang dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Badan ini dibentuk
dalam rangka mengembangkan dan memajukan perwakafan di Indonesia.BWI dibentuk
bukan untuk mengambil alih aset-aset wakaf yang selama ini dikelola oleh nazhir
(pengelola aset wakaf) yang sudah ada. BWI hadir untuk membina nazhir agar aset wakaf
dikelola lebih baik dan lebih produktif sehingga bisa memberikan manfaat lebih besar
kepada masyarakat, baik dalam bentuk pelayanan sosial, pemberdayaan ekonomi, maupun
pembangunan infrastruktur publik.5
Pada ayat 2 dalam pasal yang sama dijelaskan bahwa dalam melaksanakan
tugasnya BWI dapat bekerjasama dengan instansi Pemerintah baik Pusat maupun
Daerah, organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional, dan pihak lain yang
dianggap perlu. Dalam melaksanakan tugas-tugas itu BWI memperhatikan saran
dan pertimbangan Menteri dan Majelis Ulama Indonesia, seperti tercermin dalam
5
http:// www.bwi.or.id
pasal 50. Terkait dengan tugas dalam membina nazhir, BWI melakukan beberapa
langkah strategis, sebagaimana disebutkan dalam pasal 53 PP No.42 Tahun 2006,
meliputi:
a. Penyiapan sarana dan prasarana penunjang operasional Nazhir wakaf baik
perseorangan, organisasi dan badan hukum.
b. Penyusunan regulasi, pemberian motivasi, pemberian fasilitas,
pengkoordinasian, pemberdayaan dan pengembangan terhadap harta
benda wakaf.
Maksud oemberian motivasi :
c. Penyediaan fasilitas proses sertifikasi Wakaf
d. Penyiapan dan pengadaan blanko-blanko Akta Ikrar Wakaf, baik wakaf
benda tidak bergerak dan/atau benda bergerak.
e. Penyiapan penyuluh penerangan di daerah untuk melakukan pembinaan
dan pengembangan wakaf kepada Nazhir sesuai dengan lingkupnya.
f. Pemberian fasilitas masuknya dana-dana wakaf dari dalam dan luar negeri
dalam pengembangan dan pemberdayaan wakaf.
Menurut fatwa MUI tentang Wakaf Uang, yang dinamakan Wakaf Uang (Cash
Wakaf/Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga
atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah
surat-surat berharga.
Wakaf harta benda bergerak berupa uang yang selanjutnya disebut wakaf uang
adalah wakaf berupa uang yang dapat dikelola secara produktif, hasilnya dimanfaatkan
untuk Mauquf alaih. (Peraturan BWI nomor 1 tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan
dan Pengembangan Harta Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang).
6
http://etheses.uin-malang.ac.id Bab IV Pelaksanaan wakaf di BWI
Tata cara dan pengelolaan wakaf uang di Indonesia
Wakaf benda bergerak berupa uang diatur secara khusus dalam Undang- Undang No. 41
Tahun 2004. Ketentuan mengenai wakaf uang adalah:
1. Wakif boleh mewakafkan uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk
oleh menteri.
2. Wakaf uang yang dilaksanakan oleh wakif dengan pernyataan kehendak wakif
dilakukan secara tertulis.
3. Wakaf diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang.
4. Sertifikat wakaf uang diterbitkan dan disampaikan oleh lembaga keuangan syariah
kepada wakif dan nazir sebagai bukti penyerahan harta dengan wakaf.
5. Lembaga keungan syariah atas nama nazir mendaftarkan harta benda wakaf berupa
uang kepada menteri selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak diterbitkannya
sertifikat wakaf uang.
Wakaf uang, investasi wakaf uang dan hasil invertasi wakaf uang yang telah disetorkan
dari wakif melalui LKS PWU, selanjutnya akan dikelola oleh Nazhir. Pengelolaan dan
pengembangan wakaf uang oleh Nazhir melalui dua mekanisme:
1. Pengelolaan dan pengembangan wakaf uang atas setoran wakaf uang dan investasi
wakaf uang oleh Nazhir wajib ditujukan untuk optimalisasi perolehan keuntungan
dan/ atau pemberdayaan ekonomi ummat.
