Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PASCA PUTUSAN MK No. 93/PUU-X/2012


Oleh : Husni Kamal, MA
Email: husnikamal58@gmail.com

Abstrak

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penyelesaian sengketa ekonomi syariah melalui jalur non-litigasi
dan kekuatan hukum lembaga keuangan syariah yang masih menggunakan Pengadilan Negeri sebagai jalur
litigasi. Adapun penelitian ini bersifat yuridis normatif yaitu melihat putusan MK No. 93/PUU-X/2012 dengan
cara menganalisis putusan tersebut melalui pendekatan Undang-undang (statute approach). Kesimpulannya Sejak
adanya putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU-X/2012 maka tidak ada lagi dualisme kewenangan pengadilan
dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah dan menguatkan kewenangan absolut Pengadilan Agama dalam
menyelesaikan sengketa ekonomi syariah melalui jalur Litigasi. Sedangkan kekosongan hukum yang ditimbulkan
melalui non litigasi harus merujuk pada UU No 30 tahun 1999 tentang penyelesaian sengketa dilakukan melalui
arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa yang meliputi konsultasi, negosiasi (perundingan), konsiliasi,
mediasi non perbankan, pendapat atau penilaian ahli. Pengadilan Negeri dalam mengadili sengketa ekonomi
syariah tidak dapat dipergunakan lagi dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat (non binding), dan
hakim pengadilan negeri yang menerima sengketa ekonomi syariah wajib menolak karena sengketa ekonomi
syariah bukan lagi menjadi kewenangannya.

Kata Kunci: Sengketa, Ekonomi Syariah, Pengadilan Agama.

Abstract

The aim of this research is to determine the resolution of sharia economic disputes through non-litigation channels
and the legal strength of sharia financial institutions that still use the District Court as a litigation channels.The
research is normative juridical, namely looking at the decision of the Constitutional Court No. 93 / PUU-X / 2012
by analyzing the decision through a statute approach.Conclusions Since the decision of the Constitutional Court
No. 93 / PUU-X / 2012, there will be no more dualism in the authority of the court in resolving sharia economic
disputes and strengthening the absolute authority of the Religious Courts in resolving sharia economic disputes
through Litigation channels.Whereas the legal vacuum created through non-litigation must refer to Law No. 30 of
1999 concerning dispute resolution carried out through arbitration or alternative dispute resolution which
includes consultation, negotiation, conciliation, non-banking mediation, expert opinion or judgment.The District
Court in adjudicating sharia economic disputes cannot be used again and does not have a binding legal force, and
a district court judge who accepts sharia economic disputes must refuse because sharia economic disputes are no
longer their authority.

Keywords: Disputes, sharia economic, Religious Courts.

