Anda di halaman 1dari 12

MAQASHID AL-SYARIAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

USHUL FIQH

Tim Penyusun:

Nurul Ilmiyah Al Makrufah 06020120045

Dosen Pengampu:

Dr. H. Al Qudus Nofiandri Eko Sucipto Djiwo, Lc. M.Hi.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Atas limpahan rahmat, taufik,
hidayah, dan inayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini
dalam bentuk yang sederhana dan masih banyak kekurangannya. Shalawat dan
salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad
SAW., karena perjuangan beliau dan para sahabatnya yang membantu dakwahnya
sehingga kita dapat menikmati dan merasakan nikmatnya iman dan Islam juga
mendapatkan ilmu-ilmu darinya.
Sebagai penyusun, tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr.
H. Al Qudus Nofiandri Eko Sucipto Djiwo, Lc. M.Hi., selaku dosen mata kuliah
Ushul Fiqh yang telah memberikan ilmu, bimbingan serta arahannya sehingga
penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Maqashid Al-Syariah”.
Dan tidak lupa juga penyusun ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak
yang membantu terutama kepada orang tua yang sudah memberikan doa dan
restunya kepada kami hingga terselesaikannya makalah ini. Tim penyusun
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari seluruh
pihak, khususnya dari dosen Ushul Fiqh guna menjadi acuan dan pengalaman tim
penyusun untuk menjadi lebih baik ke depannya.

Sidoarjo, 16 November 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii
PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1
A. Latar belakang .................................................................................................. 1
B. Rumusan masalah ............................................................................................ 2
C. Tujuan masalah ................................................................................................ 2
BAB II ......................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN......................................................................................................... 3
A. Definisi Maqashid Al-Syariah ........................................................................ 3
B. Kehujjahan Maqashid Al-Syariah................................................................... 3
C. Contoh penerapan Maqashid Al-Syariah. ...................................................... 5
BAB III ........................................................................................................................ 8
PENUTUP................................................................................................................... 8
A. Kesimpulan....................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 9

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Allah SWT menurunkan aturan dan hukum melalui washilah Nabi
Muhammad SAW untuk manusia sebagai pegangan dalam kehidupan di
dunia. Tata aturan dan hukum ini bermaksud agar manusia mendapat
kebaikan atau maslahah. Hukum Islam bersumber dari Wahyu Tuhan yang
terdapat dalam al-Qur’an dan sunnah Rasulullah yang diyakini untuk
mencapai kemaslahatan manusia. Apabila sebuah hukum tidak menciptakan
kemaslahatan bagi manusia, maka perlu adanya tinjauan kembali terhadap
hukum tersebut dan dibuatkan sebuah hukum baru yang lebih maslahah
dengan tidak menafikan ajaran-ajaran prinsipil agama,1 dan tidak
bertentangan dengan Nash.
Maslahah sebagai persyariatan berkedudukan terdepan dalam
penetapan hukum Islam yang membawa kebaikan yang bersumber pada dua
kaidah dasar yakni memberikan manfaat dan menolak akan bahaya.
Berawal dari Islam datang hingga masa kontemporer banyak tokoh ulama
yang mencurahkan gagasan, pemikiran dan kontribusinya untuk
perkembangan hukum Islam. Maqashid Syari’ah.
Kajian terhadap Maqashid al-Syariah itu sangat penting dalam
upaya istibath hukum, karena Maqashid al-Syariah bisa menjadi landasan
penetapan hukum. Pertimbangan ini menjadi suatu keharusan bagi masalah-
masalah yang tidak ditemukan ketegasannya dalam Nash. Islam diturunkan
ke bumi dilengkapi dengan jalan kehidupan yang baik (syari’ah) yang
diperuntukkan untuk manusia. Berupa nilai-nilai agama yang diungkapkan
secara fungsional dan dalam makna yang konteks yang ditujuan untuk
mengarahkan kehidupan manusia, baik secara individual maupun secara
social (kolekti kemasyarakatan).

