Sosial Keagamaan
Gina Luthfiatin
ginaluthfiatin16@gmail.com
Pendahuluan
Persatuan Islam didirikan oleh Haji Zamzam dan Haji Muhammad Yunus pada
tahun 1923, menjadi organisasi yang berangkat dari kelompok diskusi. Diawali
dengan konsep purifikasi Muhammad Abduh melalui buletin Al-Manar, kemudian
disusul lahirnya Muhammadiyah pada tahun 1912 di Yogyakarta, memantik naluri
intelektual Haji Zamzam dan Haji Yunus untuk turut andil dalam perjuangan
melawan wabah TBC (Takhayul, Bid’ah, dan Khurafat) yang menjangkiti
masyarakat Indonesia saat itu. Diskusi-diskusi tersebut lantas melahirkan konsep
organisasi yang bertujuan menangkal penyakit akut tersebut. Tak berselang lama,
lahirlah Persatuan Islam (PERSIS), yang berbasis di Bandung, Jawa Barat.1
Pada mulanya Persis terbentuk dan berdiri pada masa penjajahan kolonial
Belanda itu tidaklah didasarkan atas suatu kepentingan para pendirinya atau
kebutuhan masyarakat pada masa itu. Persatuan Islam (PERSIS) didirikan dengan
tujuan untuk memberikan pemahaman Islam yang sesuai dengan aslinya yang
dibawa oleh Rasulullah Saw dan memberikan pandangan berbeda dari pemahaman
Islam tradisional yang dianggap sudah tidak orisinil karena bercampur dengan
budaya lokal, sikap taklid buta, sikap tidak kritis, dan tidak mau menggali Islam
lebih dalam dengan membuka Kitab-kitab Hadits yang shahih. Oleh karena itu,
lewat para ulamanya seperti Ahmad Hassan yang juga dikenal dengan Hassan
Bandung atau Hassan Bangil, Persis mengenalkan Islam yang hanya bersumber dari
Al-Quran dan Hadits (sabda Nabi). Organisasi Persatuan Islam telah tersebar di
banyak provinsi antara lain Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Banten,
Lampung, Bengkulu, Riau, Jambi, Gorontalo, dan masih banyak provinsi lain yang
sedang dalam proses perintisan. Persis bukan organisasi keagamaan yang
berorientasi politik namun lebih fokus terhadap Pendidikan Islam dan Dakwah dan
berusaha menegakkan ajaran Islam secara utuh tanpa dicampuri khurafat, syirik,
dan bid’ah yang telah banyak menyebar di kalangan awwam orang Islam.2
Di Indonesia, terdapat perbedaan paham keagamaan dalam
mengimplementasikan nilai-nilai Islam seperti, organisasi masyarakat (Ormas).
Organisasi Keagamaan merupakan salah satu bentuk kemasyarakatan yang dibentuk
atas dasar kesamaan baik kegiatan maupun profesi agama.3
Persatuan Islam (PERSIS) dalam sejarah Islam di Indonesia dikenal sebagai
salah satu gerakan sosial keagamaan, juga merupakan salah satu dari Gerakan
pembaharuan Islam di Indonesia, pembaharuan ini sebagai upaya-upaya pemurnian
dalam masalah akidah, ibadah, muamalat, dan sosial politik.
1
Aris Risdiana (2019). ‘Strategi Dakwah Persatuan Islam (PERSIS)’, Idrarotuna 1, 2: 16.
2
https://www.persis.or.id/page/sejarah diakses tanggal 13-03-2021.
3
Bambang Khoirudin (2019). Organisasi Keagamaan Dan Interaksi Sosial Masyarakat Islam Di Desa
Pancasila Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. (Skripsi, Universitas Islam Negeri Raden
Intan, Lampung).
