Anda di halaman 1dari 13

SEJARAH LAHIRNYA ARBITRASE SYARIAH DI INDONESIA

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk


Mengikuti Mata Kuliah Arbitrase

OLEH:
KELOMPOK 3

KELAS 5-D

EVA LESTARI 12120222905


MARINI 12120222995
MULKAN 12120222765
PUTRI AYUNI 12120222600

DOSEN PENGAMPU :
HERDIFA PRATAMA, S.H,M.H.

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2023 M/1445 H
KATA PENGANTAR

Segala puji beserta syukur senantiasa selalu kami ucapkan kepada Allah
SWT yang mana telah memberikan nikmat kepada kita semua sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dan kita bisa berdiskusi tentang ilmu yang akan
kita bahas pada saat sekarang ini .Sholawat serta salam tak lupa juga kita
hadiahkan kepada baginda nabi besar kita yaitu nabi Muhammad SAW yang telah
berjuang demi menegakkan kalimat Lailaha’illallah sehingga kita dapat
menikmati suasana islam seperti sekarang ini.
Penulisan makalah ini kmi buat dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata
kuliah ARBITRASE, kami menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini
banyak terdapat kekurangan sehingga kami mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca sekalian khususnya dari dosen mata kuliah ARBITRASE, Bapak Herdifa
Pratama, S.H,M.H.

Pekanbaru, 14 November 2023

Penyusun

PAGE \* MERGEFORMAT i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................i


DAFTAR ISI .........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
A.Latar Belakang .........................................................................................1
B.Rumusan Masalah ....................................................................................2
C.Tujuan ......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................3
A.Sejarah Lahirnya Arbitrase Syariah Di Indonesia....................................3
B.Sejarah Badan Arbitrase Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia.....6
BAB III PENUTUP ..............................................................................................9
A.Kesimpulan ..............................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................10

PAGE \* MERGEFORMAT 10
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Arbitrase dapat disepadankan dengan istilah tahkim. Tahkim berasal dari


kata hakkama, secara etimologis berarti menjadikan seseorang sebagai
pencegah suatu sengketa. Lembaga ini telah dikenal sejak zaman praIslam.
Pada masa itu, meskipun belum terdapat system peradilan yang terorganisir,
setiap ada perselisihan mengenai hak milik waris dan hak-hak lainnya
seringkali diselesaikan melalui bantuan juru damai atau wasit yang ditunjuk
oleh masing-masing pihak yang berselisih.
Sejarah awal badan arbitrase syariah dapat dilihat dari perkembangan
bisnis umat Islam berdasar syari’ah semakin menunjukkan kemajuannya,
maka kebutuhan akan lembaga yang dapat menyelesaikan persengketaan yang
terjadi atau mungkin terjadi dengan perdamaian dan prosesnya secara cepat
merupakan suatu kebutuhan merupakan suatu kebutuhan yang sangat
mendesak. Majelis Ulama Indonesia (MUI) memprakarsai berdirinya BAMUI
dan mulai dioperasionalkan pada tanggal 1 Oktober 1993. Adapun tujuan
dibentuk BAMUI adalah pertama: memberikan penyelesaian yang adil dan
cepat dalam sengketa-sengketa muamalah perdata yang timbul dalam bidang
perdagangan, industri, keuangan, jasa dan lain- lain, kedua: menerima
permintaan yang diajukan oleh para pihak dalam suatu perjanjian tanpa
adanya suatu sengketa untuk memberikan suatu pendapat yang mengikat
mengenai suatu persoalan berkenaan dengan perjanjian tersebut. Syarat utama
untuk menjadi arbiter tunggal atau arbiter majelis diantaranya adalah
beragama Islam yang taat menjalankan agamanya dan tidak terkena larangan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase banyak diminati oleh
para pelaku bisnis, sebab penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase
memiliki kelebihan dibanding lembaga pengadilan yang bersifat formal.

PAGE \* MERGEFORMAT 1
Kelebihan lain lembaga arbitrase diantaranya yaitu proses cepat dan
sederhana, biaya murah, kerahasiaan sengketa terjaga, putusan bersifat
merangkul dan menguntungkan para pihak (win-win solution), serta menjaga
hubungan bisnis para pihak, sehingga dijadikan pilihan oleh pelaku bisnis.
Keberadaan Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)
memiliki keberlakuan yuridis, teoritis, dan filosofis baik dari hukum positif
maupun hukum Islam. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 dan Alquran. BASYARNAS dalam
perkembangannya menjadi lembaga alternatif bagi para pelaku ekonomi
syariah dengan diikuti fatwa dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia dalam berbagai bidang ekonomi syariah, perbankan syariah,
keuangan syariah, dan bisnis syariah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Lahirnya Arbitrase Syariah Di Indonesia?
2. Bagaimana Sejarah Badan Arbitrase Syariah Nasional-Majelis Ulama
Indonesia ?
B. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Sejarah Lahirnya Arbitase Sayariah Di Indonesia
2. Untuk Mengetahui Sejarah Badan Arbitrase Syariah Nasional-Majelis
Ulama Indonesia ?

