Anda di halaman 1dari 5

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬

DAUROH QUR’AN
“KADERISASI TAK BOLEH TERHENTI”
(Bandung, 2 Oktober 2022 M / 6 Rabi’ul Awwal 1444 H)
Oleh: Faqih Aulia (14.3887)
1. KESUKSESAN DAKWAH PERSIS:
Sebagaimana kita telah maklum, Persis terlahir sejatinya oleh semangat generasi muda yang tidak
membanggakan siapa pendukung dan mengandalkan tokoh. Kesuksesan dakwah Persis bergantung pada
kerja keras dan kerja cerdas yang ditopang oleh semangat dan militansi kaum mudanya. Seperti kata pepatah
yang dinisbatkan pada Ali bin Abu Thalib Ra:
.‫ ولكن الفىت من يقول ها أناذا‬- ‫ليس الفىت من يقول كان ايب‬
Pemuda bukanlah yang berkata "Ini bapakku" tapi pemuda yang berkata "Inilah aku".
2. PARA MUJAHID DAKWAH PERSIS SEJAK USIA MUDA:
Seruan untuk kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah merupakan seruan abadi Persis. Di balik seruan itu
terdapat figur-figur teladan bukan karena posisi mereka di Persis, tetapi disebabkan karena pengaruh dan
kontribusi mereka sejak muda terhadap perkembangan dakwah Islam, berikut beberapa pigur teladan kita:
a) Ahmad Hassan (1887-1958): 1926 bergabung dengan Persis (Usia 38/39 tahun).
b) Buya M Natsir1 (1908-1993): 1932 bergabung dengan Persis (Usia 24 tahun).
c) K.H.M. Isa Anshary2 (1916-1969): 1935 bergabung dengan Persis (Usia 19 tahun).
d) K.H.E. Abdurrahman3 (1912-1983): 1934 bergabung dengan Persis (Usia 22 tahun).
e) K.H.A. Qadir Hasan4 (1914-1984): 1925 (Usia 11 tahun) dibina langsung ayahnya: Tuan Hasan, Usia 22
Tenaga Pengajar Pesantren Persis Bandung.
f) K.H.E. Abdullah (1918-1994): 1934 bergabung dengan Persis (Usia 16 tahun).
3. TOKOH-TOKOH DI BALIK PERJUANGAN PERSIS:
Tokoh-tokoh Persatuan Islam yang mendampingi para tokoh itu, sebetulnya sangat banyak. Tercatat,
misalnya, pada generasi pertama, di samping H. Zamzam, H. Muhammad Yunus dan A. Hassan, adalah KH.
Munawar Cholil, Mahmud Aziz, dan TM. Hasbie Ash-Shiddieqy.

Generasi Kedua, di samping Buya M. Natsir dan M. Isa Anshary, tercatat di antaranya KH. Qomaruddin
Shaleh, pendiri Universitas Islam Bandung (Unisba), dan KHM. Rusyad Nurdin, sesepuh Dewan Dakwah
1
Kemudian tahun 1932 memasuki kursus guru. Selama tinggal di Bandung inilah M. Natsir memulai hidupnya dalam masyarakat dan
mempelajari Islam kepada A. Hassan, dan mempunyai hubungan rapat dengan tokoh-tokoh Persatuan Islam. Selain itu, ia mengikuti
kelas khusus untuk anggota-anggota muda Persis yang belajar di sekolah-sekolah menengah Belanda
Jadi Wakil Ketua Umum Persatuan Islam (1937).
2
K.H.M. Isa Anshari Pada tahun 1932 pergi ke Bandung, dan aktif secara resmi di Persatuan Islam sejak tahun 1935, setelah bergaul
dan mengikuti pemikiran A. Hassan. Kemudian bersamasama M. Natsir, Fachruddin dan lain-lainnya aktif memajukan pendidikan
Persatuan Islam.
3
K.H.E. Abdurrahman yang penuh dedikasi, tekad, dan semangat dalam mencerdaskan umat, khususnya dalam jamiyah Persis sejak
awal beliau bergabung dengan Persis di tahun 1934 pada usia sekitar 22 tahun hingga wafatnya di tahun 1983 di usia 71 tahun.
4
Abdul Qadir Hassan lahir di Singapura pada tahun 1914. Pada tahun 1923, ia pindah ke Surabaya dan belajar di Taman Siswa. Ketika
ayahnya pindah ke Bandung, ia melanjutkan pendidikannya di HIS (Hollands Inlandse School) Bandung dan memasuki Sekolah
Ambtenar Belanda selama dua tahun. Pengetahuan agamanya ia pelajari dari ayahnya (A. Hassan) dan selebihnya secara otodidak.
Pada usianya yang masih muda, Abdul Qadir Hassan sudah mampu menjadi tenaga pengajar di Pesantren Persis Bandung, bahkan
pada usia 22 tahun, ia telah memiliki kemampuan menyusun buku Qamus al-Qur’an, yang digarap selama sepuluh tahun. Buku
tersebut hingga kini sudah dicetak berulang kali.

