INDONESIA
DI SUSUN OLEH:
DOSEN PENGAMPUH:
SYARIF ALI AKBAR, M.S.I
2023
PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang
Zakat adalah bagian tertentu dari harta yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim apabila
telah mencapai syarat yang ditetapkan. Sebagai salah satu rukun Islam, zakat ditunaikan
untuk diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (asnaf). Tujuan utama dari zakat
dalam Islam adalah untuk membantu kaum fakir miskin dan dhuafa yang membutuhkan.
Zakat juga bertujuan untuk mengurangi kesenjangan sosial, mendorong persatuan dan
kesatuan, serta menjaga kestabilan sosial. Dalam arti lain, zakat merupakan wujud solidaritas
sosial dalam agama Islam yang menuntut kepedulian umat Muslim terhadap sesama yang
membutuhkan. Manfaat dari zakat dalam kehidupan sosial juga sangat besar. Pertama, zakat
dapat membantu masyarakat miskin untuk memenuhi kebutuhan dasarnya seperti sandang,
pangan, dan papan. Dengan begitu, zakat dapat membantu meningkatkan taraf hidup
masyarakat dan mengurangi kemiskinan.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
a) Unruk Mengetahui Bagaimana Sejarah perkembanagan Zakat Di Indonesia?
b) Untuk Mengetahui Pada masa apa saja perkembangan zakat di Indonesia
berlangsung?
c) Untuk Mengetahui Bagaimana Pengelolaan Zakat Di Indonesia ?
d) Untuk Mengetahui Lembaga Apa Saja Yang Menjadi Pengelola Zakat Di Indonesia?
PEMBAHASAN
3
A. Sejarah dan Kebijakan Hukum tentang Pengelolaan Zakat di Indonesia
a). Masa Kerajaan
Perkembangan zakat di Indonesia dimulai masa kerajaan Islam. Pada masa Kerajaan
Islam Aceh, masyarakat menyerahkan zakat-zakat mereka kepada negara yang mewajibkan
zakat/pajak kepada setiap warga negaranya. Kantor pembayaran pajak ini pada masa
kekuasaan kerajaan Aceh berlangsung di masjid-masjid. Seorang imeum dan kadi (penghulu)
ditunjuk untuk memimpin penyelenggaraan ritual-ritual keagamaan. Penghulu berperan besar
dalam mengelola keuangan masjid yang bersumber melalui zakat, sedekah, hibah, maupun
wakaf.1
Kerajaan Banjar penarikan pajak terhadap hasil-hasil bumi dilakukan setiap tahun sehabis
musim panen, dalam bentuk uang atau hasil bumi. 2 Pembayaran pajak di kerajaan Banjar ini
diserahkan kepada badan urusan pajak yang disebut dengan istilah Mantri Bumi. Orang-orang
yang bekerja di Mantri Bumi ini berasal dari warga kerajaan biasa namun memiliki skill dan
keahlian yang mumpuni di bidangnya.3
Regulasi zakat di Indonesia terhitung masih baru apabila dibandingkan dengan masa
Islam masuk ke Indonesia. Pada Era kolonial Belanda, pengelolaan zakat yang secara
individual cenderung dihalangi oleh pemerintah kolonial tersebut karena diduga dana zakat
digunakan untuk membiayai perjuangan melawan Pemerintah Belanda. Kolonial Belanda
pernah mengeluarkan Bijblad Nomor 1892 tanggal 4 Agustus 1893 tentang kebijakan zakat.
Pemerintah Hindia Belanda melarang semua pegawai pemerintah dan priyayi pribumi
membantu pelaksanaan zakat. Hal tersebut untuk melemahkan posisi dari keberadaan harta
zakat. Larangan tersebut tertuang dalam Bijblad Nomor 6200 tanggal 28 Februari 1905. 4
Setelah Indonesia merdeka, regulasi zakat di Indonesi belum disusun. Regulasi zakat di
Indonesia pertama kali berupa Surat Edaran Kementerian Agama No.A/VII/17367 tahun
1951 kelanjutan ordonansi Belanda dimana negara tidak mencampuri urusan pemungutan dan
pembagian zakat, tetapi hanya melakukan pengawasan. Tahun 1964 Kementerian Agama
1
Muhammad Ngasifudin, "Konsep Sistem Pengelolan Zakat Di Indonesia Pengentas Kemiskinan Pendekatan
Sejarah," JESI: Jurnal Ekonomi Syariah Indonesia V, no. 2 (2015): 219-31
2
Muhammad Ngasifudin.
