ABSTRAK
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui kesesuaian antara Kasus PUTUSAN
NOMOR 565/PDT.G/2020/PA.JU dengan prosedur gugatan dalam hukum acara
perdata. Mahkamah Agung Melalui Peraturan Mahkamah Agung (PERMA)
Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) telah
mengeluarkan suatu produk hukum yang dapat dijadikan dasar pengambilan
putusan hakim dalam menyelesaikan perkara-perkara ekonomi syariah yang mana
dalam penyelesaiannya menjadi kewenangan obsolut Peradilan Agama sesuai
dengan pasal 49 Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas
Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan yuridis normatif yang mengacu pada hukum atau
perundang-undangan yang berlaku. Pendekatan ini difokuskan untuk mengkaji
istilah hukum dalam kaidah-kaidah hukum positif dan Fatwa DSN-MUI. Pada
penelitian ini penulis menemukan masalah dan ingin menganalisisnya dengan
berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang istilah
wanprestasi yang sering muncul dalam perekonomian di Indonesia. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang bersifat dengan
pengumpulan data yang digunakan berupa kajian pustaka (library research)
dengan mencari data-data yang ada di perpustakaan yang berkaitan dengan
pembahasan. Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau data sekunder, dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau
penelitian kepustakaan.11 Pengumpulan data tersebut dilakukan dengan studi
kepustakaan dari berbagai referensi yang relevan dengan pokok pembahasan
mengenai wanprestasi, dengan melakukan analisa melalui peraturan perundang-
undangan menurut KUHPerdata dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Dari
hasil penelitian yang penulis lakukan dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa
Putusan hakim dalam suatu perkara wanprestasi syariah kasus gadai syariah
dengan nomor putusan 565/Pdt.G2020/PA.JU tersebut sudah sesuai dengan aturan
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) meskipun dasar pertimbangan
dalam penetapan wanprestasi gadai syariah tersebut menggunakan KUHPer
namun tidak bertentangan dengan syariah islam.
Selain itu, bank syariah juga berperan dalam memfasilitasi transaksi jual
beli, menyediakan jasa pengamanan dana nasabah, serta memberikan layanan
konsultasi keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Bank syariah
juga memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa seluruh operasionalnya
berada dalam batasan syariah yang ditetapkan. Dalam meningkatkan peran
perbankan syariah, terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan. Pertama,
penting bagi bank syariah untuk terus meningkatkan literasi keuangan masyarakat
terkait dengan produk dan layanan perbankan syariah. Hal ini dapat dilakukan
melalui penyediaan informasi yang jelas dan mudah dipahami mengenai
keuntungan dan manfaat dari perbankan syariah.
Kedua, bank syariah perlu terus mengembangkan produk dan layanan
yang inovatif sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dengan menghadirkan produk
dan layanan yang menarik dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, bank syariah
dapat menarik minat masyarakat untuk menggunakan jasa perbankan syariah.
Selain itu, kolaborasi antara bank syariah dengan pemerintah, lembaga keuangan
lainnya, dan sektor riil juga penting dalam mengembangkan perbankan syariah.
Kolaborasi ini dapat mencakup pembentukan kebijakan yang mendukung
pertumbuhan perbankan syariah, pengembangan infrastruktur yang mendukung
operasional perbankan syariah, serta pemberian dukungan finansial dan non-
finansial kepada bank syariah.
