Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TUJUAN HUKUM ISLAM (MASLAHAH)

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah „Ushul Fiqih‟

Dosen Pengampu :

Dwi Runjani Juwita, M.H.I.

Disusun Oleh :

Naufal Mahbub Hidayat (401220171)

Paradilla Rahma Maulida (401220181)

JURUSAN EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

2023
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur mari kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas
segala nikmat yang diberikannya, sholawat serta salam semoga tetap tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW berserta keluarga, kerabat, dan para sahabatnya.
Terimakasih kepada Allah SWT yang telah memberi kami kesehatan dan
kesempatan untuk dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya


kepada dosen mata kuliah Ushul Fiqih Ibu Dwi Runjani Juwita, M.H.I yang
telah membimbing kami. Makalah ini dibuat untuk memberikan wawasan kepada
pembaca tentang tujuan hukum islam khususnya pada bab maslahah.

Sebagai manusia biasa kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
agar dapat menjadi motivasi bagi kami untuk lebih baik lagi diwaktu yang akan
datang. Akhir kata, kami mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi kami
pribadi juga bagi para pembaca.

Ponorogo, 26 Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
C. Tujuan ..................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3
A. Pengertian Maslahah ............................................................................................... 3
B. Pembagian Maslahah Berdasarkan Sektor Kehidupan Manusia (al-kulliyatul al-
khamsah) ......................................................................................................................... 5
1. Pengertian ........................................................................................................... 5
2. Macam-Macam al-Kulliyatu al-Khamsah........................................................... 6
3. Cara Menjaga al-Kulliyatu al-Khamsah ........................................................... 10
C. Pembagian Maslahah Berdasarkan Tingkat Kepentingan..................................... 11
1. Macam-Macam Maslahah Berdasarkan Tingkat Kepentingan ............................ 11
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 14
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kita mengetahui bahwasanya segala syariat yang berkembang di dunia
ini bertujuan mewujudkan kemaslahatan manusia. Kejadian-kejadian di dunia
ini, terus menerus terjadi, senantiasa tumbuh dan tak pernah terhenti,
sedangkan nash syarah‟, secara rinci dan detail, sangat terbatas. Karena itulah,
tentulah syara‟ memberikan kepada kita jalan-jalan hukum, yang dapat
membantu kita menemukan jalan keluar, dari persoaalan-persoalan yang kita
hadapi. Salah satu metode yang dikembangkan ulama ushul Fiqh dalam
mengistinbatkan hukum dari nash, adalah apa yang tersebut dengan maslahah
mursalah.

Maslahah merupakan suatu dalil hukum yang dapat memberikan gerak


yang lebih cepat dan luas kepada para mujtahid untuk berfikir, karena tidak
begitu banyak memerlukan kaitan pada nash sebagaimana yang berlaku pada
qiyas. Namun yang lebih ditekankan adalah suatu keyakinan bahwa di
dalamnya terdapat maslahah umat.

Islam adalah agama yang memberi pedoman hidup kepada manusia


secara menyeluruh, meliputi segala aspek kehidupannya menuju tercapainya
kebahagiaan hidup rohani dan jasmani, baik dalam kehidupan individunya
maupun dalam kehidupan masyarakatnya Secara umum, tujuan pencipta
hukum (Syar‟i) dalam menetapkan hukum-hukumnya adalah untuk
kemaslahatan dan kepentingan serta kebahagiaan manusia seluruhnya, baik
kebahagiaan di dunia yang fam (sementara) ini, maupun akhirat yang haqa
(kekal) kelak. Tujuan hukum Islam yang demikian itu dapat kita tangkap antara

1
lain dari firman Allah dalam QS. al-Anbiya' (21); 107 dan QS. al-Baqarah (2):
201-202.1

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari maslahah?
2. Apa saja macam-macam maslahah?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari maslahah.
2. Mengetahui macam-macam maslahah.

