Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah „Ushul Fiqih‟
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
2023
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur mari kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas
segala nikmat yang diberikannya, sholawat serta salam semoga tetap tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW berserta keluarga, kerabat, dan para sahabatnya.
Terimakasih kepada Allah SWT yang telah memberi kami kesehatan dan
kesempatan untuk dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu.
Sebagai manusia biasa kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
agar dapat menjadi motivasi bagi kami untuk lebih baik lagi diwaktu yang akan
datang. Akhir kata, kami mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi kami
pribadi juga bagi para pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kita mengetahui bahwasanya segala syariat yang berkembang di dunia
ini bertujuan mewujudkan kemaslahatan manusia. Kejadian-kejadian di dunia
ini, terus menerus terjadi, senantiasa tumbuh dan tak pernah terhenti,
sedangkan nash syarah‟, secara rinci dan detail, sangat terbatas. Karena itulah,
tentulah syara‟ memberikan kepada kita jalan-jalan hukum, yang dapat
membantu kita menemukan jalan keluar, dari persoaalan-persoalan yang kita
hadapi. Salah satu metode yang dikembangkan ulama ushul Fiqh dalam
mengistinbatkan hukum dari nash, adalah apa yang tersebut dengan maslahah
mursalah.
1
lain dari firman Allah dalam QS. al-Anbiya' (21); 107 dan QS. al-Baqarah (2):
201-202.1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari maslahah?
2. Apa saja macam-macam maslahah?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari maslahah.
2. Mengetahui macam-macam maslahah.
1
Suparman Uvnan, Hukum Islam, Asas-Asas dan Pengantar, Studi Hukum Islam dalam Tata
Hukum Indonesia (Cet. I ; Jakarta : Gaya Media Pratama, 2001), hlm. 66.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Maslahah
Maslahah, secara etimologi adalah kata tunggal dari al-masalih, yang
searti dengan kata salah, yaitu "mendatangkan kebaikan terkadang digunakan
juga istilah lain yaitu al-islislah yang berarti "mencari kebaikan." Tak jarang
kata maslahah atau istislah ini disertai dengan kata al-mu nasib yang berarti
"hal-hal yang cocok, sesuai dan tepat penggunaannya.”2 Dari beberapa arti ini
dapat diambil suatu pemahaman bahwa setiap sesuatu, apa saja, yang
mengandung manfaat di dalamnya baik untuk memperoleh kemanfaatan,
kebaikan, maupun untuk menolak kemudaratan, maka semua itu disebut
dengan maslahah.
Dalam konteks kajian ilmu ushul al-fiqh, kata tersebut menjadi sebuah
istilah teknis, yang berarti " berbagai manfaat yang dimaksudkan Syari' dalam
penetapan hukum bagi hamba-hamba-Nya, yang mencakup tujuan untuk
memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta kekayaan, serta mencegah
hal-hal yang dapat mengakibatkan luputnya seseorang dari kelima kepentingan
tersebut.3
2
H.M.Hasbi Umar, Nalar Fiqh Kontemporer (Cet. I; Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), hlm.112.
3
Ibid
3
2. Al-Thufi (657 H-716 H) merumuskan definisi mashlahah menurut „urf
(pemahaman umum yang berlaku di masyarakat) adalah sebab yang
membawa kepada kemaslahahan (manfaat), seperti bisnis menyebabkan
seseorang memperoleh untung. Menurut pandangan hukum Islam,
maslahah adalah sebab yang membawa akibat bagi tercapainya tujuan
Syari‟, baik dalam bentuk ibadat maupun adat/mu‟amalat. Kemudian
maslahah itu terbagi menjadi dua : (1) maslahah yang dikehendaki oleh
Syari‟ sebagai hak prerogatif- Nya seperti ibadat, dan (2) maslahah yang
dimaksudkan untuk kemaslahahan makhluk/ umat manusia dan
keteraturan urusan mereka.
3. Al-Ghazali (450 H- 505 H) memberikan definisi maslahah menurut makna
asalnya berarti menarik manfaat atau menolak mudharat/hal-hal yang
merugikan. Akan tetapi, bukan itu yang kami kehendaki, sebab meraih
manfaat dan menghindar dari mudharat adalah tujuan makhluk (manusia).
