Anda di halaman 1dari 17

LEMBAGA KEUANGAN DAN LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH

“Lembaga Filantropi Islam”

Dosen Pengampu:

Nonie Afrianty, M.E.

Disusun Oleh Kelompok 8 :

1 Indri Febrianti (2111130027)


2 Dwi Sulistiani (2111130007)
3 Angelia Maharani (2111130026)
4 Randika Wahyu Saputra (2111130022)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI FATMAWATI SUKARNO BENGKULU

TAHUN 2023/2024
Daftar Isi
Daftar Isi......................................................................................................................... i
A. Pengertian Lembaga Filantropi Islam........................................................................ 1
B. Peraturan Perundang-Undangan Tentang Zakat Sebelum Dan Sesudah Kemerdekaan
Indonesia.................................................................................................................... 2
C. Peraturan Perundang-Undangan Tentang Wakaf Sebelum Dan Sesudah Kemerdekaan
Indonesia.................................................................................................................... 9
D. Macam-Macam Lembaga Filantropi Pengelola Zakat Di Indonesia......................... 11
E. Macam-Macam Lembaga Filantropi Pengelola Wakaf Di Indonesia........................ 12
F. Kesimpulan................................................................................................................. 14
Daftar Pustaka................................................................................................................. 15

i
A. Pengertian Lembaga Filantori Islam
Ayat Alquran berbicara mengenai filantropi dalam bentuk perintahNYA dalam konsep
zakat, infaq, shadaqah, hibah untuk menciptakan dan memelihara kemaslahatan hidup serta
martabat kehormatan manusia, dan Allah SWT menciptakan syariat yang mengatur cara
memanfaatkan harta dengan baik. Salah satu cara memanfaatkan harta adalah dengan
melaksanakan konsep filantropi, hal ini terdapat dalam Alquran kemudian diperjelas oleh
Allah dengan aktualisasi pada Nabi Muhammad SAW. Bila merujuk pada Alquran, terdapat
suatu sistem ekonomi Islam dalam penerapan zakat, infaq, shadaqah, seperti lebih
mengutamakan kesempatan dan pendapatan(Ali Imran: 180, at-Taubah), tidak menyetujui
pemborosan(al-Isra: 26), tidak menyetujui spekulasi serta praktek-praktek ketidak jujuran dan
penipuan(Huud: 85-86), dan Islam menghendaki semua bentuk kegiatan ekonomi dilakukan
dengan usaha yang sah dan jujur serta dilandasi dengan iman dan iktikad yang baik(an-Nisa’:
29)1.
Filantropi merupakan suatu konsep yang telah terdapat dalam Islam, yang bertujuan untuk
kebaikan (al-birr), melihat kondisi tingkat sosial dan ekonomi masyarakat yang berbeda-beda,
idea tau konsep filantropi merupakan salah satu alternatif bagi suatu kelompok masyarakat
untuk mengurangi kesenjangan sosial diantara masyarakat. Makalah ini mengkaji tentang
konsep filantropi yang terdapat dalam Islam dan bagaimana konsep ini dapat memberdayakan
masyarakat dalam kegiatan ekonomi. Adapun kajian dalam makalah ini meliputi pengertian
filantropi, filantropi dalam Islam (meliputi: wakaf, zakat, infak, shadaqah, hibah, hadiah),
filantropi dan kegiatan ekonomi serta penutup2.
Kata ‘filantropi‛ (Inggris: philanthropy) merupakan istilah yang tidak dikenal pada masa
awal Islam, meskipun belakangan ini sejumlah istilah Arab digunakan sebagai padanannya.
Filantropi kadang-kadang disebut al-‘ata’ al-ijtima‘i (pemberian sosial), dan adakalanya
dinamakan al-takaful al-insani (solidaritas kemanusiaan) atau ‘ata khayri (pemberian untuk
kebaikan). Namun, istilah seperti al-birr (perbuatan baik) atau as-sadaqah (sedekah) juga
digunakan3.
Lembaga filantrofi merupakan lembaga yang membantu masyarakat dalam mengelola
zakat untuk disalurkan kepada pihak yang berhak menerima zakat. Lembaga filantrofi pada
dasarnya lembaga yang secara sukarela demi kesejahteraan masyarakat. Secara umum
Filantropi didefinisikan sebagai tindakan sukarela untuk kepentingan publik.
1
Abdiansyah Linge, “Filantropi Islam Sebagai Instrumen Keadilan Ekonomi” 1, no. September (2015): 154–
171.
2
Ibid.
3
Ibid.