3
Faisal, "Sejarah Pengelolaan Zakat Di Dunia Muslim Dan Indonesia (Pendekatan Teori Investigasi-Sejarah
Charles Pierce Dan Defisit Kebenaran Lieven Boeve)," Analisis XI, no. 2 241-72.
4
Mohammad Daud Ali dan Habibah Daud, Lembaga-lembaga Islam di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafndo
Persada, 1995), 250-251
4
menyusun RUU pelaksanaan zakat dan Perpu pengumpulan dan pembagian zakat serta
pembentukan baitul mal.
Namun, RUU dan Perpu tersebut belum sempat diajukan ke DPR dan Presiden. Pada
tahun 1967, Menteri Agama mengirimkan RUU zakat ke DPR-GR dengan Surat Nomor
MA/095/1967 tanggal 5 Juli 1967, yang berisi penekanan bahwa pembayaran zakat adalah
sebuah keniscayaan bagi masyarakat muslim, sehingga negara memiliki kewajiban untuk
mengaturnya.5 Menteri Agama juga mengirim surat kepada Menteri Keuangan dan Menteri
Sosial untuk mendapatkan usul dan tanggapan, terkait Depkeu yang berpengalaman dalam
pengumpulan dana masyarakat dan Depsos yang berpengalaman dalam distribusi dana sosial
ke masyarakat.
Departemen Keuangan saat itu menyarankan agar zakat diatur dalam Peraturan
Menteri Agama.6 Menteri Agama kemudian menerbitkan Peraturan Menteri Agama No. 4
tahun 1968 tentang Pembentukan Badan Amil Zakat. Peraturan Menteri Agama No.5 tahun
1968 mengatur tentang Pembentukan Baitul Mal yang berfungsi sebagai pengumpul zakat
untuk kemudian disetor kepada BAZ.7 Namun, atas seruan dan dorongan Presiden berturut-
turut pada peringatan Isra’ Mi’raj dan Idul Fitri 1968 keluarlah Instruksi Menteri Agama No.1
tahun 1969 tentang Penundaan PMA No.4 dan 5 tahun 1968. 8 Pada tanggal 21 Mei 1969
keluar Keppres no. 44 berisikan pembentukan Panitia Penggunaan Uang Zakat yang diketuai
oleh Idham Chalid selaku Menko Kesra saat itu. Operasional surat keputusan Presiden
diuraikan dalam Surat Edaran Menteri Agama No. 3 tahun 1969 mengenai pengumpulan
uang zakat melalui rekening Giro Pos No. A. 10.00. 9 Namun, hasil pengumpulan zakat pada
rekening tersebut selanjutnya tidak diketahui.
5
Surat permohonan tersebut ditolak dan bersifat politis karena dicurigai akan berdirinya Negara Islam di
Indonesia.
6
Surat itu diberi nomor D.15-1-5-25.Lihat: Muhammad Daud Ali dan Habibah Daud, Lembaga-lembaga Islam di
Indonesia (Jakarta:Rajawali Press, 1995), h. 254-255
7
Pada saat itu lembaga zakat berbentuk yayasan. Peraturan Menetri Agama No 4 tahun 1968 itu
ditandatangani oleh KHM. Dachlan selaku Menteri Agama saat itu..Lihat: Salinan Peraturan Menteri Agama no.