1
Suparman Uvnan, Hukum Islam, Asas-Asas dan Pengantar, Studi Hukum Islam dalam Tata
Hukum Indonesia (Cet. I ; Jakarta : Gaya Media Pratama, 2001), hlm. 66.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Maslahah
Maslahah, secara etimologi adalah kata tunggal dari al-masalih, yang
searti dengan kata salah, yaitu "mendatangkan kebaikan terkadang digunakan
juga istilah lain yaitu al-islislah yang berarti "mencari kebaikan." Tak jarang
kata maslahah atau istislah ini disertai dengan kata al-mu nasib yang berarti
"hal-hal yang cocok, sesuai dan tepat penggunaannya.”2 Dari beberapa arti ini
dapat diambil suatu pemahaman bahwa setiap sesuatu, apa saja, yang
mengandung manfaat di dalamnya baik untuk memperoleh kemanfaatan,
kebaikan, maupun untuk menolak kemudaratan, maka semua itu disebut
dengan maslahah.

Dalam konteks kajian ilmu ushul al-fiqh, kata tersebut menjadi sebuah
istilah teknis, yang berarti " berbagai manfaat yang dimaksudkan Syari' dalam
penetapan hukum bagi hamba-hamba-Nya, yang mencakup tujuan untuk
memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta kekayaan, serta mencegah
hal-hal yang dapat mengakibatkan luputnya seseorang dari kelima kepentingan
tersebut.3

Maslahah merupakan salah satu metode analisa yang dipakai oleh


ulama ushul dalam menetapkan hukum (istinbat) yang persoalannya tidak
diatur secara eksplisit dalam al-Qur'an dan al-Hadis. Hanya saja metode ini
lebih menekankan pada aspek maslahat secara langsung.

Pengertian maslahah menurut istilah dapat ditemukan pada kajian


Ushuliyyin, antara lain sebagai berikut :

1. Al- Khawarizmi (W. 997H) memberikan definisi bahwa maslahah adalah


memelihara tujuan hukum Islam dengan menolak bencana/ kerusakan/hal-
hal yang merugikan dari makhluk (manusia).

2
H.M.Hasbi Umar, Nalar Fiqh Kontemporer (Cet. I; Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), hlm.112.
3
Ibid

3
2. Al-Thufi (657 H-716 H) merumuskan definisi mashlahah menurut „urf
(pemahaman umum yang berlaku di masyarakat) adalah sebab yang
membawa kepada kemaslahahan (manfaat), seperti bisnis menyebabkan
seseorang memperoleh untung. Menurut pandangan hukum Islam,
maslahah adalah sebab yang membawa akibat bagi tercapainya tujuan
Syari‟, baik dalam bentuk ibadat maupun adat/mu‟amalat. Kemudian
maslahah itu terbagi menjadi dua : (1) maslahah yang dikehendaki oleh
Syari‟ sebagai hak prerogatif- Nya seperti ibadat, dan (2) maslahah yang
dimaksudkan untuk kemaslahahan makhluk/ umat manusia dan
keteraturan urusan mereka.
3. Al-Ghazali (450 H- 505 H) memberikan definisi maslahah menurut makna
asalnya berarti menarik manfaat atau menolak mudharat/hal-hal yang
merugikan. Akan tetapi, bukan itu yang kami kehendaki, sebab meraih
manfaat dan menghindar dari mudharat adalah tujuan makhluk (manusia).
Kemaslahatan makhluk terletak pada tercapainya tujuan mereka. Tetapi
yang kami maksud dengan maslahah ialah memelihara tujuan
syara‟/hukum Islam. Tujuan hukum Islam yang ingin dicapai dari makhluk
atau manusia ada lima, yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan
harta mereka. Setiap hukum yang mengandung tujuan memelihara ke lima
hal ini disebut maslahah; dan setiap hal yang meniadakannya disebut
mafsadah dan menolaknya disebut maslahah.
Dari beberapa definisi maslahah di atas dapat dipahami bahwa
maslahah menurut istilah hukum Islam ialah setiap hal yang dimaksudkan
untuk memelihara agama, akal, jiwa, keturunan (kehormatan) dan harta. Ke
lima hal ini merupakan kebutuhan primer bagi hidup dan kehidupan manusia
dengan terpelihara dan terjaminnya ke lima hal tersebut, manusia akan meraih
kemaslahatan, kesejahteraan, dan kebahagiaan yang hakiki, lahir bathin,
jasmani rohani, material spiritual, dunia dan akhirat.

