Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sejarah Islam Indonesia Masa
Kemerdekaan Program Studi Sejarah Kebudayaan Islam Semester 4
Disusun Oleh :
Hafizhurrahman (22101020064)
2024
KATA PENGANTAR
Setelah mencari dari sumber-sumber referensi oleh penulis maka disusunlah makalah ini,
semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat menuntaskan hasil kerja penulis dalam memenuhi
salah satu tugas dari mata kuliah “Sejarah Islam Indonesia Masa Kemerdekaan” dan semoga
segala sesuatu yang terkaji dalam makalah ini dapat sangat bermanfaat khususnya bagi penulis,
umumnya bagi para pembaca semuanya dalam rangka menambah, membangun dan
meningkatkan aspek-aspek keilmuan kita selaku mahasiswa yang berjihad di jalan Allah Swt
dengan Tholibul Ilmu
Penulis menyadar bahwa di dalam isi makalah ini banyak sekali terdapat kesalahan,
kekurangan, dan sangat jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis berharap mendapatkan kritik
dan saran-saran yang bersifat membangun dan Wasathiyah kepada para pembaca maupun
penulis untuk langkah-langkah ke depannya.
Penulis
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah lembaga otonom yang mewadahi ulama-
ulama dari berbagai aliran dan organisasi Islam di Indonesia. MUI bertujuan untuk
memberikan pandangan keagamaan, mengeluarkan fatwa, dan memberikan arahan dalam
berbagai bidang kehidupan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai Islam. MUI juga berperan
sebagai lembaga konsultatif bagi pemerintah dalam hal kebijakan yang berkaitan dengan
masalah-masalah keagamaan. Mengeluarkan fatwa-fatwa yang memberikan arahan dalam
hal-hal seperti pangan halal, hubungan sosial, dan kesehatan masyarakat. Makanan dan
minuman merupakan suatu kebutuhan pokok bagi setiap manusia karena selain bernafas,
manusia mempertahankan hidupnya dengan mengkonsumsi bahan pangan yang halal dan
toyyiban Secara politis, MUI juga memiliki pengaruh dalam mempengaruhi kebijakan
pemerintah, terutama terkait kebijakan yang bersifat agama. MUI dapat memberikan
masukan dan rekomendasi kepada pemerintah dalam menyusun kebijakan yang
berhubungan dengan agama.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Latar Belakang Berdirinya MUI?
Bagaimana Perkembangan MUI di Indonesia?
Bagaimana Pengaruh MUI di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
Untuk Mengetahui Latar Belakang Berdirinya MUI
Untuk Mengetahui Perkembangan MUI di Indonesia
Untuk Mengetahui Pengaruh MUI di Indonesia
3
PEMBAHASAN
Ketika Indonesia memasuki masa orde baru, para ulama gagal untuk merehabilitasi
Masyumi sehingga berkurangnya minat ulama dalam kontestasi perpolitikan Indonesia.
Karenanya, pada 8 Mei 1967, Muhammad Natsir beserta para mantan pemimpin Masyumi
lainnya mendirikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) yang bertujuan untuk
mendorong dan meningkatkan dakwah Islam di Indonesia. Karena peran DDII yang begitu
besar di kalangan umat muslim di Indonesia, maka pada tahun 1969 di dirikanlah Pusat
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (PDII) oleh menteri agama. Maka PDII ini merupakan
organisasi resmi pemerintah yang dikelola oleh pemerintah.1
4
Presiden Soeharto Kembali menekankan untuk didirikannya Majelis Ulama Indonesia
(MUI) dan mengemukakan dua alasan penting agar pendirian MUI segera dilaksanakan,
yaitu alasan pertama adalah pemerintah ingin umat Islam Indonesia Bersatu dan alasan
yang kedua ialah pemerintah sadar bahwa permasalahan negara tidak bisa dipecahkan tanpa
andil dari para alim ulama.3
Kemudian karena konsensus dan dorongan dari Presiden Soeharto, maka persiapan
untuk pendirian MUI semakin intensif. Hingga pada bulan Mei 1975, telah terbentuk