Metode Penelitian
Dalam artikel ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan
(library research), yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode
pengumpulan data pustaka.4 Teknik kepustakaan (library research) adalah
“penelitian kepustakaan yang dilaksanakan dengan cara membaca, menelaah dan
mencatat berbagai literatur atau bahan bacaan yang sesuai dengan pokok bahasan,
kemudian disaring dan dituangkan dalam kerangka pemikiran secara teoritis”. 5
4
Mahmud (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
5
Kartini Kartono (1998). Pengantar Metodologi Research. Bandung: Alumni.
6
Deliar Noer (1985). Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES.
Produk pemikiran Majlis Ulama Persis tidak banyak diketahui secara langsung,
kecuali hasil-hasil pembahasan atau pengembangan atas karya-karya A. Hassan.
Bahkan pengembangan demikian lebih banyak dilakukan oleh Abdul Qadir Hassan
(1914-1984), sehingga dinamika Majlis Ulama tersebut juga tidak terlepas dari
peranan putra sulung A. Hassan ini.
Dalam Muktamar Kedelapan Persis pada tahun 1983, Majlis Ulama diubah
namanya menjadi Dewan Hisbah. Sebagaimana disebutkan dalam Qanun Asasi
Persis, Bab II, Pasal 8, bahwa “Dewan Hisbah berkewajiban membantu Pusat
Pimpinan dalam meneliti hukum-hukum Islam dan mengawasi pelaksanaannya serta
memberikan teguran atas pelanggaran-pelanggaran hukum Islam yang dilakukan
oleh para pimpinan dan anggota Jam’iyyah”. Dengan demikian, tugas utama Dewan
Hisbah sebagai aparat Pimpinan Pusat Persis adalah mengemban amanat untuk
meneliti masalah-masalah yang membutuhkan keputusan hukum. Dewan Hisbah
juga berperanan sebagai pengawas pelaksanaan hukum di kalangan anggota Persis,
dan bertanggungjawab dalam setiap kinerja dan keputusan-keputusan hukum yang
difatwakan.
Dewan Hisbah secara struktural terdiri dari tiga komisi sebagai berikut: 1)
Komisi Ibadah, yang bertugas menyusun konsep-konsep serta petunjuk pelaksanaan
ibadah praktis, untuk dijadikan pegangan bagi anggota Persis; 2) Komisi
Mu’amalah, yang bertugas mengadakan pembahasan tentang masalah-masalah
sosial yang mucul dalam masyarakat, baik atas hasil pemantauan langsung komiisi
ini maupun atas masukan dari komisi lain dan masyarakat umum, dan 3) Komisi
Aliran Sesat, yang bertugas melakukan penelitian dan pembahasan tentang aliral-
aliran keagamaan yang dipandang sesat dan muncul di masyarakat.
Hasil kajian Dewan Hisbah Persis, antara lain dapat ditelaah dari tahun 1996-
2009. Sebagian produk hukum dewan ini merupakan hasil revisi terhadap hasil-hasil
pembahasan sebelumnya atau ketetapan-ketetapn lama, tetapi secara umum tetap
menunjukkan jawaban atau pemecahan atas persoalan-persoalan yang berkembang
di masyarakat, terutama berkaitan dengan aspek ibadah dan mu’amalah. Masalah-
masalah yang berkenaan dengan ibadah selalu dilakukan dengan pengkajian ulang
terhadap hasil ijtihad para tokoh Persis terdahulu, misalnya buku A.Hassan,
Pengajaran Shalat, Soal Jawab; dan buku Kata Berjawab karya ‘Abd. al-Qadir
Hassan. Produk hukum tentang ibadah, antara lain: hukum salat dengan dua
bahasa, hukum salat Jum’at bagi musafir, dan mengangkat tangan ketika berdoa.
Demikian halnya dengan mu’amalah, Dewan Hisbah melakukan kajian atas
berbagai permasalahan hukum sesuai perubahan dan perkembangan ilmu hukum.