Maslahah mursalah dalam pengertiannya dapat dimaknai dengan


sesuatu yang mutlak. Menurut istilah para ahli ilmu ushul fiqhi ialah suatu
kemaslahatan, di mana syari'ah tidak mensyariatkan suatu hukum untuk

4
merealisir kemaslahatan itu dan tidak ada dalil yang menunjukkan atas
pengakuan dan penolakannya.

B. Pembagian Maslahah Berdasarkan Sektor Kehidupan Manusia (al-


kulliyatul al-khamsah)

1. Pengertian
Kata al-kulliyatul al-khamsah, terdiri dari dua kata yaitu al-kulliyatu
dan al-khamsah. Al-kulliyatu artinya prinsip dasar, sedangkan al-khamsah
berarti lima, jadi al-kulliyatu al-khamsah berarti lima prinsip dasar hukum
Islam. Dalam istilah ushul fiqih, kata al-kulliyatu al-khamsah sering disebut
dengan maslahah al-khamsah (lima tujuan) dan al-dharuriyyat al-khamsah
(lima kepentingan yang vital). Maka dapat disimpulkan bahwa al-kulliyatu
alkhamsah berarti lima prinsip dasar hukum Islam yang bertujuan
mewujudkan kemaslahatan (al-maslahat), dan apabila hal ini tidak ada maka
akan muncul kerusakan (mafsadat).

Lima prinsip dasar hukum Islam yaitu menjaga agama (hifzhu al-
din), menjaga jiwa (hifzhu al-nafs), menjaga akal (hifzhu al-„Aql), menjaga
keturunan (hifzhu al-nasl), dan menjaga harta (hifzhu al-mal). Sumber
utama dan pokok agama Islam adalah Al-Qur`an yang berisi akidah, ibadah,
dan akhlak. Sebagai sumber ajaran Islam, Al-Qur`an tidak menjabarkan
hukum dan aturan-aturan di dalamnya secara rinci terutama yang berkaitan
dengan ibadah dan muamalah. Hanya 368 ayat yang terkait dengan aspek
hukum. Hal ini berarti bahwa sebagian besar permasalahan yang terkait
dengan hukum Islam dalam Al-Qur`an hanya diberikan dasar dan prinsipnya
saja.

Adanya ayat-ayat yang ijmali (global), maka Rasulullah Saw.


menjelaskannya melalui hadis, baik qauli, i‟li maupun taqriri. Berdasarkan
kedua sumber hukum Islam tersebut (Al-Qur`an dan hadis), maka aspek
hukum yang terkait dengan muamalah dikembangkan oleh para mujtahid di
antaranya Imam Syatibi yang mencoba merinci prinsip-prinsip di dalamnya

5
dan mengaitkannya dengan maslahah al-syariah. Prinsip-prinsip itulah yang
dikenal dengan al-kulliyatu al-khamsah.

2. Macam-Macam al-Kulliyatu al-Khamsah


Berikut ini penjelasan al-kulliyatu al-khamsah

a. Menjaga agama (hifzhu al-din)


Agama merupakan pokok dari segala alasan mengapa manusia
hidup di dunia ini. Oleh karenanya, menjaga agama lebih diutamakan
sebelum menjaga hal-hal lain. Allah Swt. berirman dalam Q.S. az-
Zariyat/51: 56 berikut ini:
Artinya: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar
mereka beribadah kepada-Ku.” (Q.S. az-Zariyat/51: 56).
Agama juga menjadi satu-satunya alasan Allah Swt. menciptakan
alam semesta beserta isinya. Agama juga merupakan inti sari
kehidupan yang sedang berjalan di alam ini. Alur logika mengapa
hifzhu al-din lebih diutamakan daripada lainnya adalah sebagai
berikut: untuk apa hidup sejahtera, memiliki keturunan yang banyak
dan baik, hidup serba kecukupan kalau akhirnya masuk ke neraka.
Padahal kehidupan di akhirat adalah kehidupan yang abadi.
Contoh penerapan dalam hukum Islam misalnya disyariatkannya
jihad fi sabilillah di medan untuk memerangi kaum kafir yang
memusuhi umat Islam. Jihad fi sabilillah tidak dimaksudkan untuk
menjerumuskan diri ke dalam kebinasaan, tetapi untuk mewujudkan
kemaslahatan manusia. Jihad Fi sabilillah menunjukkan bahwa
maslahat yang dihasilkan oleh hifzhu al-nafs berdampak pada hifzhu
al-din. Demikian juga sebaliknya, maslahat yang dihasilkan oleh
hifzhu al-din berdampak pada hifzhu al-nafs. Contoh lainnya,
kebebasan memilih agama dan kepercayaan bagi seluruh warga
masyarakat. Tidak ada paksaan dalam memilih agama sesuai
keyakinannya masing-masing.

