Disusun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah “Kepersisan”
Disusun Oleh:
Zulfalah
NIM: 202207004
TAHUN 2023
BAB I
PENDAHULUAN
Pada awal abad 20, banyak gerakan pembaharuan Islam di Indonesia yang
bermunculan. Gerakan pembaharuan Islam di Indonesia ditandai dengan menculnya berbagai
macam gerakan modern, antara lain adanya gerakan al-Jâmi’ah al-Khayriyyah,
Muhammadiyah, Jâmi’ah al-Islâh wa al-Irsyâd al-Arabi (al-Irsyâd), dan Persatuan Islam
(PERSIS).
PERSIS adalah salah satu gerakan pembaharuan yang boleh dibilang agak terlambat
dibandingkan dengan gerakan pembaharuan lain yang ada di daerah Sumatera Barat dan
Jawa. PERSIS berdiri di Bandung pada hari Rabu, 1 Safar 1342 H bertepatan dengan 12
September 1923 M.1 Organisasi PERSIS memiliki semboyan “kembali kepada al-Qur’an dan
Sunnah” yang dimaksudkan untuk membersihkan Islam dari segala bid’ah, khurafat, syirik.
Berdirinya organisasi PERSIS berdasarkan atas syi’ar Islam, untuk mengangkat ummat Islam
dari kejumudan berfikir dan ketertutupan pintu ijtihad.2
Pada perkembangan selanjutnya, perjuangan PERSIS terdiri dari dua macam, yaitu:
Pertama, perjuangan ke dalam, yang secara aktif membersihkan Islam dari faham-faham yang
tidak berdasarkan al-Qur’an dan hadis, terutama yang menyangkut masalah akidah dan
ibadah serta menyeru ummat Islam supaya berjuang atas dasar al-Qur’an dan Sunnah. Kedua,
perjuangan keluar, yang secara aktif menentang dan melawan setiap aliran dan gerakan anti
Islam yang hendak merusak dan menghancurkan Islam di Indonesia, karena itulah segala
aktifitas dan perjuangannya ditekankan pada usaha menyiarkan, menyebarkan dan
menegakkan faham al-Qur’an dan Sunnah.3
PERSIS yang berdiri di awal abad ke 20 telah mulai mengembangkan ijtihad. Di awal
gerakan ijtihad, PERSIS banyak memecahkan berbagai macam persoalan hukum Islam di
masyarakat, seperti masalah ibadah dan mu’amalah yang terhimpun dalam satu buku
bernama Soal Jawab, yang terdiri dari empat jilid. Walau di awal berdirinya organisasi
PERSIS belum diputuskan dan ditetapkan sebagai landasan hukum yang otonom, dalam
perkembangan selanjutnya masih tetap dijadikan sebagai pegangan ummat khususnya warga
PERSIS. Buku ini menjadi semacam kitab kuning bagi warga PERSIS dan simpatisannya.
PERSIS melakukan ijtihad melalui Majelis Ulama Persis yang kemudian berganti
nama menjadi Dewan Hisbah PERSIS. Segala macam keputusan Majlis Ulama tidak dapat
dilepaskan dari buku acuan dalam mencari jawaban terhadap berbagai masalah, dengan
mengambil sumber aslinya, yakni al-Qur’an dan hadis.
1
M. Isa Anshori, Manifes Perjuangan Persaatuan Islam, (Bandung: Pasifik,1958), 6. Lihat juga Deliar Noer:
Gerakan Moderen Islam di Indonesia, 1900-1942. (LP3ES, 1980), 95.
2
Ibid.
3
Ibid., 43.
1
Berdasarkan pemaparan di atas, tulisan ini mengkaji tentang ijtihad Dewan Hisbah
PERSIS dalam hukum Islam pada periode tahun 1996-2009.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Dewan Hisbah
2. Bagaimana sejarah Dewan Hisbah PERSIS
3. Apa sumber hukum Dewan Hisbah PERSIS
4. Bagaimana Metode dalam menentukan Hukum oleh Dewan Hisbah PERSIS
C. Tujuan Masalah
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Kepersisan
2. Sebagai media pembelajaran mengenai Dewan Hisbah PERSIS
3. Sebagai bahan diskusi pada perkuliahan Kepersisan
4. Mengetahui dan memahami pembahasan mengenai Dewan Hisbah PERSIS
2
BAB II
PEMBAHASAN
4
Qanun Asasi Persatuan Islam. (Bandung: Sekretarian PP. PERSIS, 1957), 35.