Kasus sengketa yang terjadi pada perbankan syariah masih banyak yang
menggunakan KUHPerdata saja dalam menyelesaikan beberapa putusan
sengketanya, padahal sumber hukum perdata ekonomi syariah berbeda dengan
sumber hukum ekonomi konvensional. Penggunaan KUHPerdata disini tidak
disusun berdasarkan Al-Quran dan Sunnah sebagai landasan hukumnya,
melainkan hanya menggunakan aturan pemerintah yang disusun berdasarkan
hukum konvensional, Sedangkan penyelesaian ekonomi syariah harus
berlandaskan dengan syariat Islam. Dalam Majalah Peradilan Agama edisi 8
dicantumkan terdapat beberapa kasus ekonomi syariah yang terjadi sengketa,
dalam penerapan 8 kasus tersebut diantaranya menggunakan peraturan
KUHPerdata, KHES, fatwa DSN-MUI, dan yurisprudensi sebagai sumber
hukumnya, namun terdapat satu putusan yang hanya menggunakan KUHPerdata
dan PBI sebagai sumber pengambilan putusan.16 Artinya sumber putusanya tidak
berlandaskan nash sama sekali.3
2
Lubis, S., Sugeng, S. H., SI, M., Wiyono, S. H., & Hartomo, S. H. ANALISIS PUTUSAN
PENGADILAN TENTANG WANPRESTASI
3
Nainggolan, D., Fahrezi, E. A., & Ndraha, Y. D. (2021). Tinjauan Yuridis Mengenai Sengketa
Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Iso Tank (Analisis Putusan Nomor 121/PDT.
G/2018PN JKT. SEL). Jurnal Hukum Al-Hikmah: Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan
Terdapat dalam putusan No. 565/Pdt.G/2020/PA.JU yang dalam putusan
pengadilan kasus tersebut membahas tentang wanprestasi yang mana dalam duduk
perkaranya pihak tergugat tidak menjalankan kewajibannya dengan tidak
membayar marhun biih, mu’nah dan biaya-biaya lainnya. Namun dalam
penyelesaiannya hakim menggunakan dasar hukum wanprestasi yang di atur
dalam KUHPerdata, sedangkan menurut pengertian wanprestasi dalam
KUHPerdata menjelaskan bahwa undang-undang tersebut berlaku hingga adanya
undang-undang yang menggantikannya, terutama dalam kasus ekonomi syariah
seharusnya penyelesaiannya terikat untuk tunduk kepada hukum dan ajaran Islam.
Kata lain wanprestasi juga dapat diartikan suatu perbuatan ingkar janji
yang dilakukan oleh salah satu pihak yang tidak melaksanakan isi perjanjian, isi
ataupun melaksanakan tetapi terlambat atau melakukan apa yang sesungguhnya
tidak boleh dilakukannya. Hal tersebut dapat merugikan salah satu pihak apabila
debitur tidak melaksanakan prestasinya dengan baik. Sehingga timbulnya
wanprestasi ini dapat melemahkan adanya perjanjian.
Istilah perjanjian juga diatur dalam KUHPerdata tepatnya dalam buku III
KUHperdata yang mengatur tentang perikatan, dalam buku tersebut menjelaskan
bahwa definisi dari perjanjian adalah dengan menggunakan kata persetujuan,
maksud dari suatu persetujuan tersebut adalah perbuatan yang melibatkan 1 orang
atau lebih dengan mengikatkan dirinya terhadap orang lain, satu orang atau lebih
lainnya. Maka dapat dijelaskan bahwa suatu perjanjian adalah dimana seseorang
atau dua orang lebih mengadakan persetujuan atau perjanjian untuk melaksanakan
suatu hal yang mana objek nya berupa benda dan memiliki sifat kebendaan dan
akibat adanya perjanjian tersebut menjadikan pihak-pihak terikat satu sama lain
baik secara lisan maupun tercatat dalam bentuk tulisan. Menurut beberapa
pendapat menyatakan bahwa bukanlah kelalaian debitur yang dapat menyebabkan
batalnya sebuah perjanjian namun putusan hakim lah yang dapat membatalkan,
sehingga sebuah putusan itu bersifat constitutif dan bukan declaratoir. Sebaliknya
hakim mempunyai suatu kekuasaan Discretionair, artinya hakim berwenang untuk
menilai prestasi pada debitur. Apabila ke layang-layang tersebut dianggap kecil
oleh pihak hakim maka ia berhak menolak pembatalan perjanjian meskipun ganti
rugi yang diminta harus dilunaskan.
4
Hanafi, I. (2018). Analisis Putusan Pengadilan Agama Purbalingga Tentang Wanprestasi Akad
Murabahah Studi Kasus Putusan Perkara Nomor 0311/Pdt. g/2014/PA. Pbg (Doctoral dissertation,
IAIN SALATIGA).