6
b. Menjaga Jiwa (al-nafs)
Setelah menjaga agama (hifzhu al-din), kewajiban selanjutnya
adalah menjaga jiwa atau keberlangsungan hidup manusia. Islam
memberi peringatan yang sangat tegas terhadap semua perbuatan yang
dapat menyebabkan hilangnya nyawa seseorang. Perhatikan irman
Allah Swt. dalam Q.S. alMaidah/5:32 berikut ini:

Artinya: “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi


Bani Israil, bahwa barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena
orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat
kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua
manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka
seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia.
Sesungguhnya Rasul Kami telah datang kepada mereka dengan
(membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi kemudian
banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi.” (Q.S.
al-Maidah/5: 32)

Islam melindungi hak hidup manusia, bahkan terhadap janin


dalam perut seorang ibu. Seorang ibu hamil yang meninggalkan dunia,
sementara bayi masih ada di perut, maka boleh dilakukan operasi
bedah demi menyelamatkan nyawa bayi tersebut.

Menjaga nyawa juga dijadikan alasan diberlakukannya hukum


qisas terhadap setiap perbuatan pidana yang mencederai tubuh orang
lain. Ini menjadi bukti bahwa nyawa jauh lebih penting dari yang lain.
Termasuk dari menjaga jiwa (al-nafs) adalah merawat kesehatan
badan dan ruhani manusia. Sebab, dengan kesehatan yang prima akan
dapat melaksanakan ibadah dan tugas harian dengan baik. Komitmen
Islam dalam melindungi jiwa, dapat dilihat pada saat haji wada‟. Pada
saat haji wada‟, Rasulullah Saw. banyak memberikan perhatian
terhadap pentingnya menjaga jiwa manusia. Buktinya, Rasulullah
Saw. berkata: “sesungguhnya darahmu, harta bendamu, dan
kehormatanmu adalah suci atas kamu seperti sucinya hari (hajimu)

7
ini, dalam bulanmu (bulan Zulhijah) ini dan di negerimu (tanah suci)
ini.”

Saat itu, Rasulullah Saw. juga berpidato: “Wahai manusia


ingatlah Allah, berkenaan dengan agamamu dan amanatmu, ingatlah
Allah berkenaan dengan yang dikuasai di tangan kananmu (budak,
buruh, dan lainnya). Berilah mereka makan sebagaimana yang kamu
makan, dan berilah pakaian sebagaimana yang kamu kenakan,
janganlah kamu bebani mereka dengan beban yang mereka tidak
mampu memikulnya, sebab mereka adalah daging, darah, dan
makhluk seperti kamu, ketahuilah bahwa orang yang bertindak zalim
kepada mereka, maka akulah musuhnya kelak di hari kiamat dan
Allah adalah hakim mereka.“ Sesekali di tengah-Btengah pidato,
Rasulullah Saw. bertanya kepada seluruh yang hadir, “bukankah aku
telah sampaikan (pesan-pesan) ini?”, semua menjawab: “benar,
engkau telah sampaikan.”

c. Menjaga Akal (hifzhu al-„Aql)