3
Selanjutnya pada muktamar VI di Bandung, juga diputuskan susunan anggota
majelis ulama Persatuan Islam yang terdiri dari:
1. K.H. Abdurrafieq (Bandung)
2. A. Hasan (Bangil)
3. K.H. Ahmad Mansur (Bandung)
4. K.H. Imam Ghazali (Solo)
5. K.H. Ma'shum (Yogyakarta)
6. K.H. Munawwar Kholil (Semarang)
7. K. Said bin Talib (Pekalongan)
8. K.T.K. Muhammad Hasby Assiddiqy (Yogyakarta)
9. K.H. Yunus Hadliri (Jakarta)
10. K.H. E. Abdurrahman (Bandung)
11. K.H.O. Qamaruddin Shaleh (Bandung)
12. K. Moh. Ali Alhamidy (Jakarta)
13. K. Abdullah Ahmad (Jakarta)
14. K. 'Abd. al-Qadir Hasan (Bangil)
15. K. E. Abdullah (Bandung)
16. K. M. Sudibdja (Bandung)5
Pada awalnya Dewan Hisbah masih bernama Majelis Ulama, namun pada
tahun 1962-1983 ketika PERSIS dipimpin oleh KH. E. Abdurrahman, Majelis ulama
diubah nama menjadi Dewan Hisbah hingga sekarang. 6 Meskipun demikian, lembaga
ini belum terwujud, karena saat itu ulama yang pintar hanya ada dua orang, yaitu K.H.
Abdurrahman, di Bandung dan K.H. Abdu alQadir di Bangil, sementara keduanya
belum menyatu akibat konflik pasca Kongres ke – VII di Bangil pada tahun 1960
(Mukhtar, Wawancara tanggal 22 September 1994).
Setelah K.H. Abdurrahman wafat pada 12 April 1983, maka kepemimpinan
PERSIS dipegang oleh A. Latief Muchtar, pada masa kepemimpinannya Dewan
Hisbah berfungsi kembali bahkan perannya ditingkatkan, dan bersidang secara aktif,
kemudian dengan membentuk komisi khusus berdasarkan pertimbangan efektivitas
kerja dan pendayagunaan sumber daya manusia.7
A. Latief Muchtar wafat pada 12 Oktober 1997, kemudian kepemimpinan
PERSIS diganti oleh K. H, Siddiq Amin sebagai ketua umum yang baru melalui
musyarawah luar biasa pada 25 Oktober 1997, kemudian pada muktamar XII
PERSIS, tepatnya pada 9-11 September 2000, di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta,
secara aklamasi, K.H. Siddiq Amin terpilih kembali memimpin PERSIS, dan Dewan
Hisbah pasca muktamar ini tampil dengan wajah baru, yaitu dibentuknya tiga komisi
yang bertugas sebagai berikut:
1. Komisi Ibadah, bertugas untuk menyusun konsep petunjuk pelaksanaan ibadah
praktis, sebagai pegangan bagi anggota dan calon anggota; merumuskan hasil
5
Susunan Pusat Pimpinan PERSIS hasil Muktamar VI tahun 1956, Arsip PP.
6
H. Uyun Kamiluddin Menyorot Ijtuihad PERSIS, Fungsi dan Peranan Pembinaan Hukum
Islam di Indonesia (Bandung: tafakur 1999) h.79
7
Ibid, hlm. 166-167.
4
sementara pembahasan dalam sidang komisi; dan mempresentasikan hasil
sidang komisi dalam sidang lengkap.
2. Komisi Mu'amalah, bertugas mengadakan pembahasan tentang masalah-
masalah kemasyarakatan yang muncul dalam masyarakat, baik atas hasil
pemantauan atas dasar masukan dari komisi lain atau dari luar, merumuskan
hasil sementara pembahasan dalam sidang komisi, mempresentasikan hasil
sidang komisi dalam sidang lengkap.
3. Komisi Aliran sesat, bertugas melakukan penelitian dan pembahasan
mengenai aliran-aliran yang muncul di masyarakat, merumuskan hasil
sementara pembahasan dalam sidang komisi dan mempresentasikan hasil
sidang komisi dalam sidang lengkap.
