Anda di halaman 1dari 35

BAB III

FATWA MUI, HAK CIPTA DAN HAK MILIK

A. FATWA MUI

1. Profil Singkat MUI

Kemajuan dalam bidang iptek dan tuntutan pembangunan yang

telah menyentuh seluruh aspek kehidupan, di samping membawa berbagai

kemudahan dan kebahagiaan, menimbulkan sejumlah perilaku dan

persoalan-persoalan baru. Cukup banyak persoalan yang beberapa waktu

lalu tidak pernah dikenal, bahkan tidak pernah terbayangkan, kini hal itu

menjadi kenyataan.17

Kaum muslimin meyakini bahwa Islam merupakan agama yang

mampu mengatur kehidupan umat manusia secara sempurna dalam semua

segi kehidupan. Walaupun agama ini sudah melalui sejarah yang panjang,

sejak mulai diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad lebih 14 abad yang

lalu, hal ini tidaklah menjadikan Islam kaku dalam menghadapi sejarah

yang di laluinya, melainkan sebaliknya, mengakibatkan Islam semakin

dewasa untuk beraplikasi di tengah-tengah kehidupan umat manusia.18

Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal 17 Rajab 1395

bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, sebagai hasil dari

17
Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975, (Jakarta: Erlangga,
2011), h.3.
18
Helmi Karim, Konsep Ijtihad Majelis Ulama Indonesia Dalam Pengembangan Hukum
Islam, (Pekanbaru: SusqanPress, 1994), cet.ke-1, h. 1

25
26

pertemuan atau musyawarah para ulama dan cendekiawan yang datang

dari berbagai penjuru tanah air.

Antara lain meliputi dua puluh enam orang ulama yang mewakili

26 provinsi di Indonesia, sepuluh orang ulama yang merupakan unsur dari

ormas-ormas Islam tingkat pusat seperti NU, Muhammadiyyah, Syarikat

Islam, Perti, Al-Washliyah, Math‟laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan al

Ittihadiyah, empat orang ulama dari Dinas Rohani Islam, AD, AU, Aldan

POLRI serta tiga belas orang tokoh/cendekiawan yang merupakan tokoh

perorangan. Dari musyawarah tersebut, dihasilkan sebuah kesepakatan

untuk membentuk wadah tempat bermusyawarahnya para ulama, zuama

dan cendekiawan muslim yang tertuang dalam “PIAGAM BERDIRINYA

MUI”, yang ditandatangani oleh seluruh peserta musyawarah yang

kemudian disebut Musyawarah Nasional Ulama I.

Dilihat dari latar belakang sejarahnya, pendirian MUI merupakan

hasil dari proses panjang dari tarik menarik antara hubungan agama dan

negara yang direpresentasikan oleh kelompok ulama dan kelompok

sekular nasionalis, juga adanya kepentingan pemeritah kepada umat

Islam.19

Salah satu tugasnya, MUI diharapkan melaksankan tugasnya dalam

pemberian fatwa-fatwa dan nasihat, baik kepada Pemerintah maupun

kepada kaum muslimin mengenai persoalan-persoalan yang berkaitan

dengan keagamaan khususnya dansemua masalahyang dihadapi bangsa


19
Tim Penyusun, Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Perspektif Hukum dan
Perundang-undangan, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagaamaan Badan Litbang dan
DiklatKementerian Agama RI, 2012), h. 44.
27

umumnya.20 Sehubungan dengan berbagai amanat baik dari kepala negara

ataupun sejumlah menteri serta pemikiran dan saran dari peserta

musyawarah maka Munas I MUI telah telah merumuskan dalam pasal 4

pedoman pokoknya yang menyebutkan bahwa MUI berfungsi:21

1. Memberi fatwa dan nasehat mengenai masalah keagamaan dan

kemasyarakatan kepada pemerintah dan umat Islam umumnya sebagai

amal ma‟ruf nahi munka, dalam usaha meningkatkan ketahanan

nasional.

2. Memperkuat ukhuwah Islamiyah dan melaksanakan kerukunan antar

umat beragama dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan nasional.

3. Mewakili umat Islamdalam konsultasi antar umat beragama.

4. Penghubung ulama dan umara (pemerintah) serta jadi penerjemah

timbal balik antara pemerintah dan umat guna menyukseskan

pembangunan nasional.

5. Majelis Ulama tidak berpolitik dan tidak operasional.

Adapun dalil-Dalil yang disepakati oleh MUI sebagai sumber

hukum hanya empat, yaitu Al-Qur‟an, Sunnah, ijma‟, dan qiyas, yang oleh

Abdul Wahhab Khalaf keempatnya itu disebut sebagaiad-dalail al-

syar‟iyyah alijmaiyah. Selain dari empat sumber yang disepakati itu,

berarti termasuk ke dalam sumber-sumber yang diperselisihkan di mana

sebagian ulama dapat menerimanya sebagai sumber hukum sedangkan

sebagian yang lain mengingkarinya sebagai sumber hukum. Termasuk ke

20
Ibid
21
Helmi Karim, op.cit., h. 89
28

dalam kategori yang terakhir ini adalah istihsan, mashlahah mursalah,

istishhab, „urf, madzhab sahabat, dan syar‟man qablana.22

Terlepas dari perbedaan istilah yang dipakai oleh para ahli untuk

menempatkan sumber-sumber hukum di atas, maka yang akan dikaji

dalam uraian ini hanyalah terbatas pada bagaimana kenyataan MUI

menempatkan dan menerapkan sumber-sumber hukum di atas dalam

bidang komisi fatwa untuk melahirkan suatu produk hukum. Kajian ini

pun hanya terbatas pula pada sumber hukum yang pernah mereka pakai

dalammelahirkan fatwa, serta tidak akan menyebutkan sumber hukum

yang belum pernahmereka terapkan dalam melahirkan fatwa.23

2. Kedudukan Fatwa MUI Dalam Tata Hukum

Fatwa Majelis Ulama Indonesia adalah keputusan atau pendapat

yang diberikan oleh MUI tentang suatu masalah kehidupan umat Islam di

Indonesia. Merujuk pada hierarki perundang-undangan dalam Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan, maka kedudukan fatwa MUI bukan merupakan

suatu jenis perundang-undangan yangmempunyai kekuatan hukum

mengikat.

Fatwa MUI hanya mengikat dan diikuti umat Islam yang

menganggap terikat dengan MUI itu sendiri. Fatwa MUI tidak punya

legalitas untuk memaksa harus di taati oleh seluruh umat Islam.

