Perkembangan Zakat
Outline
• Syari’at Zakat Pra-Rasulullah Saw
• Zakat pada masa Rasulullah Saw
• Zakat pada masa Khalafaur Rasyidin
• Zakat di Indonesia
Syari’at Zakat Pra-Rasulullah Saw
Beribu-ribu tahun sebelum masehi, orang-orang Mesir kuno selalu merasa menyandang tugas
agama
Dalam hal ini mereka yang memiliki agama ciptaan manusia (bukan agama samawi) memiliki
perhatian terhadap aspek sosial seperti yang dilakukan oleh Hammurabi di lembah Eufrat-Tigris
4000 tahun SM. Ia berkata
“Bahwa Tuhan mengirimkannya ke dunia ini untuk mencegah orang-orang kaya bertindak
sewenang-wenang terhadap orang yang lemah…”
Zakat bukan hanya dibawa oleh syari’at Nabi Muhammad SAW, namun telah lama diturunkan
dalam risalah agama samawiyah
Allah memerintahkan kepada para Rasul-Rasul-Nya untuk membayar zakat
Zakat telah disyari’atkan kepada Nabi Ibrahim a.s., Nabi Islamil a.s., Nabi Ishaq a.s., Nabi
Ya’qub a.s., Nabi Musa a.s., dan Nabi Isa a.s..
Zakat tidak hanya mengatur hubungan ke atas (Hablun min-Allah) tetapi juga menuntut
hubungan ke sekitar (Hablun Minannas).
Allah mensyari’atkan zakat sebagai mekanisme untuk memelihara keadilan dan kedamaian
sosial
Seperti halnya pada rasionalitas seorang Maslahah-oriented Economic Man, bahwa
kehidupan ini berorientasi tidak hanya pada kepentingan pribadi tetapi juga sesama manusia
baik untuk duniawi maupun urusan ukhrawi
Jelas bahwa zakat telah lama disyari’atkan sebelum Rasulullah Muhammad SAW diutus untuk
menyampaikan agama Islam
Dengan demikian kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa nasib orang-orang miskin dan
lemah itu tergantung kepada belas kasih orang-orang kaya
Zakat Masa Rasulullah Saw
Sebagaimana disyari’atkan kepada Rasul-rasul terdahulu, zakat kiha disyari’atkan kepada
Rasulullah Muhammad SAW
Syair’at mengeluarkan zakat telah terjadi sejak Nabi berada di Makkah bersamaan dengan
perintah mendirikan shalat
Ayat-ayat tentang zakat yang diturunkan pada periode Makkah tidak secara tegas menyatakan
kewajiban zakat, namun umumnya bersifat informatif dan bersifat anjuran mengenai
bershadaqah.
Bahwasannya pada periode Makkah syariat zakat belum menjadi syari’at yang bersifat wajib
dan masih bersifat himbauan dan anjuran, karena ayat-ayat tersebut tidak memakai shigat amar
Inilah ayat-ayat Al Quran yang mengandung hikmah, menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang
berbuat kebaikan, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka yakin akan
adanya negeri akhirat. (QS Al-Luqman: 2-4)
Dalam sejarah Islam, zakat mulai diwajibkan di Madinah. Lalu mengapa ayat-ayat zakat ini
sebagain besar merupakan ayat makkiyah?
Hal ini karena zakat yang termaktub dalam ayat-ayat yang turun di Makkah tidaklah sama
dengan zakat yang diwajibkan di Madinah.
Zakat di Madinah:
- Nisab dan besarannya sudah ditentukan
- Orang yang mengumpulkan dan membagikan sudah diatur
- Negara bertanggung jawab mengelola zakat
Zakat di Makkah:
- Tidak ditentukan besaran dan batasnya
- Diserahkan kepada rasa iman, kemurahan hati dan perasaan tanggung jawab seseorang atas
orang lain sesame orang-orang yang beriman
-
Zakat pada periode Makkah
- secara sosiologis umat Islam masih merupakan kelompok minoritas
- Kaum Muslimin di Makkah tidak memiliki kekayaan dan harta benda yang berlimpah
- Zakat yang dikeluarkan berdasrkan kekuatan Iman dan Islam pada kaum Muslimin
Saat itu zakat menjadi salah satu instrument fikal untuk menekan angka ketimpangan distribusi
pendapatan di antara masyarakat.
Zakat pada periode Madinah
Ketentuan zakat untuk fakir dan miskin saja berlaku hingga tahun ke 9 hijriyah, karena pada
tahun tersebut Allah menurunkan surat At-Taubah ayat ke 60
Zakat pada periode Madinah
•Untuk mempermudah mekanisme pemungutan dan penyaluran zakat, Nabi mengangkat
petugas khusus yang dikenal sebaai amil.
•Amil pertama: yang berdomisili di dalam kota Madinah, tidak memperoleh gaji terkadang
memperolah honorarium, sahabat yang pernah berstatus demikian adalah Umar bin Khatab
•Amil kedua: yang tinggal di luar kota Madinah, sebagai wali pemerintah pusat (Pemerintah
daerah) yang merangkap menjadi amil, sahabat yang pernah berstatus demikian adlah Muadz
bin Jabal
•Amil langsung mengambil zakat dan mendistribusikannya kepada yang membutuhkannya di
setiap daerahnya masing-masing
•Pendistribusian zakat pada masa Nabi adalah langsung menghabiskan seluruh dana zakat yang
diterima dan sudah mengenal konsep desentralisasi distribusi zakat.