bahwa jasa perbankan sangat membantu


A. PENDAHULUAN kegiatan perekonomian.
Perbankan merupakan salah sektor
yang mempunyai peranan penting di Kebutuhan masyarakat muslim Indonesia
berbagai bidang, antara lain dalam kegiatan adanya bank yang beroperasi sesuai dengan
masyarakat khususnya di bidang financial, prinsip syariah secara yuridis baru mulai
serta kegiatan ekonomi untuk memenuhi diatur dalam Undang-undang No 7 tahun
kebutuhan pribadi seseorang. Dewasa ini 1992 tentang perbankan. Dalam Undang-
masyarakat seolah-olah tidak dapat undang tersebut eksistensi perbankan
dipisahkan dari dunia perbankan sebab syariah belum dinyatakan secara eksplisit,
sudah bukan menjadi rahasia umum lagi melainkan baru disebutkan dengan istilah
“bank berdasarkan prinsip bagi hasil”.
AL-MASHAADIR VOL. 1 NO. 1 2019 1
Praktik bisnis syariah di Indonesia mulai Pengadilan Negeri. Selanjutnya dalam
berkembang dengan perkembangan penjelasan Pasal 55 ayat (3) disebutkan,
keinginan dan harapan umat Islam yang bahwa penyelesaian sengketa harus sesuai
menjadi sebagian besar penduduk dengan prinsip syariah.
Indonesia. Keinginan tersebut berkembang Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
seiring dengan berkembangnya upaya 93/PUU-X/2012 merupakan jawaban dari
pemahaman terhadap kegiatan-kegiatan konflik antar norma hukum antara
ekonomi yang berdasarkan syari’ah Islam Undang-undang Nomor 3/2006 dengan
pada awal tahun 1990-an. Perkembangan Undang-undang Nomor 21/2008. Putusan
ekonomi syari’ah di Indonesia dimulai tersebut untuk menguatkan posisi
dengan pembentukan perbankan syari’ah. kewenangan Pengadilan Agama yang telah
Dalam perkembangan selanjutnya, praktik di sebutkan oleh Undang-undang Nomor
ekonomi syari’ah tidak hanya terbatas 3/2006 dalam hal menyelesaikan sengketa
kepada praktik pendirian dan operasional ekonomi syariah. Dengan adanya putusan
perbankan saja, tetapi lebih meluas kepada Mahkamah Konstitusi tersebut maka
kegiatan niaga lainnya, seperti pembiayaan berakhir dualisme penyelesaian sengketa
dan lembaga keuangan non bank lainnya. ekonomi syariah melalui jalur litigasi.
Bidang-bidang usaha yang dikembangkan Namun, putusan MK Nomor 93/PUU-
tersebut antara lain adalah Asuransi X/2012 juga melahirkan persoalan baru
Syari’ah, Reksa Dana Syari’ah dan Obligasi setelah dihapuskan pasal 55 ayat 2 dimana
Syari’ah, dan lain-lain.(Hasan, 2009). terjadi kekosongan hukum yaitu tidak
Untuk mempertahankan perkembangan adanya aturan mengenai penyelesaian
ekonomi syariah, dukungan hukum (legal sengketa ekonomi syariah melalui jalur
support) dari berbagai aspek sangat non-litigasi. Realita yang terjadi dalam
diperlukan. Salah satu aspek penting adalah ruang lingkup perbankan syariah meskipun
mengenai penyelesaian sengketa ekonomi kewenangan absolut penyelesaian sengketa
syariah yang mungkin terjadi antara bank ekonomi syariah telah menjadi kewenangan
syariah, nasabah, dan pemangku Pengadilan Agama tetapi masih ada
kepentingan (stakeholders). Oleh karena perbankan syariah yang masih
itu perbankan syariah didasarkan pada menggunakan Pengadilan Negeri, padahal
prinsip syariah (syariah based), maka dalam putusan MK tersebut sudah
mekanisme penyelesaian sengketa juga menghapus Pengadilan Negeri dalam hal
harus berdasarkan syariah (in compliance menyelesaikan sengketa ekonomi syariah.
with shariah). Selanjutnya disini penulis ingin mengkaji
Landasan utama beroperasinya bank lebih lanjut bagaimana penyelesaian
syariah di Indonesia dalam Undang-undang sengketa ekonomi syariah melalui jalur
No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan non-litigasi dan bagaimana kekuatan
Syariah. Pasal 55 ayat (1) UU No. 21 Tahun hukum perbankan syariah yang
2008 disebutkan kewenangan menggunakan Pengadilan Umum.
menyelesaikan sengketa perbankan syariah Adapun penelitian ini bertujuan untuk
adalah kewenangan Pengadilan Agama, mengetahui dan memberikan gambaran
kemudian ayat (2) membuka peluang mengenai penyelesaian sengketa ekonomi
untuk menyelesaikan sengketa di luar syariah pasca putusan Mahkamah
Pengadilan Agama sepanjang yang Konstitusi No. 93/PUU-X/2012 dan hukum
diperjanjikan dalam akad, yaitu melalui yang ditimbulkan terhadap akad yang
Musyawarah, Mediasi, Badan Arbitrase masih memuat klausula penyelesaian
Syariah Nasional (Basyarnas) dan
AL-MASHAADIR VOL. 1 NO. 1 2019 2
sengketa ekonomi syariah melalui Penelitian ini mendeskripsikan dan
Pengadilan Negeri. menganalisis pilihan forum penyelesaian
sengketa di BPRS SPM, kesimpulan dalam
B. KAJIAN LITERATUR penelitian ini pertama bahwa BPRS SPM
Setelah melakukan penelusuran memilih Pengadilan Negeri sebagai
terhadap beberapa literatur, ada beberapa penyelesaian sengketa, kedua politik
penelitian yang memiliki korelasi tema yang hukum penyelesaian sengketa ekonomi
membahas mengenai penyelesaian sengketa syariah terjadi konflik norma dikarenakan
ekonomi syariah, misalnya yang telah ada peraturan perundang-undangan yang
dilakukan oleh beberapa peneliti. Ratna tumpang tindih.
Sofianan (2015), mengkaji mengenai Adapun perbedaan kedua penelitian
Kewenangan Badan Arbitrase Syariah tersebut dengan kajian ini terletak di fokus
Nasional terhadap penyelesaian sengketa forum penyelesaian sengketa ekonomi
ekonomi syariah sebelum dan sesudah syariah pasca putusan Mahkamah
putusan MK No 93/PUU-X/2012 dan Konstitusi No. 93/PUU-X/2012 dimana
implikasi tugas dan wewenang Badan dalam putusan tersebut telah dihapus pasal