22
Ibid., h. 212
23
Ibid.
29

Dalam pasal 1 angka 2 Undang-UndangNomor 12 Tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menjelaskan bahwa

peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat

norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk oleh lembaga

Negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan

dalam peraturan perundang-undangan.

Menurut Ainun Najib dalam jurnal yang berjudul Fatwa Majelis

Ulama Indonesia Dalam Perspektif Pembangunan Hukum Responsif,

kedudukan MUI dalam ketatanegaraan Indonesia sebenarnya adalah

berada dalam elemen infrastruktur ketatanegaraan, sebab MUI adalah

organisasi Alim Ulama Umat Islam yang mempunyai tugas dan fungsi

untuk pemberdayaan masyarakat/umat Islam, artinya MUI adalah

organisasi yang ada dalam masyarakat, bukan merupakan institusi milik

Negara atau yang merepresentasikan Negara.

Fatwa MUI bukanlah hukum Negara yang mempunyai kedaulatan

yang bisa dipaksakan bagi seluruh rakyat, fatwa MUI juga tidak

mempunyai sanksi dan tidak harus ditaati oleh seluruh warga Negara.

Mohammad Mahfud MD, guru besar Hukum Tata Negara juga

berpendapat serupa dalam artikel yang berjudul Fatwa MUI dan Living

Law Kita mengatakan bahwa dari sudut konstitusi dan hukum, fatwa MUI

tidak mengikat dan tidak bisa dipaksakan melalui penegak hukum.

Lebih lanjut beliau berpendapat fatwa itu tidak lebih dari pendapat

hukum (legal opinion) yang boleh diikuti dan boleh untuk tidak diikuti.
30

Dari sudut peraturan yang bersifat abstrak, fatwa baru bisa mengikat kalau

sudah diberi bentuk hukum tertentu oleh lembaga yang berwenang,

misalnya dijadikan undang-undang atau peraturan daerah sehingga

menjadi hukum positif.

Terkait kedudukan fatwa MUI didepan pengadilan, Mahfud

menjelaskan bahwa fatwa MUI didepan pengadilan bisa dijadikan

keterangan dan atau pendapat ahli, bahkan doktrin dalam rangka

pembuktian kasus konkret-individual (in concreto) bukan sebagai

peraturan abstrak umum (in abstracto).

3. Pengertian Fatwa

Kesadaran beragama umat Islam di nusantara semakin tumbuh

subur. Oleh karenanya, sudah merupakan kewajaran jika setiap persoalan

baru, umat mendapatkan jawaban yang tepat dari pandangan agama

Islam.Para alim ulama dituntut untuk segera mampu memberikan jawaban

dan berupaya menghilangkan kerisauan umat Islam akan kepastian ajaran

agama Islam yang berkenaan dengan persoalan yang mereka hadapi.

Demikina juga, segala hal yang dapat menghambat proses pemberian

jawaban (fatwa) sudah seharusnya segera dapat diatasi.24 Hal tersebut

sesuai dengan firman Allah SWT:

             

       

24
HimpunanFatwa MUI Provinsi Sumatera Utara, h. 264.
31

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang Menyembunyikan apa yang


telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas)
dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia
dalam Al Kitab, mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh
semua (mahluk) yang dapat mela'nati.(Q.S Al-Baqarah:159).

Fatwa menurut bahasa berarti jawaban mengenai suatu kejadian

(peristiwa). Sedangkan menurut syara‟adalah menerangkan hukum

syara‟dalam suatu persoalan sebagai jawaban dari suatu pertanyaan, baik

si penanya itu jelas identitasnya maupun tidak, baikperseorangan maupun

kolektif.25 Menurut Drs. Rohadi Abdul Fatah, fatwa merupakan kumpulan

nasehat atau wejangan yang berharga untukkemaslahatan umat.Sedangkan

menurut Amir Syarifudin fatwa adalah usaha memberikan penjelasan

tentang hukum syara‟oleh ahlinya kepada orang yang belum

mengetahuinya.26

Menurut Imam Zamakhsyari dalam bukunya Al-Kasyaf pengertian

fatwa adalah suatu jalan yang lurus. Atas dasar pengertian dan uraian di

atas, maka fatwa (hukum) yang bersifat praktis dan aktual. Umat Islam

pada dasarnya boleh terikat dengan isi fatwa itu sebagaimana tidak terikat

dengan salah satu fiqih mazhab, tetapi secara moral dan sosial wajib

menjadikan fatwa sebagai pedoman atau pegangan dalam kehidupan

beragama dan bermasyarakat.

Aktivitas penetapan fatwa lebih tepat disebut dengan istilah ifta‟

artinya penetapan fatwa. Orang atau lembaga yang mempertanyakan

25
Yusuf, Qardhawi, Fatwa antara Ketelitian dan Kecerobohan, (Jakarta: Gema Insani
Press,1997),
h. 5
26
Rohadi, Abdul. Fatah, Analisa Fatwa Keagamaan dalam Fiqih Islam, (Jakarta :
BumiAksara, 1991), h. 39
32

persolan hukum disebut mustafi‟. Keempat hal tersebut oleh para ulama

ahli ushul disebut rukun fatwa.27

Studi terhadap fiqh, yurispudensi (putusan) peradilan agama dan

peraturan perundang-undangan sudah relatif lebih banyak daripada studi

terhadap fatwa. Oleh karena itu, studi fatwa MUI yang dilakukan

Atho‟Mudzhar merupakan studi rintisan yang berguna menjadi rujukan

studi fatwa berikutnya. Menurut Atho‟mudzharm, produk pemikiran

hukum Islam dari para ahli hukum Islam dapat dilihat dari lima hal, yaitu

kitab-kitab fiqih, putusan pengadilan agama, perundang-undangan yang

berlaku di negeri muslim, kompilasi hukum Islam dan fatwa.28

Studi fatwa-fatwa ulama di Indonesia bisa dilakukan terhadap

fatwa komisi fatwa MUI, fatwa majlis Tarjih Muhammad, fatwa Bahs al-

Masai‟il al-Diniah NU atau lembaga lain. Studi terhadap fatwa ulama di

Indonesia lebih banyak menuju terhadap fiqh yang hidup di Indonesia

sesuai dengan persoalan yang ada karena fatwa adalah putusan hukum

yang menjawab persoalan praktis dan aktual.29

27
Amir, Syarifudin, Ushul Fiqih, Jilid 2, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 429
28
Atho‟, Mudzar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek,(Yogyakarta :
Pustaka Pelajar Offset, 2001) h. 245
29
Muhammad, Atho‟, Mudzhar, Fatwa-Fatwa MUI, (Sebuah Studi Pemikiran Hukum
Islam di Indonesia 1975-1988),(Jakarta : INIS, 1993) h. 6
33