2. Pengelolaan dan pengembangan wakaf uang atas hasil investasi wakaf uang oleh
Nazhir wajib ditujukan untuk pemberdayaan ekonomi ummat dan/atau kegiatan-
kegiatan social keagamaan (Peraturan BWI nomor 1 tahun 2009 tentang Pedoman
Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang).
Wakaf uang dapat dilakukan dalam jangka tertentu (mu’aqqad). Uang yang diwakafkan
harus dijadikan modal usaha (ra’s al-mal) sehingga secara hukum tidak habis sekali pakai,
dan yang disedekahkan adalah hasil dari usaha yang dilakukan oleh nazir atau pengelola.
Wakaf uang dapat dilakukan secara mutlak dan secara terbatas (muqo- yyad). Wakaf
uang secara mutlak dan terbatas dapat dilihat dari segi usaha yang dilakukan oleh nazir
(bebas melakukan berbagai jenis usaha yang halal atau terbatas pada jenis usaha tertentu),
dan dari segi penerima manfaatnya (ditentukan atau tidak ditentukan pihak-pihak yang
berhak menerima manfaat wakaf).
Wakaf uang pada dasarnya mendorong bank syariah untuk menjadi nazir yang
profesional. Pihak bank sebagai penerima titipan harta wakaf dapat menginvestasikan uang
tersebut pada sektor-sektor usaha halal yang menghasilkan manfaat. Pihak bank, sebagai
nazir, berhak mendapat imbalan maksimal 10% dari keuntungan yang diperoleh.
Dana wakaf berupa uang dapat diinvestasikan pada aset-aset finan- sial (financial asset)
dan pada aset-aset riil (real asset). Investasi pada aset- aset finansial dilakukan di pasar
modal, misalnya berupa saham, obligasi, warram, dan opsi. Sedangkan investasi pada
aset-aset riil dapat berbentuk, antara lain pembelian aset produktif, pendirian pabrik,
pembukaan per- tambangan, dan perkebunan.7
Pengelola zakat di indonesia sebelum tahun 90-an memiliki beberapa ciri khas, seperti
diberikan langsung oleh muzakki. Jika melalui amil zakat hanya terbatas pada zakat fitrah
dan zakat yang diberikan pada umumnya hanya bersifat konsumtif untuk keperluan sesaat.
Jenis zakat hanya terbatas pada harta-harta yang secara eksplisit dikemukakan secara rinci
dari Al-Qur’an maupun Hadits Nabi.
7
Rosadi, Aden. 2019. Zakat dan Wakaf (konsepsi, regulasi, dan implementasi). Bandung :
Simbiosa Rekatama Media
Dalam pemberdayaannya, zakat tidak hanya dimanfaatkan untuk hal-hal yang bersifat
konsumtif, tetapi juga untuk sesuatu yang bersifat produktif. Dengan pemanfaatan zakat
untuk kegiatan yang produktif akan memberikan income (pemasukan) bagi penerima zakat
dalam kelangsungan hidupnya. Para penerima zakat akan terbantu untuk mendapatkan
lapangan pekerjaan yang akan meningkatkan kesejahteraan bagi dirinya dan keluarganya
dan selanjutnya berdampak bagi kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Oleh karena
itu, apabila zakat dikelola dengan baik, maka zakat akan dapat dipergunakan sebagai
sumber dana yang potensial yang berasal dari masyarakat sendiri dan dapat dimanfaatkan
untuk kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Pengelola zakat ini akan optimal apabila
dapat dilakukan bersama-sama antara pemerintah, masyarakat dan lembaga pengelola
zakat.
Dalam lima belas tahun terakhir ini, perkembangan pengelola zakat di Indonesia sangat
mengembirakan. Jika sebelum tahun 1990-an pengelola zakat masih bersifat terbatas,
tradisional dan individu, namun kemudian pengelolaan zakat memasuki era baru. Unsur-
unsur profesionalisme dan manajemen modern mulai dicoba diterapkan. Salah satu
indikatornya adalah bermunculannya Badan- Badan dan Lembaga-Lembaga Amil Zakat
baru yang menggunakan pendekatan- pendekatan baru yang berbeda dengan sebelumnya.