Arbitrase Syariah Nasional dalam 55 ayat 2 Undang-undang nomer 21 tahun
penyelesaian sengketa ekonomi syariah 2008 yang memuat choice of forum dalam
pasca putusan MK No 93/PUU-X/2012 penyelesaian sengketa ekonomi syariah
tentang pengujian konstitusional UU No 21 melalui musyawarah, media perbankan,
Tahun 2008 pasal 55 ayat 2 tentang arbitrase syariah nasional Indonesia atau
perbankan syariah. Hasil penelitian ini badan arbitrase lainnya dan Peradilan
menunjukkan sebelum lahirnya Undang- Umum tidak berlaku lagi. Kemudian
Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang putusan MK tersebut juga menimbulkan
perbankan syariah penyelesaian sengketa problematika hukum baru berupa
dilakukan dominan melalui Badan kekosongan hukum yaitu tidak adanya
Arbitrase Syariah Nasional dan Pengadilan aturan mengenai penyelesaian sengketa
Negeri, setelah lahirnya Undang-Undang melalui choice of forum, karena pasal yang
Nomor 21 Tahun 2008 penyelesaian mengatur masalah non litigasi sudah di
sengketa ekonomi syariah di atur dalam hapus.
pasal 55 yang menyatakan selain Perbedaan selanjutnya peneliti mengkaji
Pengadilan Agama juga dapat dilakukan kekuatan hukum yang timbul dari putusan
sesuai isi akad melalui : Musyawarah, Pengadilan Negeri terhadap sengketa
Mediasi perbankan, Basyarnas dan ekonomi syariah dimana masih ada
Peradilan Umum. Dan implikasi tugas dan beberapa lembaga keuangan yang masih
kewenangan BASYARNAS masih memuat klausula penyelesaian sengketa
mengambang karena belum adanya revisi ekonomi syariah melalui Pengadilan Negeri
Undang-undang untuk memperkuat tugas yang mana hal tersebut akan merugikan
dan kewenangan Basyarnas dalam lembaga keuangan sendiri maupun
menyelesaikan sengketa ekonomi syariah. nasabah. Dengan begitu, diharapkan dapat
Penelitian lainnya dilakukan oleh Farhan menghasilkan gambaran mengenai choice of
Wildani (2016), mengkaji Pilihan Forum forum penyelesaian sengketa ekonomi
Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah syariah dan kekuatan hukum dari putusan
Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi dari Pengadilan Negeri.
NO.93/PUU-X/2012 (Studi Kasus di PT.
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Sarana a. Sengketa Ekonomi Syariah
Prima Mandiri Pamekasan Madura).
AL-MASHAADIR VOL. 1 NO. 1 2019 3
Pada dasarnya, kegiatan ekonomi kepada pihak yang dianggap sebagai
adalah kegiatan yang berkaitan dengan penyebab kerugian atau pihak lain.
masalah harta dan benda, dengan kata lain Selanjutnya, ekonomi syariah (Islamic
kegiatan ekonomi adalah kegiatan manusia Economics) diartikan sebagai ilmu yang
untuk mencapai kemakmuran hidupnya. mempelajari tata kehidupan masyarakat
Kegiatan ekonomi bisa terjalin apabila dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
terjadi transaksi antara satu pelaku untuk mencapai ridha Allah,(Sarkaniputra,
ekonomi dengan pelaku ekonomi lainnya. 2005) dengan kata lain merupakan
Namun dalam pelaksanaan transaksi perbuatan atau kegiatan usaha yang
tersebut terkadang menimbulkan sengketa dilaksanakan menurut prinsip syariah, atau
dikemudian hari. juga dapat diartikan sebagai suatu sistem
Secara etimologi, menurut KBBI, ekonomi yang didasarkan pada ajaran dan
sengketa adalah sesuatu yang menyebabkan nilai-nilai Islam.
perbedaan pendapat, pertengkaran, Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat
perbantahan, atau perselisihan.i Adapun ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud
secara istilah, sengketa adalah pertentangan dengan sengketa ekonomi syariah adalah
antara dua pihak atau lebih yang berawal suatu pertentangan antara dua pihak atau
dari persepsi yang berbeda tentang suatu lebih pelaku ekonomi yang kegiatan
kepentingan atau hak milik yang dapat usahanya yang dilaksanakan menurut
menimbulkan akibat hukum bagi keduanya prinsip-prinsip dan asas hukum ekonomi
dan dapat diberikan sanksi hukum syariah yang disebabkan persepsi yang
terhadap salah satu diantara keduanya. berbeda tentang suatu kepentingan atau
Menurut Siti Megadianty Adam dan hak milik yang dapat menimbulkan akibat
Takdir Rahmadi, sebagaimana dikutip hukum bagi keduanya dan dapat diberikan
Rachmadi Usman, dalam kosakata Inggris sanksi hukum terhadap salah satu diantara
terdapat 2 (dua) istilah, yakni “conflict”dan keduanya.
“dispute”, yang kedua-duanya mengandung Secara garis besar, sengketa ekonomi
pengertian tentang adanya perbedaan di syariah dapat diklasifikasikan menjadi 3
antara kedua pihak atau lebih, tetapi (tiga), yaitu:
keduanya dapat dibedakan. Kosa kata a. Sengketa di bidang ekonomi syariah
conflict sudah diserap ke dalam bahasa antara lembaga keuangan dan
Indonesia menjadi “konflik”, sedangkan lembaga pembiayaan syariah dengan
kosa kata dispute dapat diterjemahkan nasabahnya;
dengan kosa kata “sengketa”. Sebuah b. Sengketa di bidang ekonomi syariah
konflik, yakni sebuah situasi dimana 2 antara lembaga keuangan dan
(dua) pihak atau lebih dihadapkan pada lembaga pembiayaan syariah;
perbedaan kepentingan, tidak akan c. Sengketa di bidang ekonomi syariah
berkembang menjadi sengketa apabila antara orang-orang yang beragama
pihak yang merasa dirugikan hanya Islam, yang mana akad
memendam perasaan tidak puas atau perjanjiannya disebutkan dengan
keprihatinannya. Sebuah konflik berubah tegas bahwa kegiatan usaha yang
atau berkembang menjadi sebuah sengketa dilakukan adalah berdasarkan
bilamana pihak yang merasa dirugikan prinsip-prinsip syariah.
telah menyatakan rasa tidak puas atau
keprihatinannya, baik secara langsung