Setelah hifzhu al-din (menjaga agama) dan hifzhu al-nafs
(menjaga jiwa), selanjutnya yaitu menjaga akal (hifzhu al-‟aql). Akal
merupakan karunia agung dari Allah Swt. Akal itulah yang
membedakan manusia dengan hewan atau pun makhluk lainnya. Oleh
karena itu Allah Swt. memerintahkan agar menjaganya dan
menggunakan akal untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Supaya akal
tersebut terjaga, maka Allah Swt. melarang keras segala sesuatu yang
dapat melemahkan dan merusak akal pikiran. Langkah yang tepat dan
efektif untuk menjaga akal dapat dilakukan sejak masa kanak-kanak.
Pada masa inilah nilai-nilai kebaikan sangat mudah masuk ke dalam
hati dan pikiran hingga menjadi kebiasaan.
Hifzhu al-‟aql juga dilakukan dengan cara menjaga akal pikiran
agar dapat digunakan untuk berpikir. Oleh karena itu, akal harus
dibekali dengan ilmu yang cukup, terutama ilmu agama. Sekaligus
menghindari perbuatan yang dapat merusak akal, misalnya meminum

8
khamr, menonton tayangan yang berbau maksiat atau tayangan lain
dapat merusak daya pikir manusia. Lebih dari itu, perilaku yang dapat
merusak daya nalar sehat dan logis juga harus dijauhi, seperti
perbuatan syirik dan tahayul. Akal yang sehat dan tidak tercemar
dengan pikiran-pikiran kotor akan sangat mudah memberi manfaat
untuk kemaslahatan umat. Salah satu kemaslahatan yang dapat
disebabkan oleh sehatnya tersebut adalah dapat memberikan masukan
atau kritikan dengan cara yang santun terhadap suatu kebijakan.
d. Menjaga Keturunan (hifzhu al-nasl)
Salah satu tujuan agama adalah untuk memelihara keturunan.
Syariat perkawinan dengan berbagai syarat, rukun dan ketentuannya
merupakan salah satu cara menjaga keturunan. Oleh karena itu Islam
melarang perzinaan dan menganjurkan pernikahan. Nabi Muhammad
Saw. Allah Swt. menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-
bangsa yang berasal dari satu keturunan agar mereka saling mengenal.
Perhatikan Q.S. alHujurat/49: 13 berikut ini:
Artinya: “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami
jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling
mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha
Mengetahui, Maha Teliti.”
Berdasarkan ayat di atas, pengelompokkan manusia atas dasar
keturunan diperbolehkan oleh agama selama tidak menimbulkan
mudarat. Pengelompokkan manusia berdasarkan keturunan juga
tampak pada Piagam Madinah yang diprakarsai oleh Rasulullah Saw.
Piagam Madinah merupakan sebuah kesepakatan yang mengikat
masyarakat Madinah untuk bersama-sama menjaga Madinah dari
serangan musuh. Masyarakat Madinah ketika itu dikelompokkan
berdasarkan suku-suku tertentu, dan yang non-Islam dipersatukan
dalam rangka membela kota Madinah. Pola hubungan antar suku dan
masyarakat yang diatur dalam Piagam Madinah dilakukan untuk

9
menjaga keberlangsungan keturunan. Sebagaimana diketahui bahwa
salah satu ciri masyarakat Arab adalah memiliki egoisme yang besar
terhadap sukunya.
e. Harta (hifzhu al-mal)
Melalui kepemilikan harta, seseorang bisa bertahan hidup atau
pun hidup layak dan dapat melakukan ibadah dengan tenang. Maka
dari itu, Islam sangat memperhatikan masalah harta benda untuk
menopang kehidupan manusia. Allah Swt. memerintahkan umat-Nya
untuk bekerja mencari rezeki yang halal. Al-Qur`an mengistilahkan
dengan “fadlullah” yang artinya “karunia Allah” sebagaimana ayat
berikut ini:
Artinya: “Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah
kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-
banyak agar kamu beruntung.” (Q.S. al-Jumuah/62: 10)
Di samping memerintahkan mencari harta, Islam juga
memperhatikan proses dan cara-cara yang digunakan dalam
memperoleh harta tersebut. Proses dan cara yang digunakan untuk
mendapatkan harta benda harus benar-benar halal. Islam melarang
semua bentuk kecurangan dalam memperoleh harta benda, seperti
mencuri, menipu, riba, korupsi, memonopoli produk tertentu, atau pun
tindakan tercela lainnya.