PAGE \* MERGEFORMAT 10
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Lahirnya Arbitrase Syariah Di Indonesia


Arbitrase dapat disepadankan dengan istilah tahkim. Tahkim berasal dari
kata hakkama, secara etimologis berarti menjadikan seseorang sebagai
pencegah suatu sengketa. Lembaga ini telah dikenal sejak zaman praIslam.
Pada masa itu, meskipun belum terdapat system peradilan yang terorganisir,
setiap ada perselisihan mengenai hak milik waris dan hak-hak lainnya
seringkali diselesaikan melalui bantuan juru damai atau wasit yang ditunjuk
oleh masing-masing pihak yang berselisih.
Sejarah awal badan arbitrase syariah dapat dilihat dari perkembangan
bisnis umat Islam berdasar syari’ah semakin menunjukkan kemajuannya, maka
kebutuhan akan lembaga yang dapat menyelesaikan persengketaan yang terjadi
atau mungkin terjadi dengan perdamaian dan prosesnya secara cepat
merupakan suatu kebutuhan merupakan suatu kebutuhan yang sangat
mendesak. Majelis Ulama Indonesia (MUI) memprakarsai berdirinya BAMUI
dan mulai dioperasionalkan pada tanggal 1 Oktober 1993. Adapun tujuan
dibentuk BAMUI adalah pertama: memberikan penyelesaian yang adil dan
cepat dalam sengketa- sengketa muamalah perdata yang timbul dalam bidang
perdagangan, industri, keuangan, jasa dan lain-lain, kedua: menerima
permintaan yang diajukan oleh para pihak dalam suatu perjanjian tanpa adanya
suatu sengketa untuk memberikan suatu pendapat yang mengikat mengenai
suatu persoalan berkenaan dengan perjanjian tersebut. Syarat utama untuk
menjadi arbiter tunggal atau arbiter majelis diantaranya adalah beragama Islam
yang taat menjalankan agamanya dan tidak terkena larangan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.1
Gagasan berdirinya lembaga arbitrase syariah di Indonesia, diawali
dengan bertemunya para pakar, cendekiawan muslim, praktisi hukum, para

1
Ahmad Khotibul Umam, Hukum Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Indonesia,
Risalah Jurnal Pendidikan dan Studi Islam, Vol. 1, No. 1, Desember 2016, Hal. 13

PAGE \* MERGEFORMAT 10
kyai dan ulama untuk bertukar pikiran tentang pentingnya lembaga arbitrase di
Indonesia. Pertemuan ini dimotori Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia
(MUI) pada tanggal 22 April 1992. Setelah mengadakan beberapa kali rapat
dan beberapa kali penyempurnaan terhadap rancangan struktur organisasi dan
prosedur beracara akhirnya pada tanggal 23 Oktober 1993 telah diresmikan
Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI), sekarang telah berganti nama
menjadi BASYARNAS yang diputuskan dalam Rakernas MUI tahun 2002.
Perubahan bentuk dan pengurus BAMUI dituangkan dalam SK MUI No kep-
09/MUI/XII/2003 tanggal 24 Desember 2003 sebagai lembaga arbiter yang
menangani penyelesaian sengketa ekonomi syariah di bidang perbankan syariah
dengan nasabahnya. Beberapa faktor yang melatarbelakangi berdirinya
lembaga arbitrase berdasarkan syariat Islam adalah semakin maraknya
kesadaran dan keinginan umat terhadap pelaksanaan hukum Islam, disamping
juga karena faktor pertumbuhan dan perkembangan lembaga-lembaga
keuangan syariah yang semakin pesat di Indonesia, khususnya sejak berdirinya
Bank Muamalat Indonesia tahun 1992.
Pada akhirnya peresmian Badan arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI)
dilangsungkan pada tanggal 21 oktober 1993. Nama yang diberikan pada saat
diresmikan adalah BAMUI. Peresmiannya ditandai dengan penandatanganan
akta notaris oleh dewan pendiri, yaitu Dewan Pimpinan Majelis Ulama (MUI)
pusat yang diwakili K.H. Hasan Basri dan H.S. Projokusumo, masing-masing
sebagai ketua umum dan sekretaris umum Dewan Pimpinan MUI. Sebagai
saksi yang ikut menandatangani akta notaris masing-masing H.M. Soejono
dan H. Zainulbahar Noor, S.E. (Dirut. Bank Muamalat Indonesia) saat itu.
Kemudian selama kurang lebih 10 tahun BAMUI menjalankan perannya
dengan pertimbangan yang ada bahwa anggota pembina dan pengurus BAMUI
sudah banyak yang meninggal dunia, juga bentuk badan hukum yayasan
sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 16 tahun 2001 tentang
yayasan yang sudah tidak sesuai dengan kedudukan BAMUI tersebut. Dalam
salinan akta notaris nomor 15 tanggal 29 Januari 2004 menyatakan bahwa
keputusan rapat Dewan Pimpinan Majelis Ulama (MUI) Nomor : Kep