4 Tahun 1968 (Depag, Jakarta,1968)
8
Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Wakaf (Jakarta:UI Press, 1991), h. 37
9
Andi Lolo Tonang dalam B. Wiwoho et.al (Ed), Zakat dan Pajak (Jakarta:Bina Rena Pariwara, 1992), h. 264-265
5
Pada awal kemerdekaan Indonesia, pengelolaan zakat tidak diatur pemerintah dan
masih menjadi urusan masyarakat. Kemudian pada tahun 1951 barulah Kementerian Agama
mengeluarkan Surat Edaran Nomor : A/ VIV 17367 tanggal 8 Desember 1951 tentang
Pelaksanaan Zakat Fitrah. Pada tahun 1964 Kementerian Agarna menyusun
RancanganUndang-undang tentang Pelaksanaan Zakat dan Rancangan Peraturan Pemerintah
mengganti Undangundang tentang Pelaksanaan Pengurnpulan dan Pembagian Zakat serta
Pembentukan Baitul Maal, tetapi kedua perangkat peraturan tersebut belum sempat diajukan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat maupun kepada Presiden. (Kementrian Agama Republik
Indonesia, 2013) Kendatipun Negara Republik Indoensia tidak didasarkan pada ajaran suatu
agama,namun falsafah negara kita dan pasal Undang-undang dasar negara republik
Indonesiamemberikan kemungkina kepada pejabat- pejabat negara untuk membantu
pelaksananpemungutan zakat dan pendaya gunaanya, perhatian pemerintah terhadap lembaga
zakat ini secara kualitatif,mulai meningkat pada tahun 1986, pada tahun itu pemerintah
mengeluarkan peraturan menteri Agama nomor 4 dan Nomor 5/1968, masing masing tentang
pembentukan Badan Amil Zakat dan pembentukan Baitul Mal (Balai harta kekayaan) di
tingkat pusat, propinsi dan Kabupten .
Pada masa orde baru presiden suharto memberikan angin segar, menteri keuangan
pada waktu itu, dalam jawabannya kepada menteri Agama menyatakan bahwa perturn zakat
tidak perlu dituangkan dalam undang- undang, cukup dengan peraturan menteri Agama saja,
mplikasinya, berbagai lembaga amil zakat independen dan non-pemerintah bermunculan DKI
Jakarta (1968), Kalimantan Timur (1972), Sumatera Barat (1973), Jawa Barat (1974), Aceh
(1975), Sumatra Selatan dan Lampung (1975), Kalimantan Selatan (1977), dan Sulawesi
Selatan dan Nusa tenggara Barat (1985).10 Regulasi selanjutnya yang dikeluarkan pada masa
Orba antara lain: 1) Instruksi Menteri Agama Nomor 2 tahun 1984 tanggal 3 Maret 1984
tentang Infaq Seribu Rupiah selama bulan Ramadhan yang pelaksanaannya diatur dalam
Keputusan Direktur Jenderal Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor 19/1984 tanggal 30 April
1984; 2) Instruksi Menteri Agama 16/1989 tentang Pembinaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah
yang menugaskan semua jajaran Departemen Agama untuk membantu lembaga-lembaga
keagamaan yang mengadakan pengelolaan zakat, infaq, dan shadaqah; 3) Keputusan Bersama
Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 dan 47 tahun 1991 tentang Pembinaan
10
Amiruddin
6
Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah; 4) Instruksi Menteri Agama Nomor 5 tahun 1991
tentang Pedoman Pembinaan Teknis Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah dan; 5) Instruksi
Menteri Dalam Negeri Nomor 7 tahun 1988 tentang Pembinaan Umum Badan Amil Zakat,
Infaq, dan Shadaqah.11
Terbentuknya Kabinet Reformasi memberikan peluang baru kepada umat Islam, yakni
kesempatan emas untukkembali menggulirkan wacana RUU Pengelolaan Zakat yang sudah
50 tahun lebih diperjuangkan. Komisi VII DPR-RI yang bertugas membahas RUU tersebut.
Terbentuknya Kabinet Reformasi memberikan peluang baru kepada umat Islam.