Kemaslahatan makhluk terletak pada tercapainya tujuan mereka. Tetapi
yang kami maksud dengan maslahah ialah memelihara tujuan
syara‟/hukum Islam. Tujuan hukum Islam yang ingin dicapai dari makhluk
atau manusia ada lima, yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan
harta mereka. Setiap hukum yang mengandung tujuan memelihara ke lima
hal ini disebut maslahah; dan setiap hal yang meniadakannya disebut
mafsadah dan menolaknya disebut maslahah.
Dari beberapa definisi maslahah di atas dapat dipahami bahwa
maslahah menurut istilah hukum Islam ialah setiap hal yang dimaksudkan
untuk memelihara agama, akal, jiwa, keturunan (kehormatan) dan harta. Ke
lima hal ini merupakan kebutuhan primer bagi hidup dan kehidupan manusia
dengan terpelihara dan terjaminnya ke lima hal tersebut, manusia akan meraih
kemaslahatan, kesejahteraan, dan kebahagiaan yang hakiki, lahir bathin,
jasmani rohani, material spiritual, dunia dan akhirat.
4
merealisir kemaslahatan itu dan tidak ada dalil yang menunjukkan atas
pengakuan dan penolakannya.
1. Pengertian
Kata al-kulliyatul al-khamsah, terdiri dari dua kata yaitu al-kulliyatu
dan al-khamsah. Al-kulliyatu artinya prinsip dasar, sedangkan al-khamsah
berarti lima, jadi al-kulliyatu al-khamsah berarti lima prinsip dasar hukum
Islam. Dalam istilah ushul fiqih, kata al-kulliyatu al-khamsah sering disebut
dengan maslahah al-khamsah (lima tujuan) dan al-dharuriyyat al-khamsah
(lima kepentingan yang vital). Maka dapat disimpulkan bahwa al-kulliyatu
alkhamsah berarti lima prinsip dasar hukum Islam yang bertujuan
mewujudkan kemaslahatan (al-maslahat), dan apabila hal ini tidak ada maka
akan muncul kerusakan (mafsadat).
Lima prinsip dasar hukum Islam yaitu menjaga agama (hifzhu al-
din), menjaga jiwa (hifzhu al-nafs), menjaga akal (hifzhu al-„Aql), menjaga
keturunan (hifzhu al-nasl), dan menjaga harta (hifzhu al-mal). Sumber
utama dan pokok agama Islam adalah Al-Qur`an yang berisi akidah, ibadah,
dan akhlak. Sebagai sumber ajaran Islam, Al-Qur`an tidak menjabarkan
hukum dan aturan-aturan di dalamnya secara rinci terutama yang berkaitan
dengan ibadah dan muamalah. Hanya 368 ayat yang terkait dengan aspek
hukum. Hal ini berarti bahwa sebagian besar permasalahan yang terkait
dengan hukum Islam dalam Al-Qur`an hanya diberikan dasar dan prinsipnya
saja.
5
dan mengaitkannya dengan maslahah al-syariah. Prinsip-prinsip itulah yang
dikenal dengan al-kulliyatu al-khamsah.
6
b. Menjaga Jiwa (al-nafs)
Setelah menjaga agama (hifzhu al-din), kewajiban selanjutnya
adalah menjaga jiwa atau keberlangsungan hidup manusia. Islam
memberi peringatan yang sangat tegas terhadap semua perbuatan yang
dapat menyebabkan hilangnya nyawa seseorang. Perhatikan irman
Allah Swt. dalam Q.S. alMaidah/5:32 berikut ini:
7
ini, dalam bulanmu (bulan Zulhijah) ini dan di negerimu (tanah suci)
ini.”
8
khamr, menonton tayangan yang berbau maksiat atau tayangan lain
dapat merusak daya pikir manusia. Lebih dari itu, perilaku yang dapat
merusak daya nalar sehat dan logis juga harus dijauhi, seperti
perbuatan syirik dan tahayul. Akal yang sehat dan tidak tercemar
dengan pikiran-pikiran kotor akan sangat mudah memberi manfaat
untuk kemaslahatan umat. Salah satu kemaslahatan yang dapat
disebabkan oleh sehatnya tersebut adalah dapat memberikan masukan
atau kritikan dengan cara yang santun terhadap suatu kebijakan.
d. Menjaga Keturunan (hifzhu al-nasl)
Salah satu tujuan agama adalah untuk memelihara keturunan.