AL-MASHAADIR VOL. 1 NO. 1 2019 4


b. Sumber Hukum Dalam tempat materi hukum diambil. Sumber
Menyelesaikan Sengketa Ekonomi hukum materiil merupakan sumber yang
Syariah. dilihat dari segi isinya dan sumber hukum
Sumber hukum adalah segala apa saja yang inilah yang menjadi faktor yang membantu
menimbulkan aturan-aturan yang pembentukan hukum.(Dewi, 2012)
mempunyai kekuatan yang bersifat Biasanya yang menjadi sumber-sumber
memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau hukum materil adalah aneka gejala yang ada
dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dalam kehidupan masyarakat, baik yang
dan nyata.(Kansil, 1986) Sumber hukum telah menjelma menjadi peristiwa maupun
segala sesuatu yang melahirkan hukum. yang belum menjelma menjadi peristiwa.
Sumber hukum dapat pula disebut sebagai Pembicaraan sumber hukum materiil
asal muasal hukum. merupakan salah satu bidang kajian filsafat
hukum.
Adapun sumber hukum ekonomi
syariah adalah sumber hukum formil dan Sumber-sumber hukum yang sah dan
sumber hukum materil. Berikut ini, sumber diakui secara umum, khususnya di bidang
hukum yang dapat digunakan sebagai dasar bisnis adalah isi perjanjian, undang-undang,
hukum untuk menyelesaikan sengketa yudisprudensi, kebiasaan, perjanjian
ekonomi syariah:(Manan, 2005) internasional, dan ilmu pengetahuan.(Amal,
1990)

Adapun bagi lingkungan Pengadilan


Agama, sumber-sumber hukum yang
1. Hukum Formil terpenting untuk dijadikan dasar dalam
Sumber hukum formil adalah mengadili perkara ekonomi syariah setelah
pembicaraan ilmu hukum, bukan Al-quran dan As-Sunnah sebagai sumber
pembicaraan filsafat hukum. Sumber utama, antara lain adalah:
hukum formil atau bentuk-bentuk dimana a. Undang-undang
kita dapat menemukan atau mengenal b. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN)
hukum yang berlaku sebagai hukum positif c. Aqad Perjanjian (Kontrak)
di suatu Negara.(Usman, 2001) Sumber d. Fiqih dan Ushul Fiqih
hukum formil memiliki bentuk yang e. Adat Kebiasaan
berlaku secara umum dan telah diketahui f. KHES (Kompilasi Hukum Ekonomi
atau berlaku umum. Syariah)
Hukum Acara yang berlaku di g. Yurisprudensi dan Doktrin Ekonomi
Pengadilan Agama untuk mengadili Syariah
sengketa ekonomi syari’ah adalah hukum
acara yang berlaku dan dipergunakan pada
lingkungan Peradilan Umum/Negeri. 3. Penyelesaian Sengketa Ekonomi
Ketentuan ini sesuai dengan ketentuan Syariah Menurut UU No 21
Pasal 54 Undang-Undang Nomor 7 Tahun Tahun 2008.
1989 Jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun Penyelesaian sengketa ekonomi syariah bisa
2006. dilakukan dengan dua cara;