1
Filantropi merupakan salah satu pendekatan untuk mempromosikan kesejahteraan
termasuk didalamnya upaya mengentaskan kemiskinan. Filantropi sebagai salah satu modal
sosial melalui pemberian derma atau bantuan kepada masyarakat yang kurang mampu.
Tumbuh kembangnya gerakan filantropi salah satunya dengan hadirnya lembaga filantopi
Islam berbentuk zakat, infak, dan shadaqah. Ketika telah menunaikan zakat maka kewajiban
terhadap rukun Islam telah terlaksana, sekaligus membantu sesama muslim dalam
meringankan beban mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

B. Peraturan Perundang-Undangan Tentang Zakat Sebelum Dan Sesudah


Kemerdekaan Indonesia.
Sebelum kemerdekaan republik Indonesia terdapat peraturan yang terkait dengan zakat,
yaitu4:
a. Tahun 1858
Di era penjajahan, sejak 1858, kebijakan Pemerintahan Belanda terhadap zakat secara
umum bersifat netral dan berusaha tidak campur tangan. Kebijakan ini berlatar dari
upaya untuk membendung ketidakpuasan rakyat atas penyalahgunaan dana zakat oleh
pejabat-pejabat yang ditunjuk Pemerintah Belanda, seperti bupati, wedana, dan kepala
desa
b. Tahun 1866
Untuk menjaga stabilitas politik dan keamanan, Pemerintah Belanda menerbitkan
regulasi pada tahun 1866 yang melarang seluruh pejabat untuk terlibat dalam
pengumpulan dan pendistribusian zakat. Di era penjajahan Belanda ini zakat
sepenuhnya menjadi urusan pribadi.
c. Tahun 1893
Pada masa penjajahan, Belanda pernah mengeluarkan Bijblad Nomor 1892 tanggal 4
Agustus 1893 yang berisi kebijakan Pemerintah Hindia Belanda untuk mengawasi
pelaksanaan zakat maal dan fitrah yang dilaksanakan oleh para penghulu atau naib
untuk menjaga dari penyelewengan keuangan.
d. Tahun 1905
Ordinatie penjajah Belanda No. 6200 tanggal 28 Februari 1905. Pada awal abad XX,
di terbitkanlah peraturan yang tercantum dalam Ordonantie Pemerintah Hindia
Belanda Nomor 6200 tanggal 28 Februari 1905. Dalam peraturan ini Pemerintah

4
Widi Nopiardo, “PERKEMBANGAN PERATURAN TENTANG ZAKAT DI INDONESIA Widi” (2016).

2
Hindia Belanda tidak akan lagi mencampuri urusan pengelolaan zakat, dan
sepenuhnya pengelolaan akan diserahkan kepada umat Islam.
Setelah kemerdekaan5:
a. Tahun 1951
Surat Edaran Pemerintah No. A/VII/17367 tanggal 8 Desember 1951 tentang
Pelaksanaan Zakat Fitrah.
b. Tahun 1964 Pada tahun 1964 Departemen Agama menyusun Rancangan
Undangundang tentang Pelaksanaan Zakat dan Rancangan Peraturan Pemerintah
pengganti Undang-Undang tentang Pelaksanaan Pengumpulan dan Pembagian Zakat
serta Pembentukan Baitul Maal, tetapi kedua perangkat peraturan tersebut belum
sempat diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat maupun Presiden.
c. Tahun 1967
Pada masa Orde Baru Menteri Agama menyusun Rancangan Undang-Undang tentang
Zakat dan disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dengan
Surat Nomor MA/095/1967. RUU tersebut disampaikan juga kepada Menteri Sosial
selaku penanggungjawab masalah-masalah sosial dan Menteri Keuangan selaku pihak
yang mempunyai kewenangan dan wewenang dalam bidang pemungutan. Menteri
Keuangan dalam jawabannya menyarankan agar masalah zakat ditetapkan dengan
Peraturan Menteri Agama
d. Tahun 1968
Kepemimpinan Presiden Soeharto memberikan kesempatan bagi umat Islam dalam
konteks penerapan zakat ini. Sesuai anjuran Presiden dalam pidatonya saat
memperingati Isra’ Mi’raj di Istana Negara tanggal 22 Oktober 1968 maka
dibentuklah Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah (BAZIS) yang dipelopori oleh
Pemerintah Daerah DKI Jaya. Sejak itulah, secara beruntun Badan Amil Zakat
terbentuk di berbagai wilayah dan daerah seperti di Kalimantan Timur (1972),
Sumatera Barat (1973), Jawa Barat (1974), Aceh (1975), Sumatra Selatan dan
Lampung (1975), Kalimantan Selatan (1977), dan Sulawesi Selatan dan Nusa
Tenggara Barat (1985) (Faisal, 2011: 260). Adapun landasannya tertuang pada
Peraturan Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Badan Amil
Zakat dan Peraturan Menteri Agama Nomor 5 Tahun 1968 tentang Pembentukan
Baitul Maal. Kedua PMA ini dianggap berkaitan di mana Baitul Maal sebagai

