Anda di halaman 1dari 22

SEJARAH PENGELOLAAN

ZAKAT

Universitas Islam Negeri Alauddin


Makassar - 2019
Sejarah Pengelolaan Zakat
01 Pengelolaan Zakat di Masa Rasulullah dan
Sahabat :
 Zaman Rasulullah Saw.
 Zaman Khulafa’ Al-Rasyidin
 Pasca Khulafa’ Al-Rasyidin

02 Pengelolaan Zakat di Indonesia :


 Zaman Penjajahan
 Sebelum Lahirnya UU No.38 Tahun 1999
 Setelah Lahirnya UU No.38 Tahun 1999
 Pasca Berlakunya UU No.23 Tahun 2011
PENGELOLAAN ZAKAT DI MASA
RASULULLAH DAN PARA
SAHABAT
Pengelolaan Zakat di Zaman Rasulullah Saw.

 Nabi Muhammad Saw. menerima perintah zakat setelah beliau hi-


jrah ke Madinah.
 Bangunan keislaman sebelum Nabi hijrah yaitu periode Mekkah hanya
berfokus pada bidang aqidah, qashash dan akhlaq. Namun setelah peri-
ode Madinah (hijrah Nabi), barulah Nabi melakukan pembangunan di
segala bidang, termasuk bidang muamalat (dengan konteksnya yang
sangat luas dan menyeluruh).
 Bangunan muamalat tersebut termasuk pembangunan ekonomi
keummatan yang menjadi salah satu tulang punggung bagi pem-
bangunan ummat Islam bahkan ummat manusia secara keselu-
ruhan.
Pengelolaan Zakat di Zaman Rasulullah Saw.
Pembukuan zakat juga dipisahkan dari pendapatan
Negara lainnya, pencatatannya dibedakan antara pe-
masukan dan pengeluaran.
Sehingga, dapat dikatakan bahwa pengelolaan zakat pada
masa Nabi Saw. Bersifat terpusat. Meskipun telah dikelola
secara melembaga (intitusional) namun pengelolaannya
masih dianggap sederhana dan masih terbatas dengan sifat-
nya yang teralokasi dan sementara, yakni uang zakat yang
terkumpul langsung didistribusikan kepada para mustahiq
tanpa sisa.
Pengelolaan Zakat pada Masa Khulafa’ Al-Rasyidin

Pasca Rasulullah wafat, banyak kabilah-kabilah yang


menolak untuk membayar zakat dengan alasan bahwa za-
kat merupakan perjanjian antara mereka dengan Nabi
Saw.
Abu Bakar yang menjadi khalifah pertama memutuskan
untuk memerangi mereka yang menolak mambayar zakat
dan menganggap mereka sebagai orang yang murtad.
Perang terhadap mereka kemudian dikenal dengan sebu-
tan Harbu Riddah (perang melawan pemurtadan)..
Pengelolaan Zakat pada Masa Khulafa’ Al-Rasyidin
 Pasca Wafatnya Abu Bakar dan perluasan wilayah negara Islam
serta ditambah melimpahnya kekayaan Negara telah memicu
adanya perubahan pada system pengelolaan Zakat.
 Umar bin Khattab kemudian mendirikan badan bernama Al-
Dawawin (pengembangan dari Baitul Maal) yang berfungsi sebagai
badan Audit Negara yang bertanggung-jawab atas pembukuan pe-
masukan dan pengeluaran Negara yang lebih kompleks.
 Al-Dawawin juga mencatat zakat yang didistribusikan kepada para
mustahiq sesuai kebutuhan masing-masing.
 Pada masa Umar, sistem pemungutan zakat secara langsung oleh
negara (porsi zakat dipotong dari pembayaran negara)
Pengelolaan Zakat pada Masa Khulafa’ Al-Rasyidin
Pada masa Utsman bin Affan, kekayaan negara Islam
sangat melimpah dan jumlah zakat juga telah mencukupi
kebutuhan para mustahiq. Namun, dari sisi pengadminis-
trasiannya justru mengalami kemunduran.
Hal ini dikarenakan kelimpahan tersebut, di mana Khali-
fah Utsman memberikan kebebasan kepada Amil dan in-
dividu untuk mendistribusikan zakat kepada siapa saja
yang dinilai layak menerimanya.
Hal ini dilakukan oleh Ustman untuk meminimalkan bi-
aya pengumpulan dana zakat.
Pengelolaan Zakat pada Masa Khulafa’ Al-Rasyidin
 Namun, mekanisme yang diterapkan oleh Utsman ternyata memicu
beberapa permasalahan mengenai transparansi distribusi zakat, di
mana pada Amil justru membagikan zakat tersebut kepada keluarga
dan orang-orang dekat mereka.
 Seiring dengan penurunan tingkat kepercayaan masyarakat dan
berbagai konflik politik lainnya yang memecahkan kesatuan Negara
Islam dengan wafatnya Utsman dan naiknya Ali bin Abi Thalib,
tidak membuat pengelolaan menjadi lebih baik. Walaupun pengelo-
laan zakat dipegang oleh Negara, namun praktik pengelolaan zakat
secara Individual tetap saja terjadi.
Pengelolaan Zakat Pasca Khulafa’ Al-Rasyidin
 Berdirinya dinasti Umawiyah menandai dimulainya dinasti kerajaan Islam. Di
era ini, meskipun system pengelolaan zakat semakin baik seiring kemajuan ne-
gara dan peradaban. Namun kinerja pengumpulan zakat justru mengalami kemu-
nduran, kecuali pada masa Umar bin Abdul Aziz.
 Pada dinasti Abbasiah, masyarakat mulai tidak membayar zakat akibat beban
pajak kharaj dan ushr yang terlalu tinggi.
 Pada dinasti Andalusia, pengelolaan zakat menjadi rebutan kepala-kepala suku,
sehingga zakat yang diditribusikan tidak mencukupi kebutuhan fakir miskin.
 Pada dinasti Fatimiyah, khalifah meminta dari setiap kepala wilayah untuk
mengumpulkan zakat yang kemudian disetor kepadanya tanpa adanya pencatatan
(pengeluaran dan pemasukan)
Pengelolaan Zakat Pasca Khulafa’ Al-Rasyidin