1
Islam Indonesia (DDII), dan juga merupakan Ketua Umum DDII wilayah Jawa Barat. Namun yang paling
terkenal dan pernah menjadi Ketua Umum PP. Persis adalah Fachruddin al-Kahiri.
Generasi Ketiga, di samping KHE. Abdurrahman, KH. Abdul Qadir Hassan, KHE. Abdullah, tercatat
KHM. Sudibja.
Generasi keempat, di samping KHA. Latief Muchtar, MA tercatat pula: KH. Aminullah, yang selama akhir
hayatnya memimpin Pesantren Persatuan Islam Benda Tasikmalaya, KH. Syihabuddin, pemimpin dan
pengembang Pesantren Persatuan Islam Rancabogo Garut, KH. Syarif Syukandi, juga mengabdikan diri di
Pesantren Persatuan Islam Bandung, mendampingi gurunya, KHE. Abdurrahman dan KHE. Abdullah.
KH.E. Sar’an, tokoh Persatuan Islam perintis dan pengembang Persis DKI Jakarta yang juga Ketua Dewan
Hisbah menggantikan KH.E.Abdullah.
Selain itu, tak bisa dikesampingkan peran dan sumbangsih KH.Yahya Wardi, yang pernah lama memimpin
Bidang Garapan Haji. HE. Nasrullah, yang memimpin pesantren Persatuan Islam No. 1 Pajagalan Bandung,
selepas ditinggal wafat oleh KHE. Abdullah. KH. Achyar Syuhada bersama-sama KH. Ghozali, keduanya
berdomisili dan memimpin cabang Persatuan Islam di wilayah Cianjur.
KH.A. Qodir Shadiq, KH. Usman Sholehuddin, KH. I. Shodikin, KH.M Romli, dan KH. A. Zakaria, penulis
buku al-Hidayah dalam bahasa Arab dan Indonesia, juga adalah tokoh-tokoh sezamannya Ustadz Latief.
Mereka di samping memimpin pesantren di daerah masing-masing, juga menjadi anggota tetap Dewan
Hisbah, suatu lembaga kajian keagamaan Persatuan Islam.
Dan dari kalangan generasi berikutnya, ketika KH. Shiddieq Amien 5 menjadi ketua umum PP. Persatuan
Islam, menggantikan KHA. Latief Muchtar, MA, tercatat: Prof. Dr. HM. Abdurrahman, Ust. H. Deddy
Rahman, KH. Ghazi Abdul Qadir, KH. Luthfi Abdullah Ismail yang sama-sama sebagai cucu A. Hassan
yang memimpin Persantren Persatuan Islam Bangil hingga akhir masa hayatnya.
4. NILAI KETELADANAN:
Mereka adalah ulama dan para mujahid dakwah yang teguh dalam mempertahankan pendapat yang
diyakininya benar, tanpa dibarengi dengan memperlihatkan sikap kebencian kepada yang berbeda pendapat
dengan beliau.
Mereka para ulama dan mujahid dakwah yang berwawasan cukup luas, dan lebih dari itu konsistensinya
dalam menyampaikan dan mempertahankan pandangan-pandangannya.
Keteguhan dalam mempertahankan pendapat yang mereka yakini kebenarannya itulah yang menyebabkan
mereka memperoleh tempat tersendiri di kalangan para ulama dan cendekiawan.
Para tokoh Persis mempunyai karakteristik peduli dan banyak peran untuk membimbing umat, tak terkecuali
kaum muda, dengan bimbingan wahyu Allah Swt.
Para tokoh Persis itu pun membuktikan bahwa kaum ulama juga adalah para aktivis dakwah, karena mereka
secara potensial dapat mengubah dunia. Mereka mempunyai program “Islamisasi” dunia. Nilai-nilai Islam
itu dari Allah Swt. Dengan mengikuti Nabi, ulama adalah “agen” Allah.
Para ulama dan mujahid dakwah Persis memandang bahwa dunia harus Islami dan sesuai dengan pandangan
Nabi dan para sahabatnya.
5. NILAI KETELADANAN KADERISASI:
Menciptakan kader yang penuh semangat dan militan seperti para tokoh itu bukanlah pekerjaan ringan. Di
sana terdapat proses panjang yang menantang sekaligus memerlukan keseriusan yang terkadang menjadi
hambatan. Selain itu, dalam praktiknya dibutuhkan kerjasama dan koordinasi antar elemen serta dukungan
ragam pihak.