Penggodokan RUU memakan waktu yang sangat panjang, hal itu disebabkan perbedaan visi
dan misi antara pemerintah dan anggota DPR. Satu pihak menyetujui apabila persoalan zakat
diatur berdasarkan undang-undang. Sementara pihak lain tidak menyetujui dan lebih
mendorong supaya pengaturan zakat diserahkan kepada masyarakat, Pada tahun 1999
Undang- undang Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dikeluarkan oleh
pemerintah. Pendayagunaan zakat diperuntukkan khusus bagi mustahiq delapan asnaf. Sesuai
dengan penjelasan Undang-Undang Pengelolaan Zakat, mustahiq delapan asnaf ialah
fakir,miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah dan ibnu sabi1 yang dalam aplikasinya
dapat meliputi orang-orang yang paling tidak berdaya secara ekonomi.
Pendayagunaan infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris dan kafarat diutamakan untuk
usaha yang produktif agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat urnum. Prosedur
yang ditetapkan sebagai berikut: Melakukan studi kelayakan. Menetapkan usaha produktif.
Melakukan bimbingan dan penyuluhan. Melakukan pemantauan, pengendalian dan
pengawasan. Mengadakan evaluasi. Membuat laporan. (Kementrian Agama Republik
Indonesia, 2013) Pengelolaan Zakat Pasca Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat.
zakat sebelumnya. Undangun dang ini menjadi tonggak kebangkitan pengelolaan zakat di
Indonesia setelah sekian puluh tahun termarjinalkan dan titik balik terpenting dunia zakat
11
Faisal, "Sejarah Pengelolaan Zakat Di Dunia Muslim Dan Indonesia (Pendekatan Teori Investigasi-Sejarah
Charles Pierce Dan Defisit Kebenaran Lieven Boeve)."
7
nasional.Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 bahwa pengelolaan zakat
dilakukan Badan Arnil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ).
BadanArnil Zakat Nasional (BAZNAS) adalah lembaga pengelola zakat yang dibentuk oleh
pemerintah, dari tingkat nasional sampai kecamatan. Untuk tingkat nasional dibentuk
BAZNAS, tingkat provinsi dibentuk BAZNAS Provinsi, tingkat kabupaten/kota dibentuk
BAZNAS Kabupaten/Kota dan tingkat kecamatan dibentuk BAZNAS Kecamatan. Organisasi
BAZNAS di semua tingkatan bersifat koordinatif, konsutatifdan informatif.
Pengelolaan zakat terus berkembang seiring dengan dinamisnya kondisi politik dan
ekonomi di Indonesia. Puncaknya pada 1999 dimana dikeluarkan UU No 38 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat yang disusul dengan Keputusan Menteri Agama No 581 Tahun
1999. Pada masa ini muncul Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang disahkan, yakni (1) Dompet
Dhuafa. (2) Yayasan Amanah Takaful, (3) Pos Keadilan Peduli Ummat (PKPU), (4) Yayasan
Baitul Maal Muamalat. (5) Yayasan Dana Sosial Al Falah. (6) Yayasan Baitul Maal
Hidayatullah, (7) LAZ Persatuan Islam (PERSIS). (8) Yayasan Baitul Maal Ummat Islam
(BAMUIS) PT BNI (persero) tbk. (9) LAZ Yayasan Bangun Sejahtera Mitra Umat, (10) LAZ
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, (11) LAZ Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia,
(12) LAZIS Muhammadiyah, (13) LAZ Baitul Maal Wat Tamwil (BMT). (14) LAZ Yayasan
Dompet Sosial Ummul Quro (DSUQ), (15) LAZ Baituzzakah Pertamina (BAZMA). (16)
LAZ Dompet Peduli Ummat Daarut Tauhid (DPUDT), (17) LAZ Nahdlatul Ulama (NU), dan
(18) LAZ Ikatan Persaudaraan Haji (IPHI),12 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun
2011 bahwa pengelolaan zakat dilakukan Badan Arnil Zakat Nasional (BAZNAS) dan
Lembaga Amil Zakat (LAZ). BadanArnil Zakat Nasional (BAZNAS) adalah lembaga
pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah, dari tingkat nasional sampai kecamatan.
a). Baznas
12
Cahyo Budi Santoso. "Gerakan Zakat Indonesia" dalam http: //dsniamanah.or.id/web/content/view/1 05/1/
(25 November 2008 14:55).