4. Latar Belakang Lahirnya Fatwa MUI No. 1/Munas VII/MUI/15/2005

Tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual

Fatwa MUI No. 1/Munas VII/MUI/15/2005 Tentang Perlindungan

Hak Kekayaan Intelektuallahir berawal dari keresahan para seniman baik

itu dalam bidang seni rupa maupun music yang karyanya banyak ditiru

dan digandakan tanpa seizin pemiliknya. Oleh karena itu Masyarakat

Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) mengajukan permohonan fatwa kepada

MUI agar secepatnya mengeluarkan fatwa tentang perlindungan hak

kekayaan intelektual.

Atas pengajuan MIAP tersebut MUI memandang perlu

mengeluarkan fatwa tentang status hukum Islam mengenai Hak Atas

Kekayaan Inteletual untuk dijadikan pedoman umat Islam dan pihak-pihak

yang memerlukannya. Setelah proses perumusan yang matang berdasarkan

Keputusan Majma` al-Fiqih al-Islami nomor 43 (5/5) Mu`tamar V tahun

1409 H/1988M tentang al-Huquq al-Ma`nawiyyah, pendapat Ulama

tentang HKI, penjelasan dari pihak MIAP yang diwakili oleh Saudara

Ibrahim Senen dalam rapat Komisi Fatwa pada tanggal 26 Mei 2005,

berbagai peraturan perundang-undangan Republik Indonesia tentang HKI

besertaseluruh peraturan-peraturan pelaksanaannya dan perubahan-

perubahannya,dan pendapat Sidang Komisi C Bidang Fatwa pada Munas

VII MUI 2005 maka dikeluarkanlah fatwa Majelis Ulama Indonesia No.

1/Munas VII/MUI/15/2005 Tentang Perlindungan Hak Kekayaan

Intelektual pada tanggal 29 Juli 2005.


34

Dikeluarkannya fatwa MUI tersebut disebabkan oleh lemahnya

penegak hukum dan kesadaran masyarakat. Untuk itu dengan

dikeluarkannya Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang

Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, diharapkan kesadaran bagi

masyarakat untuk tidak melakukan pelanggaran terhadap hak cipta, fatwa

ini bukan segala-galanya, tetapi merupakan sebuah pendekatan moral.

Fatwa ini merupakan kampanye bersama terhadap hal-hal yang bisa

menimbulkan madharat.

Islam mengajarkan bahwa segala sesuatu yang diperoleh dengan

cara yang sah (benar dan halal) seperti; harta yang diperoleh dari hasil

kerja keras, harta yang diambil dari benda yang tidak bertuan, harta yang

diambil atas dasar saling meridlai, harta yang diperoleh dari waris, wasiat,

hibah, dan lain sebagainnya, adalah wajib dilindungi baik oleh individu

maupun masyarakat. Dalam penjelasan terdahulu telah dijelaskan bahwa

hak cipta atau hak intelektual adalah harta yang diperoleh dengan cara

yang sah yaitu hasil kerja kreatif baik individu maupun kelompok, dalam

hal ini kreasi seorang adalah sumber utama kepemilikan manusia.

Oleh karena itu, hak cipta termasuk salah satu milik (kekayaan)

yang harus dijaga baik oleh si pemilik maupun masyarakat. Dari

pembahasan diatas dapat kita pahami bahwasanya dengan memberikan

perlindungan tersebut berarti kita menghormati karya cipta temuan orang

lain yang merupakan harta kekayaan miliknya. Dalam Al-Qur‟an memang

tidak ditemukan ayat khusus yang mengatur tentang HKI, karena hal
35

tersebut merupakan masalah baru, namun perlindungan terhadap hak

kekayaan intelektual tetap ditemukan dalam sistem hukum Islam, karena

konsep hak disini bisa berkembang, Untuk itu kita dapat menggunakan

sumber hukum maslahah mursalah (kemaslahatan umum).

Maslahah mursalah yaitu setiap sesuatu atau tindakan yang sesuai

dengan tujuan syari‟at Islam, dan mempunyai nilai mendatangkan dan

menghilangkan kerusakan, namun tidak mempunyai dalil eksplisit,

hukumnya harus dijalankan dan ditegakkan.30 Berbagai kemaslahatan yang

dikehendaki oleh lingkungan dan kenyataan-kenyataan baru yang datang

setelah wahyu terputus, sedangkan syar‟i belum mensyariatkan hukum

untukmerealisir kemaslahatan tersebut, dan tidak ada dalil syar‟i yang

mengakuinya atau membatalkannya, maka inilah yang disebut dengan

munasib mursal atau disebut maslahah mursalah.

Misalnya kemaslahatan yang menuntut bahwasanya perkawinan

yang tidak mendapatakte resmi, maka pengakuan terhadap perkawinan itu

tidak didengar ketika terjadi pengingkaran, dan seperti kemaslahatan yang

menghendaki bahwasanya akad jual beli yang tidak dicatat maka hak

kepemilikan tidak bisa dipindahkan. Kesemuanya ini merupakan berbagai

kemaslahatan yang tidak disyariatkan hukumnya oleh syar‟i, dan tidak ada

dalil yang menunjukan pengakuannya atau pembatalannya. 31

Melihat dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa HKI adalah

termasuk kemaslahatan umum. Dalam hal ini MUI melakukanistinbath

30
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Semarang; Toha Putra Group, 1944), h. 116.
31
Ibid. h. 117
36

hukum mengenai fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang

perlindungan Hak Kekayaan Intelektual cipta dengan menggunakan

metode ijtihad untuk memutuskan fatwa tentang perlindungan HKI

tersebut, hal itu dikarenakan belum ditemukannya nash yang eksplisit

terkait dengan HKI. Oleh karena itu, berdasarkan data diatas komisi fatwa

MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang status hukum Islam

mengenai perlindungan terhadap hak cipta untuk dijadikan pedoman umat

Islam dan pihak-pihak lain yang memerlukannya.