2. Sumber Hukum Materiil a. Penyelesaian sengketa melalui


Sumber hukum materiil adalah sumber litigasi.
darimana hukum berasal atau sumber

AL-MASHAADIR VOL. 1 NO. 1 2019 5


Litigasi merupakan proses gugatan atas kekuasaan kehakiman bagi pencari
suatu konflik yang diritualisasikan untuk keadilan yang beragama Islam mengenai
menggantikan konflik sesungguhnya, perkara perdata tertentu.(Anshori, 2007)
dimana para pihak memberikan kepada Pengadilan Agama sebagai salah satu badan
seorang pengambil keputusan dua pilihan peradilan yang melaksanakan kekuasaan
yang bertentangan. Lembaga litigasi kehakiman untuk menegakkan hukum dan
merupakan sistem penyelesaian sengketa keadilan bagi orang-orang yang beragama
melalui peradilan. Penyelesaian sengketa Islam, yang sebelumnya berdasarkan
melalui litigasi ini diatur dalam UU Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989,
48/2009 tentang Kekuasaan hanya berwenang menyelesaikan perkara
Kehakiman.(Hudiata, 2012) perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf,
Menurut ketentuan pasal 10 ayat (1) zakat, infaq, shodaqah, kemudian
undang-undang Nomor 14 tahun 1970 jo berdasarkan Pasal 49 huruf i Undang-
undang-undang nomor 35 tahun 1999 jo Undang Nomor 3 Tahun 2006, kewenangan
undang-undang nomor 4 tahun 2004 jo absolut pengadilan agama diperluas,
undang-undang nomor 48 tahun 2009 termasuk kewenangan untuk
tentang Kekuasaan Kehakiman secara menyelesaikan sengketa di bidang Ekonomi
eksplisit menyebutkan bahwa di Indonesia Syariah.
ada 4 Lingkungan lembaga peradilan yaitu Adapun kewenangan absolut mengenai
Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan yang berhak menyelesaikan
Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha sengketa ekonomi syariah menurut isi pasal
Negara (TUN).(Nurul, 2012) 49 huruf (i) UU 3/2006 yaitu :
Secara umum, kekuasaan (competency) “Pengadilan Agama bertugas dan
peradilan dapat dibedakan menjadi dua, berwenang memeriksa, memutus,
yakni kekuasaan relatif (relative competency) dan menyelesaikan perkara di
dan kekuasaan absolut (absolute competency). tingkat pertama antara orang-orang
Kekuasaan relatif berkaitan dengan yang beragama Islam di bidang:
wilayah, sementara kekuasaan absolut Perkawinan, waris, wasiat, hibah,
berkaitan dengan orang (kewarganegaraan wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan
dan keagamaan seseorang) dan jenis Ekonomi syariah”.
perkara. Setelah pemberlakuan Undang- Selanjutnya yang dimaksud dengan istilah
Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang ekonomi syariah adalah perbuatan atau
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, prinsip syariah yang meliputi bank syariah,
perluasan kompetensi absolut peradilan lembaga keuangan mikro syariah, asuransi
agama dilakukan. Dari segi susunan syariah, reasuransi syariah, reksadana
undang-undang, ketentuan mengenai syariah, obligasi syariah dan surat berharga
kekuasaan absolut peradilan agama berjangka menengah syariah, sekuritas
dijelaskan dalam dua tempat: (1) ketentuan syariah, pembiayaan syariah, pegadaian
yang bersifat umum yang ditetapkan pada syariah, dana pensiun lembaga keuangan
bagian dua tentang kedudukan peradilan syariah dan bisnis syariah.(Sismarwoto,
agama; dan (2) ketentuan rincian yang 2009)
ditetapkan pada bagian kekuasaan Dari penjelasan di atas dapat dipahami
pengadilan. Dalam ketentuan mengenai bahwa Pengadilan Agama berwenang
kekuasaan absolut peradilan agama yang menyelesaikan sengketa perbankan syariah
bersifat umum ditetapkan bahwa peradilan yang kemudian, kewenangan Pengadilan
agama adalah salah satu pelaksana Agama diperkuat kembali dalam Pasal 55
AL-MASHAADIR VOL. 1 NO. 1 2019 6
(1) UU No. 21 Tahun 2008 tentang Menurut Muladi, Penyelesaian sengketa
Perbankan Syariah yang menyatakan melalui Alternative Dispute Resolution (ADR)
bahwa penyelesaian sengketa perbankan mempunyai beberapa keunggulan
syariah dilakukan oleh Pengadilan dalam dibandingkan dengan penyelesaian melalui
lingkungan Peradilan Agama. badan litigasi atau pengadilan. Di antara
keunggulan penyelesaian sengketa melalui
b. Penyelesaian sengketa Non-litigasi adalah:
melalui non-litigasi. 1. Penyelesaian sengketanya dapat
Penyelesaian sengketa melalui jalur dilakukan dengan cara cepat;
non-litigasi ini umumnya dinamakan 2. Penyelesaian sengketa dapat
dengan Alternative Dispute Resolution (ADR), dilaksanakan dengan biaya murah;
yaitu mekanisme penyelesaian sengketa 3. Tidak terikat dengan aturan hukum
alternatif di luar pengadilan. Adapun proses tertentu;
penyelesaian secara non litigasi dapat 4. Bersifat Confidential;
dilakukan melalui beberapa institusi 5. Atas dasar prinsip win win solution;
seperti yang dijelaskan dalam pasal 55 ayat 6. Lebih parsitipatif;
2 UU No. 21 Tahun 2008 tentang 7. Dapat mengurangi penumpukan
Perbankan Syariah: perkara di Pengadilan tanpa
1. Musyawarah mufakat, mengurangi sifat profesionalisme.
2. Mediasi BI (untuk penyelesaian (Firdaus, 2001)
sengketa antar bank), mediasi pada
Dewan Pengawas Syariah (DPS) C. METODE PENELITIAN
masing-masing bank syariah dalam hal Dalam penelitian hukum dengan subjek
penyelesaian sengketa antar bank peraturan perundang-undangan dan
syariah dengan nasabahnya, putusan pengadilan dapat dikategorikan
3. Badan Arbitrase Syariah Nasional sebagai penelitian hukum doktrinal, yaitu
(BASYARNAS). penelitian inventarisasi hukum positif,
4. Melalui Peradilan Umum.(Basir, 2009) asas-asas, penemuan hukum in concreto,
Ini merupakan langkah yang tepat sistem hukum dan sinkronisasi
dan layak untuk diapresasi karena ada asas hukum.(Soemitro, 1990)
kebebasan berkontrak memilih jalur yang
ingin ditempuh ketika terjadi sengketa. Metode pendekatan pada penelitian ini
Akan tetapi, masalah muncul ketika yang digunakan adalah metode penelitian
Pengadilan Negeri juga diberikan yuridis normatif. Dalam metode penelitian
kewenangan yang sama dalam yuridis normatif tersebut akan menelaah
menyelesaikan sengketa ekonomi syariah. secara mendalam terhadap asas-asas
Terjadi dualisme penyelesaian sengketa dan hukum, peraturan perundang-undangan,
ketidakpastian hukum serta tumpang yurisprudensi, dan pendapat ahli hukum
tindih kewenangan dalam menyelesaikan serta memandang hukum secara
suatu perkara yang sama oleh dua lembaga komprehensif. Artinya hukum bukan saja
peradilan yang berbeda. Padahal, sebagai seperangkat kaidah yang bersifat
kewenangan ini jelas merupakan normatif atau apa yang menjadi teks
kewenangan absolut Pengadilan Agama undang-undang (law in book) tetapi juga
sebagaimana diatur dalam Pasal 49 (i) UU melihat bagaimana bekerjanya hukum (law
No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan in action).
Agama.
Data yang digunakan dalam penelitian ini