Pada akhir dekade 1990-an tepatnya pada tahun 1999, pengelolaan zakat mulai memasuki
level Negara, setelah sebelumnya hanya berkutat pada tataran masyarakat. Hal tersebut
ditandai dengan disahkannya undang-undang nomor 38 tahun 1999 tentang pengelola
zakat. Undang-undang inilah yang menjadi landasan legal formal pelaksanaan zakat di
Indonesia.
Dalam upaya pengumpulan zakat, pemerintah telah mengukuhkan Badan Amil Zakat
(BAZ), yaitu lembaga pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah, yang personalia
pengurusannya terdiri dari ulama, cendikiawan, profesional, tokoh masyarakat dan unsur
pemerintah. Dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yaitu lembaga pengelola zakat yang dibentuk
oleh masyarakat, yang pengukuhannya dilakukan oleh pemerintah apabila telah memenuhi
persyaratan tertentu. Lembaga-Lembaga ini ditugaskan sebagai lembaga yang mengelola,
mengumpulkan, menyalurkan, dan pemberdayaan para penerima zakatdari dana zakat.
Peran pemerintah tidak mungkin dapat diandalkan sepenuhnya dalam mewujudkan
kesejahteraan, karena itulah peran dari Lembaga-Lembaga tersebut.
Khusus di Jakarta, pada tahun 2001 sudah ada tujuh Organisasi Pengelola Zakat (OPZ)
yang sudah dikukuhkan oleh pemerintah yaitu: Dompet Duafa, Republika, Yayasan
Amanah, Tafakul, Rumah Zakat Indonesia, Pos Keadilan Peduli Ummah, Lazis
Muhammadiyah, Bitulmall Muamalat, Hidayatullah, Persatuan Islam, dan Bamuis BNI.
Disamping Lembaga Amil Zakat (LAZ) tersebut, pemerintah juga membentuk suatu
Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) pemerintah di Jakarta, yaitu: Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS). Dengan berdirinya Badan Amil Zakat Nasional sebagai lembaga
pengelola zakat tingkat nasional yang dinisbahkan dapat melakukan peran koordinatif
diantara para pengelola lembaga zakat dan diharapkan dapat membangun sebuah sistem
zakat nasional yang baku, yang bisa diaplikasikan oleh semua pengelola zakat.
Pada Oktober 2006 sudah berdiri satu Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), 32 Badan
Amil Zakat tingkat Provinsi dan tidak kurang dari 330 Badan Amil Zakat Kabupaten/Kota,
sedangkan Lembaga Amil Zakat yang sudah dikukuhkan berjumlah 18 Lembaga Amil
ZakatNasional (LAZNAS).
Kiprah program BMH dari hasil pengelolaan zakat telah melintasi berbagai daerah
di Indonesia, setidaknya 287 Pesantren telah eksis dan berkiprah, 5213 Dai
Tangguh telah meyebar seantero nusantara, ribuan keluarga dhuafa telah
terberdayakan dan mandiri, ribuan anak usia sekolah mendapatkan pendidikan
yang layak. Semua dedikasi dan kiprah BMH tersebut merupakan mahakarya
dukungan semua pihak yang telah mempercayakan ZIS nya melalui Baitul Maal
Hidayatullah. Tak heran jika Desember 2015, BMH resmi dikukuhkan kembali
sebagai LAZNAS oleh Kementrian Agama RI dengan SK No. 425 Tahun 2015
dan sesuai ketentuan UU Zakat No. 23/2011.
Dalam pengelolaan harta wakaf produktif, pihak yang paling berperan berhasil atau
tidaknya dalam pemanfaatan harta wakaf adalah Nazhir wakaf, yaitu seseorang atau
kelompok orang dan badan hukum yang diserahi tugas oleh wakif (orang yang mewakafkan
harta) untuk mengelola wakaf. Sebab dipundak Nazhir lah tanggung jawab dan kewajiban
memelihara, menjaga dan mengembangkan wakaf serta menyalurkan hasil atau manfaat
dari wakaf kepada sasaran wakaf (Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jendral
Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI, 2007:41).