6. KADERISASI TAK BOLEH TERHENTI:


Saya sangat berharap dalam periode ini, kita semua mampu merumuskan langkah-langkah Pemuda sebagai
kader Persis di masa depan. Seperti kata pepatah Arab;
5
KH. Shiddieq Amien adalah generasi muda Persatuan Islam yang tampil memimpin PP. Persatuan Islam, karena ketika beliau wafat
umurnya baru mencapai 53 tahun. Dan pada waktu pertama kali menjabat ketua umum PP. Persatuan Islam, KH. Shiddieq Amien
masih berumur 41 tahun.

2
‫س لِيَْأ ُك َل الاَّل ِح ُق ْو َن؟‬ ِ ِ َّ ‫َغرس‬
ُ ‫الساب ُق ْو َ'ن فََأ َك ْلنَا َأفَاَل َن ْغر‬ َ َ
“Telah menanam orang-orang terdahulu dan kita telah menuainya, apakah kita tidak akan menanam agar
orang yang akan datang menuainya.”
Persis sekarang adalah warisan generasi A. Hassan dan tokoh-tokoh lainnya. Kita semua sedang menikmati
hasil cocok tanam mereka dahulu. Saat ini, kita sedang menanam dan menumbuhkembangkan Persis untuk
generasi 25 tahun atau 50 tahun mendatang. Banyak hal yang harus kita perbaiki dalam diri kita. Yang
paling utama adalah ketaatan dalam berimamah dan berimarah. Mari kita kembali kepada harapan dan cita-
cita yang sesuai dengan kehendak dan cita-cita jam’iyyah, yaitu: Persatuan pemikiran Islam, Persatuan
rasa Islam, Persatuan suara Islam, dan Persatuan usaha Islam. Inilah tugas berat kita, mudah-mudahan
Allah senantiasa memberikan kekuatan, ketabahan dan kemampuan untuk menyeru umat kepada ajaran
Alquran dan As-sunnah lewat jam’iyyah Persatuan Islam. Mari kita membangun jam’iyyah yang solid,
kokoh dan kompak sebagaimana al-jasad al-wahid demi ‘izzu al-Islam wa al-Muslimin, menjadi jam’iyyah
Persis yang disegani kawan maupun lawan melalui para kader yang pantas menjadi tumpuan dan harapan.
7. Inilah figur-figur teladan, jadi ti ngora keneh sudah melakukan aktifitas dakwah, menopang jihad jam’iyyah.
Ceuk Bahasa urang Maleer mah, “Usia yang keur benteng-bentengna”, sebab lamun geus kolot jol ripuh.
Jadi dibalik kesuksesan seruan untuk kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, terdapat figur yang
mensukseskan gerakan dakwah ini. Justru merekalah kaum muda yang menopang sukses, mengibarkan
panji dakwah Al-Qur’an dan As-Sunnah melalui wadah jam’iyyah.
8. K.H. Munawar Cholil beliaulah ketua Dewan Hisbah pertama, yang dulu masih bernama Majlis Ulama, itu
penulis kelengkapan tarikh.
9. Ust. Sudibja ini kakeknya Dr. Sony (Sigab Pusat). Maka kata guru dan orang tua, kalau ingin tahu wajah
ust. Sudibja tingali we Dr. Sony. Yang dulu pernah ngaji di Maleer, Amin Muchtar keur orok bereum.
10. Perkembangan dakwah di Maleer itu ditopang oleh dua tokoh, yang satu ti Kodam, yang satu ti Kavaleri.
Dan mohon ini, di Maleer belum pernah dicatat sejarah ini, tokoh-tokoh kita sudah wafat. Jadi ti Kodam ust.
Andi, pak Rasyd ti Kavaleri. Padahal kita kecil tapi kenapa dakwah Maleer itu kuat? Karena punya tokoh,
mereka itu sejak muda sudah melibatkan diri. Generasi Ijal mah tinggal panen, posisi merintis ini semuanya
dalam generasi muda. Jadi tidak ada kesuksesan dakwah Persis itu oleh orang tua, justru sudah terlibat
generasi-generasi demikian (generasi muda/emas).
11. Inilah contoh keberhasilan di Persatuan Islam, bahwa kaderisasi tak pernah terhenti, dalam kerangka inilah
peran serta kaum muda demikian penting di dalam mengawal perjalanan Persatuan Islam hingga jelang 100
tahun.
12. Dari generasi awal (As-Sabiqunal Awwalun), dari generasi salaf Persis Ash-Sholih hingga generasi
sekarang memiliki benang merah yang sama yaitu adanya keteladanan.
13. Ini cerita dari Abah Usman: Di Persis yang namanya ahlul ilmi, yang namanya ulama itu bukan duduk di
menara gading6. Da teu aya di Persis mah, ulama/ahli elmu cicing di belakang (layar), pasti turun. Jadi
mengawal denyut nadi umat ti keur ngora. Maka dapat dikatakan pergantian antar generasi di jam’iyyah
Persis, kita mendapatkan nilai keteladanan dari mereka. Bahwa mereka adalah para ulama dan para mujahid
dakwah yang teguh, kukuh, teu gampil kabawa sakaba-kaba, teu gampil nuturkeun kumaha ramena. Punya
pendirian teguh, mereka teguh dalam mempertahankan pendapat yang diyakini benar, tapi tidak pernah
memperlihatkan kebencian, padahal biasa beda pendapat, biasa mempertahankan satu keyakinan, tetapi
tidak pernah diperlihatkan oleh mereka membenci orang yang berbeda. Pan keur urang mah, eta teh hese,
lamun beda, beda we, nepi ka ningali sandalna wae jadi nyeuri beuteung, ningali motorna jol mencret. Jadi
orangnya teguh dan kukuh, tapi tidak pernah (menampakkan kebencian).
Ini mah conto, sakumaha hebatna Buya Natsir debat jeung Aidit, sakitu kerasna di Parlemen, beres eta mah
ngopi bareng. Kan itu tidak mungkin dadakan, tapi harus didikan. Jadi dalam berpendapat/berkeyakinan
harus teguh, tapi dalam urusan hubungan (tidak menampakkan dan tidak memperlihatkan kebencian).