Produk ijtihad dalam bidang ini, antara lain tentang posisi zakat dan pajak, wakaf
uang, dan waris non muslim.
Selain Dewan Hisbah, terdapat lembaga lain yang dikembangkan untuk
menopang peranan Persis dalam kajian-kajian keislaman dan sosial. Di antaranya
adalah Majlis Tafkir yang berfungsi sebagai forum pemikir untuk memberikan
masukan dan pertimbangan terhadap kebijakan-kebijakan organisasi; Majelis
Tarbiyah yang bertugas mengembangkan pengkajian dan memberikan
pertimbangan terhadap prinsipprinsip serta strategi pendidikan dan dakwah;
Dewan Hisab dan Rukyat, yang berperanan membahas penentuan kalender Islam;
dan Lajnah Bantuan Hukum Persis untuk memberikan pelayanan bantuan hukum
kepada masyarakat.7
7
Dudung Abdurrahman (2020). Persatuan Islam (PERSIS) Pada masa Kontemporer 1945-2015.
Yogyakarta: Prodi Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI) Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan
Kalijaga. Hal. 2-4
Pemikiran Persatuan Islam (PERSIS) dalam Bidang Sosial Keagamaan
Pemikiran di Bidang Akidah dan Syari’ah
Konsepsi tentang Wali dalam Kaitannya dengan Tawasul
Secara kebahasaan, seperti yang disebutkan dalam al-Qur’an, Hadîts
pembicaraan orang Arab, tawassul artinya mendekat (taqarub) kepada yang dituju
dan mencapainya dengan keimanan yang kuat. Dalam praktiknya, tawassul itu
adalah berdoa dengan menggunakan perantara (wasilah), baik berupa orang
maupun benda. Yang dipersoalkan oleh Persatuan Islam dalam bertawassul ini
adalah penggunaan perantara misalnya Nabi, wali atau orang-orang ‘alim yang
telah meninggal dunia. Karena yang telah meninggal itu sama sekali tidak bisa
berbuat apa-apa bahkan telah hilang ditelan bumi. Apalagi bertawasul dengan
memakai benda, hal ini sama sekali tidak bisa dimengerti oleh akal sehat. Lain
persoalannya jika orang yang dijadikan perantara itu masih hidup. Itu sebabnya,
dengan menggunakan gaya bahasa fiqh, A. Hassan menyatakan bahwa pada zaman
shahabat memang pernah ada tawassul, tetapi dilakukan kepada orang yang masih
hidup supaya mendoakan atau ia diajak berdoa bersama-sama, seperti pernah
terjadi pada saat Umar Ibn Khaththab bertanya kepada Abbas paman Nabi, maka
Abbas pun berdoa kepada Allah agar diturunkan hujan. Jika seseorang boleh minta
kepada Allah dengan perantaraan orang lain karena berkahnya, maka berarti boleh
bertawassul kepada ka’bah atau barang lain karena ia mempunyai berkah. Dengan
demikian apa bedanya dengan cara berdoa orangorang Jahiliyah yang meyakini
keberkatan berhala-berhala.8
8
Dadan Wildan Anas, Badri Khaeruman, M Taufik Rahman dan Latif Awaludin (2015). Anatomi
Gerakan Dakwah Persatuan Islam. Tangerang: Amana Publishing. hal 264.
manusia itu adalah ciptaan Allah. Konsep ini pada gilirannya membebani manusia
untuk mempertanggungjawabkan amal perbuatannya di sisi Allah.9
Simpulan
Persis didirikan dengan tujuan untuk memberikan pemahaman Islam yang
sesuai dengan aslinya yang dibawa oleh Rasulullah Saw dan memberikan pandangan
berbeda dari pemahaman Islam tradisional yang dianggap sudah tidak orisinil
karena bercampur dengan budaya lokal, sikap taklid buta, sikap tidak kritis, dan
tidak mau menggali Islam lebih dalam dengan membuka Kitab-kitab Hadits yang
shahih.