5. Fatwa MUI No. 1/Munas VII/MUI/15/2005 Tentang Perlindungan

Hak Kekayaan Intelektual

Saat merumuskan fatwa tentang hak kekayaan intelektual, Majelis

Ulama Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional VII MUI, pada

tanggal 19-22 Jumadil Akhir 1426H atau 26-29 Juli 2005 M menggunakan

metode sebagai berikut :

a. Sebelum fatwa ditetapkan hendaklah ditinjau lebih dahulu pendapat para

imam mazhab tentang masalah yang difatwakan tersebut, secara

seksama berikut dalil-dalilnya.

b. Masalah yang telah jelas hukumnya (al-ahkam al-qath‟iyyat) hendaklah

disampaikan sebagaimana adanya.

c. Dalam masalah yang terjadi khilafiyah dikalangan mazhab, maka:

1) Penetapan fatwa didasarkan pada hasil usaha : penemuan titiktemu

antara pendapat-pendapat mazhab melalui metode al-jam‟u wa al-

taufiq; dan
37

2) Jika usaha penemuan titik temu tidak berhasil dilakukan, penetapan

fatwa didasarkan pada hasil tarjih melalui metode muqaranah al-

mazahib dengan menggunakan qaidah-qaidah ushul fiqh muqaram.

d. Dalam masalah yang tidak ditemukan pendapat hukumnya dikalangan

mazhab, penetapan fatwa didasarkan pada hasil ijtihad jama‟I (kolektif)

melalui metode bayani, ta‟lili, (qiyasi, istihsani, ilhaqi), istishlahi dan

sad al-zari‟ah.

e. Penetapan fatwa harus senantiasa memperhatikan kemaslahatan umum

(maslahat „ammah) dan maqashid al-syari‟ah.32

Tentang perlindungan hak kekayaan intelektual (HKI) menyatakan

bahwa: “Yang dimaksud dengan kekayaan intelektual adalah kekayaan

yang timbul dari hasil olah piker otak yang menghasilkan suatu produk

atau proses yang berguna untuk manusia dan diakui oleh Negara

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana

juga hak cipta yaitu hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk

mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya atau memberikan izin untuk

itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku”.

Oleh sebab itu MUI memutuskan: “Setiap bentuk pelanggaran

terhadap HKI, termasuk namun tidak terbatas pada menggunakan,

mengungkapkan, membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengeksopr,

mengedarkan, menyerahkan, menyediakan, mengumumkan,

32
Himpunan Fatwa MUI Provinsi Sumatera Utara, hlm. 265.
38

memperbanyak, menjiplak, memalsukan, membajak HKI milik orang lain

secara tanpa hak merupakan kezzaliman dan hukumnya adalah haram”.33

Dimana fatwa tersebut dikeluarkan dengan alasan :

a. Bahwa dewasa ini pelanggaran terhadap HKI telah sampai pada tingkat

sangat meresahkan, merugikan dan membahayakan banyak pihak,

terutama pemegang hak, Negara dan masyarakat;

b. Bahwa terhadap pelanggaran tersebut, Masyarakat Indonesia Anti

Pemalsuan (MIAP) telah mengajukan permohonan fatwa kepada MUI;

c. Bahwa oleh karena itu, MUI memandang perlu menetapkan fatwa

tentang status hukum Islam mengenai HKI, untuk dijadikan pedoman

bagi umat Islam dan pihak-pihak yang memerlukannya.

Fatwa tersebut dikeluarkan MUI berdasarkan atas beberapa rujukan

melalui Al Qur‟an dan Hadist

1. Berdasarkan Al-Qur‟an

Firman Allah SWT tentang larangan memakan harta orang lain

secara batil (tanpa hak) dan larangan merugikan harta maupun hak

orang lain antara lain :

         

             

 

33
Ma‟ruf Amin, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, (Jakarta: MajelisUlama
Indonesia, 2010), Pembahasan ke 37.
39

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan


harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.(Q.S An-Nisa: 29).

         
Artinya: Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan

janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat

kerusakan”.(Q.S Asy Syu‟ara: 183).

         

       

Artinya: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian


yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan
(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda
orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu
mengetahui.(Q.S Al-Baqarah : 188)

2. Berdasarkan Hadis

‫ال أَ ِخي ِو‬ ٍ ‫ َوالَ يَ ِحمُّ ِال ْم ِر‬، َ‫هللا صهى هللا عهيو وسهم فَقَا َل أَال‬
ِ ‫ئ ِم ْن َم‬ ِ ‫َخطَثَنَا َرسُو ُل‬

ٍ ‫ة نَ ْف‬
،‫ كتاب أول مسند انثصرتين‬،‫ (رواه أحمد في مسنده‬....ُ‫س ِم ْنو‬ ِ ‫َش ْي ٌء ِإالَّ ِت ِطي‬
)‫ رقم‬،‫تاب حديث عمرو تن يثر تي‬
Artinya: Rasulullah menyampaikan khutbah kepada kami ; sabdanya :

“Ketahuilah : tidak halal bagi seseorang sedikitpun dari harta

saudaranya kecuali dengan kerelaan hatinya...”(H.R Ahmad).34

34
Ahmad Bin Hambal, Musnat Hambal, juz 34 (Beirut: Muassal al-Risalah: 1420
H/1999M), h. 560.
40

6. Prosedur Mendaftarkan HKI

Hak kekayaan intelektual (HKI) adalah hak hukum yang menjamin

bahwa seorang penemu/pencipta dapat memperoleh hak-haknya secara

eksklusif baik secara materiel maupun imateriel atas karya yang

dihasilkan. HKI mengacu pada dua hal secara umum, yaitu hak cipta dan

hak milik industri.

Pada kesempatan kali ini, kita akan mengulas soal prosedur

pendaftaran HKI dalam bentuk hak cipta. Ini sangat penting karena tanpa

adanya registrasi hak cipta ke badan hukum resmi, sampai kapanpun karya

Anda akan dianggap sebagai properti umum dan dapat digunakan atau

diperbanyak semaunya tanpa aturan yang jelas, sehingga Anda ahirnya

akan merugi secara materiel dan imateriel.