6
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti menara gading adalah tempat atau kedudukan yang serba mulia, enak, dan
menyenangkan.
3
14. Mereka para ulama dan mujahid dakwah yang berwawasan cukup luas, padahal coba lihat di zaman A.
Hassan, saha nu doktor? Saha nu profesor? Gak ada. Ini bukan mengecilkan arti profesor, artinya bukan
urusan gelarnya, tetapi cukup luas pergaulan. (Supple di dalam bergaul dan tidak pernah berhenti untuk
upgrading diri).
15. Cara upgrading diri:
a) Ku maca.
b) Ku gaul dengan berbagi kalangan.
16. Keteladanan para ulama dan mujahid dakwah di Persis:
a) Berpikir terbuka, tapi tegas dalam mempertahankan prinsip.
b) Mandiri, tapi tidak mengisolir diri (dalam bahasa ust. Latief).
17. Kaderisasi di Persatuan Islam pada dasarnya itu dikondisikan.
18. Mereka menjadi mujahid tangguh, bukan dadakan tapi hasil didikan. Minimal ada lingkungan yang
menempa mereka menjadi orang-orang yang tangguh.
19. Ini contoh, sasibuk-sibukna A. Hassan -kata orang tua dan guru- sedang ngaput tafsir Al-Furqan, jika kaum
muda datang cul sagala.
20. Urang teh ongkoh peduli kana kaderisasi, tapi ka kaum muda hare-hare. Nah, orang tua kita mah tidak
begitu, maka selalu memiliki atensi (ngahiap jeung ngajeujeuhkeun).
21. Orang tua urang mah: Ia ulama, ia ahli elmu, ia aktifis.
22. Tidak ada seseorang tokoh yang lahir dari ruang kosong. Tidak ada satu orang pejuang yang lahir ujug-ujug,
tapi by proses. Prosesnya ini pasti tidak ringan, di situ pasti ada proses yang panjang, yang menantang,
sekaligus memerlukan keseriusan bahkan terkadang menjadi hambatan.
23. Umumnya kita:
a) Hayang panen, tapi melak henteu.
b) Hayang wah, tapi kececes.
24. Kaderisasi itu tidak instan, kaderisasi itu butuh proses.
Kaderisasi itu tidak bisa sendirian, butuh kerja sama. (Sinergi dan kolaborasi antar elemen)
25. Terkadang kita lupa, bahwa kesuksesan satu karya pasti di situ melibatkan banyak pihak. Walaupun
terkadang yang bersangkutan itu jarang disebut seperti ilmu pentil. Oleh karena itulah, dalam konteks
keterlibatan berbagai elemen dalam proses kaderisasi tanpa henti, ada satu pengajaran yang kami terima
yang harus terus menerus kami gelorakan yaitu bahwa di jam’iyyah Persis seseorang berada di depan belum
tentu mulia, berada di belakang belum tentu hina, karena mulia dan hina bukan depan dan belakang, tapi
seberapa banyak karya. Maka depan dan belakang itu hanya sekedar ukuran berapa besar tanggung jawab
bukan ukuran kemuliaan, maka dari sinilah keterlibatan dalam proses kaderisasi antar elemen, maka di
jam’iyyah tidak cari-cari harus dimana posisi.
26. Betapa pentingnya kaderisasi dan tidak boleh terhenti.
27. Jadi barudak Batununggal, kita punya GSPT, kita punya masjid (misalkan), bukan hasil kita, itu investasi
orang tua kita, berarti mereka sukses melahirkan kita yang menikmati hasil panen. Iraha urang? Urang mah
kahareup, berarti kenapa kaderisasi tak boleh terhenti? Karena sejatinya kita sedang menanam dan
menumbuh-kembangkan Persis untuk generasi 25 tahun atau 50 tahun mendatang. Maka dalam hal inilah
dibutuhkan mental kerja sama dan tingkat kepeduliaan tinggi agar masa tanam kita bibit unggul, in sya
Allah hasil panen melimpah puluhan tahun di masa yang akan datang. Maka kita adalah buah orang tua kita,
apa buah kita? Tergantung keseriusan kita menanam untuk dipanen oleh anak cucu kita di masa yang akan
datang.