Sidang komisi dipimpin oleh ketua komisi dibantu salah seorang anggota komisi. Jadi
Dewan Hisbah adalah lembaga khusus PERSIS yang bertugas sebagai pengamat
perkembangan hukum Islam dari berbagai peristiwa yang terjadi di masyarakat, semua itu
dikembalikan kepada al-Qur'an dan hadits, kemudian memberi fatwa dari segala peristiwa
yang didapat dalam masyarakatatau dari hasil pertanyaan jama'ah PERSIS. 8
Mengenai Dewan Hisbah PERSIS ini tampaknya, secara organisasi majelis ini
merupakan otonom PERSIS, jika dilihat dari mata rantai kelanjutan dari kendurian di awal
berdirinya PERSIS, sebab dari majelis ulama ini yang kemudian berubah menjadi Dewan
Hisbah PERSIS berdiri, dan Majelis Dewan Hisbah ini pada setiap kali memutuskan perkara
atas dasar al-Qur'an dan hadits, dengan langkah- langkah sebagai berikut:
1. Mencari keterangan dari al-Quran, bila terjadi perbedaan pendapat di antara nass yang
didapat, maka akan dilakukan dengan cara al-Tarjih atau Tariqat al-Jam'i.
2. Jika tidak terdapat dalam al-Qur'an, maka dicari dalil dari Sunah dan jika masih ada
perbedaannya, maka Sunah dikaji kembali, baik dari segi sanad maupun matannya.
3. Bila tidak terdapat dalam al-Qur'an maupun Sunah dicari Ijma', athar sahabat, Qiyas
istihsan, maslahah al-Mursalah untuk persoalan sosial.
4. Terhadap masalah hadits, maka yang dipakai adalah hadits sahih dan Hasan untuk
pengambilan segala keputusan, dan tidak menggunakan hadits da'if walau hal itu
untuk fada'il al-a'mal.
5. Menerima hadits sahih termasuk hadits ahad, sebagai dasar hukum selama hadits
tersebut sahih.
6. Ijma' yang diterima adalah Ijma' sahabat saja.
7. Adapun masalah Qiyas yang diterima adalah Qiyas Ghayr Mahdah, yakni selama
memenuhi persyaratan qiyas.
Produk hukum Dewan Hisbah PERSIS ditetapkan dalam persidangan yang dihadiri
oleh ulama Dewan Hisbah PERSIS. 9 Sehubungan dengan hal ini kaifiyyah kerja Dewan
Hisbah PERSIS telah ditentukan pada pada Bab 1, yaitu: Ketentuan Umum, pada Bagian
Kesatu tentang Pengertian, pada Pasal 1, dijelaskan sebagai berikut:
8
Ibid, hlm. 168.
9
Kumpulan Kaifiyyah dan Pedoman Jam’iyah Persatuan Islam Bandung, 2006.
5
1. Dewan Hisbah adalah Lembaga Hukum Persatuan Islam yang berfungsi sebagai
Dewan Pertimbangan, Pengkajian Shari'ah, dan fatwa dalam jam'iyyah Persatuan
Islam.
2. Sidang adalah musyarawah Dewan Hisbah untuk mengkaji, mendiskusikan dan
memecahkan persoalan hukum Islam yang berkembang di tengah masyarakat
sehingga menghasilkan keputusan hukum yang disepakati bersama.
3. Fatwa adalah ketetapan hukum Islam yang merupakan produk ijtihad Dewan Hisbah.
4. Komisi adalah bagian dari Dewan Hisbah yang diberi tugas untuk melakukan
pengkajian-pengkajian atau penelitian tentang masalah-masalah tertentu.
5. Ijtihad Jam'i adalah ijtihad yang dilakukan oleh Dewan Hisbah sehingga
menghasilkan keputusan hukum yang disepakati bersama.
Selanjutnya pada bagian kedua tentang Kaifiyah Persidangan, pada Pasal 9, dijelaskan
sebagai berikut:
Sumber hukum Islam yang tidak diperselisihkan dan tidak pernah akan berubah
adalah al-Qur'an dan Sunah. Sumber hukum ini disebut sebagai usul al-Syar'iyyah al-Mutafaq
alayh. Setiap muslim dituntut untuk menerima ketentuan-ketentuan dari al-Qur'an dan al-
Sunah atau hadits secara kaffah.