PAGE \* MERGEFORMAT 10
09/MUI/XII/2003 tanggal 24 Desember 2003 nama BAMUI diubah menjadi
BASYARNAS yang sebelumnya direkomendasikan dari hasil RAKERNAS
MUI pada tanggal 23- 26 Desember 2002, sehingga nama BASYARNAS
menjadi badan yang berada dibawah MUI dan merupakan perangkat organisasi
MUI. BASYARNAS berdiri secara otonom sebagai salah satu instrumen
hukum yang menyelesaikan perselisihan para pihak, baik yang datang dalam
bidang ekonomi syariah maupun pihak lain yang memerlukannya. Bahkan, dari
kalangan nonmuslim pun dapat memanfaatkan BASYARNAS selama yang
bersangkutan mempercayai kredibilitasnya dalam menyelesaikan sengketa.2
Putusan BAMUI bersifat final dan mengikat bagi para pihak yang
bersengketa dan wajib mentaati keputusan tersebut, para pihak harus segera
mentaati dan memenuhi pelaksanaannya. Apabila ada para pihak yang tidak
melaksanakan itu secara suka rela, maka putusan itu dijalankan menurut
ketentuan yang diatur dalam pasal 637 dan 639 Rv, yakni Pengadilan Negeri
memiliki peranan yang penting dalam memberikan exequatur bagi putusan
arbitrase. Oleh karena itu, BAMUI harus menyesuaikan diri dengan tata hukum
yang ada, khususnya jangkauan kewenangannya, karena sengketa yang diputus
oleh BAMUI itu bukanlah perkara yang didalamnya termuat campur tangan
pemerintah atau bukan masalah-masalah yang berhubungan dengan Wakaf dan
Hibah sebagaimana tersebut dalam 616 Rv, yang pada perkara ini ada
Pengadilan yang mengurusnya. Mengingat bahwa tidak semua masalah dapat
dieksekusi oleh Pengadilan, maka BAMUI membatasi kewenangannya hanya
pada penyelesaian sengketa yang timbul dalam hubungannya dengan
perdagangan, industri, keuangan dan jasa yang dikelola secara Islami. Supaya
putusan arbitrase BAMUI ini dapat diterima dengan baik oleh pihak-pihak
yang bersengketa, maka arbiter harus dapat menjatuhkan putusan yang adil dan
tepat bagi pihak yang bersengketa.
Badan Arbitrase syariah Nasional (BASYARANAS) sesuai dengan
pedoman dasar yang di tetapkan oleh MUI adalah lembaga Hakam yang bebas
otonom dan independen tidak boleh di campuri kekuasaan oleh pihak-pihak
2
Tri Setiady, Arbitrase Islam dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif, Fiat Justitia Ilmu
Hukum, Vol. 9, No. 3, Juli-September 2015, Hal. 343-344.