majelis ulama pada daerah-daerah tingkat 1 dan 2. Sedangkan untuk pembentukan MUI
pusat, baru dimulai setelah dikeluarkannya surat dari menteri agama No. 28 tanggal 1 Juli
1975 dengan dibentuknya panitia musyawarah yang dikepalai oleh letjen H. Soedirman dan
dewan penasihat yang terdiri dari Prof. Dr. Hamka, KH. Abdullah Syafi’i, dan KH. Syukri
Ghazali. Kemudian pada tanggal 21 sampai 27 Juli 1975 diadakannya muktamar ulama
nasional di Jakarta. Munas pertama Majelis Ulama Indonesia tersebut melahirkan Piagam
berdirinya Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang ditanda tangani pada tanggal 26 Juli 1975
atau bertepatan dengan tanggal 17 Rajab 1395 H. piagam tersebut ditanda tangani oleh 53
ulama yang terdiri dari 26 ketua-ketua MUI daerah tingkat 1, 10 ulama dari organisasi
Islam tingkat pusat seperti Nahdhatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Sarekat Islam (SI),
Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), Al-Washliyah, Matlaul Anwar, Gabungan Usaha
Pembaharuan Pendidikan Islam (GUPPI), PTDI, Dewan Masjid Indonesia, dan Al-
Ittihadiyah, 4 ulama dari dinas rohaniyah Islam AD, AU, AL dan POLRI, dan 13 ulama
undangan perorangan. Dan munas pertama MUI tersebut juga menunjuk Prof. Dr. Hamka
atau Buya Hamka sebagai ketua umum pertama MUI dan menunjuk Drs. H. Kafrawi, MA
sebagai sekretaris umum.4
Pada masa awal pembentukannya, MUI pada masa era Orde Baru sering tidak
berpihak kepada pemerintah. Penerbitan pendapat MUI dalam pemilihan umum dimulai
pada tahun 1977 dan kemudian berlanjut pada tahun 1982, 1987, 1992, dan 1997. Melihat
dari tahun-tahun pemilihan umum yang terjadi, hanya pada tahun 1977 MUI tidak
memberikan dukungan kepada pemerintah. Kemudian pada tahun-tahun berikutnya, dari
3
Ibid., hlm. 9-10
4
Ibid., hlm. 11-12
5
1982 hingga 1997, MUI memihak kepada pemerintah dengan mendukung Soeharto untuk
terus melanjutkan jabatannya menjadi Presiden Republik Indonesia. Namun pada masa
Reformasi sikap MUI malah berbeda. MUI mengubah posisinya yang awalnya mendukung
pemerintah berubah menjadi mendukung partai-partai Islam. Sikap ini dipengaruhi oleh
melemahnya kekuatan pemerintah. Berbeda dari era Orde Baru, ketika kekuatan politik
pemerintah sangat kuat, era Reformasi dicatat sebagai titik awal dari debat terbuka di mana
kebebasan berbicara sangat dihormati. Perubahan ini mempengaruhi sikap MUI yang
mendukung partai-partai Islam dengan menyatakan bahwa umat Islam harus memilih
kandidat Muslim. Selain itu, rekomendasi menunjukkan kembalinya aliran politik (politik
aliran) yang terjadi hanya dalam pemilihan umum 1955. Selama era Orde Baru, aliran
politik tidak muncul karena tekanan pemerintah yang menerapkan Pancasila sebagai prinsip
dasar tunggal.5
Dapat ditarik perbedaan sikap MUI di era Orde Baru dan era pasca-Orde Baru
(Reformasi). Di bawah Orde Baru, MUI dapat dianggap bermain aman dengan mendukung
pemerintah. Selama era itu, hanya dalam pemilihan umum 1977 MUI mengadopsi sikap
netral. Pendekatan ini diambil karena tekanan pemerintah yang membatasi pergerakan
politik MUI. Di era pasca Baru Orde, sebaliknya, sikap MUI dalam pemilihan umum
ditentukan oleh perkembangan politik. MUI mengubah sikapnya dengan menjauhkan diri
dari pemerintah dan memperbaiki keputusannya sesuai dengan konteks politik.
Pengaruhnya di era Reformasi tidak sekuat seperti di zaman Orde Baru.6
1. Fatwa dan Pandangan Hukum : MUI berperan penting dalam menentukan fatwa
atau pendapat hukum Islam tentang berbagai masalah agama. Umat Islam di Indonesia,
5
Mohamad Baihaqi, “Legitimasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Kontestasi Islam Politik
Mutakhir,” Jurnal Pendidikan dan Budaya, Vol. 1:2 (2019), hlm. 61.
