Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PANDANGAN TOKOH ISLAM TENTANG

PANCASILA

Dosen Pengampu : Wasiyem, S.Pd., M.Si

Kelompok 10 Pancasila :
1. Ahmad Fitra Raihan (080122338
0)
2. Salsabilla Jullianda (080122234
5)
3. Siti Romaito Siregar (080122340
0)
4. Zalfa Naifah Azalia (080122234
7)

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUMATERA UTARA

2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Kuasa Maha pengasih lagi

Maha penyayang, kami ucapkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat dan karunia nya serta hidayah yang telah diberikan

kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas kelompok kami

dengan mata kuliah Pancasila dari Ibu Wasiyem, S.Pd., M.Si pada program studi

Ilmu Kesehatan Masyarakat. Makalah yang kami susun berjudul: PANDANGAN

TOKOH ISLAM TENTANG PANCASILA.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata

sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki.

Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan

kritik yang membangun dari berbagai pihak. Kami juga berharap semoga makalah

ini dapat memberikan manfaat.

Selasa, 25 Oktober 2022

Kelompok 10

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ii


DAFTAR ISI........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................1
C. Tujuan Makalah.......................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................2
A. Pandangan Tokoh Islam Tentang Pancasila............................................................2
1. Pandangan KH. Wahid Hasyim Tentang Pancasila...........................................3
2. Pandangan Abdurrahman Wahid Tentang Pancasila.........................................5
3. Pandangan Nurcholis Madjid Tentang Pancasila...............................................6
4. Pandangan Tokoh Muhammadiyah Tentang Pancasila.....................................9
BAB III PENUTUP.............................................................................................................11
A. Kesimpulan...............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................12

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin, rahmat bagi semesta alam, Islam sangat
relevan dan fleksibel dalam segala bidang kehidupan. Islam mengatur segala para
pemeluknya dalam segala hal, baik itu kehidupan individu maupun sosial
kemasyarakatan.Kedalaman nilai filosofis Pancasila yang merupakan perwujudan dari
nilai-nilai ajaran Islam hendaknya memperkuat posisi kita sebagai negara Indonesia yang
beragama. Beragama yang berkeadaban dengan menghormati semua pemeluk agama
yang ada.
Pancasila yang telah menjadi falsafah bangsa dan sumber bagi nilai-nilai yang
terkandung di dalam konstitusi, sejatinya merupakan ijtihad dari muslim para tokoh
ketika perjuangan kemerdekaan. Bahkan, banyak tokoh dan cendekiawan yang
menyatakan Pancasila merupakan hadiah terbesar dari umat Islam dan tokoh Islam
bagi Republik ini.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pandangan KH Wahid Hasyim tentang Pancasila?

2. Bagaimana pandangan Abdurrahman wahid tentang Pancasila?

3. Bagaimana pandangan Nurcholis Madjid tentang Pancasila?

4. Bagaimana pandangan Tokoh Muhammadiyah tentang Pancasila?

C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui pandangan KH Wahid Hasyim tentang Pancasila.
2. Untuk mengetahui pandangan Abdurrahman Wahid tentang Pancasila.
3. Untuk mengetahui pandangan Nurcholis Madjid tentang Pancasila.
4. Untuk mengetahui pandangan Tokoh Muhammadiyah tentang Pancasila.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pandangan Tokoh Islam Tentang Pancasila

Relasi agama dan Negara merupakan wacana menarik yang terus bergulir

hingga saat ini, pengalaman masyarakat di sejumlah Negara terdapat hubungan yang

canggung antara Islam dan Negara. (A.M. Effendy. 1995). Hal ini sangat berkaitan

tentang eksistensi dan pengakuan Pancasila sebagai dasar Negara.