Apabila seorang dalam keadaan-keadaan tertentu beranggapan bahwa
perbuatan debiturnya akan merugikan, maka ia dapat minta pembatalan perikatan.
Menurut pendapat yang paling banyak dianut, bukanlah kelalaian debitur yang
menyebabkan batal, tetapi putusan hakim yang membatalkan perjanjian, sehingga
putusan itu bersifat “constitutief” dan tidak “declaratoir”. Malahan hakim itu
mempunyai suatu kekuasaan “discretionair” artinya ia berwenang menilai
wanprestasi debitur. Apabila kelalaian itu dianggapnya terlalu kecil hakim
berwenang untuk menolak pembatalan perjanjian, meskipun ganti rugi yang
diminta harus diluluskan.
1. Kelalaian
Pada intinya dalam suatu perjanjian ada suatu hal yang harus dipenuhi dan
tidak dapat dilakukan, yaitu kewajiban untuk memberikan, kewajiban untuk
melaksanakan, serta kewajiban untuk melakukan sesuatu hal yang telah disepakati
dalam suatu perjanjian. Sehingga dengan terlaksananya perjanjian tersebut dengan
baik maka tidak akan pernah timbul suatu wanprestasi. Sehubungan dengan
adanya kelalaian tersebut maka perlu diketahui kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh debitur yaitu Kewajiban untuk memberikan sesuatu yang telah
dijanjikan, Kewajiban untuk melakukan suatu perbuatan dan Kewajiban untuk
tidak melaksanakan suatu perbuatan.
2. Keadaan Memaksa
PEMBAHASAN
Putusan dalam bahasa Belanda dikenal dengan kata (vonnis) dan dalam
bahasa Arab dikenal dengan kata (al-qada'u) yang memiliki arti produk dari
pengadilan agama yang dikeluarkan karena adanya dua belah pihak yang
berlawanan dalam suatu perkara yaitu disebut dengan “penggugat dan tergugat”.
Biasanya produk pengadilan agama yang seperti ini diistilahkan sebagai produk
peradilan yang sesungguhnya dan bersifat abadi atau istilahnya “jurisdiction
cententiosal”.
Putusan peradilan perdata juga disebut dengan peradilan agama yaitu itu
selalu membuat perintah dari pengadilan terhadap pihak yang yang lemah untuk
melakukan sesuatu atau memberi hukuman terhadapnya agar membuat sesuatu
untuk diberikan kepada pengadilan. Sehingga dictum vonis selalu bersifat
condemnatoir yang artinya menghukum atau bersifat constitutif yang artinya
menciptakan. Namun jika perintah tersebut dilakukan dengan secara paksa maka
hal tersebut disebut dengan eksekusi.
Putusan hakim atau dapat disebut dengan istilah putusan pengadilan
adalah suatu hal yang sangat diinginkan atau dinantikan oleh para pihak yang
berperkara untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi diantara keduanya dengan
sebaik- baiknya yang mana dengan putusan hakim tersebut para pihak yang
berperkara mengharapkan suatu kepastian hukum dan keadilan dalam perkara
mereka. Karena lahirnya putusan dalam suatu perkara merupakan titik akhir dalam
suatu perselisihan.
Tidak hanya Prof Soedikno beberapa ahli hukum lainnya pun ikut
mendefinisikan terkait pengertian putusan hakim di antaranya Muhammad Nasir
mendefinisikan bahwa putusan hakim sebagai suatu pernyataan yang dibuat oleh
Hakim sebagai Aparatur Negara yang diberikan wewenang dalam menyampaikan
putusan. Untuk itu dan diucapkan di depan persidangan yang Tujuannya adalah
5
Ihsan, M. A. D. (2023). Analisis Yuridis Tanggung Renteng Wanprestasi Dalam Perjanjian Kerja
Pembangunan Perumahan (Studi Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 286 K/Pdt/2019) (Doctoral
dissertation, Fakultas Hukum, Universitas Islam Sumatera Utara).
mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara antara para pihak yang
bersengketa.6
6
Susmayanti, R. (2019). Analisis Putusan tentang Gugatan Wanprestasi terhadap Pengingkaran
Janji Kampanye oleh Presiden Terpilih. Jurnal Supremasi, 39-50.