1
Muhammad Roy Purwanto, Teori Hukum Islam dan Multikulturalisme (Jombang: Pustaka
Tebuireng, 2016), 1.

1
Pembicaraan tentang tujuan pembinaan hukum Islam atau maqasid
syari’ah merupakan pembahasan penting dalam hukum Islam yang tidak
luput dari perhatian ulama’ serta pakar hukum Islam. Bila diteliti perintah
dan larangan Allah dalam Al-Qur’an, begitu pula perintah dan larangan
Nabi dalam sunnah yang terumuskan dalam fiqh, akan terlihat bahwa
semuanya mempunyain tujuan tertentu dan tidak ada yang sia-sia.
Semuanya mempunyai kemaslahatan bagi umat manusia. Pada pembahasan
kali ini penulis akan membahas tentang definisi Maqashid Syariah,
kehujjahan Maqashid Syariah, dan contoh penerapan dari Maqashid
Syariah.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis menemukan sebuah
rumusan masalah seperti berikut:
1. Apa definisi Maqashid Al-Syariah?
2. Apa kehujjahan Maqashid Al-Syariah?
3. Bagaimana contoh penerapan Maqashid Al-syariah?
C. Tujuan masalah
Berangkat dari rumusan masalah yang telah disebutkan diatas, maka
tujuan dari pembuatan makalah ini ialah:
1. Untuk mengetahui definisi Maqashid Al-Syariah
2. Untuk mengetahui kehujjahan Maqasid Al-Syariah
3. Unruk mengethaui contoh penerapan Maqashid Al-syariah

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Definisi Maqashid Al-Syariah
Maqashid Syariah menurut bahasa terdiri dari dua kata, yaitu
Maqashid dan Syariah. Dalam al-Qamus al-Mubin Iṣtilahat al-Uṣuliyyin,
Maqaṣid adalah hal-hal yang berkaitan dengan maslahah dan kerusakan di
dalamnya, Sedangkan syariah secara bahasa adalah jalan menuju sumber
mata air. Kata asy-syariah dalam kamus Munawir diartikan peraturan,
undang- undang, atau hukum.
Dijelaskan oleh Imam as-Syatibi bahwa syari’at bertujuan
mewujudkan kemaslahatan hidup manusia di dunia maupun di akhirat.
Untuk mewujudkan kemaslahatan tersebut harus dengan adanya bukti-bukti
atau dalil-dalil yang jelas. Ada juga yang memahami maqasid sebagai lima
prinsip Islam yang asas yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan dan
harta. Di satu sudut yang lain, ada juga ulama klasik yang menganggap
maqasid itu sebagai logika pensyariatan sesuatu hukum. Maqasid Syari’ah
berarti tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam merumuskan hukum-hukum
Islam. Tujuan itu dapat ditelusuri dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan Sunnah
Rasulullah sebagai alasan logis bagi rumusan suatu hukum yang
berorientasi kepada kemaslahatan umat manusia.2
Mengacu pada definisi-definisi diatas, bisa disimpulkan bahwa,
“Maqasid syariah ialah segenap tujuan dari hukum-hukum yang
disyari’atkan Allah SWT terhadap hamba-Nya, yang tidak lain untuk
sebuah kemaslahatan.”
B. Kehujjahan Maqashid Al-Syariah.
Sifat dasar dari Maqashid Syari’ah adalah pasti (qat’i), kepastian di
sini merujuk pada otoritas Maqashid Syari’ah itu sendiri. Sebagai contoh
apabila syariat memberi panduan mengenai tata cara menjalankan aktivitas
ekonomi, dengan menegaskan bahwa mencari keuntungan melalui praktek
riba tidak dibenarkan, dapat dipastikan dalam hal tersebut disebabkan