Pelajaran penting di era ini adalah bahwa deter-


minan utama dari kinerja zakat adalah keper-
cayaan public dan kepatuhan mambayar zakat.
Rendahnya kinerja zakat terlihat jelas berkorelasi
dengan tingkat kepercayaan publik yang menurun
sehingga berimbas kepada berkurangnya tingkat
kepatuhan membayar zakat.
PENGELOLAAN ZAKAT
DI INDONESIA
Pengelolaan Zakat di Zaman Penjajahan

 Data mengenai filantropi Islam sebagian besar didapatkan dari tulisan dan
surat-surat Dr. C. Snouck Hurgronye yang ditujukan kepada Gubernur Jen-
deral dibawah Hindia Belanda.
 Snouck adalah tokoh yang paling berpengaruh dalam memutuskan kebi-
jakan kolonial terhadap bentuk pengelolaan kas masjid yang didapatkan
melalui zakat dan biaya pernikahan.
 Pelaksanaan ajaran agama Islam (termasuk zakat) diatur dalam Ordanante
Pemerintah Hindai Belanda, di mana dalam peraturan ini pemerintah tidak
mencampuri masalah pengelolaan zakat dan menyerahkan sepenuhnya
kepada umar Islam dan bentuk pelaksanaannya sesuai dengan syari’ah Is-
lam.
Pengelolaan Zakat sebelum UU No.38 (1999)
 Pada awal kemerdekaan, pengelolaan zakat tidak diatur pemerintah dan
masih menjadi urusan masyarakat.

 Tahun 1951, Kemenag mengeluarkan Surat Edaran No: A/VII/17367 tang-


gal 8-12-1951 tentang Pelaksanaan Zakat Fitrah.

 Tahun 1964, Kemenag menyusun RUU tentang Pelaksanaan Zakat dan


Pelaksanaan Pengumpulan dan Pembagian Zakat serta Pembentukan Baitul
Maal, namun belum sempat di ajukan ke DPR maupun kepada presiden.
 Barulah pada masa Orba, Menteri Agama pada tahun 1967 menyusun RUU
tentang Zakat serta pembentukan Baitul Maal dan disampaikan kepada
DPR.
Pengelolaan Zakat sebelum UU No.38 (1999)
 Kedua peraturan tersebut tidak mendapat dukungan dari presiden Soeharto
yang baru terpilih, yang justru ingin memusatkan pengelolaan zakat pada
dirinya sendiri sebagai amil zakat personal, namun tidak berhasil.
 Tahun 1982, Presiden Soeharto kemudian mendirikan Yayasan Amal Bakti
Muslim Pancasila (YAMP) yang menarik dana sedekah, (bukan zakat) dari
gaji bulanan pegawai, dana yang terkumpul digunakan untuk membangun
masjid diseluruh Indonesia.
 Bermunculanlah beberapa lembaga pengelola zakat yang dikenal sebagai
Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah (BAZIS) terutama setelah muncul-
nya presiden sebagai amin nasional. Seperti BAZIS DKI Jakarta, BAZIS
Kaltim dll.
Pengelolaan Zakat sebelum UU No.38 (1999)