Al-Sunah atau hadits adalah segala sesuatu yang datang dari nabi saw. Selain al-
Qur'an, baik berupa qawl (ucapan), fi'l (perbuatan) maupun taqrir (sikap diam tanda setuju)
Nabi saw.10 Dari aspek hubungan dengan al-Qur'an al- Sunah adalah sumber hukum yang
kedua setelah al-Qur'an. Hubungan ini disebut hubungan struktural. Sementara dari aspek lain
Sunah sebaga penjelas bagi al-Qur'an disebut hubungan fungsional.
Fungsi Sunah terhadap al-Qur'an dari segi kandungan hukum mempunyai tiga fungsi:
a. Al-Sunah berfungsi sebagai Ta'kid (penguat) hukum-hukum yang telah ada dalam al-
Qur'an. Hukum tersebut mempunyai dua dasar hukum, yaitu al-Qur'an sebagai
10
Mahmud al-Thakhkhaan: Taysir Mustalah al-Hadits. (Beirut: Dar al-Thaqafah al-Islamiyah, tt), 15-16
6
penetap atau penentu hukum, dan al-Sunah sebagai penguat dan pendukungnya.
Seperti perintah mendirikan Shalat, mengeluarkan zakat, larangan syirik, riba dan
yang lainnya.
b. Sunah berfungsi sebagai bayan (penjelas); Takhsis pengkhusus), dan taqyid pengikat)
terhadap ayat-ayat yang masih mujmal (global), 'am (umum) atau mutlaq (tidak
terbatasi), yaitu ayat-ayat al-Qur'an yang belum jelas petunjuk pelaksanaannya, kapan
dan bagaimana, dijelaskan dan dijabarkan dalam Sunah.11
c. Al-Sunah al-mustaqillah: Sunah yang berfungsi untuk menetapkan hukum atau
shari'ah yang tidak ditegaskan atau disebutkan dalam al-Qur'an.
D. Metode Istinbath Hukum Dewan Hisbah PERSIS
1. Ijtihad
Ulama Dewan Hisbah PERSIS mengutamakan ijtihad jama'i dalam bentuk sidang
Dewan Hisbah, baik sidang terbatas (dihadiri sebagian anggota Dewan Hisbah) maupun
diperluas melalui bentuk sidang lengkap (dihadiri seluruh anggota Dewan Hisbah) dalam
mencari ketetapan hukum.12 Adapun mengenai kemampuan yang harus dimiliki oleh anggota
Dewan Hisbah itu mereka harus memiliki sifat-sifat sebagaimana sifat yang dimiliki oleh
mujtahid seperti memiliki kemampuan intelektual dan agama, diharuskan memiliki
kemampuan: 1) Memahami bahasa Arab. 2) Memahami al-Qur'an dan Sunah ilmu-ilmu Al-
Qur'an dan al-Hadits. 3) Memahami maqasid al- shari'ah serta metode Istinbat hukum.
Dimaksud dengan kaidah ini adalah kaidah-kaidah pokok bahasa Arab. Ini
berhubungan dengan lafal-lafal yang ada dalam nass. Untuk memahami kaidah-kaidah ini,
mesti diketahui dahulu pembagian lafal-lafal yang dinisbatkan kepada makna, yaitu:
a. Pembagian lafal ditinjau dari aspek makna yang ada, terbagi kepada Khas 'am, Ifral-
Jamak, ma'rifal-Nakirah, dan Mushtarak Mutaradif. Termasuk ke dalam pembagian
Khas adalah Mutlaq dan; Muqayyad, Amar dan Nahi.
b. Pembagian lafal dari aspek penggunaan arti terbagi kepada; Haqiqi, majazi, sarih, dan
kinayah.
c. Pembagian lafal dari segi terang dan samarnya arti terbagi kepada; Zahir, nass
mufassar, muhkam, khafi, mujmal, muskil dan mutashabih
d. Pembagian lafal ditinjau dari cara memahami makna, baik yang tersurat maupun
tersirat, ahli Usul al-Figh Hanafiyah, membagi kepada empat cara, ialah: (1) Dalalatul
ibararah, (2) Dalalatul irsyal. 3) Dulalatu al-Dalalah, (4) Dalaatu al-Itidla'
3. Al-Qawaid al-Syari’ah
Mengetahui maqasid Shari'ah merupakan satu hal yang sangat penting dalam
memahami nass-nass dengan benar, juga untuk dapat menglstinbat hukum-hukum dari dalil-
dalil dengan cara yang dapat diterima. Seorang Mujtahid tidak cukup hanya mengetahui
dalalah al- lafz untuk satu makna saja, ia mesti mengetahui rahasia perundang undangan dan
11
Muhammad bin Ismail al-Bukhari: Sahih Al-Bukhari,1, (Beirut: Alam al-Kutub, tt), 226
7
tujuan umumnya sesuai dengan tujuan pembuat syara' dalam menetapkan hukum yang
berbeda-beda. magasid Shariah utamanya ialah, jaib al-masailih wa dar al-Mafashid tujuan
kemashlahatan dan menolak kerusakan. Kemaslahatan manusia dalam al-Umurul-al-
Tahsiniyah ketiga persoalan tersebut telah ditempuh, maka terwujudlah hakikat kemaslahatan
umat manusia.