2
Satria Effendi, Ushul Fiqh (Jakarta: Prenadamedia Group, 2005), 233.

3
adanya unsur kezaliman sosial-ekonomi, terutama bagi pihak lemah yang
selalu dirugikan.3
Semua perintah dan larangan Allah dalam al-Qur'an dan sunnah
mempunyai tujuan tertentu dan tidak ada yang sia-sia. Semuanya
mempunyai hikmah dan tujuan, yaitu sebagai rahmat bagi umat manusia,
hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT. di dalam QS. al-Anbiyaa' 21:
107
ََ ْ‫ِّّل َر ْح َمةَ ِّللْ ٰعلَ ِّمي‬
‫ن‬ ََ ‫سلْ ٰنكََ ا‬
َ ‫َو َماَ اَ ْر‬
“Dan tidaklah Kami mengutusmu, kecuali menjadi rahmat
bagi seluruh alam”. (QS. al-Anbiyaa' 21: 107)

Berdasarkan ayat tersebut Allah SWT. memberitahukan bahwa


Allah SWT. menjadikan Muhammad SAW. sebagai rahmat bagi alam
semesta. Berbahagialah di dunia dan di akhirat mereka yang menerima
rahmat tersebut dan mensyukurinya, sedangkan yang menolak dan
mengingkarinya merugi di dunia dan di akhirat. Rahmat untuk seluruh alam
dalam ayat di atas diartikan dengan kemaslahatan umat. Sedangkan, secara
sederhana maslahat dapat diartikan sebagai sesuatu yang baik dan dapat
diterima oleh akal yang sehat, diterima akal mengandung pengertian bahwa
akal dapat mengetahui dan memahami motif di balik penetapan suatu
hukum, yaitu karena mengandung kemaslahatan untuk manusia, baik
dijelaskan sendiri alasannya oleh Allah atau dengan jalan rasionalisasi.4
Salah satu dalil tentang kemaslahatan Maqashid Syariah yang dijelaskan
secara langsung oleh Allah swt. terdapat dalam QS. al-'Ankabut 29: 45.
‫ن‬
َِّ ‫ع‬ َٰ ‫ص ََلَةَ تَنْ َه‬
َ ‫ى‬ َ ‫ن ال‬ ََ ِّ‫ََ إ‬
ََ‫ص ََلة‬َ ‫ب َوأَقِّ َِّم ال‬ َِّ ‫ن الْ ِّكتَا‬ََ ‫ي إِّلَيْكََ ِّم‬ ََ ‫وح‬ ِّ ُ‫ل َما أ‬ َُ ْ‫ات‬
‫ن‬
ََ ‫صنَ ُعو‬ ََُ ‫ّللا أَ ْك َب َُرَۗ َو‬
ْ َ‫ّللا َيعْ َل َُم َما ت‬ َِّ ‫ا ْلفَ ْحشَا َِّء َوا ْل ُم ْنك‬
ََِّ ‫َرَۗ َو َل ِّذ ْك َُر‬
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al
Kitab dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih
besar . Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. al-
'Ankabut 29: 45).

3
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2008), 248.
4
Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, Maqashid Syariah (Jakarta: Amzah, 2007), 1.