Zakat pada periode Madinah
•Untuk mempermudah mekanisme pemungutan dan penyaluran zakat, Nabi mengangkat
petugas khusus yang dikenal sebaai amil.
•Amil pertama: yang berdomisili di dalam kota Madinah, tidak memperoleh gaji terkadang
memperolah honorarium, sahabat yang pernah berstatus demikian adalah Umar bin Khatab
•Amil kedua: yang tinggal di luar kota Madinah, sebagai wali pemerintah pusat (Pemerintah
daerah) yang merangkap menjadi amil, sahabat yang pernah berstatus demikian adlah Muadz
bin Jabal
•Amil langsung mengambil zakat dan mendistribusikannya kepada yang membutuhkannya di
setiap daerahnya masing-masing
•Pendistribusian zakat pada masa Nabi adalah langsung menghabiskan seluruh dana zakat yang
diterima dan sudah mengenal konsep desentralisasi distribusi zakat.
Zakat Masa Khalafaur Rasyidin
Masa Abu Bakar yaitu dua tahun setelah Nabi wafat, mekanisme zakat tidak berubah
Namun pada periode ini terjadi sebuah peristiwa penting terkait zakat yaitu pembangkang
zakat karena menganggap bahwa hanya Nabi yang berhak memungut zakat dan hanya
pemungutan yang dilakukan Nabi yang dapat membersihkan dan menghapuskan dosa mereka
Zakat Masa Khalafaur Rasyidin
Setelah khalifah berpindah kepada Umar bin Khattab, untuk mengelola wilayah yang semakin
luas dan dengan persoalan yang kompleks, Umar bin Khattab membentuk beberapa Lembaga
baru yang bersifat ekseklusif operasional.
Diantara Lembaga yang dibentuk adalah Baitul Mal yang berfungsi untuk mengelola sumber-
sumber keuangan, termasuk zakat
Pada periode Umar ini, zakat tidak dibagikan kepada muallaf yang sudah memahami Islam
dengan baik dan digantikan kepada orang lain yang jauh lebih membutuhkan
Kemudian pada masa Utsman kondisi ekonomi sangat Makmur yang bersumber dari kharaj
(pajak tanah) dan jizyah (pajak non-muslim). Dimana zakat tidak banyak berubah pada masa ini
karena lebih fokus dalam pengelolaan pendapatan negara yang bersumber dari kharja dan jizyah
tersebut.
Zakat di Indonesia
Sejak awal masuknya Islam ke Indonesia, zakat merupakan salah satu sumber dana untuk
pengembangan ajaran Islam serta sebagai pendanaan dalam perjuangan bangsa Indonesia
melawan penjajahan Belanda.
Terdapat beberapa kesultanan yang mencapai kejayaan berkat dukungan dana intern dari umat
Islam seperti kesultanan Aceh, Sumatera Barat, Banten, Mataram, Demak, Gowa da Ternate.
Kesultanan tersebut berhasil mendayagunakan potensi ekonomi umat dengan memperbaiki
kualitas ekonomi rakyat salah satunya adalah dengan mengatur sumber-sumber keuangan Islam
seperti:
- pendayagunaan zakat
- pemeliharaan harta wakaf
- pemeliharaan harta wasiat, infak dan sedekah
Peran Negara Dalam Mengelola Zakat
Di Indonesia
Zakat sebagai alat pengumpulan logistik perlawanan Kolonialisme Belanda. Sehingga Belanda
melarang melalui kebijakannya Bijblad Nomor 1892 tahun 1866 dan Bijblad 6200 tahun 1905
melarang petugas keagamaan, pegawai pemerintah dari kepala desa sampai bupati, termasuk
priayi pribumi ikut serta dalam pengumpulan zakat.
masyarakat Aceh telah menggunakan sebagian dana zakat untuk membiayai perang dengan
Belanda4, sebagaimana Belanda membiayai perangnya dengan sebagian dana pajak.
pengumpulan zakat di Aceh sudah dimulai pada masa Kerajaan Aceh, yakni pada masa Sultan
Alaudin Riayat Syah (1539-1567).
Zakat Dan Pengelolaan Ekonomi
Nasional
Permasalahan Indonesia:
1.Kesenjangan sosial yang tinggi, Rasio Gini 0,397 (BPS, 2016)
2.Kemiskinan yang tinggi mencapai 10,86% (BPS, 2016)
3.IPM Indonesia menengah-rendah (0,684) dengan peringkat 110 dari 188 (UNDP, 2015)
4.Indonesia sebagai Wilayah Rawan Bencana.
Peran Zakat:
Memoderasi kesenjangan sosial;
Membangkitkan ekonomi kerakyatan;
Mendorong munculnya model terobosan dalam pengentasan kemiskinan;
Mengembangkan sumber pendanaan pembangunan kesejahteraan umat di luar APBN