28. Sebagai pagar pengaman proses kaderisasi agar tak terhenti, yang paling utama adalah ketaatan di dalam
berimamah dan berimarah.

4
Marilah kita kembali kepada harapan dan cita-cita yang sesuai dengan kehendak cita-cita jam’iyyah itu
didirikan yaitu persatuan pemikiran Islam, persatuan rasa Islam, persatuan suara Islam dan persatuan usaha
Islam. Inilah tugas yang memang tidak mudah, tetapi karena kita sudah punya teladan contoh sukses,
sekiranya sifat-sifat baik mereka kita pelihara pada diri kita, in sya Allah kita pun akan menuai hasil di
masa-masa yang akan mendatang.
Mudah-mudahan Allah swt. senantiasa memberikan kekuatan, ketabahan dan kemampuan untuk menyeru
umat kepada ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah melalui wadah jam’iyyah Persis. Mari kita bangun jam’iyyah
yang solid, kokoh dan kompak sebagaimana Al-Jasadul Wahid, demi Izzul Islam wal Muslimin menjadi
jam’iyyah Persis yang disegani kawan maupun lawan melalui para kader yang pantas menjadi tumpuan dan
harapan.
29. Ini yang jadi gambaran, toh ternyata kita yang bukan siapa-siapa, ari telaten mah kitu nungkulanna dengan
penuh kesabaran “Geuningan bisa jadi jalma”.
30. Problem utama yang terkadang membedakan kita dengan orang tua kita: Sok gampil ngadrop mental pada
saat ada kendala.
31. Yang harus dijaga dan dirawat di tasykil adalah:
a) Menjaga semangat dan frekuensi yang sama.
b) Kepedulian (sesama tasykil).
c) Selalu berkumpul tidak hanya di acara formal.
d) Anu sakirana pimatakkeun ulah diantep (Quick Response).
32. Karena terkadang dalam perjalanan sebuah organisasi, masalah besar tidak disebabkan oleh perkara yang
besar, tapi tinu leutik. Maka perkara yang kecil inilah yang boleh jadi menjadi hambatan, maka sedari dini
itu terus untuk diperbaiki.
33. Pemuda harus husnudzon, naha orang tua nolak? Orang tua menolak bukan berarti orang tua tidak setuju,
tapi kahayang urang can kahartieun. Berarti kita pemuda tidak boleh menyerah untuk meyakinkan orang tua,
bahwa kita ini orang yang pantas. Oleh karena itu, komunikasi, interaksi dan silaturahmi dengan orang tua,
jangan satu cara, tapi harus dengan berbagai macam cara.

Anda mungkin juga menyukai