AL-MASHAADIR VOL. 1 NO. 1 2019 7


adalah data sekunder yang disebut bahan Penjelasan Pasal 55 Ayat (2) mempertegas,
hukum. Yaitu berupa inventarisasi berkas bahwa: Yang dimaksud dengan
putusan Mahkamah Konstitusi No. “penyelesaian sengketa dilakukan sesuai
93/PUU-X/2012, peraturan perundang- dengan isi Akad” adalah upaya sebagai
undangan, buku-buku, literatur, jurnal dan berikut: a. musyawarah; b. mediasi
dokumen yang berkaitan dengan pokok perbankan; c. melalui Badan Arbitrase
masalah. Syariah Nasional (Basyarnas) dan d. melalui
pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Penelitian normatif ini tentu harus Umum”. Hal tersebut di atas tentunya tidak
menggunakan pendekatan perundang- sesuai dengan Pasal 49 Undang-undang
undangan, karena yang akan diteliti adalah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006
berbagai aturan hukum yang menjadi fokus tentang Peradilan Agama, yang dengan jelas
sekaligus tema sentral suatu penelitian di dan tegas menyebutkan bahwa: “Pengadilan
antaranya Undang-undang Nomor 50 tahun agama bertugas dan berwenang memeriksa,
2009 tentang kewenangan pengadilan memutus, dan menyelesaikan perkara di
agama, pasal 55 Undang-undang Nomor 21 tingkat pertama antara orang-orang yang
tahun 2008 tentang perbankan syariah, beragama Islam di bidang: (i) ekonomi
putusan MK Nomor 93/PUU-X/2012 dan syariah” Penjelasan pasal 49 menegaskan
undang-undang yang berkenaan dengan bahwa salah satu kegiatan usaha ekonomi
sengketa ekonomi syariah. syariah adalah perbankan syariah.
Bunyi pasal-pasal tersebut bisa
dimaknai bahwa terjadi inkonsistensi
D. HASIL DAN PEMBAHASAN norma, yang memberikan opsional choice of
litigation dalam penyelesaian sengketa
1. Penyelesaian Sengketa Ekonomi perbankan syariah, yaitu antara Pengadilan
Syariah Pasca Putusan Mahkamah agama dan Pengadilan Umum. Artinya,
Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 terdapat dualisme kewenangan
penyelesaian sengketa perbankan syariah,
Dualisme kewenangan penyelesaian yaitu di Pengadilan Umum dan Pengadilan
sengketa ekonomi syariah menjadi polemik Agama. Inkonsistensi norma tersebut
dalam jagat hukum Indonesia. Hal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum bagi
menjadi problematika hukum yan g pencari keadilan dan bahkan mereduksi
menjadi perhatian para pihak. Problematika daya kompetensi peradilan agama. Inilah
mengenai dualisme kewenangan ini sebenarnya yang menjadi problematika
semakin nyata dengan lahirnya Undang- hukum dalam konteks ini.
undang Republik Indonesia Nomor 21 Dengan demikian, ketentuan pasal
Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah 55 ayat (2) UU 21/2008 secara yuridis
atau biasa dikenal dengan istilah UUPS. bertentangan dengan UU 3/2006 yang lebih
Pasal 55 ayat (1) UUPS menyebutkan dahulu diterbitkan. Oleh karena itu,
bahwa “Penyelesaian sengketa Perbankan muncul pertanyaan kenapa undang-undang
Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam yang datang kemudian bisa bertentangan
lingkungan Peradilan Agama”. Sementara dengan undang-undang yang sebelumnya
pada Ayat (2) berbunyi: ”Dalam hal para sudah mengatur tentang forum
pihak telah memperjanjikan penyelesaian penyelesaian sengketa.
sengketa selain sebagaimana dimaksud Adanya ketidakpastian hukum
pada ayat (1), penyelesaian sengketa seperti inilah sehingga Dadang Achmad,
dilakukan sesuai dengan isi Akad”. Direktur CV Benua Engineering Consultant
AL-MASHAADIR VOL. 1 NO. 1 2019 8
mengajukan judicial review ke Mahkamah Perbankan Syariah (Lembaran Negara
Konstitusi, memohon pembatalan Pasal 55 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
ayat 2 dan ayat 3 UU No. 21 Tahun 2008 94, Tambahan Lembaran Negara
tentang Perbankan syariah dengan alasan Republik Indonesia Nomor 4867) tidak
bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945. mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pada tanggal 29 Agustus 2013, Majelis 2. Memerintahkan pemuatan putusan ini
Mahkamah Konstitusi membuat putusan dalam berita Negara Republik
atas perkara Nomor 93/PUU-X/2012, Indonesia sebagaimana mestinya.