PAGE \* MERGEFORMAT 10
manapun. BASYARNAS adalah perangkat organisasi MUI sebagaimana DSN
(Dewan Syariah Nasional), LPPO (Lembaga Pengkajian pengawasan Obat-
obatan dan makanan), YDDP (Yayasan Dana Dakwah Pembangunan).3

B. Sejarah Badan Arbitrase Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia

Inisiatif pembentukan badan arbitrase syariah yang saat ini dikenal


dengan Basyarnas – MUI, bermula dari Rapat Kerja Nasional (Rakernas) MUI
tahun 1992. Pada Forum Rakernas tersebut Hartono Marjono, SH, ditugasi
menyampaikan makalah tentang konsep arbitrase berdasarkan syari’at Islam
yang kemudian mendapat sambutan baik dari kalangan peserta dan kemudian
direkomendasikan untuk ditindaklanjuti oleh MUI. Sambutan yang penuh
antusiasme ini juga dilatarbelakangi oleh telah berdirinya Bank Muamalat
Indonesia (BMI) pada tahun 1992 serta Bank Perkreditan Rakyat Syariah yang
menerapkan praktik bagi hasil sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1992.
Sebagai tindaklanjut, Pada tanggal 22 April 1992 Dewan Pimpinan MUI
mengundang praktisi hukum termasuk kalangan perguruan tinggi guna bertukar
pikiran tentang perlu tidaknya dibentuk badan arbitrase Syariah. Sementara
Pada pertemuan tanggal 2 Mei 1992, diundang bank muamalat Indonesia untuk
memberi masukan terkait rencana pembentukan badan arbitrase syariah.
Sebagai tindaklanjut dua kali pertemuan tersebut, berdasarkan Surat
Keputusan. No. Kep.392/MUI/V/1992, tanggal 4 mei 1992, Dewan Pimpinan
MUI membentuk kelompok kerja dalam rangka persiapan pembentukan badan
arbitrase syariah. Kelompok kerja dibagi menjadi 2 (dua) bagian; Pertama,
bagian narasumber yang terdiri dari; Prof. KH. Ali Yafie, Prof KH. Ibrahim
Husen, LML, H. Andi Lolo Tonang, S.H, H. Hartono Mardjono, S.H, dan
Jimly Asshiddiqie, SH,MH. Kedua, Panitia Tehnis yang terdiri dari; Abdul
Rahman Saleh, SH, Erman Rajagukguk, SH, LLM, Ph.D, Hidayat Achyar, SH,
Dr. Satria Effendi, M.Zen, Dr. Abdul Gani Abdullah, SH, Yudo Paripurno, SH,

3
Ahmad Khotibul Umam, Hukum Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Indonesia,
Risalah Jurnal Pendidikan dan Studi Islam, Vol. 1, No. 1, Desember 2016, Hal. 14-15.

PAGE \* MERGEFORMAT 10
Drs. H. Syaidus Syahar, SH, H.A Zen Umar Purba, SH, Drs. KH. Ma’ruf
Amin, H.M. Isa Anshary, MA, Drs. Ahmad Dimyati.
Hasil kajian kelompok kerja tersebut kemudian dibahas dalam forum
seminar dan rapat komisi pada acara Rakernas MUI tanggal 24-27 November
1992. Hasilnya rapat pleno Rakernas MUI menyepakati dan menyarankan agar
Majelis Ulama Indonesia segera merealisasikan pendirian Badan Arbitrase
Mu’amalat. Sebagai tindaklanjutnya, pada tanggal 29 Desember 1992, rapat
Dewan pengurus MUI menyepakati dibentuk panitia persiapan peresmian
Badan Arbitrase Muamalat Indonesia yang dituangkan dalam SK No.
08/MUI/I/1993, tanggal 4 Januari 1993.
Akta Pendirian Badan Arbitrase Syariah Nasional (BAMUI), sebagai
Yayasan, dilaksanakan pada tanggal 05 Jumadil Awal 1441 H, bertepatan
dengan tanggal 21 Oktober 1993 dihadapan Ny Lely Roostiati Yudo Paripurno,
SH. Akta Notaris dengan nomor 175 ditandatangani oleh KH Hasan Basri
(Ketua Umum MUI) dan HS. Prodjokusumo (Sekretaris Umum MUI),
disaksikan oleh H.M. Soedjono (Ketua MUI) dan H. Zainulbahar Noor, SE
(Dirut Bank Mu’amalat Indonesia).
Dewan pengurus Bamui untuk pertama kali terdiri dari; H. Hartono
Mardjono, S.H [Ketua], Abdul Rahman Saleh, SH (wakil ketua), Dr. Satria
Effendi, M.Zen (wakil ketua), Hidayat Achyar, SH (sekretaris), Drs. Ahmad
Dimyati (wakil sekretaris), Yudo Paripurno, SH (bendahara), Drs. HM. Sofyan,
SH (bendahara). sedangkan anggota terdiri dari; Dr. Abdul Gani Abdullah, SH,
Erman Rajagukguk, SH,LL.M, Ph.D., Dr. H. Said Agil Munawar, LC, MA, H.
Hartono Mardjono, SH., H.A Zen Umar Purba, SH., Dr. H. A. Wahib
Mu’thi,MA, H.M. Isa Anshary, MA., Achmad Djauhari, SH.
Sementara, mereka yang diangkat menjadi arbiter tetap pertama kali
adalah; Abdul Rahman Saleh, SH, Dr. Abdul Gani Abdullah, SH., Dr. H. Said
Agil Munawar, LC, MA., Ir. H. Abdul Azis Kuntoadji, Achmad Djauhari, SH,
Hidayat Achyar, SH., H. Amiroeddin Noer, SH, Bahauddin Darus, SE., Ir. Drs.
Benny Bintang, Prof KH. Ibrahim Husen, LML., H.M. Isa Anshary, MA.,.,
Drs. H. Karnaen Perwataatmaja, MPA., Prof.Dr. Mariam Darus Badruzzaman,

