Dosen Pengampu
1. Ismawati
2. Siti Chofifah R 11822055
3. Muhammad Andi Gusriyansah
FAKULTAS SYARIAH
PONTIANAK
2021
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, dengan
ini kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah kami berjudul
“PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH” ini.
Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan
bantuan dari banyak pihak, sehingga d apat memperlancar proses pembuatan makalah ini. Oleh
sebab itu, kami juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak
Rasiam, S.E.I, M.A selaku dosen pengampu dari mata kuliah Hukum Ekonomi Syariah yang
telah memberikan tugas ini dan kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………..
DAFTAR ISI………………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………….
1. Latar belakang………………………………………………………………
2. Rumusan masalah…………………………………………………………..
3. Tujuan………………………………………………………………………
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………..
A. Kesimpulan…………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah ?
2. Apa Yang dimaksud Litigasi ?
3. Apa Yang Dimaksud Nonlitigasi ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah.
2. Untuk Mengetahui Litigasi.
3. Untuk Mengetahui Nonlitigasi.
BAB II
PEMBAHASAN
Kata “Sengketa” menurut bahasa Inggris adalah disebut dengan “conflict” dan “dispute”,
keduanya mengandung pengertian tentang adanya perselesihan atau percekcokan atau
perbedaan kepentingan antara dua pihak atau lebih. Kata “conflict” sudah diserap ke dalam
bahasa Indonesia manjadi “konflik”, sedangkan dispute dapat diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia menjadi “Sengketa”.1
Sengketa adalah konflik, secara bahasa kedua kata tersebut mengandung arti suatu
peristiwa yang menggambarkan tentang adanya perbedaan atau benturan kepentingan antara
dua pihak atau lebih. Konflik adalah keadaan dimana apabila dua pihak atau lebih
dihadapkan pada perbedaan kepentingan berkembang menjadi sebuah sengketa (wanprestasi)
apabila pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak puas atau keprihatinannya,
baik secara langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian atau kepada
pihak lain. Dasar dari sebuah ekonomi adalah merupakan kegiatan yang tidak terlepas dari
harta dan benda. Dikatakan kegiatan ekonomi apabila ada sebuah transaksi ekonomi antara
satu pihak dengan pihak yang lain, yang terkadang transaksi tersebut menimbulkan sebuah
sengketa.2
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 Pasal 49 huruf (i) dimana pasal dan
isinya tidak dirubah dalam Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan
Kedua Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, dalam Undang-
Undang tersebut disebutkan bahwa Peradilan Agama bertugas dan berwenang mengadili dan
menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dalam
bidang ekonomi syariah, diantaranya : Bank Syariah, Lembaga Keuangan Mikro syariah,
Asuransi Syariah, Reasuransi Syariah, Reksadana syariah, Obligasi syariah dan surat
berharga berjangka menengah syariah, Sekuritas Syariah, Pembiayaan syariah, Pegadaian
1
Mujahidin Ahmad, 2010, Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah, Bogor: Ghalia Indonesia, hal 46
2
Muh Nasikhin, Perbankan Syariah Dan Sistem Penyelesaian Sengketanya (Kuala Tunggal: Fatawa, 2010).
Syariah, Dana Pensiun Lembaga Keuangan Syariah, dan Bisnis Syariah. Dan Sengketa
Ekonomi Syariah.3
Selama ini sengketa yang terjadi dalam praktek ekonomi syariah diselesaikan melalui
lembaga arbitrase atau lewat lembaga peradilan lainnya. Dalam penyelesaian melalui
lembaga arbitrase harus ada persetujuan antara kedua belah pihak yang bersengketa, jika
salah satu pihak tidak setuju dengan jalur tersebut maka tidak bisa dibawa ke badan arbitrase.
Akan tetapi ketika permasalahan sengketa Perbankan Syariah tersebut diselesaikan melalui
lingkungan Peradilan Umum kurang tepat, karena Peradilan umum tidak menggunakan
prinsip syariah sebagai dasar hukum dalam penyelesaian sengketa melainkan dengan hukum
perdata barat.
Pasal 1 ayat 1.
Dengan demikian sengketa ekonomi syariah adalah merupakan suatu pertentangan antara
satu pihak atau lebih pelaku kegiatan ekonomi, dimana kegiatan ekonomi tersebut
berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah dan ajaran hukum ekonomi syariah yang
3
Jaih Mubarok, Hukum Ekonomi Syariah Akad Mudharabah (Bandung: fokusmedia, 2013)
ditimbulkan oleh adanya perbedaan pendapat tentang suatu hal yang dapat mengakibatkan
adanya sanksi hukum terhadap salah satu pihak yang bersangkutan. Dan terjadinya suatu
sengketa tersebut karena salah satu pihak melakukan wanprestasi dan atau melakukan
perbuatan malawan hukum sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pihak yang lain.