4
Ayat tersebut di atas menjelaskan bahwa shalat mengandung dua
hikmah, yaitu sebagai pencegah diri dari perbuatan keji dan perbuatan
mungkar. Shalat sebagai pengekang diri dari kebiasaan melakukan kedua
perbuatan tersebut dan mendorong pelakunya dapat menghindarinya.
Dengan demikian eksistensi fungsi Maqashid asy-Syari’ah pada
setiap ketentuan hukum syariat menjadi hal yang tidak terbantahkan. Jika ia
berupa perbuatan wajib maka pasti ada manfaat yang terkandung di
dalamnya. Sebaliknya, jika ia berupa perbuatan yang dilarang maka sudah
pasti ada kemudaratan yang harus dihindari.5
Al-Ghazali mengajukan Maqashid Syari’ah ini dengan membatasi
pemeliharan syariah pada lima unsur utama yaitu; agama, jiwa, akal,
keturunan, dan harta benda. Pernyataan yang hampir sama juga
dikemukakan oleh al-Syatibi dengan menyatakan bahwa maslahat adalah
memelihara kelima aspek utama seperti yang dikemukakan oleh al-Ghazali.
Dengan sebuah anggapan bahwa kelima pilar utama tersebut bersifat suci,
mulia, yang harus dilindungi dan dipelihara. Selain dari pada itu, Maqashid
Syari’ah merupakan Kulliyatus Syari’ah yang pasti. Kelima unsur tersebut
tidak hanya tersarikan dari hukum-hukum ‘amaliyah praktis saja, akan
tetapi lebih dari itu ia merupakan makna terdalam dan intisari semua hukum,
dalil-dalil isi kandungan al-Qur’an dan al-Hadis.
C. Contoh penerapan Maqashid Al-Syariah.
Adapaun beberapa contoh Maqashid Syariah dalam kehidupan kita
ialah, antara lain.6
1. Sertfikasi Halal MUI
Dalam ajaran Islam, umat Islam diharuskan untuk mengkonsumsi
produk halal. Keharusan ini ditegaskan dalam al-Qur’an surat al-
Baqarah ayat 168.

5
Saifudin Zuhri, Ushul Fiqih Akal Sebagai Sumber Hukum Islam (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2009), 12.
6
Yusuf Al-Qardawi, Fiqih Maqashid Syariah (Jakarta : Pustka Al-Kaustar. 2007), 23.

5
َِّ ‫ّل تَتَ ِّب ُع ْوا ُخطُ ٰو‬
‫ت‬ َ َ‫ض َح ٰلَل‬
ََ ‫ط ِّيباَ َو‬ َ ْ ‫َوَا ِّم َمَا ِّفى‬
َ ِّ ‫اّل ْر‬ ْ ُ‫اس كُل‬
َُ َ‫ٰياَيُّ َهَا الن‬
‫ْن‬
َ ‫عد َُو ُّمبِّي‬ َِّ ۗ ‫الشَي ْٰط‬
َ ‫ن اِّنَ َه لَكُ َْم‬
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik
dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu
adalah musuh yang nyata bagimu”. (QS. al-Baqarah ayat 168).

Perintah ini dikaitkan dengan arti makanan itu sendiri bagi


manusia, yakni membentuk keturunan yang sehat tidak hanya jasmani
tapi juga rohani. Maka MUI mengeluarkan fatwa tentang sertifikasi
halal guna melindungi umat Islam dari makanan, minuman dan obat-
obatan serta kosmetik yang tidak halal dikonsumsikan atau dipakai.
Dalam konteks inilah upaya sertifikasi halal bagi suatu produk terkait
dengan Maqashid Syari’ah yang muatan intinya adalah kemaslahatan
umat manusia.
Disamping itu pula, sertifikasi halal bagi suatu produk diperlukan
karena bagi Islam keharaman suatu makanan tidak semata tergantung
dari ‘illah yang dapat dijadikan sebagai salah satu sebab pengharaman.
Artinya, suatu makanan sering pula dilihat secara ta’abbudi (kepatuhan
terhadap Tuhan). Sebagai contoh, pengharaman memakan daging babi
atau makanan yang mengandung lemak babi. Walaupun sudah dapat
dipastikan bahwa makanan tersebut terbebas dari cacing pita yang dapat
merusak kesehatan manusia, namun tidak merubah hukumnya menjadi
halal.
2. Intervensi Harga Oleh Pemerintah Pada Saat Distorsi Pasar
Distorsi Pasaran adalah suatu fakta yang terjadi di lapangan
(mekanisme pasar), yang mana fakta tersebut tidak sesuai dengan teori-
teori yang seharusnya terjadi di dalam sebuah mekanisme pasar.
(Seperti; rekayasa penawaran (ikhtikar/monopoli/penimbunan) dan
rekayasa permintaan (ba’I najasy), tadlis (penipuan), ketidak pastian
(taghrir).