7
Lazwardi, M. (2018). Wanprestasi Dalam Akad Pembiayaan Ijarah Multijasa (Analisis Putusan
Pengadilan Agama Purbalingga No. 1721/Pdt. G/2013/PA. Pbg). Rechtidee, 13(2), 139-159.
agama,lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan
hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut.
Dari berbagai definisi yang diuraikan diatas terkait pengertian hakim dapat
ditarik kesimpulan bahwa hakim adalah organ atau bagian daripada peradilan
pada mahkamah agung dan peradilan dibawahnya yang dianggap paham hukum
yang biasa disebut sebagai ahli hukum, kemudian diberikan wewenang untuk
menyelesaikan, memutuskan atau mengadili suatu perkara demi tegaknya suatu
hukum dan keadilan terutama diindonesia yang berdaulatkan pancasila.
Putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap atau pasti (in kracht Van
gewijsde) dalam perkara perdata mempunyai 3 macam kekuatan yaitu sebagai
berikut:
Penggugat dalam kasus putusan ini adalah PT. Pegadaian Syariah yang
dalam hal ini perusahaan tersebut merupakan Perseroan yang bergerak dibidang
jasa keuangan berupa pegadaian. Gadai yang biasa dilakukan dapat berupa barang
bergerak maupun tidak bergerak seperti, Emas, BPKB Motor atau mobil, tanah
atau barang yang memiliki harga lainnya. Dalam surat gugatannya tercantum
tanggal 17 Februari 2020 telah mengajukan permohonan gugatan ekonomi
syariah, yang telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Utara,
dengan Nomor putusan 565/Pdt.G/2020/PA.JU dibuat pada tanggal 03 Maret
2020.
Namun hingga surat tersebut telah dikirimkan dan sampai pada ada tangan
tergugat, tergugat masih saja belum melaksanakan kewajibannya sama sekali dan
dipandang tidak ada itikad baik untuk memenuhi kewajibannya. Padahal
Berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat dan ditandatangani oleh tergugat
mengenai surat pemberitahuan yang telah disampaikan tergugat seharusnya telah
melaksanakan pembayaran pinjaman sesuai dengan surat perjanjian yang tertera
dalam perjanjian gadai. Pihak pegadaian atau penggugat telah beberapa kali
mengirimkan surat peringatan pelunasan marhun bih, munah, dan menjelaskan
tentang biaya-biaya lainnya kepada tergugat, namun tergugat tetap tidak ada itikad
baik untuk melaksanakan kewajibannya sehingga tergugat dengan ini terbukti
melakukan wanprestasi sesuai dengan pasal 1238 KUHPerdata. Berdasarkan surat
somasi yang dilayangkan penggugat kepada tergugat tertanggal 3 september 2019,
tergugat memiliki hutang beserta biaya lainnya dengan total jumlah
Rp.110.151.000,- (seratus sepuluh juta seratus lima puluh satu ribu rupiah)
sehingga penggugat meminta kepada tergugat untuk melakukan pelunasan
pembayaran dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari.
Karena hal tersebutlah pihak penggugat merasa bahwa pihak tergugat telah
melakukan wanprestasi karena pada saat jatuh tempo telah disepakati dalam
perjanjian pihak tergugat masih belum membayar kewajibannya kepada
penggugat. Bahkan hingga sampai pada saat perkara telah diajukan ke pengadilan
agama tergugat masih belum juga membayar kewajibannya. Pengajuan kepada
pengadilan agama dilakukan karena dalam hal ini pelanggaran yang dilakukan
oleh tergugat menimbulkan permasalahan dengan Pegadaian Syariah yang dalam
aturannya menganut pada hukum Islam. Pada tenggang waktu yang telah
disampaikan oleh penggugat ia telah melakukan upaya persuasif atau
kekeluargaan sebagai bentuk penyelesaian dalam permasalahan wanprestasi ini,
baik dengan cara penagihan maupun memberikan surat surat peringatan (somasi)
kepada pihak tergugat namun upaya tersebut tidak membuahkan hasil sehingga
dalam hal ini penggugat dinyatakan sangat dirugikan dan diperlukan tindak lanjut
yang diserahkan kepada Pengadilan Agama Jakarta Utara.