8
BAZNAS sendiri merupakan Badan Amil Zakat Nasional yang ditunjuk dan diangkat
oleh pemerintah non struktural untuk mengelola dana zakat yang beredar di masyarakat,
sedangkan penempatannya terbagi menjadi pusat dan daerah. Untuk penempatan di pusat
diberikan nama BAZNAS Pusat, sedangkan untuk daerah diberikan nama BAZNAS Wilayah
yang
b). Upz
Sedangkan untuk lembaga amil zakat di bawah naungan BAZNAS dibuatlah UPZ
yaitu Unit Pengumpul Zakat dengan peran sebagai pengumpul, pengelola dan penyalur dana
zakat di bawah kelembagaan BAZNAS dengan skala dibawahnya. Unit Pengumpul Zakat ini
sendiri bisa terletak di Perusahaan, Dinas Pemerintah, Institusi atau Lembaga lain.
c). Laz
d). Yayasan
Yayasan sendiri bisa juga berfungsi sebagai pengumpul, pengelola dan penyalur dana
zakat yang mana yayasan tersebut fokus di bidang sosial untuk penyelenggaraan
kemasyarakatan. Yayasan tersebut bisa merupakan masjid, perkumpulan masyarakat, lempaga
pendidikan, pesantren dan sebagainya. Jika dilihat dari fungsinya, yayasan zakat ini berbobot
hukum melalui pembentukan yayasannya di notaris melalui SK yang resmi dan dapat
dipertanggungjawabkan. Lembaga Yayasan yang fokus mengelola zakat harus men- dapatkan
izin resmi dari pemerintah dan rekomendasi BAZNAS. Tidak cukup izin operasional, entitas
Yayasan harus memenuhi semua prinsip tatakelola lembaga zakat dan mengikuti proses
9
akreditasi dan pemeringkatan dalam komunitas zakat atau FOZ (Forum Zakat). Kerangka
per- aturan zakar dan UU zakat memberikan kebebasan partisipasi aktif masyarakat untuk
membantu BAZNAS selama mempu memenuhi izin operasional, penerapan tata kelola zakat
yang baik, pengelolaan dilakukan secara transparan (teraudit) dan terakreditasi oleh
komunitas zakat.
Bentuk lain dari pengelola dana zakat ada juga yang bersifat non legal seperti halnya
kelompok, panitia, kumpulan, atau individu yang menampung dan mengelola dana zakat.
Jenis kelompok ini, juga diarahkan untuk kelegalannya dengan membentuk UPZ. Ketika
kelompok yang belum legal diarahkan ke UPZ akan lebih bisa mempertanggungjawabkan
dan perluasan kegiatan serta peningkatan kepercayaan kepada muzzaki. Di Indonesia,
penyelenggaraan pengelolaan dana zakat juga diakomodir oleh masjid yang sifatnya kadang
belum resmi secara hukum. Pelaksanaan di lapangan, masjid-masjid besar dapat mengelola
dana zakat dan mendistribusikannya sesuai asnaf. Untuk peran pentingnya dan
pengembangan dana zakat, diarahkan bagi masjid yang belum memiliki kekuatan hukum
untuk membentuk UPZ agar pengelolaan dana zakat sesuai dengan aturan dan kebijakan yang
berjalan di Indonesia. Berbagai bentuk aktivitas pengelolaan danazakat yang tidak melakukan
proses pengurusan perizinan operasional dan penerapan tatakelola zakat dengan baik mass
dipertimbangkan non legal. Meskipun penegakan dan pener- tiban hukumnya masih belum
optimal, berbagai aktivitas pengumpulan dana zakat sebaiknya mengurus perizinan
operasional atau bergabung untuk menjadi UPZ BAZNAS dan Mitra Pengumpul Zakar LAZ
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam konteks sejarah sebagai pembelajaran, kita patut menilik perkembangan zakat di
Indonesia lebih jauh. Ada catatan kuno yang ditulis Denys Lombard dalam Silang Budaya
10