5
Ibid.

3
penerima dan penampung zakat, dan kemudian disetorkan kepada Badan Amil Zakat
untuk disalurkan kepada yang berhak
e. Tahun 1969
Peraturan Menteri Agama Nomor 4 dan 5 ditangguhkan pelaksanaannya dalam jangka
waktu yang tidak ditentukan dengan Instruksi Menteri Agama No. 1 tahun 1969
karena ada pihak-pihak yang kurang sejalan. Dinamika politik waktu itu kurang
mendukung untuk memasukkan zakat dalam legislasi perundangundangan Negara.
Selanjutnya, pada 21 Mei 1969 keluarlah Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1969
tentang Pembentukan Panitia Pembangunan Uang Zakat yang diketuai oleh
Menkokesra Idham Chalid. Keppres ini dalam operasionalnya diuraikan dalam Surat
Edaran Menteri Agama Nomor 3 tahun 1969 mengenai pengumpulan uang zakat
melalui rekening Giro Pos No. A. 10.00.
f. Tahun 1984/ 1985
Pada tahun 1984 dikeluarkan Instrusksi Menteri Agama Nomor 2 Tahun 1984 tanggal
3 Maret 1984 tentang Infak Seribu Rupiah selama Bulan Ramadhan yang
pelaksanaanya diatur dalam Keputusan Direktor Jenderal Bimas Islam dan Urusan
Haji Nomor 19/1984 tanggal 30 April 1984. Terkait dengan Naskah Akademik
Peraturan Perundangundangan maka Melalui kegiatan Proyek Pusat Perencanaan
Hukum dan Kodifikasi Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman
RI Tahun 1984/1985 telah dipersiapkan Naskah Akademik Peraturan
Perundangundangan tentang Zakat yang diketuai oleh H. Dahdir MS. DT. Asa
Bagindo
g. Tahun 1989
Pada tanggal 12 Desember 1989 dikeluarkan Instruksi Menteri Agama Nomor 16
Tahun 1989 tentang Pembinaan Zakat, Infak, dan Shadaqah yang menugaskan semua
jajaran Departemen Agama untuk membantu lembaga-lembaga keagamaan yang
mengadakan pengelolaan zakat, infak, dan shadaqah agar menggunakan dana zakat
untuk kegiatan pendidikan Islam dan lain-lain.
h. Tahun 1991
Pada tahun 1991 Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri mengeluarkan Surat
Keputusan Bersama Nomor 29 dan 47 tentang Pembinaan Badan Amil Zakat, Infak,
dan Sedekah, diikuti oleh Instruksi Menteri agama Nomor 15 Tahun 1991 dan
Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1998 tentang Pelaksanaan SKB
tersebut
4
i. Tahun 1996/1997 Pada tahun 1996/1997 ada proses yang bermanfaat untuk
pengembangan peraturan tentang zakat yaitu Analisa dan Evaluasi Hukum tentang
Prosedur dan Penyaluran Zakat dalam Pengentasan Kemiskinan sebagaimana yang
dinyatakan oleh Permono bahwa Pusat Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional
Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI telah melaporkan
hasil tim yaitu: Analisa dan Evaluasi Hukum tentang Prosedur dan Penyaluran Zakat
dalam Pengentasan Kemiskinan Tahun 1996/1997, yang diketuai oleh Damsir Anas.
SH
j. Tahun 1998
Pada tahun ini Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri
Nomor 7 Tahun 1998 tentang Pelaksanaan SKB Nomor 29 dan 47 tentang Pembinaan
Badan Amil Zakat, Infak, dan Sedekah yang telah ditetapkan pada tahun 1991
(Santoso, 2018: 83). Pada tahun 1998/1999 Badan Pembinaan Hukum Nasional
Departemen Kehakiman RI melalui Pelaksana Tim Kompilasi Bidang Hukum berhasil
menerbitkan Kompilasi Hukum Bidang Pengumpulan, Penyaluran dan
Pendayagunaan Zakat yang diketuai oleh Prof. Dr. KH. Sjechul Hadi Permono, SH.
MA. Maksud tim ini adalah untuk mengkompilasikan berbagai hukum tertulis dan
hukum tidak tertulis yang berkaitan dengan masalah pengumpulan, penyaluran dan
pendayagunaan zakat. Sedangkan tujuannya adalah untuk memberi masukan dalam
upaya pembentukan sistem hukum nasional terutama dapat dijadikan bahan
penyusunan RUU tentang pengelolaan zakat.
k. Tahun 1999
Cikal bakal terwujudnya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Zakat yaitu Musyawarah Kerja Nasional I Lembaga Pengelola ZIS dan Forum Zakat
yang dibuka oleh bapak Presiden pada tanggal 7 Januari 1999. Dari Musyawarah
Kerja Nasional tersebut direkomendasikan perlunya segera dipersiapkan RUU
Tentang Sistem Pengelolaan zakat. Selanjutnya Dr. H. Ahmad Sutarmadi, Direktur
Urusan Agama Islam Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan
Haji berinisiatif untuk mengadakan pertemuan dengan Tim BPHN, yang akhirnya
dibentuklah Tim Penyusunan Draf RUU tentang Pengelolaan Zakat yang diketuai oleh
Prof. Dr. KH. Sjechul Hadi Permono, SH. MA., yang anggota-anggotanya terdiri dari
wakil-wakil dari Depag, Depkeh, Depsos, Depdagri, Depkeu, MUI, dan BAZIS DKI
Jakarta. Tim tersebut bekerja mulai tanggal 6 Januari 1999 sampai dengan 2 Maret
1999. Tim akhirnya menghasilkan Draf RUU tentang Pengelolaan Zakat dengan X
5
Bab dan 23 Pasal. Pada tanggal 4 Pebruari 1999 Menteri Agama Bapak Malik Fajar