A. Macam-Macam Wakaf Produktif
a. Wakaf Uang
Wakaf uang dalam bentuknya, dipandang sebagai salah satu solusi yang
dapat membuat wakaf menjadi lebih produktif, Karena uang disini tidak
lagi dijadikan alat tukar menukar saja. Wakaf uang dipandang dapat
memunculkan suatu hasil yang lebih banyak.
MUI juga telah mengeluarkan fatwa tentang wakaf tunai sebagai berikut :
Wakaf uang (cash wakaf / waqf al-Nuqut) Adalah wakaf yang
dilakukan oleh sekelompok atau seseorang maupun badan hukum
yang berbentuk wakaf tunai.
Termasuk dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
Wakaf yang hukumnya jawaz ( boleh )
Wakaf yang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal
yang dibolehkan secara syar‘i
Nilai pokok wakaf yang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh
dijual, dihibah kan atau diwariskan.
d. Wakaf Saham
Saham sebagai barang yang bergerak juga dipandang mampu menstimulus
hasil-hasil yang dapat didedikasikan untuk umat, Bahkan dengan modal
yang besar, Saham malah justru akan memberi kontribusi yang cukup
besar dibandingkan jenis perdagangan yang lain.
Perbuatan hukum wakaf wajib dicatat dan dituangkan dalam akta ikrar wakaf, didaftarkan
dan diumumkan. Dalam pelaksanaannya dilakukan menurut tata cara yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf
guna melindungi harta benda wakaf.
Prosedur pendaftaran harta benda wakaf tidak bergerak ke Kantor Urusan Agama
Kecamatan selaku Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf dan ke Badan Pertanahan Nasional;
Sedangkan prosedur pendaftaran wakaf tunai dan benda bergerak selain uang dilakukan di
Lembaga Keuangan Syari`ah Penerima Wakaf Uang untuk mendapatkan sertifikat wakaf.
e. Dalam hal pendaftaran wakaf yang wakif sudah tiada, maka selanjutnya
PPAIW membuat Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (bentuk W.3) rangkap
tiga dengan dibubuhi materi menurut ketentuan yang berlaku dan
selanjutnya dibuatkan Salinan Akta pengganti Akta Ikrar Wakaf (W.3.a)
rangkap 4 (empat). selambat-lambatnya satu bulan setelah dibuat Akta
Ikrar Wakaf dikirim tiap-tiap lembar ke BPN dan lainnya, dengan
pengaturan pendistribusiannya sebagai berikut:
1). Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (W3)
a) Lembar pertama disimpan PPAIW
b) Lembar kedua sebagai lampiran surat permohonan pendaftaran
tanah wakaf ke Kantor Pertanahan Kab/Kota (W.7)
c) Lembar ketiga untuk Pengadilan Agama setempat
Dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang tanah wakaf
menyebutkan :
“Ikrar Wakaf adalah pernyataan kehendak waqif yang diucapkan secara lisan
dan/atau tulisan kepada Nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya”
Pembuatan Akta Ikrar Wakaf benda tidak bergerak wajib memenuhi persyaratan dengan
menyerahkan sertipikat hak atas tanah atau sertipikat satuan rumah susun yang
bersangkutan atau tanda bukti pemilikan tanah lain. Pembuatan Akta Ikrar Wakaf benda
bergerak selain uang wajib memenuhi persyaratan dengan menyerahkan bukti pemilikan
benda bergerak selain uang.8
Secara khusus untuk ikrar wakaf di atur di dalam Pasal 17,18,19,20 dan 21 di dalam
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Tanah Wakaf dalam proses peralihan di
Kantor Urusan Agama.