mengatakan bahwa zakat menjadi daya tarik dakwah, dikarenakan kondisi muslim yang
minoritas saat masuknya Islam di Indonesia, sehingga zakat diberikan kepada kaum tapa,
serta orang yang membutuhkan sehingga banyak yang mulai berfikir bahwa umat Muslim tak
hanya mengurusi masalah spiritual tapi juga konteks sosial. Hal ini kemudian diikuti dengan
menguatnya perkembangan zakat di abad ke-13, tercatat dalam kitab Bustanus Salatin yang
menyebutkan bahwa zakat digaungkan oleh Raja di kerajaan-kerajaan Aceh, namun hanya
sebatas dorongan para Raja untuk membayar zakat tanpa turun langsung untuk mengelola
zakat masyarakat. Meskipun kemudian di satu sisi ada yang mengkritik, seperti kerajaan
Banjar yang menganggap kerajaan tidak perlu mengurusi soal zakat. Zakat, menurutnya
adalah persoalan ibadah yang menjadi urusan individual. Ragam fenomena ini, menjadi
semakin menarik, hingga di masa kolonial Belanda aktivitas berzakat ini terus berkembang
dan diintervensi oleh pemerintah kolonial. Saat itu, merangsang adanya gerakan yang
menentang, sehingga masyarakat sipil mempergunakan dana tersebut untuk masjid dan
lainnya. Sampai pada pemerintahan kolonial tahun 1830-an, mereka seolah melepas tangan
perihal zakat yaitu tidak mewajibkan dan tidak melarang bahkan mempersilakan untuk
dikelola oleh muslim. Saat itu, mereka berpikir bahwa kedermawanan adalah kewajiban
agama dan bersifat pribadi sehingga tidak perlu dikelola/diserahkan negara .
a) Masa Kerajaan
b) Masa Kolonial Belanda
c) Masa Awal Kemerdekaan
d) Masa Orde Baru
e) Masa Reformasi
Pengelolaan zakat terus berkembang seiring dengan dinamisnya kondisi politik dan
ekonomi di Indonesia , Pada tahun 1999 Undang- undang Nomor 38 tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat dikeluarkan oleh pemerintah. Pendayagunaan zakat diperuntukkan khusus
bagi mustahiq delapan asnaf. Sesuai dengan penjelasan Undang-Undang Pengelolaan Zakat,
mustahiq delapan asnaf ialah fakir,miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah dan ibnu
sabi1 yang dalam aplikasinya dapat meliputi orang-orang yang paling tidak berdaya secara
ekonomi. agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat urnum. Prosedur yang
ditetapkan sebagai berikut: Melakukan studi kelayakan. Menetapkan usaha produktif.
11
Melakukan bimbingan dan penyuluhan. Melakukan pemantauan, pengendalian dan
pengawasan. Mengadakan evaluasi setelah sekian puluh tahun termarjinalkan dan titik balik
terpenting dunia zakat nasional.Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 bahwa
pengelolaan zakat dilakukan Badan Arnil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Amil
Zakat (LAZ). BadanArnil Zakat Nasional (BAZNAS) adalah lembaga pengelola zakat yang
dibentuk oleh pemerintah, dari tingkat nasional sampai kecamatan. Untuk tingkat nasional
dibentuk BAZNAS, tingkat provinsi dibentuk BAZNAS Provinsi, tingkat kabupaten/kota
dibentuk BAZNAS Kabupaten/Kota dan tingkat kecamatan dibentuk BAZNAS Kecamatan.
Organisasi BAZNAS di semua tingkatan bersifat koordinatif, konsutatifdan informatif.
a) Baznaz
b) Upz
c) Laz
d) Yayasan
e) Non Legal
DAFTAR PUSTAKA
12
Eli Triantini,Zusiana,”Perkembangan Pengelolaan Zakat Di Indonesia” jurnal hukum
keluarga islam vol.3, no. 1,2010
13