BAB I
Pendahuluan
Persatuan Islam didirikan pada tahun 1923 oleh Haji Zamzam dan Haji Muhammad
Yunus sebagai organisasi yang dimulai dengan kelompok diskusi. Berawal dari konsep
purifikasi Muhammad Abduh melalui Buletin Al-manar, kemudian Muhammadiyah lahir
di Yogyakarta pada tahun 1912, membangkitkan naluri intelektual Haji Zamzam dan Haji
Yunus serta ikut serta dalam memerangi wabah TBC (Takhayul, Bid'ah, Khufarat) yang
menjangkiti masyarakat Indonesia pada saat waktu itu. Dari diskusi tersebut, muncul
konsep organisasi untuk mencegah penyakit akut tersebut. Tak lama kemudian,
Perhimpunan Islam (Persis) yang berbasis di Bandung, Jawa Barat, didirikan.
Konsep tajdid dan purifikasi yang dibawa oleh Persis tentu saja berbenturan dengan
idealisme keagamaan yang kemudian berkembang secara formal di masyarakat, ideologi
yang dikembangkan oleh ulama tradisionalis melalui organisasi Nahdhatul Ulama. Secara
kronologis, NU lahir tiga tahun di belakang Persatuan Islam. Namun, ideologi keagamaan
NU dan perlindungan budaya lokal bertentangan dengan ideologi keagamaan Persis yang
memiliki semangat purifikasi. Seiring waktu, Persis berkembang pesat. Kunci
keberhasilan menyebarkan pemahaman tentang ideologi, ide dan organisasi adalah
kemampuan untuk berhasil mengajar, mengatur, mengelola dan membimbing
masyarakat.
Perbedaan Persis dengan ormas lain tentu bukanlah hal aneh. Dakwah Islamiyah
Indonesia memang berkembang sangat pesat, berubah dan bersaing untuk saling
mempetahankan nasib umat Islam. Corak dakwah yang sangat berbeda yang digunakan
oleh kelompok agama yang berbeda akhirnya membentuk pola, metode, strategi, dan
tanggapan yang berbeda. Dakwah sendiri dalam istilah Islam berarti ajakan kepada
individu, kelompok, masyarakat, bangsa, mengikuti jalan Allah, berbuat baik dan
menghindari keburukan.
1.3 Tujuan
Pembahasan
Pada awal kenduri diadakan banyak orang dari berbagai kalangan hadir. Secara
umum, tamu undangan datang karena sangat tertarik dengan masakan Palembang.
Dan dengan kesempatan itu H. Zamzam dan Muh. Yunus banyak memberikan ide-
idenya karena dia adalah orang yang berpengetahuan.
H. Zamzam dan Muh. Yunus adalah seorang saudagar, meskipun begitu mereka
masih memiliki kesempatan dan waktu untuk memperdalam ilmu agama Islam.
Zamzam (1894-1952) menghabiskan 3,5 tahun di Mekah sebagai seorang anak, di
mana ia belajar di Dar al-Ulum, Muh. Yunus yang menerima pendidikan agama
tradisional dan mahir berbicara Bahasa Arab, tidak pernah memberikan pengajaran
agama, namun tak kehilangan pula minat untuk belajar dan memperdalam ilmu
agama. Kekayaannya memungkinkan dia untuk membeli buku-buku yang dia
butuhkan dan untuk anggotanya segera setelah organisasi didirikan.
Gambar 1
(Para Tokoh Penting Persis)
H. Zamzam dan Moh. Yunus adalah orang yang berjasa besar dalam berdirinya
ormas Islam ini. Di setiap acara kenduri, mereka senantiasa menawarkan ide-ide baru
dan menyampaikan ajaran Islam kepada yang hadir. Ada berbeda yang dibahas di
kenduri, di antaranya yang dibahas adalah masalah agama yang ada di majalah seperti
Al-Munir di Padang dan juga al-Manar di Mesir. Dalam Kenduri itu juga membahas
kontroversi antara organisasi Islam sebelumnya, yaitu Al-Irsyad dan Jami’at Khoir.
Apa yang dibahas dalam Kenduri tersebut juga disampaikan oleh salah satu tokoh
Islam, Faqih Hashim dari Surabaya.
Persatuan Islam (Persis) tidak terlalu menekan aktivitas organisasi. Oleh karena
itu, mereka kurang berminat mendirikan cabang di daerah lain dibandingkan ormas
Islam lainnya. Juga, organisasi ini belum menambahkan anggota sebanyak mungkin.
Oleh karena itu, keberadaan cabang di berbagai daerah merupakan prakarsa
masyarakat yang menjadi kepentingan organisasi itu sendiri dan tidak didasari oleh
keinginan pimpinan pusat untuk mendirikan organisasi. Cabang-cabang tersebut
tersebar di Bogor, Jakarta, Leres, Banjaran, Surabaya, Malang, Bangil, Padang,
Sibolga, Kotaraja, Banjarmasin dan Gorontalo.