4. Qawa’id al-Fiqhiyah
Kaidah fighiyah adalah kaidah yang diambil dari kasus-kasus fikih yang ditemui oleh
para fuqaha.
5. Ikhtilaf wa Tafarruq
a. Pengertian Ikhtilaf
Ikhtilaf artinya berbeda antara satu dengan yang lainnya, baik itu perbedaan dalam
rupa warna, bahasa, pikiran, pendapat, atau yang lainnya.
b. Pengertian Tafarruq
Tafarruq artinya; cerai-berai, silang selisih, atau bersimpang jalan karena berbeda
dasar sehingga membuat satu sama lain saling bermusuhan bahkan terkadang mengafirkan
yang muslim. Masing- masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri sehingga yang salah
dipertahankan dengan berbagai dalih atau yang hak ditolak karena tidak cocok dengan hawa
nafsu dan keinginannya.
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada awalnya Dewan Hisbah masih bernama Majelis Ulama, namun pada tahun 1962-
1983 ketika PERSIS dipimpin oleh KH. E. Abdurrahman, Majelis ulama diubah nama
menjadi Dewan Hisbah hingga sekarang. Setelah K.H. Abdurrahman wafat pada 12 April
1983, maka kepemimpinan PERSIS dipegang oleh A. Latief Muchtar, A. Latief Muchtar
wafat pada 12 Oktober 1997, kemudian kepemimpinan PERSIS diganti oleh K. H, Siddiq
Amin sebagai ketua umum yang baru melalui musyarawah luar biasa pada 25 Oktober 1997,
kemudian pada muktamar XII PERSIS, tepatnya pada 9-11 September 2000, di Asrama Haji
Pondok Gede, Jakarta, secara aklamasi, K.H. Siddiq Amin terpilih kembali memimpin
PERSIS, dan Dewan Hisbah pasca muktamar ini tampil dengan wajah baru, yaitu
dibentuknya tiga komisi yang bertugas sebagai komisi ibadah, komisi muamalah dan komisi
aliran sesat.
Metode Istinbath Hukum Dewan Hisbah PERSIS yaitu ijtihad, Qawa’id Usuliyyah
Lughawiyyah, Al-Qawaid al-Syari’ah, Qawa’id al-Fiqhiyah, Ikhtilaf wa Tafarruq.
B. Saran
9
DAFTAR PUSTAKA
M. Isa Anshori, Manifes Perjuangan Persaatuan Islam, (Bandung: Pasifik,1958), 6. Lihat juga
Deliar Noer: Gerakan Moderen Islam di Indonesia, 1900-1942. (LP3ES, 1980), 95.
Qanun Asasi Persatuan Islam. (Bandung: Sekretarian PP. PERSIS, 1957), 35.
Susunan Pusat Pimpinan PERSIS hasil Muktamar VI tahun 1956, Arsip PP.
H. Uyun Kamiluddin Menyorot Ijtuihad PERSIS, Fungsi dan Peranan Pembinaan Hukum
Islam di Indonesia (Bandung: tafakur 1999) h.79
Muhammad bin Ismail al-Bukhari: Sahih Al-Bukhari,1, (Beirut: Alam al-Kutub, tt), 226
Dr. Rafid Abbas, IJTIHAD PERSATUAN ISLAM, 2013, Pustaka Pelajar (Anggota IKAPI)
http://ehttps://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/906/3.%20IMRON%20R.pd
f?sequence=1theses.uin-malang.ac.id/171/6/10210112%20Bab%202.pdf
file:///C:/Users/Performance%20Edition/Downloads/119-Article%20Text-145-1-10-
20190406.pdf
file:///C:/Users/Performance%20Edition/Downloads/ijtihad%20dewan%20hisbah.pdf
10