Anda di halaman 1dari 8

SEJARAH PERSATUAN ISLAM

(PERSIS)

ADIK KURNIAWAN
20111466

SEKOLAH TINGGI ISLAM KENDAL


STIK
2023
SEJARAH PERSATUAN ISLAM (PERSIS)

Persatuan Islam (Persis) merupakan salah satu organisasi pembaharuan yang muncul
pada awal ke-20. Persis berawal dari suatu kelompok tadarusan di kota Bandung di bawah
pimpinan H. Muhammad Zamzam dan Muhammad Yunus. Sejak awal pendiriannya, Persis
lebih menitik beratkan perjuangannya pada dakwah dan pendidikan Islam.

Latar Belakang Pendirian PERSIS

Permulaan abad ke-20 merupakan masa kebangkitan umat Islam. Gerakan-gerakan


modern Islam muncul bersamaan dengan lahirnya kesadaran nasional yang diwujudkan
dalam wujud pergerakan nasional. Kedua gerakan itu berjalan beriringan dalam mewujudkan
cita-cita bangsa Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan.

Bagi umat Islam, usaha-usaha untuk menuju cita-cita ini ditempuh dalam bentuk
organisasi-organisasi Islam dengan corak dan gaya yang berbeda.

Pada awal abad ke-20, bermunculan organisasi-organisasi pembaharuan Islam di


Indonesia yang memiliki ciri sebagai gerakan tajdid, di antaranya Muhammadiyah di
Yogyakarta, al-Irsyad di Jakarta, dan Persatuan Islam (Persis) yang berdiri di Bandung.
Semua gerakan ini berdasarkan ajaran-ajaran salaf dan reformis.

Persis sendiri berawal dari suatu kelompok tadarusan di kota Bandung yang
dipelopori oleh H. Muhammad Zamzam dan H. Muhammad Yunus, dua orang saudagar dari
Palembang. Bersama dengan jamaahnya, mereka mengkaji serta menguji ajaran-ajaran Islam.

Kelompok tadarusan yang awalnya hanya berjumlah sekitar 20an orang ini pun semakin
mengetahui hakitat Islam yang sebenarnya. Mereka menjadi sadar bahaya keterbelakangan,
kejumudan, penutupan pintu ijtihad, taklid buta, dan serangkaian bid’ah.
Mereka lalu berusaha melakukan gerakan tajdid dan pemurnian ajaran agama Islam
dari paham-paham yang menyesatkan.

Kesadaran terhadap kehidupan berjamaah, berimamah, dan berimarah dalam


menyebarkan syariat Islam menimbulkan semangat kelompok tadarusan ini untuk mendirikan
sebuah organisasi baru dengan ciri dan karakteristik yang khas. Sehingga berdirilah Persis
pada tanggal 12 September 1923 di Bandung.

Penamaan organisasi ini diilhami dari firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 103:

‫َو اْع َت ِص ُمْو ا ِبَح ْب ِل ِهّٰللا َج ِم ْيًع ا َّو اَل َت َف َّر ُقْو اۖ َو اْذ ُك ُرْو ا ِنْع َم َت ِهّٰللا َع َلْي ُك ْم ِاْذ ُكْنُتْم َاْع َدٓاًء‬
‫ٰل‬
‫َفَا َّلَف َبْي َن ُقُل ْو ِبُك ْم َفَاْص َبْح ُتْم ِبِنْع َم ِت ٖۤه ِاْخ َو اًن ا ۚ َو ُكْنُتْم َع ى َش َف ا ُح ْف َر ٍة ِّم َن الَّن اِر‬
‫َفَاْن َقَذ ُك ْم ِّم ْن َه ا ۗ َك ٰذ ِلَك ُيَبِّي ُن ُهّٰللا َلـُك ْم ٰا ٰي ِتٖه َلَع َّلُك ْم َت ْه َت ُد ْو َن‬

wa’tashimuu bihablillaahi jamii’aw wa laa tafarroquu wazkuruu ni’matallohi ‘alaikum iz


kuntum a’daaa`an fa allafa baina quluubikum fa ashbahtum bini’matihiii ikhwaanaa, wa
kuntum ‘alaa syafaa hufrotim minan-naari fa angqozakum min-haa, kazaalika
yubayyinullohu lakum aayaatihii la’allakum tahtaduun

“Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah)
bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi
bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu
agar kamu mendapat petunjuk.”
Perkembangan Persatuan Islam

 Persis pada masa Kolonial

Sejak awal pendiriannya, Persis lebih menitikberatkan perjuangannya pada


penyebaran penyiaran paham al-Qur’an dan As-Sunnah kepada masyarakat Islam dan bukan
untuk memperbesar dan memperluas jumlah anggota dalam organisasi.

Organisasi ini berusaha keras untuk mengembalikan kaum muslimin kepada al-Quran dan
hadis; menghidupkan jihad dan ijtihad, membasmi bid’ah, khurafat, takhayul, taklid dan
syirik, memperluas tablig dan dakwah kepada segenap masyarakat; mendirikan pesantren dan
sekolah untuk mendidik kader Islam.

Persis pada umumnya kurang memberikan tekanan kepada kegiatan organisasi.


Mereka tidak terlalu berminat menambah sebanyak mungkin anggota. Pembentukan cabang
tergantung pada inisiatif peminat semata dan bukan didasarkan kepada suatu rencana yang
dilakukan oleh pimpinan pusat.

Pada tahun-tahun pertamanya, Persis hanya memiliki anggota sekitar 20an orang.
Aktivitas pun berakar pada shalat Jum’at ketika anggota datang bersama-sama dan mengikuti
kursus-kursus pengajaran agama yang diberikan sejumlah tokoh Persis. Perlu diketahui
seluruh aktivitas dakwah Persis diprakarsai dan dibiayai sendiri oleh kedua pendirinya yang
berprofesi sebagai wirausahawan.

Organisasi ini mendapat bentuknya yang jelas setelah masuknya Ahmad Hassan pada
tahun 1926 dan Mohammad Natsir pada 1927. Menurut Dadan Wildan dalam Sejarah
Perjuangan Persis, Sejak masuknya Ahmad Hassan, Persis memiliki guru utama dalam
menyampaikan ajaran Islamnya.
Ahmad Hassan

Ahmad Hassan merupakan seorang pendatang dari Singapura. Ia adalah keturunan


keluarga India Tamil yang menetap di wilayah itu. Meskipun tidak menuntaskan pendidikan
sekolah dasar, tetapi Ahmad Hassan sejak kecil telah memperoleh pendidikan agama yang
kuat dari berbagai ulama terkenal di Singapura dan Sumatra.

Tidak hanya berdakwah melalui jamaah tadarus, Persis juga menerbitkan risalah dan
majalah, antara lain: Pembela Islam (1929-1935), al-Fatwa (1933-1935), Soal Jawab (1931-
1940), al-Lisan (1935-1942, at-Taqwa (1937-1941), Lasykar Islam (1937), dan al-
Hikam (1939).

Pada periode awal ini Persis menghadapi tantangan yang berat dalam menyebarkan
ide-ide dan pemikirannya. Di samping masyarakat yang jumud, tantangan juga datang dari
pemerintah kolonial. Kondisi ini menyebabkan para Persis banyak melakukan perdebatan
dalam menyukseskan dakwahnya.

Pada tahun 1940, Ahmad Hassan beserta 25 muridnya pindah ke Bangil, Jawa Timur
dan pesantren yang berada di Bandung dilanjutkan oleh K.H. Endang Abdurrahman.

Pada masa penjajahan Jepang, organisasi ini kurang berkembang karena menentang
kebijaksanaan penjajah yang mewajibkan melakukan Sei kerei (penghormatan kepada kaisar
Jepang dengan cara membungkukkan badan ke arah Tokyo).