Namun, pengaruh organisasi Persis terhadap umat Islam sangat besar, melebihi
jumlah cabang di berbagai daerah. Hal ini tercermin dari bertambahnya jumlah
jamaah salat Jumat yang baru terbentuk pada tahun 1923. Sekitar 12 orang. Namun,
pada tahun 1942 jumlah pengikut mencapai 500, dimana menyebar ke enam masjid.
Seruan kembali pada Al-Qur’an dan Sunnah merupakan hal abadi yang ada pada
tubuh organisasi Persis. Ketika Persis berdiri dan berjalan, seruan tersebut
menjadi berbagai wujud, dan setiap figure dalam Persis pun memiliki dan memilih
jalan tersendiri. Aksentuasi tersebut bisa kita dapat dengan mengikuti kisah dari
beberapa figure yang ada dalam Persis.
Gambar 2
(Foto Ahmad Hassan)
Gambar 3
(Foto M. Natsir Menyampaikan Pidato)
M. Natsir dalam Persatuan Islam berperan sebagai pembantu inti dalam
majalah Pembela Islam. Selain itu, ia sebagai juru bicara Persatuan Islam
dalam soal-soal kebudayaan, negara, dan masyarakat dalam kaitannya dengan
Islam.
Tokoh ini lahir pada 1 Juli 1916 di Sungai Batan Maninjau, Sumatera
Barat. Pada tahun 1932 ia pergi ke Bandung, ia resmi bergabung di Persatuan
Islam sejak 1935. Setelah bergaul dan mengikuti ide A. Hassan, M. Natsir dan
Fachruddin, mereka secara aktif mempromosikan pembentukan persatuan
Islam.
Sejak itu dia rajin menulis tentang agama dan politik. Antara 1938 dan
1941, dua bukunya diberi judul “Islam dan Demokrasi” dan “Islam dan
Kolektivisme”.
Gambar 4
(Foto KHM. Isa Anshary Saat Memberi Pidato)
4. KHE. Abdurrahman
Hari Kamis, 21 April 1983, jam 02.30 WIB, umat Islam telah kehilangan
seorang ulama besar, seperti dituturkan Bapak M. Natsir: “Sepanjang
pergaulan saya di Rabithah ‘Alam Islamy, saya belum menjumpai ulama yang
akurat dan cermat dalam Ilmu Hadits seperti Ustadz KHE. Abdurrahman”,
suatu pengakuan yang dinyatakan tokoh Islam kaliber internasional ini,
memang bukan sekadar basa-basi memuji almarhum, namun suatu pernyataan
lugas yang didukung pula oleh tokoh Islam yang lain, seperti dituturkan DR.
KH. EZ. Mutaqien: “Beliau adalah ulama yang paling dalam di bidang Hadits
dan Tafsir.”
Gambar 5
(Foto KHE. Abdurrahman)
Cikal bakal Ulama Besar dan Guru Besar, serta Pimpinan Persatuan Islam
ini, lahir di kota Cianjur, pada tanggal 12 Juni 1912, ayahnya bernama
Ghazali, sedang ibunya bernama Hafsah, dengan jumlah saudara 13 orang,
beliau merupakan putra yang paling cikal dari yang ada
Pemikiran seta tujuan Persis tercantum dalam Bab I pasal 3 Qanun Asasi hasil
Muktamar XII tahun 2000 adalah: “Terlaksananya Syariat Islam berlandaskan Al-Qur’an
dan As’ Sunnah secara Kaffah dalam segala aspek kehidupan”. Moto Persis adalah surat
Ali Imran ayat 103: “Dan berpegang teguhlah kamu sekalian pada tali (undang-
undang/aturan) Alloh seluruhnya dan janganlah bercerai berai” dan hadist nabi yang
diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi: “Kekuatan Alloh itu beserta jamaah”.
Sedangkan rencana jihad Persis yang tercantum dalam Bab III Pasal I Qanun Asasi
(Anggran Dasar) tahun 1957, yang merupakan kerangka berfikir Persis pada tahap awal
adalah:
Pemikiran dan rencana jihad Persis selalu dirumuskan kembali pada setiap
Mukhtamar 5 tahun satu kali. Persis pun memiliki beberapa terobosan atau kegiatan di
beberapa bidang, seperti:
Penutup
3.1 Kesimpulan
Risdiana, Aris. "Strategi Dakwah Persatuan Islam (Persis) Riau." Idarotuna 1.2 (2019):
94-111.
Fauzan, Pepen Irpan. "Perumus Manifest Perjuangan Persatuan Islam." Jurnal Studi
Islam STAI Persis Garut 1.2 (2016): 149-171.
Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia (1900-1942), (Jakarta: LP3ES, 1982)
Muhtadi, Asep dkk (2014) “Meretas Jalan Dakwah Ormas Islam Indonesia”, Bandung:
Pengurus MUI Bandung
Suryanegara, Ahmad Mansur, (2012) “Api Sejarah II”, Bandung: Penerbit Salamand