Pertimbangan Hakim
Pada hari persidangan yang telah ditentukan pemohon hadir ke
persidangan sedangkan termohon tidak hadir meskipun telah di paggil secara
resmi oleh pihak pengadilan dan juga tidak mengutus kuasa hukumnya dan tanpa
alasan yang sah, maka dengan ini termohon dinyatakan tidak hadir dan pemohon
diperiksa secara verstek sesuai dengan pasal 125 ayat (1), 126 HIR. Adapun
perkara ini mengenai gugatan ekonomi syariah dan menjadi kewenangan absolut
peradilan agama hal ini sesuai dengan pasal 49 undang-undang nomor 3 tahun
2006 atas perubahan Undang- Undang No. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama.
Majelis hakim sudah berusaha menasihati penggugat untuk berdamai dan
menyelesaikannya secara kekeluargaan sesuai dengan pasal 130 HIR / 154 RBg.
dan PERMA RI nomor 1 tahun 2018, namun hal tidak berhasil. Usaha perdamaian
melalui media tidak dapat dilaksanakan karena tergugat tidak pernah menghadiri
persidangan dan tidak menyuruh orang lain sebagai wakilnya atau kuasa
hukumnya yang sah hal ini sesuai peraturan Mahkamah Agung RI nomor 01 tahun
2016 tentang prosedur mediasi.
Sehingga dengan hal ini perjanjian kredit atau jaminan gadai rahan sudah
sesuai dengan pasal 1151 KUHPerdata, Namun faktanya tergugat sampai tanggal
jatuh tempo yang diatur dalam surat bukti rahn tersebut belum juga melunasi
hutangnya sama sekali. Berdasarkan penjelasan tersebut tergugat telah melewati
batas waktu pembayaran meskipun telah disampaikan surat pemberitahuan jatuh
tempo sebagaimana surat tersebut di atas. Maka dari itu telah jelas dan terang
benderang primavasi bahwa perjanjian gadai yang dibuat dan ditandatangani
antara penggugat dan tergugat sebagaimana yang tertuang dalam surat bukti rahn
telah jatuh tempo sehingga penggugat telah mengirimkan surat pemberitahuan
jatuh tempo kepada tergugat.8
8
Zakia, I. (2020). Wanprestasi Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Secara Angsuran Dan
Tanggung Jawab Notaris Berdasarkan Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 884
PK/PDT/2018. Indonesian Notary, 2(002), 1-21.
Penggugat telah beberapa kali menyampaikan permintaan pelunasan
marhun Bih mudah dan jabatannya kepada tergugat namun tergugat tetap tidak
mengindahkannya sehingga sesuai dengan ketentuan pasal 12 38 88 kuhp perdata
tergugat telah berada dalam keadaan wanprestasi. Berdasarkan surat dari
penggugat kepada tergugat perihal somasi per tanggal 3 September 2019 pada
intinya menyatakan bahwasanya tergugat mempunyai utang dan ditambah gaya
lainnya dengan total sebesar 110 151 1000 sehingga penggugat meminta kepada
tergugat untuk segera melunasi nya dalam jangka tempo 7 hari masa kerja.
Berdasarkan keterangan dari kuasa hukum penggugat kepada tergugat bahwa wa
barang jaminan yang berupa berlian merupakan berlian sintetis sehingga tidak
memiliki daya jual atau tidak memiliki nilai sama sekali.