3. Cara Menjaga al-Kulliyatu al-Khamsah


Cara menjaga lima prinsip dasar hukum Islam dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu:
a. min nahiyati al-wujud, yaitu dengan cara memelihara dan menjaga
sesuatu yang dapat mempertahankan keberadaannya.
b. min nahiyati al-„adam, yaitu dengan cara mencegah sesuatu yang
menyebabkan ketiadaannya.
Untuk lebih memahaminya, perhatikan uraian contoh berikut ini:

10
Cara menjaga lima prinsip dasar hukum Islam
No. Prinsip Dasar
min nahiyati al-wujud min nahiyati al-„adam
1 Menjaga agama salat dan zakat hukuman bagi orang murtad
2 Menjaga jiwa minum dan makan hukuman qisas dan diyat
3 Menjaga akal mencari ilmu, belajar hukuman bagi peminum khamr
4 Menjaga Keturunan nikah hukuman bagi pelaku zina
5 Menjaga harta jual beli, mencari rejeki riba, hukuman bagi pencuri

C. Pembagian Maslahah Berdasarkan Tingkat Kepentingan

1. Macam-Macam Maslahah Berdasarkan Tingkat Kepentingan


a. Maslahah Dharuriyat (primer)
Maslahah Dharuriyat (primer) adalah sesuatu yang mutlak adanya
demi terwujudnnya kemaslahatan agama dan dunia. Apabila hal ini tidak
ada, maka akan menimbulkan kerusakan bahkan hilangnya hidup dan
kehidupan seperti makan, minum, shalat, puasa, zakat dan ibadah-ibadah
lainnya.4 Yang termasuk maslahah dharuriyat ini ada lima yaitu:
menjaga agama (hifzh al-din), menjaga jiwa (hifzh al-nafs), menjaga
keturunan (hifzh an-nasl), menjaga harta (hifzh al-mal) dan menjaga aqal
(hifzh al-‟aql). Untuk melestarikan ke lima kebutuhan dharuriyat
tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
1) Dari segi keberadaannya (min nahiyati al-wujud) yaitu dilakukan
dengan cara manjaga dan memelihara hal-hal yang dapat
melanggengkan keberadaannya.
2) Dari segi ketidak-adaannya (min nahiyyati al-„adam) yaitu dilakukan
dengan cara mencegah hal-hal yang menyebabkan ketidakadaannya.5

Tujuan yang bersifat dharuriyat merupakan tujuan utama dalam


pembinaan hukum yang mutlak harus dicapai dan segala tuntutan
(perintah) yang berkaitan dengan hal tersebut bersifat mutlak dan pasti,
serta hukum syara‟ yang berlatar belakang pemenuhan kebutuhan
dharuriyat menjadi wajib. Demikian sebaliknya, larangan yang berkaitan

4
Yosi Aryanti, Hubungan Tingkatan Maslahah Dalam Maqashid Al-Syari’ah. (Bukittinggi), hlm. 49.
5
Ibid. hlm. 50

11
dengan dengan dharuriyat juga tegas dan mutlak dan hukum yang
ditimbulkan menjadi haram (haram dzatiy).

b. Maslahah Hajiyat (sekunder)