Persatuan Islam (PERSIS) dalam sejarah Islam di Indonesia dikenal sebagai
salah satu gerakan sosial keagamaan, juga merupakan salah satu dari Gerakan
pembaharuan Islam di Indonesia, pembaharuan ini sebagai upaya-upaya pemurnian
dalam masalah akidah, ibadah, muamalat, dan sosial politik. Peran dan pemikiran
persatuan Islam (PERSIS) dalam bidang sosial agama ditandai dengan adanya Dewan
Hisbah yang berkewajiban membantu Pusat Pimpinan dalam meneliti hukum-
hukum Islam dan mengawasi pelaksanaannya serta memberikan teguran atas
pelanggaran- pelanggaran hukum Islam yang dilakukan oleh para pimpinan dan
anggota Jam’iyyah. secara umum Dewan Hisbah bertujuan untuk menunjukkan
jawaban atau pemecahan atas persoalan-persoalan yang berkembang di
masyarakat, terutama berkaitan dengan aspek ibadah dan mu’amalah. Produk
hukum tentang ibadah, antara lain: hukum salat dengan dua bahasa, hukum salat
Jum’at bagi musafir, dan mengangkat tangan ketika berdoa. Demikian halnya
dengan mu’amalah, Dewan Hisbah melakukan kajian atas berbagai permasalahan
hukum sesuai perubahan dan perkembangan ilmu hukum. Produk ijtihad dalam
bidang ini, antara lain tentang posisi zakat dan pajak, wakaf uang, dan waris non
muslim.
Selain Dewan Hisbah, terdapat lembaga lain yang dikembangkan untuk
menopang peranan Persis dalam kajian-kajian keislaman dan sosial. Di antaranya
adalah Majlis Tafkir yang berfungsi sebagai forum pemikir untuk memberikan
masukan dan pertimbangan terhadap kebijakan-kebijakan organisasi; Majelis
Tarbiyah yang bertugas mengembangkan pengkajian dan memberikan
pertimbangan terhadap prinsip-prinsip serta strategi pendidikan dan dakwah;
Dewan Hisab dan Rukyat, yang berperanan membahas penentuan kalender Islam;
dan Lajnah Bantuan Hukum Persis untuk memberikan pelayanan bantuan hukum
kepada masyarakat
Kemudian pemikiran-pemikiran persatuan Islam (PERSIS) terhadap akidah,
akhlak serta pemikiran mengenai pemahaman agama, yang didalamnya mencakup
kritik Persatuan Islam terhadap beberapa pemahaman yang tidak sesuai dengan
Syariat Islam, sebagai Gerakan pembahuran Islam dalam upaya membasmi taqlid,
jumud, khurafat, bid’ah, takhayul dan syirik di kalangan masyarakat Islam
Indonesia.
Daftar Sumber:
Aris Risdiana (2019). ‘Strategi Dakwah Persatuan Islam (PERSIS)’, Idrarotuna 1, 2:
16.
Bambang Khoirudin (2019). Organisasi Keagamaan Dan Interaksi Sosial Masyarakat
Islam Di Desa Pancasila Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.
(Skripsi, Universitas Islam Negeri Raden Intan, Lampung).
Dadan Wildan Anas, Badri Khaeruman, M Taufik Rahman dan Latif Awaludin (2015).
Anatomi Gerakan Dakwah Persatuan Islam. Tangerang: Amana Publishing. hal
42-44.
Deliar Noer (1985). Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES.
Dudung Abdurrahman (2020). Persatuan Islam (PERSIS) Pada masa Kontemporer
1945-2015. Yogyakarta: Prodi Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI) Fakultas
Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga. Hal. 2-4
https://www.persis.or.id/page/sejarah diakses tanggal 13-03-2021.
Kartini Kartono (1998). Pengantar Metodologi Research. Bandung: Alumni.
Mahmud (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.