6
Ketika distorsi harga terjadi di pasar, Ibnu Taimiyah mengajarkan
bahwa pemerintah boleh campur tangan dalam masalah harga. Secara
tekstual Ibnu Taimiyah melanggar nash Hadist Nabi Muhammad yang
berbunyi, “Telah mengabarkan kepada kami 'Amr bin 'Aun telah
mengabarkan kepada kami Hammad bin Salamah dari Humaid serta
Tsabit dan Qatadah dari Anas, ia berkata; Pernah terjadi krisis pada
masa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, lalu orang-orang berkata;
"Wahai Rasulullah, harga barang-barang telah melonjak, oleh karena itu
tetapkanlah harga untuk kami! " Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Sesungguhnya Allah adalah Pencipta, Dzat yang
membentangkan rizqi serta Pemberi rizqi dan yang menentukan harga.
Sesungguhnya aku berharap dapat bertemu dengan Rabbku, sementara
tidak ada salah seorang dari kalian yang menuntut kezhaliman yang
pernah aku lakukan terhadapnya, baik yang berkaitan dengan darah
maupun harta”.
Akan tetapi dengan pertimbangan kemaslahatan, regulasi
perekonomian bisa berubah dari teks nash kepada konteks nash yang
mengandung maslahah, di mana terjadi situasi yang berbeda dengan
masa Nabi. Maka dari itu Intervensi Harga oleh Pemerintah pada saat
distorsi pasar bisa dilakukan berdasarkan pertimbangan maslahah.

7
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Maqashid Syariah menurut bahasa terdiri dari dua kata, yaitu
Maqashid dan Syariah. Secara bahasa Maqaṣid adalah hal-hal yang
berkaitan dengan maslahah dan kerusakan di dalamnya, Sedangkan syariah
adalah jalan menuju sumber mata air. Maqasid syariah ialah segenap tujuan
dari hukum-hukum yang disyari’atkan Allah SWT terhadap hamba-Nya,
yang tidak lain untuk sebuah kemaslahatan.

Maqashid Syari’ah sifatnya ialah pasti (qat’i). Semua perintah dan


larangan Allah dalam al-Qur'an dan sunnah mempunyai tujuan tertentu dan
tidak ada yang sia-sia. Semuanya mempunyai hikmah dan tujuan.
Berdasarkan QS. al-Anbiyaa' 21: 107, memberitahukan bahwa Allah SWT.
menjadikan Muhammad SAW. sebagai rahmat bagi alam semesta. Rahmat
untuk seluruh alam dalam ayat di atas diartikan dengan kemaslahatan umat.
Salah satu dalil tentang kemaslahatan Maqashid Syariah yang dijelaskan
secara langsung oleh Allah swt. terdapat dalam QS. al-'Ankabut 29: 45.

Adapaun beberapa contoh Maqashid Syariah dalam kehidupan kita


ialah, antara lain: sertifikat halal MUI dan Intervensi Harga Oleh
Pemerintah Pada Saat Distorsi Pasar.

8
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qardawi, Yusuf, Fiqih Maqashid Syariah, Jakarta : Pustka Al-Kaustar. 2007.


Effendi, Satria, Ushul Fiqh, Jakarta: Prenadamedia Group, 2005.

Husain Jauhar, Ahmad Al-Mursi, Maqashid Syariah, Jakarta: Amzah, 2007.

Roy Purwanto, Muhammad, Teori Hukum Islam dan Multikulturalisme, Jombang:


Pustaka Tebuireng, 2016.
Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2008.
Zuhri, Saifudin, Ushul Fiqih Akal Sebagai Sumber Hukum Islam, Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2009.

Anda mungkin juga menyukai