Kemudian somasi haruslah dilakukan sebanyak dua kali oleh juru sita
atapun kreditur dengan tenggang waktu antara somasi pertama dan somasi kedua
sebanyak satu minggu hari kerja, walaupun faktanya banyak pihak perbankan
yang melakukan somasi sebanyak 3 kali. Apabila somasi tersebut tidak di
indahkannya maka kreditur berhak membawa pesoalan tersebut ke pengadilan
yang selanjutnya mengenai status wanprestasi akan ditentukan oleh pengadilan.
Berdasarkan penjelasan tersebut penggugat telah melakukan proses yang sesuai
dengan patokan tersebut dan penggugat juga telah berhasil membuktikan bahwa
tergugat terbukti melakukan tindakan wanprestasi. mengenai pelunasan ganti rugi
uang pinjaman, mun'ah dan biaya biaya lainnya majelis hakim mengambil
pandangan dari pendapat ahli yaitu Prof. Dr. Drs. H. Abdul Manan S.H., S.IP.,
M.Hum. yang berpendapat bahwa terdapat beberapa akibat hukum bagi debitur
yang melakukan wanprestasi seperti:
1. Menyatakan Tergugat yang telah dipanggil secara resmi dan patut untuk
menghadap di persidangan, tidak hadir;
2. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebahagian dengan Verstek;
3. Menyatakan Tergugat telah berada dalam keadaan Wanprestasi terhadap
surat Perjanjian Rahn Nomor Akad tertanggal 16 Oktober 2018;
4. Menghukum Tergugat untuk melunasi kewajiban pembayaran ganti rugi
uang pinjaman (Marhun bih), Mun’ah dan biaya-biaya lainnya berupa
biaya Administrasi penyelesaian Marhun dalam proses Lelang yang
seluruhnya berjumlah sebesar Rp. 110.151.000,00 (seratus sepuluh juta
seratus lima puluh satu ribu rupiah)
5. Menolak selain dan selebihnya;
6. Membebankan kepada Tergugat untuk membayar seluruh biaya perkara ini
sejumlah Rp. 1.016.000,00 (sejuta enam belas ribu rupiah)
KESIMPULAN
9
Asyhadi, F. (2020). Analisis Putusan Hakim Dalam Sengketa Ekonomi Syariah di Pengadilan
Agama Jakarta Selatan Tentang Wanprestasi Akad Murabahah (Putusan Nomor 3353/PDT.
G/2018/PA. JS). Buana Ilmu, 5(1), 185-198.
1. Putusan hakim dalam suatu perkara wanprestasi syariah kasus gadai
syariah dengan nomor putusan 565/Pdt.G2020/PA.JU tersebut sudah
sesuai dengan aturan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)
meskipun dasar pertimbangan dalam penetapan wanprestasi gadai syariah
tersebut menggunakan KUHPer namun tidak bertentangan dengan syariah
islam.
2. Adapun terkait Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
masih dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan hukum para hakim
dalam memutus suatu putusan terutama dalam perkara sengketa syariah,
namun dalam hal ini terdapat garis besar bahwa penggunaan KUHPerdata
dapat digunakan selama hukum tersebut tidak bertentangan dengan hukum
Islam.
10
Harahap, M. Y. (2020). Pengikatan Jaminan Kebendaan dalam Kontrak Pembiayaan Muḍārabah
sebagai Upaya Penyelesaian Sengketa Debitur Wanprestasi (Analisis Putusan Mahkamah Agung
Nomor 272/K/AG/2015 tentang Pembiayaan Mudharabah). Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum
Islam, 14(1), 51-67.
DAFTAR PUSTAKA
Layla Martama’na Suratul Fatekhah, L., Mutimatun, N. A., & SH, M. (2018).
Tinjauan Hukum Terhadap Sengketa Wanprestasi Hutang Piutang
Dengan Jaminan Sertifikat Tanah (Analisis Putusan No.: 26/Pdt.
G/2014/PN. Kln) (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah
Surakarta).
Lubis, S., Sugeng, S. H., SI, M., Wiyono, S. H., & Hartomo, S. H. ANALISIS
PUTUSAN PENGADILAN TENTANG WANPRESTASI.