Maslahah Hajiyat (sekunder) adalah sesuatu yang sebaiknya ada
agar lebih leluasa melaksanakannya dan terhindar dari kesulitan. Kalau
hal tidak ada, maka ia tidak akan meniadakan, merusak kehidupan atau
menimbulkan kematian hanya saja akan mengakibatkan kesulitan dan
kesempitan (al-masyaqqah wa al-jarah). Tujuan hajiyat jika ditinjau dari
segi petapan hukum dapat dikelompokkan pada tiga bagian:
1) Hal yang disuruh syara‟ melakukan untuk dapat melaksanakan suatu
kewajian secara baik yang disebut sebagai ”muqaddimah wajib”.
Contohnya: membangun sarana pendidikan seperti sekolah sesuatu
yang disuruh oleh agama sebagai tempat menuntut ilmu untuk
meningkatkan kualitas akal. Namun tidak berarti bahwa jika sekolah
tidak ada lantas tidak dapat menuntut ilmu karena masih dapat
dilakukan di luar sekolah, sehingga kebutuhan akan sekolah masuk
sebagai hal yang hajiyat.
2) Hal yang dilarang syara‟ untuk dilakukan guna menghindarkan
pelanggaran pada salah satu unsur dharuryat. Perbuatan zina berada
pada larangan tingkat dharuriyat, namun segala hal yang menjurus
pada terjadinya perzinahan juga dilarang seperti berdua-duaan
dengan lawan jenis, sekalipun tidak secara langsung merusak
keturunan akan tetapi dilarang guna menutup pintu pelanggaran
terhadap larangan yang bersifat dharuriyat.
3) Segala bentuk kemudahan dan keringanan (rukhshah) yang diberikan
karena adanya kesukaran dan kesulitan sebagai pengecualian dari
hukum azimah, sama halnya masalah ibadah (kebolehan meng-
qashar dan menjama‟ shalat; bolehnya berbuka puasa pada siang hari
ramadhan bagi yang musafir atau sakit); masalah masalah muamalat
(ijarah (sewa menyewa, jual salam; transaksi mudharabah dsb).6

6
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 2, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 214.

12
c. Maslahah Tahsiniyat

Maslahah Tahsiniyat adalah sesuatu yang sebaiknya ada untuk


memperindah kehidupan, namun jika tidak terpenuhi, kehidupan tidak
akan rusak dan juga tidak akan menimbulkan kesulitan, hanya saja dinilai
kurang pantas dan tidak layak menurut ukuran tata-krama dan
kesopanan.7

Tujuan syariah pada tingkatan tahsiniyat menurut asalnya tidak


menimbulkan hukum wajib pada perbuatan yang diperintahkan untuk
dilakukan dan juga tidak menimbulkan hukum haram pada perbuatan
yang dilarang untuk dilakukan, akan tetapi hanya menimbulkan hukum
sunnat bagi yang melakukan dan hukum makruh bagi yang mengabaikan.

Maslahah Tahsiniyat berlaku pada bidang ibadah (berbersih diri


dan berpakaian rapi pada waktu ingin mengerjakan shalat dan mau ke
masjid), pada bidang muamalat (jual beli syuf‟ah) pada bidang adat
kebiasaan (makan dan minum dengan tangan kanan) dsb.

7
Ibid.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Maslahah merupakan salah satu metode analisa yang dipakai oleh
ulama ushul dalam menetapkan hukum (istinbat) yang persoalannya tidak
diatur secara eksplisit dalam al-Qur'an dan al-Hadis. Hanya saja metode ini
lebih menekankan pada aspek maslahat secara langsung.

Pembagian maslahah berdasarkan sektor kehidupan manusia (al-


kulliyatul al-khamsah) ada lima prinsip dasar hukum Islam yaitu menjaga
agama (hifzhu al-din), menjaga jiwa (hifzhu al-nafs), menjaga akal (hifzhu al-
„Aql), menjaga keturunan (hifzhu al-nasl), dan menjaga harta (hifzhu al-mal).
Diman dapat dijaga dengan 2 cara, yaitu :

1. min nahiyati al-wujud, yaitu dengan cara memelihara dan menjaga sesuatu
yang dapat mempertahankan keberadaannya.
2. min nahiyati al-„adam, yaitu dengan cara mencegah sesuatu yang
menyebabkan ketiadaannya.

Sedangkan pembagian maslahah berdasarkan tingkat kepentingan yaitu:


Maslahah Dharuriyat (primer), Maslahah Hajiyat (sekunder), Maslahah
Tahsiniyat.

14
DAFTAR PUSTAKA

Aryanti, Yosi, Hubungan Tingkatan Maslahah Dalam Maqashid Al-Syari‟ah.


(Bukittinggi).
Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh, Jilid 2, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1999).
Umar, M.Hasbi, Nalar Fiqh Kontemporer (Cet. I; Jakarta: Gaung Persada Press,
2007).
Uvnan, Suparman, Hukum Islam, Asas-Asas dan Pengantar, Studi Hukum Islam
dalam Tata Hukum Indonesia (Cet. I ; Jakarta : Gaya Media Pratama,
2001).

15

Anda mungkin juga menyukai