mengabulkan sebagian permohonan 3. Menolak permohonan pemohon untuk
Dadang Achmad, menyatakan bahwa selain dan selebihnya.
penjelasan Pasal 55 ayat 2 UU 21 Tahun Di satu sisi Mahkamah Konstitusi
2008 tentang Perbankan Syariah telah memberikan kepastian hukum
bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mengenai penyelesaian sengketa melalui
mempunyai kekuatan hukum mengikat. jalur litigasi dengan menetapkan
Perkara ini secara umum terkait kewenangan absolut Pengadilan Agama,
dengan Pasal 55 ayat (2) dan (3) Undang- namun di segi lain putusan tersebut juga
Undang No. 21 tentang Perbankan Syariah menimbulkan problematika hukum baru
yang mengatur tentang penyelesaian yaitu tidak adanya kepastian hukum bagi
sengketa ekonomi syariah. Melalui putusan pihak yang ingin menyelesaikan sengketa
Mahkamah Konstitusi tersebut dapat ekonomi syariah melalui jalur non-litigasi
memberikan jawaban dari konflik antar dikarenakan putusan mahkamah konstitusi
norma hukum (antinomi hukum) antara telah menghapus pasal 55 ayat 2 UU No 21
UU 3/2006 dengan UU 21/2008. Putusan Tahun 2008 yang memuat bentuk-bentuk
tersebut pada dasarnya menguatkan penyelesaian sengketa ekonomi syariah
kewenangan Pengadilan Agama yang telah melalui jalur non-litigasi, keadaan ini
diamanatkan oleh UU 3/2006 dalam menjadikan pasal 55 ayat 2 menjadi kabur
menyelesaikan sengketa ekonomi syariah sehingga mengakibatkan kekosongan
dengan menyatakan tidak ada lagi dualisme hukum tentang penyelesaian sengketa
penyelesaian sengketa ekonomi syariah ekonomi syariah melalui jalur nonlitigasi.
melalui jalur litigasi yaitu Pengadilan Untuk menjawab problematika
Agama dan Pengadilan Negeri. hukum tersebut penulis telah mewancarai
Adapun amar putusan majelis hakim Wakil Ketua Pengadilan Agama Kota
Mahkamah Konstitusi dengan Nomor Cilegon Provinsi Banten Drs. Hendi
perkara 93/PUU-X/2012 sebagai berikut: Rustandi SH, menyatakan bahwa
1. Mengabulkan permohonan Pemohon Pengadilan tidak boleh menolak
untuk sebagian; memeriksa, mengadili dan memutuskan
a) Penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang- suatu perkara yang diajukan kepadanya
Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang dengan alasan hukumnya tidak ada atau
Perbankan Syariah (Lembaran Negara tidak jelas, oleh karena itu maka hakim
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor wajib mencari hukumnya. Adapun metode
94, Tambahan Lembaran Negara yang tepat untuk menjawab problematika
Republik Indonesia Nomor 4867) hukum tersebut dengan cara
bertentangan dengan Undang-Undang menginterpretasi sistematis atau logis yang
Dasar Negara Republik Indonesia menafsirkan peraturan dengan
Tahun1945; menghubungkan peraturan atau Undang-
b) Penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang- undang yang lain. Maka dalam hal ini, pasal
Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang 55 ayat 2 UU No. 21 Tahun 2008 dapat
AL-MASHAADIR VOL. 1 NO. 1 2019 9
dikaitkan dengan penafsiran sistematis kekuatan hukum yang mengikat (non
melihat UU No. 30 Tahun 1999 tentang binding), dan hakim pengadilan negeri yang
penyelesaian sengketa dapat dilakukan menerima sengketa ekonomi syariah wajib
melalui arbitrase atau alternatif menolak karena sengketa ekonomi syariah
penyelesaian sengketa yang meliputi bukan lagi menjadi kewenangannya atau
konsultasi, negosiasi (perundingan), dengan kata lain bukan kewenangan
konsiliasi, mediasi non perbankan dan absolut Pengadilan Negeri.
pendapat atau penilaian ahli.
Adapun putusan Pengadilan Negeri DAFTAR PUSTAKA
terhadap sengketa ekonomi syariah tidak
Amal, T. A. (1990). Islam dan Tantangan
bersifat mengikat lagi dikarenakan setelah
Modernitas Studi atas Pemikiran Hukum
putusan Mahkamah Konstitusi No.
93/PUU-X/2012 menyatakan pasal 55 ayat 2 Fazlur Rahman. Bandung: Mizan.
tidak mempunyai kekuatan hukum
Anshori, A. G. (2007). Peradilan Agama di
sehingga dapat bisa diambil kesimpulan
Indonesia Pasca UU No. 3 Tahun 2006
bahwa penyelesaian sengketa ekonomi
(Sejarah, Kedudukan, dan Kewenangan).
syariah melalui jalur litigasi menjadi
kewenangan absolut Pengadilan Agama. Yogyakarta: UII Press.