Setidaknya menghasilkan paling tidak 3 sudut pandang:

a. Paradigma integralistik. Menganggap Negara dan agama merupakan

satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan merupakan dua lembaga

yang menyatu. Negara merupakan lembaga politik dan sekaligus

agama.

b. Paradigma Sekularistik. Pandangan ini memisahkan antara Agama dan

Negara. Pada Negara sekuler sistem dan norma hukum dipisahkan

dengan nilai dan norma agama. Norma hukum ditentukan atas

kesepakatan manusia dan tidak berdasarkan nilai agama atau firman

Tuhan, walaupun kesepakatan tersebut bertentangan dengan nilai

agama atau perintah Tuhan. Akan tetapi bagi masyarakat pada Negara

ini dibebaskan untuk menganut dan memilih agama yang diyakininya.

c. Paradigma simbiotik. Pandangan yang menolak bahwa Islam adalah

suatu agama yang memiliki sistem kenegaraan. Serta menolak

pengertian yang dianggap oleh dunia Barat bahwa Islam hanya

mengatur manusia dengan Tuhannya. Menurut paradigma ini hubungan

antara agama dan Negara saling membutuhkan dan bersifat timbal

balik.

2
1. Pandangan KH. Wahid Hasyim Tentang Pancasila

Wahid Hasyim lahir pada tanggal 01 Juni 1914 di Jombang Jawa Timur. Anak

kelima dari 10 bersaudara putra dari KH. Hasyim Asy'ari pendiri Nahdhatul

Ulama (NU). Wahid Hasyim sebagai salah satu dari panitia BPUPKI, dapat

membuktikan dirinya sebagai penengah atas ketegangan antara anggota BPUPKI

serta mampu memberikan solusi terbaik tentang Pancasila sebagai dasar Negara.

Pancasila sebagai dasar Negara tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yang

terdapat dalam alinea keempat dan sebagaimana tertuang dalam memorandum

Dewan Perwakilan Rakyat Gotong-Royong 9 Juni 1966 yang menandaskan

Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan dipadatkan

oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. (PPKI) atas nama rakyat

Indonesia menjadi dasar Negara Republik Indonesia.1

Dari serangkaian diskusi dan pertemuan Panitia Sembilan dihasilkan rumusan

yang menggambarkan maksud dan tujuan dari pembentukan Negara Indonesia

merdeka dalam sebuah preambule yang dinamakan "Piagam Jakarta" pada 22 Juni

1945.

Rumusan dari dasar Negara Indonesia itu adalah:

1) Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi

pemeluk pemeluknya

2) (menurut) Dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab

3) Persatuan Indonesia

4) (dan) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan perwakilan

5) (serta) dengan mewujudkan suatu) keadilan sosial bagi seluruh


1
Ngudi Astuti, Pancasila Dan Piagam Madinah (Konsep Teori dan Analisis Mewujudkan
Masyarakat Madani di Indonesia), (Jakarta: Media Bangsa, 2012), h. 35

3
rakyat Indonesia.2

KH. Wahid Hasyim memandang bahwa perlunya hukum Islam disandarkan

pada Pancasila sebagai dasar Negara RI. Salah satu pandangannya dapat dilihat

dalam merumuskan pembukaan Undang-Undang Dasar, Wahid Hasyim

merupakan tokoh kunci yang memunculkan tujuh kata yaitu "dengan kewajiban

menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Di belakang kata

"Ketuhanan Yang Maha Esa". (Miftahuddin, 2017). Begitu pula pada draft UUD

1945 pasal 4 ayat 2 tentang presiden dan agama resmi Negara, beliau

mengusulkan "yang dapat menjadi presiden dan wakil presiden hanya orang

Indonesia asli dan beragama Islam". Walaupun pada akhirnya kata "beragama

Islam" dihilangkan pada naskah resmi UUD 1945.

Dikarenakan adanya protes oleh Latuharhary seorang Protestan, ia mengatakan

bahwa "Akibatnya mungkin besar, terutama bagi agama lain, Kalimat ini juga bisa

menimbulkan kekacauan terhadap adat istiadat". Lantas demi persatuan dan

keutuhan bangsa dan Negara, ketujuh kata yang diusulkannya tersebut a

menyetujui dan memprakarsai untuk dihapus dalam Piagam Jakarta pada tanggal

18 Agustus 1945.

Pancasila dipandang sebagai produk masyarakat yang diperlukan untuk

keperluan itu sendiri. Pancasila dipandang sebagai falsafah Negara sedangkan

agama adalah wahyu. Pada dasarnya sila-sila dalam Pancasila tidak bertentangan

dengan ajaran Islam. Sering dikatakan bahwa Islam tidak dapat memisahkan

antara agama dan politik, tapi dapat membedakan mana bidang yang berguna dan

tidak berguna untuk ditanggapi serta mana hal yang diterima dan ditolak demi

2
Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, (Jakarta, Departemen
Pendidikan & Kebudayaan dan PT. Balai Pustaka), h. 71

4
tujuan keagamaan (Feillard, 2007). Sehingga dapat disimpulkan pandangan KH.