Wanprestasi adalah kelalaian pihak debitor dalam memenuhi prestasi yang telah ditentukan
dalam perjanjian.
B. Litigasi
1. Perkara Sederhana
Drs. M. Shaleh, M.Hum. menyatakan gugatan sederhana ini bermula dari lahirnya Peraturan
Mahkamah Agung (Perma) No. 2 Tahun 2015. Pada awalnya Perma ini diperuntukkan
sebagai pedoman beracara di lingkungan Peradilan Umum. Seiring dengan berjalannya
waktu, lahirlah Perma No. 14 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Ekonomi
Syariah. Dan sampai dengan saat ini, lahirlah Perma No. 4 Tahun 2019 tentang Tata Cara
Penyelesaian Gugatan Sederhana yang melengkapi aturan-aturan sebelumnya. Tidak semua
4
https://komisiinformasi.bantenprov.go.id/read/arsip-artikel/86/Perbedaan-Litigasi-Dan-Non-
Litigasi.html#.YKI7_TmySh8
perkara dapat diajukan secara gugatan sederhana, untuk dapat diajukan dengan sistem
gugatan sederhana, terdapat kriteria-kriteria yang harus dipenuhi antara lain:
(3.) Para Pihak Tidak Boleh lebih dari satu orang kecuali memiliki kepentingan yang sama,
(4). Tempat tinggal Tergugat harus diketahui alamatnya dengan jelas,
(6). Tidak Termasuk sengketa yang diselesaikan melalui pengadilan khusus dan sengketa hak
atas tanah. Selain itu, terdapat kekhasan dalam beracara secara gugatan sederhana yaitu
Penggugat wajib melampirkan bukti surat, Tidak dapat diajukan tuntutan provisi, eksepsi,
rekonvensi , intervensi, replik, duplik dan kesimpulan, penyelesaian gugatan sederhana
maksimal 25 hari sejak sidang pertama dan Penggugat dan tergugat dapat menggunakan
administrasi perkara di penagdilan Agama secara elektronik. Sistem beracara dengan gugatan
sederhana ini pun ternyata memiliki beberapa keuntungan, antara lain:
(1). Penyelesaian perkara yang relatif singkat, yakni hanya dibatasi maksimal 25 hari kerja
saja,
(2). Proses lebih sederhana dan cepat dibandingkan dengan beracara biasa. Dan
(3) dari segi upaya hukum, hanya terdapat verzet dan keberatan dari para pihak.
Penyelsaian Gugatan Sederhana ini bermula dari proses pendaftaran. Pada tahap ini
Penggugat mendaftarkan gugatannya dengan mengisi blanko yang sudah ditentukan. Selain
itu, Penggugat diwajibkan melampirkan bukti surat yang sudah dilegalisir. Setelah selesai
pendaftaran, Ketua Pengadilan melalui petugas kasir menaksir panjar biaya perkara. Tahap
selanjutnya, Ketua Pengadilan menetapkan hakim tunggal, sedangkan Panitera menunjuk
Panitera Pengganti.
2. Perkara biasa
Dalam pemeriksaan persidangan, pada saat sidang pertama hakim wajib mendamaikan dengan
memperhatikan batas waktu penyelesaian gugatan sederhana yaitu 25 hari (kerja) sejak sidang
pertama. Apabila ketika sedang proses persidangan terjadi perdamaian antara Pengguat dan
Tergugat, maka hakim membuat putusan perdamaian.Proses yang tak kalah pentingnya dalam
gugatan sederhana adalah pembuktian. Apabila bukti dari Penggugat (yang sudah diajukan pada
saat pendaftaran) diakui atau tidak dibantah oleh Tergugat, maka Penggugat tidak perlu
membuktikan lebih lanjut. Namun apabila bukti yang diajukan penggugat tersebut dibantah oleh
Tergugat, maka Tergugat harus membuktikan bantahannya.Berbeda dengan acara biasa, dalam
gugatan sederhana, upaya hukum dari hasil putusan gugatan sederhana ini adalah verzet apabila
putusan yang dijatuhkan verstek. Namun bila kedua belah pihak hadir, Tergugat dapat
mengajukan keberatan dengan mengajukan akte keberatan. Permohonan keberatan ini sendiri
harus diajukan paling lama 7 hari setelah putusan diucapkan. Atas keberataan tersebut, Tergugat
harus menyampaikan memori keberatan maksimal 3 hari sejak permohonan diterima. Hasil dari
Putusan keberatan ini bersifat putusan akhir dan tidak ada banding, kasasi maupun PK.Sementara
itu, penanganan perkara ekonomi syariah dengan cara biasa tetap mengacu kepada berbagai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.Baik dalam hal gugatan sederhana maupun gugatan
biasa, penggugat dapat mengajukan perkaranya dengan datang ke kepaniteraan PA/MS atau
melalui pendaftaran elektronik. Bedanya, jika hendak mendaftarkan gugatan sederhana,
penggugat cukup mengisi formulir atau blanko gugatan yang disediakan pengadilan. Isinya
menguraikan identitas penggugat dan tergugat; penjelasan ringkas duduk perkara (posita); dan
tuntutan penggugat (petitum). Selain itu, ketika mendaftarkan perkaranya, penggugat wajib
melampirkan bukti surat yang sudah dilegalisasi.