mengajukan permohonan persetujuan prakarsa penyusunan RUU tentang
Pengumpulan dan Pendayagunaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah, kepada Presiden RI,
Bapak Bacharuddin Jusuf Habibie dengan suratnya Nomor: MA/18/1999.
Permohonan tersebut mendapat jawaban dari Menteri Sekretaris Negara, Bapak Akbar
Tanjung, tertanggal 30 April 1999, bernomor: B/283/M. Sekneg/4/1999, yang isinya
bahwa Bapak Presiden menyetujui prakarsa penyusunan Rancangan UndangUndang
tentang Pengumpulan dan Pendayagunaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah. Pada tanggal
24 Juni 1999 dengan Nomor: R.31/PU/IV/1999 Bapak Presiden Rl menyampaikan
Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat Kepada Pimpinan Dewan
Perwakilan Rakyat RI, untuk dibicarakan dalam Sidang DPR, guna mendapatkan
persetujuan. DPR RI mengadakan Rapat Paripurna hari Senin tanggal 26 Juli 1999
dengan acara Pembicaraan Tingkat I/Keterangan Pemerintah atas RUU tentang
Pengelolaan Zakat. Muhammad dalam (Siregar, 2016: 44) menyatakan bahwa mulai
tanggal 26 Agustus sampai dengan tanggal 14 September 1999 diadakan pembahasan
substansi RUU tentang Pengelola Zakat dan telah disetujui oleh DPR RI dengan
keputusan DPR RI Nomor 10/DPR-RI/1999. Dan melalui surah Ketua DPR RI Nomor
RU.01/03529/DPR-RI/1999 tanggal 14 September 1999 disampaikan kepada Presiden
untuk ditandatangani dan disahkan menjadi Undang-Undang. Pada tanggal 23
September 1999 diundangkan menjadi UndangUndang No. 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat. Terwujudnya Undang-Undang Pengelolaan Zakat di Indonesia
merupakan catatan yang dikenang umat Islam selama periode Presiden B.J. Habibie.
Setelah diundangkannya Undangundang tersebut maka dikeluarkan Keputusan
Menteri Agama Nomor 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, ditetapkan pada tanggal 13 Oktober 1999.
l. Tahun 2000
Pada tahun 2000 diterbitkan Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat dengan Keputusan
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji, nomor D/291 tahun
2000. Walaupun tidak spesifik mengatur tentang zakat UndangUndang No. 17 tahun
2000 tentang Pajak Penghasilan mengakomodir umat Islam yang membayar zakat dan
pajak.
m. Tahun 2003
Pada tahun 2003 kemudian Menteri Agama RI mengeluarkan Keputusan Menteri
Agama RI Nomor 373 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38
6
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat sebagai pengganti Keputusan Menteri Agama
RI Nomor 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan UndangUndang Nomor 38 Tahun
1999 tentang Pengelolaan Zakat.
n. Tahun 2008 Pada tahun 2008 terdapat PERMA No 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi
Hukum Ekonomi Syari’ah yang di dalamnya tercakup bab zakat
o. Tahun 2010
Pada tahun ini terbit Surat Keputusan Dewan Pertimbangan Badan Amil Zakat
Nasional No: 001/ DPBAZNAS/ XII/ 2010 tentang Pedoman Pengumpulan dan
Pentasyarufan Zakat, Infaq, dan Shadaqah pada Badan Amil Zakat Nasional.
p. Tahun 2011
Di tahun ini lahir Undang- undang No. 23 Tahun 2011 Pengelolaan Zakat (sebagai
revisi terhadap UU No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan Zakat.
q. Tahun 2013
Kelahiran UU No. 23 tahun 2011 ini memicu kontroversi yang tajam dan tarik-
menarik pengelolaan zakat nasional di ranah publik, khususnya antara pemerintah dan
masyarakat sipil. Debat publik yang memanas tentang Undang-Undang yang baru
seumur jagung ini berakhir di Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan uji materil
(jucial review) UU No. 23/2011 diajukan ke MK oleh puluhan LAZ termasuk dua
LAZ terbesar, Dompet Dhuafa dan Rumah Zakat, yang tergabung dalam Koalisi
Masyarakat Zakat (KOMAZ) Indonesia pada 16 Agustus 2012. 6 Langkah tabayyun
konstitusi oleh KOMAZ ini menjadi “bersejarah” karena untuk pertama kalinya di
Indonesia sebuah Undang-Undang “syariah” digugat ke MK oleh masyarakat muslim
sendiri. Melalui proses penantian yang panjang, pada 31 Oktober 2013 MK menolak
sebagian besar gugatan utama dan hanya mengabulkan sebagian kecil gugatan turunan
(Hakim, 2015: 157).
r. Tahun 2014
Setelah menunggu dari tahun 2011, barulah pada tahun 2014 barulah terbit Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Di samping itu juga terbit
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2014 tentang Optimalisasi Pengumpulan
zakat di Kementerian/Lembaga, Sekretariat Jenderal Lembaga Negara, Sekretariat
Jenderal Komisi Negara, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan
Usaha Milik Daerah Melalui Badan Amil Zakat Nasional. Selajutnya dibuat Peraturan

7
Menteri Agama Nomor 52 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Perhitungan
Zakat Mall dan Zakat Fitrah Serta Pendayagunaan Zakat Untuk Usaha Produktif.

s. Tahun 2015
Pada tahun 2015 terbentuk Peraturan Menteri Agama Nomor 69 Tahun 2015 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Agama Nomor 52 Tahun 2014 tentang Syarat dan
Tata Cara Perhitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah serta Pendayagunaan Zakat Untuk
Usaha Produktif.
t. Tahun 2016
Pada tahun 2016 ada sejumlah peraturan seperti Peraturan Menteri Agama Nomor 5
Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dalam Pengelolaan
Zakat. Selain itu, Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Badan Amil Zakat Nasional.
Selanjutnya, Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2016
tentang Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja Anggota Badan Amil Zakat Nasional. u. Tahun
2017 Pada tahun 2017 dibentuk Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor
39 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Agama Nomor 18 Tahun
2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Badan Amil Zakat Nasional. s.
Tahun 2015 Pada tahun 2015 terbentuk Peraturan Menteri Agama Nomor 69 Tahun
2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Agama Nomor 52 Tahun 2014
tentang Syarat dan Tata Cara Perhitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah serta
Pendayagunaan Zakat Untuk Usaha Produktif. t. Tahun 2016 Pada tahun 2016 ada
sejumlah peraturan seperti Peraturan Menteri Agama Nomor 5 Tahun 2016 tentang
Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dalam Pengelolaan Zakat. Selain itu,
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2016 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Badan Amil Zakat Nasional. Selanjutnya,
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2016 tentang Tugas,
Fungsi, dan Tata Kerja Anggota Badan Amil Zakat Nasional.
u. Tahun 2017 Pada tahun 2017 dibentuk Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia
Nomor 39 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Agama Nomor 18
Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Badan Amil Zakat
Nasional.

8
C. Peraturan Perundang-Undangan Tentang Wakaf Sebelum Dan Sesudah
Kemerdekaan Indonesia.
Sebelum kemerdekaan republik Indonesia terdapat peraturan yang terkait dengan wakaf,
yaitu:
a. Peraturan Wakaf Pada Masa Awal Masuknya Islam Sampai dengan Masa Kolonial
Belanda
Sebelum datangnya Islam, masyarakat Nusantara telah melakukan perbuatan
kemanusiaan yang menyerupai wakaf seperti di Mataram, telah dikenal praktik semacam
Wakaf yang disebut Tanah Perdikan. 13 Di Lombok dikenal dengan Tanah Pareman. 14
Dalam tradisi masyarakat Baduy di Cibeo, Banten Selatan juga dikenal Huma Serang, 15 dan
di Minangkabau ada juga 16 Tanah Pusaka (tinggi) sedangkan di Aceh dikenal dengan tanah
Weukeuh, 17 yaitu tanah pemberian sultan yang digunakan untuk kepentingan umum6.
Pengaturan wakaf saat ini diatur berdasarkan Hukum Islam karena masyarakat Indonesia
sudah semakin sadar akan Islam. Tata cara wakaf tanah dilakukan berdasarkan kaidah fiqh
yang terdapat dalam kitab kuning, sangat penyerahan komitmen wakaf dari Wakif kepada
Nazhir sangatlah mudah dan cukup. bukan pemerintahan. Namun dengan berdirinya
pemerintahan di bawah Di bawah pemerintahan Belanda, setiap tindakan wakaf tanah harus
diungkapkan menurut negara. Namun harta wakaf yang tunduk pada peraturan hanya dibatasi.
tidak mengatur harta wakaf keliling; hanya mengatur benda-benda tidak bergerak, seperti
tanah. meskipun diyakini sudah ada orang yang menyumbangkan barang pada saat itu Al-
Qur'an, sajadah, dan batu bata bergerak.
Selama berkuasa di Indonesia, Pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan beberapa
kebijakan tentang regulasi wakaf, dimana antara tahun 1903 sampai 1935, Belanda
mengeluarkan empat surat edaran Sekretaris (Circulaires van de Gouvernements Secretaris)
kepadan pemimpin Indonesia. Seperti7:
1. Surat Edaran Sekretaris Gubernemen Tanggal 31 Januari 1905 Nomor 435
sebagaimana termuat dalam Bijblad Nomor 6196 Tahun 1905 tentang Toezicht Op
Den Bouw Van Mohammedaansche Bedehuizen. Surat edaran ini ditujukan kepada

6
Heru Susanto, “Sejarah Perkembangan Perundang-Undangan Wakaf Di Indonesia,” Bilancia: Jurnal Studi
Ilmu Syariah dan Hukum 10, no. 2 (2016): 59–90.
7
Ibid.

9
para kepala Daerah di Jawa dan Madura kecuali daerah Swapraja. Isinya supaya
Bupati mendata rumah-rumah ibadah umat Islam yang dibangun diatas tanah wakaf,
agar tidak bertentangan dengan kepentingan umum seperti untuk pembuatan jalan dan
pasar. 20 Menurut Rachmadi Usman, dalam surat edaran ini, meskipun tidak secara
khusus disebut tentang wakaf, namun pemerintah kolonial Belanda tidak bermaksud
untuk melarang maupun menghalang-halangi tentang pengelolaan wakaf untuk
kepentingan keagamaan. Untuk pembangunan tempat-tempat ibadah diperbolehkan
asal betul-betul untuk kepentingan umum dan dikehendaki oleh masyarakat.
2. Surat Edaran Sekretaris Gubernemen Tanggal 4 Juni 1931 Nomor 1631/A
sebagaimana termuat dalam Bijblad Nomor 12573 Tahun 1931 tentang Toezicht Van
De Regeering Op Mohammedaansche Bedehuizen, Vrijdagdiensten En Waqfs. Surat
edaran ini mengatur tentang perlunya meminta izin secara resmi kepada Bupati bagi
orang-orang yang ingin berwakaf dan kemudian Bupati menilai permintaan tersebut
dari sudut maksud perwakafannya dan tempat harta yang diwakafkan. 22 Dalam surat
edaran ini dimuat garis besarnya agar Bijblad tahun 1905 Nomor 6169 supaya
diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Agar pelaksanaan wakaf menjadi tertib, maka
izin dari Bupati diperlukan dan Bupatilah yang menilai apakah wakaf yang akan
dilaksanakan itu sesuai dengan yang dimaksud dari pemberi wakaf. Apabila Bupati
memberikan izin atas permohonan wakaf, maka wakaf tersebut harus didaftar dan
untuk selanjutnya dipelihara oleh Pengadilan Agama setempat dan pendaftaran ini
harus diberitahukan kepada Asisten Wedana untuk dijadikan bahan pembuatan
laporan kepada kantor Landrente.
3. Surat Edaran Sekretaris Gubernemen Tanggal 24 Desember 1934 Nomor 3088/A
sebagaimana termuat dalam Bijblad Nomor 12573 Tahun 1934 tentang Toezicht Van
De Regeering Op Mohammedaansche Bedehuizen, Vrijdagdiensten En Waqfs. Dalam
surat edaran ini diatur tentang kewenangan bupati dalam menyelesaikan sengketa
dalam pelaksanaan shalat jum’at bila diminta oleh para pihak.
4. Surat Edaran Sekretaris Gubernemen Tanggal 27 Mei 1935 Nomor 3088/A
sebagaimana termuat dalam Bijblad Nomor 13480 Tahun 1935 tentang Toezicht Van
De Regeering Op Mohammedaansche Bedehuizen, Vrijdagdiensten En Waqfs. Surat
edaran ini hanya mempertegas Surat Edaran sebelumnya, yakni berkenaan dengan tata
cara pelaksanaan wakaf sebagai realisasi dari ketentuan Bijblad Nomor 6169/1905
yang menghendaki registrasi dari tanah wakaf di daerah jajahan, khususnya di Jawa
dan Madura dan Bupati dapat melakukan pendataan harta wakaf.
10
b. Peraturan Wakaf Pada Masa Kemerdekaan Sampai Dikeluarkannya Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik
Setelah Indonesia merdeka, regulasi wakaf semakin berkembang ke arah positif.
Tepatnya lima bulan setelah Indonesia merdeka, yaitu pada tanggal 3 Januari 1946. Berdirilah
Kementerian Agama berdasarkan Penetapan Presiden RI Nomor I/SD/1946. Tugas pokok
nyang diemban Kementerian Agama adalah sebagai berikut8:
1. Menampung Urusan Mahkamah Islam Tinggi (Hofoor Islamitesche Zaken) yang
sebelumnya menjadi wewenang Departemen Kehakiman (Departemen van Justitie)
berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 5/SD, tanggal 25 Maret 1946.
2. Menampung tugas mengangkat Pengholoe Landraad, Pengholoe Anggota Pengadilan
Agama, dan Pengholoe Masjid serta pegawainya, yang sebelumnya menjadi
wewenang Residen dan Bupati (Maklumat Pemerintah Nomor 2, tanggal 23 April
1946). 25
3. Memenuhi maksud Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 ayat 1 dan 2. 26
D. Macam-Macam Lembaga Filantropi Pengelola Zakat Di Indonesia.
Kemenag mencatat ada 37 Lembaga Amil Zakat atau LAZ Skala Nasional, 33 LAZ
Skala Provinsi, 70 LAZ Skala Kab/Kota yang memiliki izin legalitas dari Kementerian
Agama. Berikut lembaga pengenlola zakat Indonesia yang berizin9:
1. LAZ Rumah Zakat Indonesia
2. LAZ Daarut Tauhid Peduli
3. LAZ Baitul Maal Hidayatullah
4. LAZ Dompet Dhuafa Republika
5. LAZ Nurul Hayat
6. LAZ Inisiatif Zakat Indonesia
7. LAZ Yatim Mandiri Surabaya
8. LAZ Lembaga Manajemen Infak Ukhuwah Islamiyah
9. LAZ Dana Sosial Al Falah Surabaya
10. LAZ Pesantren Islam Al-Azhar
11. LAZ Baitulmaal Muamalat
12. LAZ Lembaga Amil Zakat Infak dan Shadaqah Nahdatul Ulama (LAZIS NU)
13. LAZ Muhammadiyah
14. LAZ Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia
15. LAZ Perkumpulan Persatuan Islam
8
Ibid.
9
Kemenag RI, “Kemenag Rilis 108 Lembaga Pengelola Zakat Tidak Berizin, Ini Daftarnya,” Kemenag.Go.Id,
no. 2 (2023): 1, https://kemenag.go.id/pers-rilis/kemenag-rilis-108-lembaga-pengelola-zakat-tidak-berizin-ini-
daftarnya-j29itk.

11
16. LAZ Rumah Yatim Ar-Rohman Indonesia
17. LAZ Yayasan Kesejahteraan Madani
18. LAZ Yayasan Griya Yatim & Dhuafa
19. LAZ Yayasan Daarul Qur'an Nusantara (PPPA)
20. LAZ Yayasan Baitul Ummah Banten
21. LAZ Yayasan Mizan Amanah
22. LAZ Panti Yatim Indonesia Al Fajr
23. LAZ Wahdah Islamiyah
24. LAZ Yayasan Hadji Kalla
25. LAZ Djalaludin Pane Foundation (DPF)
26. LAZ LAGZIS Peduli
27. LAZ Al Irsyad Al Islamiyyah
28. LAZ Sahabat Yatim Indonesia
29. LAZ Yayasan Telaga Bijak Elzawa
30. LAZ Yayasan Membangun Keluarga Utama
31. LAZ Yayasan Bangun Sejahtera Membangun Umat (LAZNAS BSM Umat)
32. LAZ Yayasan Mandiri Amal Insani
33. LAZ Yayasan Assalam Fil Alamin
34. LAZ WAKAF INFAQ ZAKAT DAN SHODAQOH PESANTREN
35. LAZ Yayasan CT Arsa
36. LAZ LAZISKU KBPII (KELUARGA BESAR PELAJAR ISLAM INDONESIA)
37. LAZ Yayasan Bakrie Amanah