Menjelang kemerdekaan, Persis mulai tertarik dengan masalah-masalah politik. Para


tokoh Persis berpandangan bahwa kembali ke al-Quran dan Sunah itu tidak hanya terbatas
dalam akidah dan ibadah, tetapi lebih luas dari pada ini, termasuk berjuang dalam politik
untuk memenangkan ideologi Islam.
 Persis pada masa Kemerdekaan

Pada tanggal 8 November 1945, Persis turut mempelopori lahirnya Partai Masyumi di
Yogyakarta, sebagai wadah politik umat Islam di Indonesia. Persis menjadi anggota istimewa
di dalam Masyumi di samping Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.

Selain bergabung dengan Masyumi, Persis juga melakukan reorganisasi untuk menyusun
kembali sistem organisasi yang sebelumnya dibekukan oleh Jepang. Setelah reorganisasi
tahun 1948, Persis berada di bawah kepemimpinan K. H Isa Anshary dari tahun 1948-1960.

Saat itu Persis dihadapkan pada pergolakan politik yang belum stabil. Persis
mengeluarkan sejumlah manifesto politik yang isinya sebagian besar menolak konsepsi
Soekarno tentang Nasakom, bahkan Isa Anshary membentuk front anti komunis yang dalam
prakteknya justru membahayakan umat Islam.

Pada muktamar Persis ke-7 di Bangil (2-5 Agustus 1960), berkembang wacana agar
Persis dirubah formatnya dari organisasi massa menjadi organisasi politik dengan nama baru
Jama’ah Muslimin. Wacana tersebut dilontarkan oleh Isa Anshary.

Sementara itu pihak lain menginginkan Persis tetap eksis sebagai ormas Islamyang bergerak
di bidang dakwah dan pendidikan.

Gagasan dari Isa Anshary di atas ditolak oleh K.H. E. Abdurrahman yang lebih
memilih mempertahankan bentuk asli organisasi. Dalam hal ini Abdurrahman mendapat
dukungan kuat dari pimpinan pusat pemuda Persis. Melalui pertarungan yang alot, akhirnya
Abdurrahman terpilih menjadi ketua umum Persis melalui referundum.
K.H Endang Abdurrahman

Bergantinya tampuk kepemimpinan dan perubahan situasi negara rupanya


mempengaruhi pada penampilan Persis di publik. Jika pada masa kepemimpinan K.H. Isa
Anshary, Persis lebih kental dan akrab dengan politik praktis, maka pada masa
kepemimpinan baru ini Persis tidak begitu memperdulikan politik. Bahkan Abdurrahman
mengeluarkan Tausiah (fatwa) yang melarang semua anggota dan pesantren serta ustaz untuk
aktif di bidang politik praktis.

Selama masa kepemimpinan K.H. E. Abdurrahman dari tahun 1962-1983, Persis


menunjukkan kecenderungan pada kegiatan-kegiatan sekitar tabligh dan pendidikan dari
tingkat pusat hingga cabang.

K.H. E. Abdurrahman lebih mengorientasikan Persis sebagai organisasi agama, sebab itu ia
mengambil pola kepemimpinan ulama, bukan kepemimpinan politik.

Pada masa inilah Persis kembali kepada garis perjuangannya, sehingga tidak salah
jika K.H. E. Abdurrahman dikatakan sebagai penegak khittah Persis.
Daftar Pustaka

Suryanegara, Ahmad Mansur. 2015. Api Sejarah Jilid Kesatu. Bandung: Surya Dinasti.

Noer, Deliar. 1985. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES.

_________. 1987. Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1965. Jakarta: Pustaka Utama
Grafiti.

Wildan, Dadan. 1995. Sejarah Perjuangan Persis 1923-1983. Bandung: Gema Syahida.

Anda mungkin juga menyukai