Wahid Hasyim berkaitan dengan relasi agama dan Pancasila yaitu agama harus

ditempatkan dalam posisi strategis dalam kehidupan bernegara, di samping itu

agama dan Negara merupakan satu sistem yang tidak terpisahkan satu sama lain

dan saling membutuhkan. Apabila memaknai Pancasila dengan tidak melihat dan

merujuk dari nilai nilai agama maka pemaknaannya akan lari dari kebenaran

hakiki.

2. Pandangan Abdurrahman Wahid Tentang Pancasila

Mengenai pandangan Gus Dur terhadap Pancasila sebagai dasar negara RI,

sebagaimana dikutip Douglas B. Ramage, Gus Dur mengatakan bahwa tanpa

Pancasila, negara RI tidak pernah ada. Lebih lanjut, Gus Dur mengatakan bahwa

Pancasila adalah serangkaian prinsip-prinsip yang bersifat lestari. la memuat ide

yang baik tentang hidup bernegara yang mutlak diperjuangkan. Gus Dur

mengatakan bahwa dirinya akan mempertahankan Pancasila yang murni dengan

jiwa-raganya, terlepas dari kenyataan bahwa Pancasila tidak jarang dikebiri atau

dimanipulasi." 3

Lebih detail mengenai Agama dan Pancasila. Abdurrahman Wahid

menegaskan perlunya pembedaan di antara keduanya, yakni Islam sebagai agama

dan Pancasila sebagai ideologi negara. Pancasila didudukkan menjadi landasan

konstitusional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sedangkan Islam

menjadi aqidah dalam Kehidupan Kaum muslimin. dan bahwa antara ideologi

sebagai landasan konstitusional tidak dipertentangkan dengan agama, tidak

3
Douglas E. Ramage, “Pemahaman Abdurrahman Wahid tentang Pancasila dan Penerapannya dalam
Era Pasca Asas Tunggal”, dalam Ellyasa KH. Dharwis (Ed.), Gus Dur, NU dan Masyarakat Sipil,
(Yogyakarta : LkiS, 1997), Cet. ke-2, hal. 101.

5
mencari penggantinya dan tidak diperlakukan sebagai agama.

Dalam acuan paling dasar, menurut Gus Dur, Pancasila berfungsi sebagai

pengatur hidup manusia sebagai sebuah kolektivitas yang disebut bangsa,

sedangkan agama memberikan kepada kolektivitas tersebut tujuan

kemasyarakatan (social purpose). Tanpa tujuan kemasyarakatan yang jelas dan

nyata, hidup bangsa hanya berputar-putar pada siklus pertentangan antara cita

pemikiran dan kecenderungan naluri alamiah belaka.4

Menurut Abdurrahman Wahid bangsa Indonesia harus tetap berpegang kepada

Pancasila. Bagi Gus Dur, Pancasila merupakan syarat bagi demokratisasi dan

perkembangan Islam spiritual yang sehat dalam konteks nasional. Pancasila adalah

kompromi politik yang memungkinkan semua orang Indonesia hidup bersama-

sama

dalam sebuah kesatuan nasional. Pandangan seperti inilah yang menunjukkan

bahwa

dalam melihat negara itu harus didasarkan pada realitas obyektif, bukan sekedar

idealisasi konseptual.

3. Pandangan Nurcholis Madjid

Nurcholish Madjid atau yang populer dipanggil Cak Nur, adalah seorang

pemikir Islam, cendekiawan, dan budayawan Indonesia, putra kelahiran

Mojoanyar, Jombang, Jawa Timur, tanggal 17 Maret 1939 Masehi. Bertepatan

dengan 26 Muharram 1358 Hijriyah. Ayahnya adalah K.H Abdul Madjid, seorang

kyai jebolan pesantren Tebuireng, Jombang, yang didirikan oleh pendiri Nahdlatul

Ulama (NU) Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari, yang mana beliau adalah salah

seorang diantara Faunding Father Nahdatul Ulama. Nurcholish Madjid meninggal


4
Santoso, Teologi Politik Gus Dur…, Hal 256

6
pada tanggal 29 agustus 2005 dalam usia 66 tahun. Ia adalah salah satu dari

pemikir Islam terbaik Indonesia yang telah memberikan kontribusi pemikiran-

pemikiran keislaman kontemporer, khususnya pada tahun 1990 yang disebut

sebagai persiapkan umat Islam Indonesia memasuki zaman modern.