B. Non Ligitasi
Jalur non litigasi berarti menyelesaikan masalah hukum di luar pengadilan. Jalur non-
litigasi ini dikenal dengan Penyelesaian Sengketa Alternatif.
1. Mediasi
2. Konsultasi
Konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak (klien)
dengan pihak lain yang merupakan konsultan, yang memberikan pendapatnya atau saran
kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan klien. Konsultan hanya
memberikan pendapat (hukum) sebagaimana diminta oleh kliennya, dan selanjutnya
keputusan mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan diambil oleh para pihak.
3. Negosiasi
4. Arbitrase
Abritase adalah penyelesaian masalah atau sengketa perdata di luar peradilan
hukum. Sesuai yang tertuang pada pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, arbitrase adalah cara penyelesaian
suatu sengketa di luar peradilan umum yang berdasarkan pada perjanjian arbitrase secara
tertulis oleh para para pihak yang bersengketa. 5
5. Konsiliasi
5
https://www.dslalawfirm.com/id/pengertian-arbitrase/
KESIMPULAN
A. Kata “Sengketa” menurut bahasa Inggris adalah disebut dengan “conflict” dan “dispute”,
keduanya mengandung pengertian tentang adanya perselesihan atau percekcokan atau perbedaan
kepentingan antara dua pihak atau lebih. Kata “conflict” sudah diserap ke dalam bahasa
Indonesia manjadi “konflik”, sedangkan dispute dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
menjadi “Sengketa”.
B. Sengketa adalah konflik, secara bahasa kedua kata tersebut mengandung arti suatu peristiwa
yang menggambarkan tentang adanya perbedaan atau benturan kepentingan antara dua pihak
atau lebih. Konflik adalah keadaan dimana apabila dua pihak atau lebih dihadapkan pada
perbedaan kepentingan berkembang menjadi sebuah sengketa (wanprestasi) apabila pihak yang
merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak puas atau keprihatinannya, baik secara langsung
kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian atau kepada pihak lain. Dasar dari
sebuah ekonomi adalah merupakan kegiatan yang tidak terlepas dari harta dan benda. Dikatakan
kegiatan ekonomi apabila ada sebuah transaksi ekonomi antara satu pihak dengan pihak yang
lain, yang terkadang transaksi tersebut menimbulkan sebuah sengketa. Litigasi adalah jalur
penyelesaian masalah hukum melalui jalur pengadilan. Umumnya, pelaksanaan gugatan disebut
litigasi gugatan adalah suatu tindakan sipil yang dibawa di pengadilan hukum di mana
penggugat, pihak yang mengklaim telah mengalami kerugian sebagai akibat dari tindakan
terdakwa, menuntut upaya hukum atau adil.
C. Jalur non litigasi berarti menyelesaikan masalah hukum di luar pengadilan. Jalur non-litigasi
ini dikenal dengan Penyelesaian Sengketa Alternatif.
Penyelesaian perkara diluar pengadilan ini diakui di dalam peraturan perundangan di Indonesia.
Pertama, dalam penjelasan Pasal 3 UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman disebutkan ” Penyelesaian perkara di luar pengadilan, atas dasar
perdamaian atau melalui wasit (arbitase) tetap diperbolehkan” . Kedua, dalam UU Nomor 30
Tahun 1999 tentang Arbitase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 1 angka 10 dinyatakan
” Alternatif Penyelesaian Perkara ( Alternatif Dispute Resolution) adalah lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di
luar pengadilan dengan cara konsultasi, negoisasi, mediasi, atau penilaian para ahli.
DAFTAR PUSTAKA