Basir, C. (2009). Penyelesaian Sengketa


C. KESIMPULAN Perbankan Syariah di Pengadilan Agama
dan Mahkamah Syariah. Jakarta:
Berdasarkan hasil kajian dan Kencana.
analisis penulis terhadap hasil penelitian
yang telah diuraikan sebelumnya, maka Dewi, L. R. (2012). Memahami Hukum Dalam
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Pengantar Ilmu Hukum. Serang: Dinas
Sejak adanya putusan Mahkamah Pendidikan Provinsi Banten.
Konstitusi No. 93/PUU-X/2012 yang
ditetapkan pada hari Kamis tanggal 29 Firdaus, D. (2001). Prospek Law Enforcement
Agustus 2013, maka tidak ada lagi dualisme Arbitrase DI Indonesia, Dalam Prospek
kewenangan pengadilan dalam Pelaksanaan Arbitrase Di Indonesia.
menyelesaikan sengketa ekonomi syariah. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Putusan tersebut menguatkan kewenangan
absolut Pengadilan Agama dalam hal Hasan, Z. (2009). Undang-Undang Perbankan
menyelesaikan sengketa ekonomi syariah Syariah Titik Temu Hukum Islam dan
melalui jalur Litigasi. Sedangkan Hukum Nasional. Jakarta: Rajawali
kekosongan hukum yang ditimbulkan Pers.
akibat dihapuskan pasal 55 ayat 2 (dua)
Hudiata, E. (2012). Penyelesaian Sengketa
melalui non litigasi harus merujuk pada UU
Perbankan Syariah  : Pasca Putusan
No 30 tahun 1999 tentang penyelesaian
MK Nomor 93/PUU-X/2012  :
sengketa dapat dilakukan melalui arbitrase
Litigasi Dan Nonlitigasi.
atau alternatif penyelesaian sengketa yang
Yogyakarta: UII Press.
meliputi konsultasi, negosiasi
(perundingan), konsiliasi, mediasi non Kansil, C. S. T. (1986). Pengantar Ilmu Hukum
perbankan, pendapat atau penilaian ahli. dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta:
Pengadilan Negeri dalam mengadili
Balai Pustaka.
sengketa ekonomi syariah tidak dapat
dipergunakan lagi dan tidak memiliki
AL-MASHAADIR VOL. 1 NO. 1 2019 10
Manan, A. (2005). Penerapan Hukum Acara
Perdata di Lingkungan Peradilan Agama.
Jakarta: Prenada Media.

Nurul, D. (2012). Penyelesaian Sengketa Dalam


Praktik Perbankan Syariah.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Sarkaniputra. (2005). Adil dan Ihsan dalam


Perspektif Ekonomi Islam. Jakarta: P3EI
UIN Syarif Hidayatullah.

Sismarwoto, E. (2009). Prinsip-Prinsip


Ekonomi Syari’ah. Semarang: Pustaka
Magister.

Soemitro, R. (1990). Metodologi Penelitian


Hukum dan Jurimetri. Jakart: Ghalia
Indonesia.

Usman, S. (2001). Hukum Islam  : Asas-asas


dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam
Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Gaya
Media Pratama.

AL-MASHAADIR VOL. 1 NO. 1 2019 11

Anda mungkin juga menyukai