 Tahun 1991, dikeluarkanlah keputusan bersama Menteri Agama dan


Menteri Dalam Negeri No. 29 dan 47 tentang pembinaan Badan Amil Za-
kat, Infaq dan Shadaqah. Dalam SKB tersebut bahwa pengelolaan zakat di-
lakukan BAZIS dibentuk dari tingkat provinsi sampai tingkat desa/kelura-
han.
 SKB tersebut juga ditindak lanjuti dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri
No.7 (1998) tentang Pembinaan Umum Badan Amil Zakat, Infak dan
Shadaqah. Instruksi ini ditujukan kepada jajaran Departemen Dalam Negeri
untuk membina secara Umum tugas-tugas Badan Amil Zakat, Infaq dan
Shadaqah.
Pengelolaan Zakat Setelah UU No. 38 (1999)
 Lahirnya UU No.38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat menjadi sejarah
penting pengelolaan Zakat di Indonesia. UU ini menjadi tonggak kebangkitan
pengelolaan zakat di Indonesia setelah sekian puluh tahun termarjinalkan dan
titik balik terpenting dunia zakat nasional.
 Dalam pelaksanaannya, pengumpulan zakat tidak dapat dilakukan paksaan ter-
hadap muzakki, melainkan muzakki melakukan perhitungan sendiri atau dibantu
oleh Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat.
 UU tersebut juga menyebutkan bahwa Lembaga Pengelola Zakat tidak hanya
mengelola zakat tetapi juga mengelola Infaq, Shadaqah, hibah, wasiat, waris dan
kafarat.
Pengelolaan Zakat Setelah UU No. 38 (1999)
 Pendayagunaan zakat juga hanya diperuntukan khusus bagi mustahiq 8 Asnaf.
 Delapan Asnaf tersebut ialah fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, sabilil-
lah dan ibnu sabil. Yang dalam aplikasinya dapat meliputi orang-orang yang pal-
ing tidak berdaya secara ekonomi, seperti anak yatim, orang jompo, penyandang
cacat, anak terlantar, orang yang menuntut ilmu, pondok pesantren, pengungsi
dan korban bencana alam, orang yang terlilit utang. Dll.
 Selain zakat, pendayagunaan infaq, hibah, wasiat, waris dan kafarat diutamakan
untuk usaha yang produktif agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
umum (bantuan pembinaan desa untuk mengentaskan kemiskinan).
Pengelolaan Zakat Pasca UU No.23 Tahun 2011
 Lahirnya UU No.23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat merupakan
revisi UU No.38 Tahun 1999 tentang pengelolaan Zakat sebelumnya.

 UU No.23 Tahun 2011 merupakan penyempurna UU Zakat sebelumnya.


UU No. 23 mengatur banyak aspek tentang pengelolaan zakat sehingga
ruang lingkupnya lebih kompleks sedangkan UU No.38 lebih sederhana
dan belum menjangkau banyak aspek dalam pengelolaan zakat.

 Misalnya, UU No. 38 menjelaskan posisi pemerintah dan masyarakat se-


jajar dalam pengelolaan zakat sehingga terjadi pengelolaan zakat menjadi
terpisah-pisah.
Pengelolaan Zakat Pasca UU No.23 Tahun 2011
 Berbeda pada UU No. 23 dimana posisi pemerintah dan Badan Amil Za-
kat Nasional (BAZNAS) lebih tinggi dan bersifat sentralisasi kelemba-
gaan. Sehingga BAZNAS berfungsi sebagai lembaga yang mengkoordinir
lembaga amil zakat di Indonesia.
 UU No.38 masyarakat diberi kebebasan mengelola zakat sedangkan UU.
23 hanya masyarakat yang mendapat izin saja yang dibolehkan memben-
tuk lembaga amil zakat. Hal ini untuk menghindari penyalagunaan dana
zakat, dimana lembaga amil zakat tetap mendapatkan pengawasan dari
pemerintah.
 UU No.38 tidak diatur adanya sanksi dan ketentuan pidana sedangkan UU
No.23 diatur tentang sanksi administratif bagi lembaga zakat yang
melakukan penyelewengan.
1. Badan Amil Zakat Nasional
2. LAZ Dompet Dhuafa Republika
3. LAZ Yayasa Amanah takaful
4. LAZ Pos Keadilan peduli Umat
5. LAZ Yayasan Baitul Maal Muamalat
6. LAZ Yayasan Dana Sosial Al-Falah
7. LAZ Baitul Maal Hidayatullah
8. LAZ Persatuan Islam
9. LAZ Yayasan Baitul Maal Umat Islam PT Bank Negara Indonesia
10. LAZ Yayasan Bangun Sejahtera Mitra Umat
11. LAZ Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia
12. LAZ Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia
13. LAZ Yayasan Baitul Maal Wa Tamwil
14. LAZ Baituzzakah Pertamina
15. LAZ Dompet Peduli Umat Daarut- Tauhid
16. LAZ Yayasan Rumah Zakat Indonesia
17. LAZIS Muhammadiyah (Lazismu)
18. LAZIS Nahdlatul Ulama (LAZIS NU)
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai