Oleh :
Kelompok 11
Achmad Ridho Islami (220102040077)
Nur Halisa (220102040135)
Nur Halizah (220102040249)
A. Latar Belakang
Hukum Islam sebagai pengatur kehidupan masyarakat atau social control
diharapkan mampu memberikan solusi terhadap problematika yang dihadapi oleh
umat Islam secara umum, dan Indonesia secara khusus. Salah satu wujud hukum
Islam dalam konteks Indonesia adalah fatwa.
Fatwa yang ada terdapat kontroversi terutama yang terkait dengan sosial,
budaya, ekonomi maupun politik. Oleh karena itu, dalam beberapa fatwa yang
dikeluarkan lembaga-lembaga keagamaan atau ulama tertentu tidak jarang
menimbulkan perlawanan. Oleh sebab itu, perlu kajian keagamaan yang kuat dan
pertimbangan yang matang bagi lembaga dan ulama sebelum mengeluarkan
fatwa.
MUI berdiri di Jakarta pada 26 Juli 1975 bertepatan dengan 7 Rajab 1395
Hijriah. Ia berdiri sebagai hasil pertemuan dan musyawarah para ulama,
cendekiawan dan zu’ama yang datang dari berbagai penjuru Tanah Air. Terdiri
dari 26 ulama yang mewakili 26 provinsi di Indonesia. Sepuluh orang ulama
merupakan unsur dari ormas-ormas tingkat pusat, yaitu NU, Muhammadiyah,
Syarikat Islam, Perti, Al-Washliyah, Mathala’tul Anwar PTDII, DMI dan 4 orang
ulama dari Dinas Rohani Islam, Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan
Laut dan Polri serta 13 orang cendekiawan yang merupakan tokoh perseorangan.1
Dalam khithah, pengabdian MUI telah dirumuskan lima fungsi dan peran
utama MUI, yaitu:2
Pengertian
Latar belakang alasan pendirian Majlis Tarjih diumumkan pada tahun 1935
oleh PP. Muhammadiyah, berangkat dari kenyataan adanya banyak pendapat
dalam masalah hukum Islam di kalangan ulama yang ternyata mewariskan
percekcokan dan perselisihan umat. Tugas utamanya, adalah menimbang dan
memilih pendapat manakah yang dianggap kuat dan berdalil benar dari Al Quran
dan Hadis. Secara khusus rumusan tugas Majlis Tarjih adalah menyampaikan
fatwa untuk dijalankan kepada umat, anggota dan keluarga Muhammadiyah.
Selain itu juga menyalurkan perbedaan pendapat/faham dalam bidang keagamaan
ke arah yang lebih maslahah.4
3
Ahmad Insya’ Ansori dan Moh. Ulumuddin, “Kedudukan Fatwa MUI Dan Lembaga Fatwa Di
Indonesia”, Jurnal Mahkamah Vol. 5 No.1 (Juni, 2020), h. 43.
4
Zuhroni, “STUDI KOMPARASI METODOLOGI PENETAPAN HUKUM ISLAM LEMBAGA
– LEMBAGA FATWA DI INDONESIA”, Jurnal Hukum Vol.3 No.1 (Maret, 2020), h. 54.
Tugas
Dasar mutlak berhukum Majlis Tarjih adalah Al Quran dan Hadis. Motif
Majelis Tarjih menggunakan Al-Qur’an dan Sunah sebagai sumber hukum yang
mutlak adalah untuk tegaknya akidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala
kemusyrikan, bid’ah dan khurafat.6
5
Ibid, h. 54-55.
6
Abdi Wijaya, “RESPON LEMBAGA FATWA TERHADAP ISU FIKIH KONTEMPORER
(Studi Komparatif Lembaga Fatwa MUI, Majelis Tarjih Muhammadiyah dan Bahtsul Masail NU)”
Jurnal Perbandingan Mazhab Vol. 1 No.2 (Desember, 2019), h. 187.
hasil ijtihad ulama terdahulu. Akan tetapi, hasil ijtihad ulama terdahulu dijadikan
sebagai bahan pengkajian dan penelitian kembali.7
Pengertian
Bahtsul Masail di kalangan NU diyakini merupakan tradisi intelektual yang
berkembang sejak lama, bahkan ditengarahi forum ini lahir sebelum NU dibentuk.
Martin van Bruinessen berpendapat bahwa tradisi bahtsul masail yang
berkembang di kalangan NU bukanlah murni dari gagasan para kyai-kyai NU.
Jauh sebelum bahtsul masail berkembang di kalangan NU, tradisi seperti itu telah
ada di Tanah Suci yang disebut dengan tradisi halaqah. Ide bahtsul masail
menurutnya adalah tradisi yang diimport dari Tanah Suci Makkah. Para santri
Indonesia yang belajar di Tanah Suci, sepulang dari sana mereka mengembangkan
agama Islam melalui lembaga pendidikan yang mereka dirikan berupa pesantren
sekaligus mengadopsi sistem halaqah untuk mengkaji persoalan-persoalan yang
terjadi di masyarakat.
Tugas
a. Metode Qauli
8
Ahmad Munjin Nasih, “LEMBAGA FATWA KEAGAMAAN DI INDONESIA (Telaah Atas
Lembaga Majlis Tarjih dan Lajnah Bathsul Masail)”, Jurnal Syariah dan Hukum Vol. 5 No.1
(Juni, 2013), h. 70-71.
9
Zuhroni, “STUDI KOMPARASI METODOLOGI PENETAPAN HUKUM ISLAM LEMBAGA
- LEMBAGA FATWA DI INDONESIA”, Jurnal Hukum Vol.3 No.1 (Maret, 2020), h. 49.
Metode ini adalah suatu cara penetapan hukum dengan mempelajari masalah yang
dihadapi, kemudian mencari jawabannya pada kitab-kitab fiqh dari mazhab empat
atau ulama pengikut mazhab, dengan mengacu dan merujuk secara langsung pada
bunyi teksnya. Teks yang diambil dari kitab-kitab imam mazhab disebut qaul,
sementara yang berasal dari ulama pengikut mazhab disebut dengan wajah.
Ringkasnya metode qauli adalah Mengikuti pendapat-pendapat yang sudah “jadi”
yang ada dalam kitab-kitab tersebut.
b. Metode Manhaji
10
Ahmad Munjin Nasih, “LEMBAGA FATWA KEAGAMAAN DI INDONESIA (Telaah Atas
Lembaga Majlis Tarjih dan Lajnah Bathsul Masail)”, Jurnal Syariah dan Hukum Vol. 5 No.1
(Juni, 2013), h. 73-74.
PENUTUP
Kesimpulan
Riswanto, Arif Munanda. 2010. BUKU PINTAR ISLAM. Bandung: Mizan Media
Utama.
Wijaya, Abdi. 2019. “RESPON LEMBAGA FATWA TERHADAP ISU FIKIH
KONTEMPORER (Studi Komparatif Lembaga Fatwa MUI, Majelis Tarjih
Muhammadiyah dan Bahtsul Masail NU)” Jurnal Perbandingan Mazhab 1(2), h.
180-197.
Zuhroni. 2020. “STUDI KOMPARASI METODOLOGI PENETAPAN HUKUM
ISLAM LEMBAGA – LEMBAGA FATWA DI INDONESIA”, Jurnal Hukum
3(1), h. 47-72.
Ansori, Ahmad Insya dan Moh. Ulumuddin. 2020. “Kedudukan Fatwa MUI Dan
Lembaga Fatwa Di Indonesia”, Jurnal Mahkamah 5(1), h. 38-56.
Nasih, Ahmad Munjin. 2013. “LEMBAGA FATWA KEAGAMAAN DI
INDONESIA (Telaah Atas Lembaga Majlis Tarjih dan Lajnah Bathsul Masail)”,
Jurnal Syariah dan Hukum 5(1), h. 67-78.