6
Ibid., hlm. 62.
6
termasuk pemerintah, kerap menggunakan fatwa MUI dalam mengambil keputusan dalam
kehidupan beragama dan bermasyarakat.
2. Sertifikasi Halal : MUI berwenang menerbitkan sertifikat halal untuk makanan,
minuman, dan obat-obatan. Komunitas Muslim di Indonesia mengakui dan menghormati
sertifikasi halal MUI. Hal ini mempengaruhi pilihan konsumen muslim dalam memilih
produk yang akan dibeli.
3. Konsultasi dan Dorongan Kebijakan: Rekomendasi dan pendapat MUI dapat
mempengaruhi proses pengambilan keputusan pemerintah di bidang agama.
143 fatwa bidang sosial budaya yang telah diterbitkan MUI sejak tahun 1975-2021
untuk pengaruh Fatwa MUI secara komprehensif dan sistematis, ada beberapa contoh yaitu:
Sejak MUI didirikan, berbagai fatwa dan nasihat telah dihasilkan sebagai hasil
pemikiran hukum Islam. Pemikiran ini kemudian di adopsi oleh pemerintah yang tercermin
dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Contoh perundang-undangan tersebut
adalah :
7
2. Undang-Undang No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
3. Undang-Undang No 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.
4. Undang-Undang No 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
5. Undang-Undang No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
6. Undang-Undang No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.8
8
Habibaty, Diana Mutia., “Peranan Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama IndonesiaTerhadap
Hukum Positif Indonesia.” Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 14 No. 04 (2017), hlm. 447 - 454
8
PENUTUP
A Kesimpulan
Pendirian Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 1975 dipicu oleh
ketidakpuasan terhadap usulan pemerintah mengenai pembentukan lembaga fatwa pada
tahun 1970 yang gagal direalisasikan. Didorong oleh dorongan Presiden Soeharto, MUI
dibentuk dengan tujuan mempersatukan umat Islam Indonesia dan mengakomodasi
peran ulama dalam menyelesaikan permasalahan negara. MUI didirikan setelah melalui
serangkaian musyawarah, dan Prof. Dr. Hamka ditunjuk sebagai ketua umum
pertamanya.
Perkembangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Indonesia terbagi menjadi dua
sikap, yaitu sikap MUI pada masa era Orde Baru dan sikap MUI pada masa pasca-Orde
Baru (Reformasi). Pada masa Orde Baru, MUI cenderung mendukung pemerintah,
kecuali pada pemilihan umum 1977 di mana mereka bersikap netral. Namun, pada era
Reformasi, MUI mulai mendukung partai-partai Islam sebagai respons terhadap
kebebasan berbicara yang lebih dihormati dan melemahnya kekuatan pemerintah. Hal ini
menunjukkan adaptasi MUI terhadap perubahan politik yang terjadi, dari mendukung
pemerintah menjadi lebih independen dalam sikap politiknya.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) memiliki pengaruh yang signifikan dalam
menentukan kebijakan keagamaan di Indonesia. MUI berperan dalam menentukan
fatwa, sertifikasi halal, dan memberikan rekomendasi kepada pemerintah. Sejumlah
fatwa yang diterbitkan oleh MUI telah memengaruhi perubahan pola pikir masyarakat,
jumlah penduduk, serta interaksi dengan bangsa lain, mencerminkan pengaruhnya yang
komprehensif dan sistematis dalam berbagai aspek kehidupan.
B Saran
Demikian makalah yang penulis susun, semoga dapat memberikan banyak sekali
manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya kepada semua para pembaca. Penulis
menyadari bahwa makalah ini jauh sekali dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun, memotivasi dan mendukung demi
kesempurnaan makalah ini.
9
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz (2003). MUI Pada Masa Kepemimpinan Prof. Dr. Hamka (1975-1981). Skripsi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Mohamad Baihaqi (2019). Legitimasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Kontestasi Islam
Politik Mutakhir. Jurnal Pendidikan dan Budaya.
Hamzah, MM. (2018). Peran Dan Pengaruh Fatwa MUI Dalam Arus Transformasi Sosial
Budaya di Indonesia. Millah: Jurnal Kajian Keagamaan.
Habibaty, Diana Mutia., Peranan Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia
Terhadap Hukum Positif Indonesia. Jurnal Legislasi Indonesia.
10