Syariat perkawinan dengan berbagai syarat, rukun dan ketentuannya
merupakan salah satu cara menjaga keturunan. Oleh karena itu Islam
melarang perzinaan dan menganjurkan pernikahan. Nabi Muhammad
Saw. Allah Swt. menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-
bangsa yang berasal dari satu keturunan agar mereka saling mengenal.
Perhatikan Q.S. alHujurat/49: 13 berikut ini:
Artinya: “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami
jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling
mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha
Mengetahui, Maha Teliti.”
Berdasarkan ayat di atas, pengelompokkan manusia atas dasar
keturunan diperbolehkan oleh agama selama tidak menimbulkan
mudarat. Pengelompokkan manusia berdasarkan keturunan juga
tampak pada Piagam Madinah yang diprakarsai oleh Rasulullah Saw.
Piagam Madinah merupakan sebuah kesepakatan yang mengikat
masyarakat Madinah untuk bersama-sama menjaga Madinah dari
serangan musuh. Masyarakat Madinah ketika itu dikelompokkan
berdasarkan suku-suku tertentu, dan yang non-Islam dipersatukan
dalam rangka membela kota Madinah. Pola hubungan antar suku dan
masyarakat yang diatur dalam Piagam Madinah dilakukan untuk
9
menjaga keberlangsungan keturunan. Sebagaimana diketahui bahwa
salah satu ciri masyarakat Arab adalah memiliki egoisme yang besar
terhadap sukunya.
e. Harta (hifzhu al-mal)
Melalui kepemilikan harta, seseorang bisa bertahan hidup atau
pun hidup layak dan dapat melakukan ibadah dengan tenang. Maka
dari itu, Islam sangat memperhatikan masalah harta benda untuk
menopang kehidupan manusia. Allah Swt. memerintahkan umat-Nya
untuk bekerja mencari rezeki yang halal. Al-Qur`an mengistilahkan
dengan “fadlullah” yang artinya “karunia Allah” sebagaimana ayat
berikut ini:
Artinya: “Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah
kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-
banyak agar kamu beruntung.” (Q.S. al-Jumuah/62: 10)
Di samping memerintahkan mencari harta, Islam juga
memperhatikan proses dan cara-cara yang digunakan dalam
memperoleh harta tersebut. Proses dan cara yang digunakan untuk
mendapatkan harta benda harus benar-benar halal. Islam melarang
semua bentuk kecurangan dalam memperoleh harta benda, seperti
mencuri, menipu, riba, korupsi, memonopoli produk tertentu, atau pun
tindakan tercela lainnya.
10
Cara menjaga lima prinsip dasar hukum Islam
No. Prinsip Dasar
min nahiyati al-wujud min nahiyati al-„adam
1 Menjaga agama salat dan zakat hukuman bagi orang murtad
2 Menjaga jiwa minum dan makan hukuman qisas dan diyat
3 Menjaga akal mencari ilmu, belajar hukuman bagi peminum khamr
4 Menjaga Keturunan nikah hukuman bagi pelaku zina
5 Menjaga harta jual beli, mencari rejeki riba, hukuman bagi pencuri
4
Yosi Aryanti, Hubungan Tingkatan Maslahah Dalam Maqashid Al-Syari’ah. (Bukittinggi), hlm. 49.
5
Ibid. hlm. 50
11
dengan dengan dharuriyat juga tegas dan mutlak dan hukum yang
ditimbulkan menjadi haram (haram dzatiy).
6
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 2, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 214.
12
c. Maslahah Tahsiniyat
7
Ibid.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Maslahah merupakan salah satu metode analisa yang dipakai oleh
ulama ushul dalam menetapkan hukum (istinbat) yang persoalannya tidak
diatur secara eksplisit dalam al-Qur'an dan al-Hadis. Hanya saja metode ini
lebih menekankan pada aspek maslahat secara langsung.
1. min nahiyati al-wujud, yaitu dengan cara memelihara dan menjaga sesuatu
yang dapat mempertahankan keberadaannya.
2. min nahiyati al-„adam, yaitu dengan cara mencegah sesuatu yang
menyebabkan ketiadaannya.
14
DAFTAR PUSTAKA
15