PAGE \* MERGEFORMAT 10
Dr. Satria Effendi, M.Zen., Dr. Amir Radjab Batubara, Prof. Mardjono
Reksodiputro SH, MA, Ir. Masaji Ahmad Mas’oed Lutfi, H. Mohammad
Assegaf, SH., Prof. H. Mohammad Daud ALi, SH, Dr. H.M. Tahir Azhari,
SH., H. Nur Syamsi, SH., Prof. Mr. Roeslan Saleh, SH., Dr. Ir. Sri Bintang
Pamungkas, Prof. Dr. Hj. Zakiyah Darajat,dan lain-lain
Dalam perkembangannya BAMUI berubah nama menjadi Badan arbitrase
Syariah Nasional (BASYARNAS), yaitu berdasarkan keputuskan Rakernas
MUI tahun 2002. Perubahan nama, bentuk dan pengurus BAMUI dituangkan
dalam SK MUI No. Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal 30 Syawal 1424 H.
bertepatan tanggal 24 Desember 2003 M., ditandatangani Ketua umum MUI,
Dr. KH. MA. Sahal Mahfudh dan Sekretaris Umum, Prof. Dr. H.M. Din
Syamsuddin.. Isi SK MUI No. Kep-09/MUI/XII/2003:
1. Mengubah nama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) menjadi
Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas).
2. Mengubah bentuk badan hukum BAMUI dari Yayasan menjadi di bawah
MUI dan merupakan perangkat organisasi MUI.
3. Dalam melaksanakan tugas dan funsginya sebagai Lembaga hakam Badan
Arbitrase Syariah Nasional bersifat otonom dan independent.
4. Mengesahkan pedoman dasar Badan Arbitrase Syariah Nasional.
5. Mengangkat Pengurus Badan Arbitrase Syariah Nasional periode 2000-2005
6. Periode/masa bakti Badan Arbitrase Syariah Nasional adalah mengikuti
periode kepengurusan MUI.

BAB III

PAGE \* MERGEFORMAT 10
PENUTUP

A. Kesimpulan

Sejarah awal badan arbitrase syariah dapat dilihat dari perkembangan


bisnis umat Islam berdasar syari’ah semakin menunjukkan kemajuannya, maka
kebutuhan akan lembaga yang dapat menyelesaikan persengketaan yang terjadi
atau mungkin terjadi dengan perdamaian dan prosesnya secara cepat merupakan
suatu kebutuhan merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak. Majelis
Ulama Indonesia (MUI) memprakarsai berdirinya BAMUI dan mulai
dioperasionalkan pada tanggal 1 Oktober 1993. Sementara Pada pertemuan
tanggal 2 Mei 1992, diundang bank muamalat Indonesia untuk memberi masukan
terkait rencana pembentukan badan arbitrase syariah. Sebagai tindaklanjut dua
kali pertemuan tersebut, berdasarkan Surat Keputusan. No. Kep.392/MUI/V/1992,
tanggal 4 mei 1992, Dewan Pimpinan MUI membentuk kelompok kerja dalam
rangka persiapan pembentukan badan arbitrase syariah.

PAGE \* MERGEFORMAT 10
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Khotibul Umam, Hukum Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Indonesia, Risalah
Jurnal Pendidikan dan Studi Islam, Vol. 1, No. 1, Desember 2016.
Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Indonesia, Risalah Jurnal Pendidikan dan Studi
Islam, Vol. 1, No. 1, Desember 2016.
Tri Setiady, Arbitrase Islam dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif, Fiat Justitia Ilmu Hukum,
Vol. 9, No. 3, Juli-September 2015.

PAGE \* MERGEFORMAT 10

Anda mungkin juga menyukai