E. Macam-Macam Lembaga Filantropi Pengelola Wakaf Di Indonesia.


1. Badan Wakaf Indonesia (BWI)10
Badan Wakaf Indonesia (BWI) adalah lembaga negara independen yang dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Badan ini dibentuk
dalam rangka mengembangkan dan memajukan perwakafan di Indonesia. BWI dibentuk
bukan untuk mengambil alih aset-aset wakaf yang selama ini dikelola oleh nazhir (pengelola
aset wakaf) yang sudah ada. BWI hadir untuk membina nazhir agar aset wakaf dikelola lebih
baik dan lebih produktif sehingga bisa memberikan manfaat lebih besar kepada masyarakat,
baik dalam bentuk pelayanan sosial, pemberdayaan ekonomi, maupun pembangunan
infrastruktur publik.
BWI berkedudukan di ibukota Negara dan dapat membentuk perwakilan di provinsi,
kabupaten, dan/atau kota sesuai dengan kebutuhan. Anggota BWI diangkat dan diberhentikan
oleh Presiden. Masa jabatannya selama 3 tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali
masa jabatan. Jumlah anggota BWI 20 sampai dengan 30 orang yang berasal dari unsur
masyarakat. Anggota BWI periode pertama diusulkan oleh Menteri Agama kepada Presiden.

10
BWi, “Profil BWi” (2004).

12
Periode berikutnya diusulkan oleh Panitia Seleksi yang dibentuk BWI. Adapun anggota
perwakilan BWI diangkat dan diberhentikan oleh BWI.
Struktur kepengurusan BWI terdiri atas Dewan Pertimbangan dan Badan Pelaksana.
Masing-masing dipimpin oleh seorang ketua yang dipilih dari dan oleh para anggota. Badan
Pelaksana merupakan unsur pelaksana tugas, sedangkan Dewan Pertimbangan adalah unsur
pengawas.

13
F. Kesimpulan
Peraturan tentang zakat dan wakaf sangat dibutuhkan dalam pengelolaan zakat di
Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari tahun 1951 s.d. 2017 terdapat berbagai
peraturan tentang zakat, mulai dari Peraturan Menteri, Peraturan Presiden, Peraturan
Pemerintah hingga Undang-undang. Namun sayangnya Undang-undang tentang pengelolaan
zakat baru lahir di saat usia kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia tergolong
cukup tua yaitu 54 tahun. Ini ditandai dengan lahirnya UndangUndang No. 38 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat.
Kepada akademisi dan praktisi agar senantiasa menelaah persoalan kontemporer
tentang zakat, sehingga menjadi masukan bagi pengambil kebijakan dalam melahirkan
produk hukum tentang zakat. Di samping itu juga diharapkan kepada peneliti selanjutnya
untuk lebih memperluas lingkup penelitiannya dengan memasukkan Peraturan Daerah dan
BAZNAS dalam pembahasannya sehingga menjadi penelitian yang sa ling melengkapi dan
menambah khazanah keilmuan tentang zakat di Indonesia.

14
Daftar Pustaka
BWi. “Profil BWi” (2004).
Kemenag RI. “Kemenag Rilis 108 Lembaga Pengelola Zakat Tidak Berizin, Ini Daftarnya.”
Kemenag.Go.Id, no. 2 (2023): 1. https://kemenag.go.id/pers-rilis/kemenag-rilis-108-
lembaga-pengelola-zakat-tidak-berizin-ini-daftarnya-j29itk.
Linge, Abdiansyah. “Filantropi Islam Sebagai Instrumen Keadilan Ekonomi” 1, no.
September (2015): 154–171.
Nopiardo, Widi. “PERKEMBANGAN PERATURAN TENTANG ZAKAT DI INDONESIA
Widi” (2016).
Susanto, Heru. “Sejarah Perkembangan Perundang-Undangan Wakaf Di Indonesia.”
Bilancia: Jurnal Studi Ilmu Syariah dan Hukum 10, no. 2 (2016): 59–90.

15

Anda mungkin juga menyukai