Menurut Nurcholish Madjid, kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu

a. Pancasila sebagai ideologi terbuka.

Pancasila menjadi berfungsi penuh sebagai sumber untuk memacu

masa depan. Untuk mewujudkannya adalah dengan menjadikan Pancasila

sebagai ideologi terbuka. Keterbukaan ideologi Pancasila bersifat internal

dan eksternal.Keterbukaan ini sesungguhnya bersifat kultural, yakni

selaras dengan kebudayaan. Hal ini bermakna bahwa keterbukaan tersebut

selaras dengan nilai dasar kemanusiaan yang merupakan inti kebudayaan

Keterbukaan tersebut dibentuk oleh adanya sifat dasar monodualistik

atau kedwitunggalan mendasar antara personalitas dan sosialitas, antara

ke-apa-an dan ke-siapa-an, antara dinamika dan keterbatasan, antara

materialitas dan spiritualitas, antara kesinambungan dan

pembaharuan.Pemikiran ini memiliki relevansi agar Pancasila tetap

dipelihara makna dan relevansinya tanpa kehilangan hakikat. Jika hal ini

dilaksanakan secara optimal maka ideologi Pancasila tidak kehilangan

konteks dan perannya (Nurcholish Madjid, 2013).

Pemikiran Cak Nur ini serupa dengan pemikiran Joko Siswanto yaitu

memelihara makna dan relevansi Pancasila tanpa kehilangan hakikatnya,

apa yang dilakukan Cak Nur sesungguhnya agar Pancasila tidak

"memfosil". Pancasila yang "memfosil" menurut Siswanto (2015)

adalah Pancasila yang eksistensinya tidak lagi aktif dan fungsional

7
layaknya fosil. la tidak lagi relevan dan kehilangan fungsinya yang

operasional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

b. Pancasila sebagai common platform.

Menurut Cak Nur, Pancasila merupakan common platform antara

berbagai kelompok masyarakat dan agama. Konsep ini diadaptasi olehnya

dari tinjauan sejarah yaitu nabi dulu mewujudkan dalam Piagam Madinah.

Menurut Cak Nur bahwa Pancasila merupakan pilihan umat Islam yang

final, sah dan Islami. Tidak perlu lagi diperdebatkan tentang hal-hal yang

berkaitan antara Islam dan Pancasila.

Cak Nur menegaskan bahwa dalam kehidupan bernegara, haruslah

dilihat Pancasila sebagai pemersatu dan kalimat sawa' yang mengajak

semua orang agar patuh dengan ajaran Tuhan. Dengan cara menghargai

pluralitas yang sudah ada di masyarakat, maka kehidupan yang damai dan

harmonis dapat terwujud.

c. sila-sila Pancasila sebagai satu kesatuan.

Dalam sila pertama, misalnya yang menurut Bung Hatta merupakan

sila utama yang menyinari sila-sila yang lainya dinilai Nurcholish Madrid

masih menghadapi tantangan yang tidak ringan, baik secara konseptual

maupun praktis. Padahal, sila pertama ini posisinya sangat sentral. Selain

menyinari sila-sila lainnya, sila pertama ini juga menjadi dasar etis. Karena

itulah merupakan hal tepat ketika Nurcholish Madjid menyebut sila

Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila vertikal, sedangkan sila-sila

selanjutnya merupakan sila horisontal.

8
Karena itulah merupakan hal tepat ketika Nurcholish Madjid menyebut

sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila vertikal, sedangkan sila-sila

selanjutnya merupakan sila horisontal.

Dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut Cak Nur, salah satu

sifat terpenting masyarakat yang beriman kepada Allah, yang percaya

kepada Tuhan Yang Maha Esa, adalah sikap adil dan menengahi, sehingga

mampu menjadi saksi atas sekalian umat manusia. Maka, dalam sila

kemanusiaan yang adil dan beradab hanya ada dalam keadilan, dan hanya

kemanusiaan yang adil yang mampu mendukung peradaban. Kemudian

dalam sila Persatuan Indonesia, persatuan yang akan membawa kemajuan

ialah persatuan yang dinamis, yaitu persatuan dalam kemajemukan,

persatuan dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebab sekalipun prinsip

kemanusiaan adalah satu, terdapat kebhinekaan dalam kesatuan itu

4. Pandangan Tokoh Muhammadiyah Tentang Pancasila

Muhammadiyah memiliki pandangan dan komitmen untuk memperkokoh

Pancasila dan merawat Kebhinekaan, sebagaimana telah dituangkan dalam Matan

Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah, pada point terakhir telah

dinyatakan bahwa:

"Muhammadiyah mengajak kepada segenap lapisan bangsa Indonesia yang

telah mendapat karunia Allah berupa Tanah Air yang mempunyai sumber

kekayaan, kemerdekaan bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berdasarkan

pada pancasila dan undang-undang dasar 1945, untuk bersama sama menjadikan

suatu negara adil dan makmur yang diridhoi Allah Swt. Baldatun Thoyyibatun Wa

Robbun Ghofur.

9
Muhammadiyah tidak berhasrat membentuk negara lain selain Pancasila,

termasuk negara formal Islam seperti Negara Khilafah Islam. Dalam hal ini posisi

Muhammadiyah dalam memandang Pancasila telah dipertegas oleh keputusan

Tanwir Muhammadiyah Bandung tahun 2012 yang menyatakan bahwa

Muhammadiyah telah menerima bahkan ikut mendirikan NKRI sebagai konsensus

nasional, yakni sebagai "Darul Ahdi" (Negara Perjanjian kolektif) dan "Dana

Syahadah (negara tempat Muhammadiyah mewujudkan pemikiran dan amaliah

keislaman).

Masih menurut Muhammadiyah bahwa asas pancasila tidak ada pertentangan

dengan ajaran Islam yang bersumber pada Alquran dan As-Sunnah dan Ajaran

Agama apapun di Indonesia.. Agama dan Pancasila merupakan dua hal yang

melekat dalam nilai kultur masyarakat Indonesia. Kedua hal itu merupakan dua

hal yang sama sekali tidak bertentangan karena nilai-nilai agama diejawantahkan

dalam sila-sila Pancasila.

BAB III
PENUTUP

10
A. Kesimpulan

Dengan adanya berbagai pandangan dari cendikiawan muslim di atas bukan


dimaksudkan untuk membuat keruh atau mengombang-ambingkan Pancasila
sebagai Dasar Negara yang sudah final, malahan sebaliknya pandangan para
cendikiawan di atas dimaksudkan agar bangsa ini jangan lagi larut dan terbawa
arus untuk memperdebatkan atau bahkan menggugat Pancasila. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, bahwa
perbedaan pendapat tentang Pancasila sudah selesai. Semua telah sepakat
dengan pancasila yang ada sekarang Umat Islam sekarang juga sudah menerima
Pancasila meskipun kewajiban menjalankan syariat dihapus. “Oleh sebab itu,
jangan lagi Pancasila diotak atik dan dikembalikan pada perdebatan awal”.

DAFTAR PUSTAKA

Ngudi Astuti, Pancasila Dan Piagam Madinah (Konsep Teori dan Analisis

11
Mewujudkan Masyarakat Madani di Indonesia), (Jakarta: Media Bangsa, 2012),
h. 35
Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, (Jakarta,
Departemen Pendidikan & Kebudayaan dan PT. Balai Pustaka), h. 71
Douglas E. Ramage, “Pemahaman Abdurrahman Wahid tentang Pancasila dan
Penerapannya dalam Era Pasca Asas Tunggal”, dalam Ellyasa KH. Dharwis
(Ed.), Gus Dur, NU dan Masyarakat Sipil, (Yogyakarta : LkiS, 1997), Cet. ke-2,
hal. 101.
Santoso, Teologi Politik Gus Dur…, Hal 256

Wasiyem, Rahmadhani. 2021. Pendidikan Pancasila Nilai Dasar dan Jati Diri Bangsa.
Medan: Merdeka Kreasi.S

12

Anda mungkin juga menyukai