Lantas apa saja prosedur yang harus Anda tempuh untuk

mendaftarkan hak cipta atas karya Anda? Simak ulasan berikut:

a. Mendaftar di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM

Prosuder yang pertama adalah dengan cara konvensional, yaitu

datang langsung ke kantor wilayah Depertemen Hukum dan HAM

yang juga dikenal dengan singkatan “Kanwil Depkumham” di

masing-masing ibu kota provinsi. Sebagai contoh, apabila Anda

tinggal di Sukabumi, Jawa barat, maka Anda harus datang ke Kanwil

Depkumham di Kota Bandung


41

b. Mendaftar secara Daring

Saat ini Ditjen Hak Kekayaan Intelektual telah mempermudah

proses pendaftaran hak cipta dengan menyediakan portal registrasi

daring atau online melalui laman https://e-hakcipta.dgip.go.id, cara ini

dijamin aman dan cepat karena Anda akan langsung dihubungkan

dengan Ditjen Hak Kekayaan Intelektual pusat.

c. Memakai Jasa Konsultan Hak Kekayaan Intelektual

Bagi Anda yang tidak mau repot, gunakan saja jasa konsultan

HKI yang terpercaya. Meski perlu merogoh kocek sedikit lebih dalam,

hal ini lebih efisien dan praktis karena pendaftaran Anda akan diurus

oleh ahli yang sudah berpengalaman di bidang pencatatan kekayaan

intelektual. Selain menghemat waktu, melalui jalur ini Anda juga akan

mendapatkan advokasi seputar hak kekayaan intelektual, serta bantuan

hukum apabila suatu saat terjadi masalah yang berkaitan dengan hak

cipta Anda.

d. Syarat Pendaftaran Hak Cipta

Pendaftar HKI wajib memenuhi beberapa persyaratan yang

dibuat oleh Departemen Hukum dan Ham. Berikut ini adalah beberapa

syarat umum yang harus Anda lengkapi saat melakukan pendaftaran:

1. Nama, status kewarganegaraan, dan alamat lengkap pendaftar

2. Nama, status kewarganegaraan, dan alamat lengkap pemegang

hak cipta

3. Judul karya
42

4. Waktu dan lokasi karya diumumkan untuk pertama kali

5. Uraian karya secara singkat

6. Sample karya yang didaftarkan (format lengkpanya dapat Anda

temukan di laman situs Ditjen HKI)

e. Dokumen yang Harus Dilengkapi

Untuk mendaftarkan hak cipta atas nama perorangan, Anda

perlu melengkapi dokumen-dokumen yang terdiri atas:

1. Surat kuasa ditandatangani di atas materai 6000

2. Surat pernyataan keaslian karya

3. NPWP

4. Sample karya

Jika Anda mendaftarkan hak cipta atas nama perusahaan,

berikut adalah beberapa dokumen tambahan yang harus dilengkapi:

a. Surat pengalihan hak (dari pembuat karya kepada pemegang hak

cipta)

b. NPWP perusahaan

c. Akta perusahaan

d. Fotokopi identitas pemohon dan pencipta karya (KTP)

Perlu diperhatikan bahwa pendaftaran HKI bisa memakan waktu

hingga satu tahun lebih karena proses verifikasi yang detail dan

menyeluruh. Hak cipta memiliki masa berlaku hingga 50 tahun setelah

sipencipta wafat.35

35
https:/bplawyers.co.id > sample page, dikutip pada tanggal, 25 Maret 2018
43

B. HAK CIPTA

1. Pengertian Hak Cipta

Menurut Undang-Undang Hak Cipta (UUHC) No. 19 tahun 2002

pasal 1 ayat 1 yang dimaksud dengan hak cipta adalah: hak eksklusif bagi

pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak

ciptaanya atau memberikan izin untuk itu (mengumumkan atau

memperbanyak) dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan

menurut undang-undang yang berlaku.36Dalam UUHC nomor 19 tahun

2002. Dalam pasal 1 yang dimaksud dengan :

a. Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama

yang atas ispirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan

kemampuan pikiran, imajinasi, kecakapan, ketrampilan. Atau keahlian

yang dituangkan kedalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.

b. Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukan

keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.

c. Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau

pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta ataupihak lain yang

menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut

d. Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan,

pengedaran atau penyebaran, suatu ciptaan dengan menggunakan alat

apapun, termasuk media internet, atau melakuakan dengan cara

36
Undang-Undang No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta
44

apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar atau dilihat

orang lain.

e. Perbanyakan adalah penambahan jumlah suatu ciptaan baik secara

keseluruhan maupun bagian yang sangat subtansial dengan

menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama,

termasuk mengalih wujudkan secara permanen atau temporer.37 Hak cipta

berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan".

Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya,

film, karya-karya koreografis (tari balet, dan sebagainya), komposisi

musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak

komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain

industri.38Dalam UUHC pasal 12 disebutkan Ciptaan yang dilindungi

adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang

mencakup:

a. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out), karya tulis

yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulislain;

b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu.

c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu

pengetahuan.

d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks.

37
Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, op.cit, h. 207
38
http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta, Dikutip tanggal 21 januari 2018
45

e. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan

pantomime.

f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir,

seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan.

g. Arsitektur.

h. Peta.

i. Seni batik.

j. Fotografi.

k. Sinematografi

l. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain

dari hasil pengalihwujudan.39

Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual,

namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual

lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan

invensi/penemuan), karena hak cipta bukan merupakanhak monopoli untuk

melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang

melakukannya.

Konsep hak cipta di Indonesia merupakan terjemahandari konsep

copyrightdalam bahasa Inggris (secara harfiah artinya "hak salin").

Copyrightini diciptakan sejalan dengan penemuan mesin cetak. Sebelum

penemuan mesin ini oleh Gutenberg, proses untuk membuat salinan dari

sebuah karya tulisan memerlukan tenaga dan biaya yang hampir sama

39
Op. cit,Undang-Undang No.19 tahun 2002 tentang Hak Cipta
46

dengan proses pembuatan karya aslinya. Sehingga kemungkinan besar para

penerbitlah, bukan para pengarang, yang pertama kali meminta

perlindungan hukum terhadap karya cetak yang dapat disalin.40

Awalnya, hak monopoli tersebut diberikan langsung kepada penerbit

untuk menjual karya cetak. Baru ketika peraturan hukum tentang copyright

mulai diundangkan pada tahun 1710 dengan Statute of Annedi Inggris, hak

tersebut diberikan ke pengarang, bukanpenerbit. Peraturan tersebut juga

mencakup perlindungan kepada konsumenyang menjamin bahwa penerbit

tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak tersebut setelah transaksi jual

beli berlangsung. Selain itu, peraturan tersebut juga mengatur masa berlaku

hak eksklusif bagi pemegang copyright, yaitu selama 28 tahun, yang

kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik umum. Berne Convention

for the Protection of Artistic andLiterary Works("Konvensi Bern tentang

Perlindungan Karya Seni danSastra" atau "Konvensi Bern") pada tahun

1886 adalah yang pertama kali mengatur masalah copyrightantara negara-

negara berdaulat.

Dalam konvensi ini, copyright diberikan secara otomatis kepada karya

cipta, dan pengarang tidak harus mendaftarkan karyanya untuk

mendapatkan copyright. Segera setelah sebuah karya dicetak atau disimpan

dalam satu media, si pengarang otomatis mendapatkan hak eksklusif

copyright terhadap karya tersebut dan juga terhadap karya derivatifnya,

40
Op. cit, http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta
47

hingga si pengarang secara eksplisit menyatakan sebaliknya atau hingga

masa berlaku copyright tersebut selesai.

Sejarah hak cipta di Indonesia yaitu bermula Pada tahun 1958,

Perdana Menteri Djuanda menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi Bern

agar para intelektual Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya, cipta dan

karsa bangsa asing tanpa harus membayar royalti. Pada tahun 1982,

Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan

Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan

Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan

undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia. Undang-undang

tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987,

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan Undang-

undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku. Perubahan undang-

undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia dalam pergaulan antar

negara. Pada tahun 1994, pemerintah meratifikasi pembentukan Organisasi

Perdagangan Dunia (World Trade Organization WTO), yang mencakup pula

Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Propertyrights-TRIPs

("Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual").

Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-undang Nomor 7

Tahun 1994.

Pada tahun 1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern

melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi


48

World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty("Perjanjian

Hak Cipta WIPO") melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997.41

Dalam UUHC pasal 3 disebutkan bahwa; (1) hak cipta dianggap

sebagai benda bergerak, (2) hak cipta dapat beralih atau dialihkan, baik

seluruh atau sebagai karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis,

sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.42

Dengan demikian, maka hak cipta termasuk harta yang bisa dimiliki oleh

seseorang secara sah.

Dalam pasal selanjutnya, yakni pasal 49 ayat 1 dijelaskan bahwa;

Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izinatau melarang pihak

lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan

rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya. Pada ayat 2 juga dijelaskan

bahwa; Produser Rekaman Suara memiliki hak eksklusif untuk memberikan

izin atau melarang pihak lain yangtanpa persetujuannya memperbanyak

dan/atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyi.

Dalam pasal sebelumnya yaitu pasal 1 angka 5 dan 6 dijelaskan

tentang publikasi dan penggandaan dalam pasal ini disebutkan bahwa;

Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan,

pengedaran, atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat

apapun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apapun

sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, ataudilihat orang lain.

Perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu ciptaan, baik secara

41
Ibid.
42
Op. cit,Undang-Undang No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta
49

keseluruhan maupun bagian yang sangat subtansial dengan menggunakan

bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalih wujudkan

secara permanen atau temporer, Kemudian dalam pasal 72 ayat 1 dijelaskan

bahwa; Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan

ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1

(satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000 (satu juta rupiah),

atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling

banyak Rp 5.000.000.000 (lima miliar rupiah).43Dengan demikian, jelas

bahwa pelanggaran terhadap hak cipta merupakan tindak kejahatan pidana

yang bisa dikenai hukuman.

2. Kedudukan Hak Cipta Dalam Hukum Islam

Didalam syari‟at Islam, diakui adanya hak-hak yang bersifat

perorangan terhadap suatu benda, bukan berarti karena kepemilikan

tersebut seseorang dapat berbuat sewenang-wenang. Sebab aktifitas

ekonomi dalam pandangan Islam selain untuk memenuhi kebutuhan hidup

diri dan keluarga, juga masih melekat hak dari orang lain. 44 Dalam Islam

(muamalah) hak cipta dikategorikan kepada hak adabi atau hak ibtikar,

seperti hak cipta atassesuatu benda, hak atas karangan, hak atas membuat

suatu macam obat. Hak cipta itu dimiliki oleh si pengarang.45

Dr. Fathi ad-Duraini, guru besar fiqh di Universitas Damaskus

Syria, menyatakan bahwa ibtikar adalah : gambaran pemikiran yang


43
Ibid.
44
Suhrawardi K. Lubis, op. cit, h.12.
45
TM. Hasbi Ash Shiddieqy, op. cit, h. 126.
50

dihasilkan seorang ilmuan melalui kemampuan pemikiran dan analisisnya

dan hasilnya merupakan penemuan atau kreasi pertama, yang belum

dikemukakan ilmuan sebelumnya. Definisi ini mengandung pengertian

bahwa dari segi bentuk, hasil pemikiran ini tidak terletak pada materi yang

berdiri sendiri yang dapat diraba dengan alat indera manusia, tetapi

pemikiran baru itu berbentuk dan punya pengaruh apabila telah dituangkan

kedalam tulisan seperti buku atau media lainnya. Akan tetapi ibtikarini

bukan berarti sesuatu yang baru sama sekali, tetapijuga boleh berbentuk

suatu penemuan dari ilmuan sebelumnya, misalnya terjemahan hasil

pemikiran orang lain kedalam bahasa asing. 46

Dalam penjelasan sebelumnya telah dijelaskan bahwahak cipta atau

hak intelektual adalah harta yang diperoleh dengan cara yang sah yaitu

hasil kreatif baik individu maupun kelompok, dalam hal ini Muhammad

Djakfar berpendapat bahwa bekerja adalah salah satu cara untuk

memperoleh hak milik. Islam memerintahkan umatnya untuk bekerja

dengan cara baik dan halal.47 Oleh karena itu, hak cipta termasuk salah

satu milik atau kekayaan yang harus dijaga dengan baik dan didapatkan

dengan jalan yang baik pula.

46
Nasrudin Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007, h. 39.
47
Muhammad Djakfar, op. cit, h. 92
51

Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa ayat 29

         

             

 

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan


harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu”.(Q.S AN-Nisa:29)

Dalam kaidah fiqh juga disebutkan “bahaya (kerugian) harus dihilangkan”

َّ ‫ان‬
‫ض َر ُر يُزَا ُل‬
Perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual sangatlah perlu

karena penciptaan hak kekayaan intelektual membutuhkan banyak waktu

disamping bakat, pekerjaan, dan juga uang untuk pembiayaanya. Apabila

tidak ada perlindungan atas kreatifitas intelektual yang berlaku dibidang

seni, industri, dan pengetahuan, maka tiap orang dapat meniru dan

mengcopy secara bebas dan serta mereproduksi tanpa batas.48

48
Sudargo Gautama, Segi-Segi Hukum Hak Milik Intelektual, Jakarta: PT Aresco, 1990,
h.7
52

C. Hak Milik

1. Pengertian Hak

Hak berasal dari bahasa Arab haqq, secara harfiah berarti

“kepastian” atau “ketetapan”49, sebagaimana terdapat dalam surat Yasin

ayat 7:

        

Artinya:“Sesungguhnya telah pasti Berlaku Perkataan (ketentuan Allah)


terhadap kebanyakan mereka, kerena mereka tidak
beriman”.(Q.S Yasin:7).

Nadhariyatul hak atau fikriyatul hak, adalah tata aturan yang

mengatur penghidupan manusia. Hak mempunyai dua makna yang asasi:50

Pertama: sekumpulan kaidah dan nash yang mengatur dasar-dasar

yang harus ditaati dalam hubungan manusia sesama manusia baik

mengenai orang maupun mengenai harta.

Kedua: kekuasaan menguasai sesuatu atau sesuatu yang wajib atas

seseorang bagi selainnya

Hak menurut pengertian yang umum, ialah:

‫ع ُس ْهطَحً او تَ ْكهيفًا‬
ُ ْ‫صاصُ يُقَرِّ ُر تِ ِو ان َّشر‬
َ ِ‫اِ ْخت‬

Artinya:“Suatu ketentuan yang dengannya syara‟ menetapkan suatu

kekuasaan atau suatu beban hukum”.51

49
Ghuffron A.Mas‟adi, Fiqh Muamalah Konstektual, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2002, h.31
50
Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, Semarang: PT.
Pustaka Rizki Putra, 2001, h. 119
53

Untuk menjelaskan ta‟rif ini kita mengatakan bahwa ikhtishashitu

adalah suatu hubungan yang melengkapi hak yang obyeknya harta dan

melengkapi sulthah seperti wali dan wakil dalam melaksanakan tugasnya

masing-masing.

a. Macam-Macam Hak

Dalam hukum Islam dikenal beberapa macam hak yaitu:

1) Sulthah

Sulthah terdiri atas :

Sulthah „ala Syakshin/Sulthah „ala Nafsi yaitu hak wali

terhadap anak kecil dan seperti hak hadlanah.

Sulthah „ala Syai‟in Mu‟ayyamin Yaitu seperti hak milkiyyah,

hak manusia menguasai sesuatu, seperti hak tamalluk dan hak

memanfaatkan sesuatu benda, hak wilayah (perwalian)atas harta.

2) Taqsimul Haqqi

Mali yaitu sesuatu yang berhubungan dengan harta, seperti

pemilikan benda atau hutang-hutang.

Ghoiru mali atau hak wali. Hak Ghoiru mali dibagi dua: Hak

Syakshi yaitu suatu tuntutan yang ditetapkan syara untuk seseorang

terhadap orang lain. Dan hak „aini yaitu hak yang memerlukan adanya

benda tertentu yang dijadikan hak itu.52

Adapun yang termasuk hak „aini antara lain:

51
Ibid,h. 121.
52
bid,h. 122.
54

Haqqul Milkiyah: hak yang memberikan kepada pemiliknya,

hak wilayah. Dia boleh memiliki, memakai, dan mengambilmanfaat.

Haqqul Intifa‟: hak yang membolehkan memakai dan

diusahakan hasilnya.

Haqqul Irtifaq: hak memiliki manfaat dari benda itu ataumilkul

manfaat.

Haqqul Irtihan: hak yang diperoleh dari harta yang digadai.

Haqqul Ihtibas: hak menahan sesuatu benda atas benda yang

belum dipenuhi kewajiban oleh pemiliknya. Berlaku pula terhadap

harta wakaf dengan menahan materi benda untuk dugunakan

manfaatnya kepada usaha-usaha kebajikan.

Haqqul Qharar (menetap diatas tanah wakaf) yang meliputi:

Haqqul Hakr: hak menetap diatas tanah waqaf yang disewa

untuk waktu yang lama dengan seizin hakim dengan membayarnya

setiap tahun. Hak ini diperbolehkan untuk tanah yang tidak produktif.

Haqqul Ijaratain: hak yang diperoleh karena aqad ijarah

dalam waktu yang lama atas izin hakim. Diperoleh atas harta wakaf

yang tidak dapat dipertahankan keasliannya, misalnya karena

kebakaran atau bencana lainnya.

Dari keduanya terdapat perbedaan, yaitu dalam hak

diperbolehkan dibangun rumah dan ditanami dan merupakan milik


55

pengguna. Sedangkan dalam ijaratain rumah dan tanah tetap menjadi

harta wakaf.53

Di samping hak-hak diatas ada juga hak adabi, atau dalam istilah

sekarang dikatakan hak ibtikar (hak cipta), yang dibenarkan oleh syara‟

seperti hak cipta sesuatu benda, hak karangan, dan hak membuat suatu

macam obat. Hak-hak ini tidak termasuk dalam hak „aini, tidak juga

termasuk hak syakhshi, karena itu dikatakan, bahwa hak ada tiga yaitu:

hak syakhshi, hak „aini, hak adabi.54

Dr. Fathi ad-Duraini, guru besar fiqh di Universitas Damaskus

Syria, menyatakan bahwa ibtikar adalah: gambaran pemikiran yang

dihasilkan seorang ilmuan melalui kemampuan pemikiran dan analisisnya

dan hasilnya merupakan penemuan atau kreasi pertama, yang belum

dikemukakan ilmuan sebelumnya. Definisi ini mengandung pengertian

bahwa dari segi bentuk, hasil pemikiran ini tidak terletak pada materi yang

berdiri sendiri yang dapat diraba dengan alat indera manusia, tetapi

pemikiran baru itu berbentuk dan punya pengaruh apabila telah dituangkan

kedalam tulisan seperti buku atau media lainnya. Akan tetapi ibtikarini

bukan berarti sesuatu yang baru sama sekali, tetapijuga boleh berbentuk

suatu penemuan dari ilmuan sebelumnya, misalnya terjemahan hasil

pemikiran orang lain kedalam bahasa asing. 55

53
Ibid. h, 129.
54
Ibid. h, 126.
55
Nasrudin Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007, h. 39.
56

b. Asal-Usul Hak

Sebelum manusia memulai penghidupan dengan secara

bermasyarakat dan sebelum tumbuh hubungan antara seseorang dengan

yang lain belumlah ada apa yang kita namakan hak. Setiap manusia yang

hidup secara bermasyarakat, tolong-menolong dalam menghadapi berbagai

macam kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu perlu

seseorang mencari apa yang dibutuhkan dari alam sendiri, atau dari milik

orang lain. Dengan demikian timbulah pertentangan-pertentangan

kehendak. Maka untuk menjaga kepentingan masing-masing perlu ada

aturan-aturan yang mengatur kebutuhan manusia, agarmanusia manusia itu

tidak melanggar hak orang lain, dan tidak pula memaksa kemerdekaan

orang lain. Tata aturan yang diperlukan itu adalah tata aturan yang

diperlukan manusia, agar kebutuhan-kebutuhan manusia tidak

sampaidilanggar oleh orang lain, dan agar manusia itu tidak pula

melanggar hak-hak orang lain.56

c. Antara Hak dan Kewajiban

Substansi hak sebagai taklif atau keharusan yang terbebankan pada

pihak lain dari sisi penerima dinamakan hak. Sedangkan dari sisi pelaku

disebut iltizam. Secara harfiah iltizam artinya “keharusan atau kewajiban”

sedangkan secara istilah iltizam ialah: “akibat (ikatan) hukum yang

mengharuskan pihak lain berbuat memberikan sesuatu,atau melakukan

suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu untuk pihak yang terbebani oleh

56
Ibid, h. 119.
57

hak orang lain dinamakan multazim. Sedang pemilik hak dinamakan

multazam lahu, atau shahibul haq. Jadi antara hak dan iltizamkeduanya

terkait dalam suatu hubungan timbal-balik. Persis sebagaimana hubungan

timbal-balik antara perbuatan menerima dan memberi.Dari sisi penerima

dinamakan hak, sedang dari sisi pemberi dinamakan iltizam.57

Di muka telah disampaikan bahwasanya syari‟at dan aturan hukum

merupakan sumber adanya suatu hak. Keduanya sekaligus merupakan

sumber utama iltiza.

Sumber iltizam yang lain adalah:

1. Aqad, yaitu kehendak kedua belah pihak untuk melakukan sebuah

perikatan, seperti akad jual-beli, sewa-menyewa, dan lain-lain

2. Iradah al-munfaridah (kehendak sepihak, seperti ketika seseorang

menyampaikan janji atau nazar).

3. Al-filuunafi (perbuatan yang bermanfaat) seperti ketika seseorang

melihat orang lain dalam kondisi yang sangat membutuhkan

bantuan atau pertolongan, maka ia wajib berbuat sesuatu sebatas

kemampuan.

4. Al-fi‟lu al-darr (perbuatan yang merugikan) seperti merusak,

melanggar hak atau kepentingan orang lain.58

57
Ghuffron A. Mas.‟adi, op. cit, h. 34
58
Ibid, hlm. 35.
58

2. Pengertian Milik

Pengertian milik secara bahasa yaitu:

‫ك نُ َغحً َم َعنَاهُ إحتواء انشئ َوا ْنقُ ْد َرجَ َعهَى انستثدا تِ ِو‬
ُ ِ‫ا ْن َمه‬

Artinya:“pemilikan atas sesuatu (al-mal, atau harta benda) dan

kewenangan bertindak secara bebas terhadapnya.”

Dengan demikian milik merupakan penguasaan terhadapsuatu harta

sehingga seseorang mempunyai kekuasaan khususterhadap harta

tersebut.59 Dapat dikemukakan bahwa pengertian penguasaan disini,

bukanlah penguasaan yang berrsifat mutlak atau absolut, sebab pada

hakekatnya hak kepemilikan itu berada ditangan Allah. 60 Pemilikan

terletak pada memiliki manfaatnya bukan menguasai terhadap sumber-

sumber ekonomi, manusia yang menguasai tersebut hanyalah sekedar

menafkahkannya sesuai dengan ketentuan hukum yang telah digariskan

oleh Allah.61

Hak milik adalah suatu hak yang memberikan kepada pihak yang

memilikinya kekuasaan atau kewenangan atas sesuatu sehingga ia

mempunyai kewenangan mutlak untuk menggunakan dan mengambil

manfaat sepanjang tidak menimbulkan kerugian terhadap pihak lain.62

Hak milik menurut undang-undang hukum perdata adalah hak

untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa, dan untuk

berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal


59
Ibid, h. 53.
60
Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2000, h. 6.
61
Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam Suatu Pengantar Jilid 1, Kalam Mulia, Jakarta: 1994, h.
265.
62
Ghuffron A. Mas‟adi, op. cit, h. 49
59

tidak bersalahan dengan undang-undang atau peraturan umum yang

ditetapkan, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain. Sedangkan menurut

Islam, kepemilikan adalah pemberian hak milik dari suatu pihak kepada

pihak yang lain sesuai dengan ketentuan syari‟at untuk dikuasai yang pada

hakikatnya hak itu adalah milik Allah SWT. Dalam perspektif Islam

kepemilikan (properti) itu adalah merupakan milik Allah SWT. 63 Manusia

hanyalah khalifah Allah dimuka bumi. Pada umumnya terdapat ketentuan

syariat yang mengatur hak milik pribadi yaitu: Pemanfaatan harta benda

secara terusmenerus, pembayaran zakatsebanding dengan harta benda yang

dimiliki, penggunaan harta benda secara berfaedah, penggunaan harta

benda tanpa merugikan orang lain, memiliki harta benda yang sah,

penggunaan harta benda tidak dengan cara boros atau serakah, penggunaan

harta benda dengan tujuan memperoleh keuntungan atas haknya,

penerapan hukum waris yang tepat dalam Islam.64

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hak

milik adalah konsep hubungan manusia terhadap harta beserta hukum,

manfaat dan akibat yang terkait dengannya. Dengan demikian milkiyah

(kepemilikan) tidak hanya terbatas pada sesuatu yang bersifat kebendaan

(materi) saja.

63
Muhammad Djakfar, Etika Bisnis Dalam Perspektif Islam, Malang: UIN- Malang
Press, 2007, h. 90.
64
Muhammad Abdul Mannan, Ekonomi Islam Teori Dan Praktek (Dasar-Dasar Ekonomi
Islam), Yogyakarta: PT. Dana Bakti Wakaf, 1993, h. 73

Anda mungkin juga menyukai