8
Diah Ayuningtyas Putri Sari Dewi, 2010, Kekuatan Hukum dan Perlindungan Hukum Terhadap
Pemberian Wakaf Atas Tanah di Bawah Tangan, Universitas Diponegoro, hlm. 25
b. nama dan identitas Nazhir;
c. data dan keterangan harta benda wakaf;
d. peruntukan harta benda wakaf;
e. jangka waktu wakaf.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pembuatan Akta Ikrar Wakaf diatur di dalam Pasal 28 Peraturan Pemerintah Nomor 42
Tahun 2006 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf
yang menyebutkan :
“Pembuatan Akta Ikrar Wakaf benda tidak bergerak wajib memenuhi persyaratan dengan
menyerahkan serifikat hak atas tanah atau sertipikat satuan rumah susun yang bersangkutan
atau tanda bukti pemilik tanah lainnya”.
Proses pembuatan Akta Ikrar Wakaf diatur dalam Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor
42 Tahun 2006 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf yang menyebutkan :
1) Waqif menyatakan ikrar wakaf kepada Nazhir di hadapan PPAIW dalam Majelis
Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1).
2) Ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima oleh Mauquf alaih dan
harta benda wakaf diterima oleh Nazhir untuk kepentingan Mauquf alaih.
3) Ikrar wakaf yang dilaksanakan oleh Waqif dan diterima oleh Nazhir.
4) AIW sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
a. nama dan identitas Waqif;
b. nama dan identitas Nazhir;
c. nama dan identitas saksi;
d. data dan keterangan harta benda wakaf;
e. peruntukan harta benda wakaf; dan
f. jangka waktu wakaf.
5) Dalam hal Waqif adalah organisasi atau badan hukum, maka nama dan identitas
Waqif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a yang dicantumkan dalam akta
adalah nama pengurus organisasi atau direksi badan hukum yang bersangkutan
sesuai dengan ketentuan anggaran dasar masing-masing.
6) Dalam hal Nazhir adalah organisasi atau badan hukum, maka nama dan identitas
Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b yang dicantumkan dalam akta
adalah nama yang ditctapkan oleh pengurus organisasi atau badan hukum yang
bersangkutan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar masingmasing.
Wakif = dia yang mengubah atau memngambil kembali harta wakaf yang sudah
dikrarkan dan sudah berikab, wakif tidak merasasa mewakafkan karena belum
terdaftar di KUA, ahli waris wakif merasa itu tidak ada wakaf
Nazir =menyalahgunakan aset wakaf, mengurangi laporan wakaf, tidak mau
berganti masa kepemilihan selama 4 tahun
Penyelesaian sengketa perwakafan telah diatur dalam Pasal 62 Undang Undang Nomor
41 Tahun 2004 yang berbunyi :
Ayat (1) Penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh melalui musyawarah untuk
mencapai mufakat.
Ayat (2) Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana pada ayat (1) tidak berhasil,
sengketa dapat diselesaaikan melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan.
Pada penjelasan Pasal 62 ayat (2) Undang Undang Nomor 41 Tahun 2004 dijelaskan,
yang dimaksud dengan mediasi adalah penyelesaian sengketa dengan bantuan mediator
yang disepakati oleh para pihak yang bersengketa. Dalam hal mediasi tidak berhasil
menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut dapat dibawa kepada badan arbitrase
syariah. Dalam hal badan arbitrase syariah tidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka
sengketa tersebut dapat dibawa ke pengadilan agama dan/atau mahkamah syariah.
Peranan Badan Wakaf Indonesia dalam penyelesaian sengketa wakaf adalah
berpedoman pada pasal 62 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomer 41 tahun 2004 yaitu BWI
dalam penyelesaian sengketa wakaf mengedepankan musyawarah mufakat.
Potensi sengketa zakat : muncul tentu karena muzakki belum dijadikan orang yang bisa
dipaksa, dia tidak bisa dijadikan objek yang bisa dituntut. Muzakii tidak bisa ditutuntut
karena zakat bersifat sukarela.
Sengketa zakat : berada pada amil .mengalokasikan bukan pd tempatnya, penggelapan,
penyalahgunnaan, ,
Yang menuntut dan melaporkan masyarakat dan yang mengontrol baznas.
9
Tohor, Tarmizi. 2020. Advokasi & Penyelasaian sengketa Permasalahan Tanah Wakaf. Jakarta:
Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf.