Abstrak
Kegiatan Gadai Syariah merupakan suatu gejala ekonomi yang baru
lahir semenjak regulasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Jo.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 jo. Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Regulasi ini di respon
oleh Dewan Syariah Nasional dengan mengeluarkan fatwa Nomor
25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn dan juga fatwa Nomor 26/
DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas. Kegiatan gadai syariah yang
baru ini melahirkan sistem hukum baru di dalam sistem hukum di
Indonesia. Kondisi ini didasarkan pada lahirnya perjanjian-perjanjian
yang belum ada dalam sistem hukum perdata di Indonesia misalnya
ar-rahn. Karena Sistem ar-rahn berasal dari sistem hukum Islam.
Karena itu akan banyak masalah yang terjadi bila struktur hukumnya
belum di temukan. Sedangkan penelitian tentang struktur hukum
pegadaian syariah dalam perspektif hukum Islam dan Hukum positif
belum banyak dan hanya beberapa orang misalnya Zainuddin Ali,
Abdul Ghofur Anshori dan Nur Aliyah. Penelitian ini merupakan
penelitian lapangan dengan pengambilan datanya melalui observasi
dan quesioner. Untuk bisa menyelesaikan rumusan masalah yang ada
peneliti menggunakan pendekatan sistem dengan pemahaman bahwa
dalam pegadaian syariah itu operasionalnya menggunakan sistem
tertentu dan pendekatan yang lain yaitu pendekatan yuridis normatif
yang digunakan untuk menganalisis praktik pegadaian syariah
dari sisi hukum. Struktur hukum dalam pegadaian syariah yang
telah penulis teliti di Pegadaian Syariah Kudus dapat di simpulkan.
Bahwa struktur hukum perjanjian yang di buat oleh para pihak ada
dua struktur yaitu struktur hukum gadai pada perjanjian gadai dan
struktur hukum jual beli pada skim mulia. Struktur hukum gadai yang
di lakukan di Pegadaian Syariah Kudus memuat : suatu perbuatan
hukum oleh seseorang atau rahin mengikatkan diri pada orang lain
atau murtahin untuk memperoleh pinjaman uang dengan jaminan
berupa benda bergerak. Perjanjian ini dalam struktur hukum perdata
termasuk perjanjian bernama yang mempunyai sifat timbal balik, di
satu sisi punya hak dan di sisi lain punya kewajiban secara timbal balik.
Perjanjian demikian itu termasuk perjanjian konsensuil obligatoir,
karena terbentuknya perjanjian itu berdasarkan konsensus dan yang di
perjanjikan mengandung unsur ekonomi. Sedangkan pada skim mulia
perjanjian yang di bentuk termasuk struktur hukum jual beli, karena
di satu sisi ada penjual dan di sisi lain ada pembeli dan juga ada obyek
jual beli berupa logam mulia. Perjanjian jual beli termasuk perjanjian
bernama yang sifatnya juga konsensuil obligatoir karena perjanjian
ini terbentuk dengan adanya kata sepakat dan tidak diharuskan ada
formalitas tertentu seperti barang tak bergerak. Berdasarkan hubungan
hukum, perjanjian ini termasuk perjanjian timbal balik karena ada hak
dan kewajiban secara timbal balik antara pembeli dan penjual. Kedua
struktur hukum tersebut telah di atur dalam KUH perdata dan telah di
atur dalam hukum perdata yang berasal dari hukum Islam. Struktur
hukum ini mempunyai kekhususan dimana ia berasal dari struktur
hukum Islam yang di adopsi dari budaya Islam di zaman Arab.
Kata Kunci: Struktur Hukum Pegadaian Syariah dalam Perspektif
Hukum Islam dan Hukum Positif
B. Rumusan Masalah
Uraian diatas menerangkan bahwa pegadaian syariah
mempunyai sistem hukum yang berbeda dengan hukum positip dan
D. Hasil Penelitian
1) Tahap Pengajuan
Pada tahap ini seorang nasabah apabila ingin mendapatkan
pinjaman dari Pegadaian Syariah ia harus datang dengan
memenuhi beberapa persyaratan:
1. Menyerahkan copy KTP atau identitas resmi lainnya;
2. Menyerahkan barang sebagai jaminan yang berharga misalnya
berupa emas, berlian, elektronik, dan kendaraan bermotor;
3. Untuk kendaraan bermotor, cukup menyerahkan dokumen
kepemilikan berupa BPKB dan copy dari STNK sebagai
pelengkap jaminan;
4. Mengisi formulir permintaan pinjaman;
5. Menandatangani akad
Setelah syarat-syarat ini terpenuhi, nasabah membawa barang
jaminan disertai photo copy identitas ke loket penaksiran barang
jaminan. Barang akan ditaksir oleh penaksir, kemudian akan
memperoleh pinjaman uang maksimal 90% dari nilai taksiran.
Tahap berikutnya adalah tahap perjanjian yang dilakukan sebagai
berikut:
2) Tahap Perjanjian
Pada tahap perjanjian, pihak rahin harus datang sendiri dan
melakukan negosiasi terlebih dahulu atas perjanjian yang di buat
oleh pihak Pegadaian Syariah. Bila pihak rahin tidak sepakat, boleh
membatalkan untuk tidak jadi meminjam uang di Pegadaian
Syariah. Namun bila telah sepakat atas perjanjian yang ada, maka
nasabah langsung menandatangani akad tersebut. Adapun akad
yang di gunakan dalam perjanjian gadai syariah ini adalah akad
ijroh atau Fee Based marhun yang bisa di sebut ijarah yakni rahin
dimintai imbalan sewa tempat, ujroh pemeliharaan marhun dalam
hal penyimpanan barang yang di gadaikan.
Apa yang diperjanjikan?
Hal-hal yang di perjanjikan dalam perjanjian gadai syariah
adalah:
(a) Judul perjanjian yaitu akad rahn.
(b) Hari dan tanggal serta tahun akad
(c) Kedudukan para pihak yaitu (1) kantor cabang pegadaian
syariah yang diwakili oleh kuasa pemutus marhun bih,
dan oleh karenanya bertindak untuk dan atas nama serta
a. Tahap Pengajuan
Pada tahap ini seorang nasabah apabila ingin mendapatkan
emas logam mulia dari Pegadaian Syariah dan di simpan sebagai
cadangan untuk kebutuhan-kebutuhan mendesak, ia harus
datang dengan memenuhi beberapa persyaratan :
(b) Menyerahkan copy KTP atau identitas resmi lainnya;
(c) Mengisi formulir produk mulia;
(d) Membayar uang muka dan administrasi lainnya;
(e) Menandatangai akad
Setelah syarat-syarat ini terpenuhi, nasabah akan mendapatkan
barang berupa emas logam mulia yang disimpan di pegadaian
syariah.
Tahap berikutnya adalah tahap perjanjian yang dilakukan sebagai
berikut:
b. Tahap Perjanjian
Pada tahap perjanjian, pihak rahin harus datang sendiri
dan melakukan tanya jawab tentang harga dan persyaratan-
persyaratan lain terlebih dahulu atas perjanjian yang di buat oleh
pihak Pegadaian Syariah. Bila pihak rahin tidak sepakat, boleh
membatalkan untuk tidak jadi membeli emas logam mulia di
Pegadaian Syariah. Namun bila telah sepakat atas perjanjian yang
ada, maka nasabah langsung menandatangani akad tersebut.
Adapun akad yang di gunakan dalam perjanjian produk mulia
ini adalah akad murabahah dan rahn yakni pembeli adalah rahin
(nasabah) dan penjual adalah murtahin (pegadaian syariah).
Setelah terjadi jual beli, barang tetap berada di pegadaian syariah
karena uang yang untuk membeli adalah milik pegadaian syariah
dan nasabah kedudukannya adalah sebagai orang yang hutang
untuk membeli emas logam mulia.
Apa yang diperjanjikan?
Hal-hal yang di perjanjikan dalam perjanjian produk jual beli
emas logam mulia adalah:
(a) Judul perjanjian yaitu akad murabahah logam mulia,
nomor: dan dasar al-Qur'an;
(b) Kedudukan para pihak. Misalnya: Pegadaian Syariah menyebut
bahwa nama Marmono, jabatan manajer cabang, dalam hal
N M L KJ I H G F E D C B
U TSRQPO
Dan jika kamu dalam perjalanan (safar) dan kamu tidak dapati penulis,
maka hendaklah ada jaminan (borg sebagai barang gadaian) yang kamu
pegangi. Maka jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka
hendaklah orang yang dipercayai itu menunaikan amanahnya (hutangnya)
dan hendaklah ia takut kepada allah Tuhannya (Qs. Al-Baqarah, 283)
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu
tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang
dipegang (oleh yang berpiutang).(QS. 2:283) dan sabda beliau:
Hewan yang dikendarai dinaiki apabila digadaikan dan susu (dari hewan)
diminum apabila hewannya digadaikan. Wajib bagi yang mengendarainya
dan yang minum memberi nafkahnya. (Hadits Shohih riwayat Al
Tirmidzi).
Al Rahn (Gadai) ditunggangi dengan sebab nafkahnya, apabila
digadaikan dan susu hewan menyusui diminum dengan sebab nafkah
apabila digadaikan dan wajib bagi menungganginya dan meminumnya
nafkah. (HR Al Bukhori no. 2512). Ini madzhab Hanabilah. Adapun
logam mulia dengan membayar uang muka sebagai tanda jadi dari
total jumlah harga logam mulia yang di jual oleh pegadaian syariah.
Penentuan harga di dasarkan pada harga standar internasional
ditambah margin keuntungan. Setelah di jumlah dari harga pokok dan
margin, nasabah membayar uang muka. Adapun sisa dari uang yang
harus di bayar, nasabah meminjam uang kepada Pegadaian Syariah
dan emas logam mulia menjadi jaminannya. Apabila telah selesai
membayar secara keseluruhan emas akan diberikan pihak nasabah.
Perjanjian dengan cara ini termasuk jual beli yang diperbolehkan
oleh Islam. Islam menyuruh untuk memperoleh harta dengan jual beli
berdasarkan al-Qur'an :
Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil)
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan sukarela di antaramu.
:
Dari Abu Said Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya
jual beli itu hanya boleh dilakukan dengan kerelaan kedua belah pihak.
E. KESIMPULAN
Berdasarkan deskripsi tentang struktur hukum dalam pegadaian
syariah yang telah penulis teliti di Pegadaian Syariah Kudus dapat di
simpulkan. Bahwa struktur hukum perjanjian yang di buat oleh para
pihak ada dua struktur yaitu struktur hukum gadai pada perjanjian
gadai dan struktur hukum jual beli pada skim mulia. Struktur hukum
gadai yang di lakukan di Pegadaian Syariah Kudus memuat : suatu
perbuatan hukum oleh seseorang atau rahin mengikatkan diri pada
orang lain atau murtahin untuk memperoleh pinjaman uang dengan
jaminan berupa benda bergerak. Perjanjian ini dalam struktur hukum
perdata termasuk perjanjian bernama yang mempunyai sifat timbal
balik, di satu sisi punya hak dan di sisi lain punya kewajiban secara
timbal balik. Perjanjian demikian itu termasuk perjanjian konsensuil
obligatoir, karena terbentuknya perjanjian itu berdasarkan konsensus
dan yang di perjanjikan mengandung unsur ekonomi. Sedangkan
pada skim mulia perjanjian yang di bentuk termasuk struktur hukum
jual beli, karena di satu sisi ada penjual dan di sisi lain ada pembeli
dan juga ada obyek jual beli berupa logam mulia. Perjanjian jual beli
termasuk perjanjian bernama yang sifatnya juga konsensuil obligatoir
karena perjanjian ini terbentuk dengan adanya kata sepakat dan
tidak diharuskan ada formalitas tertentu seperti barang tak bergerak.
Berdasarkan hubungan hukum, perjanjian ini termasuk perjanjian
timbal balik karena ada hak dan kewajiban secara timbal balik antara
pembeli dan penjual. Kedua struktur hukum tersebut telah di atur
dalam KUH perdata dan telah di atur dalam hukum perdata yang
berasal dari hukum Islam. Struktur hukum ini mempunyai kekhususan
dimana ia berasal dari struktur hukum Islam yang di adopsi dari
Abstract
This study aims to test empirically the effect of trust on the use
of Automated Teller Machine (ATM) using the approach of
Technology Acceptance Model (TAM). The survey was conducted
with the customers of Bank Syariah Mandiri (BSM) Kudus. The
primary data collected through the questionnaire distributed to
customers using accidental sampling technique. Based on multiple
linear regression using data of 170 customers from Bank Syariah
Mandiri (BSM) Kudus, this study results indicated that: (1)
perceived usefulness (PU), perceived ease of use (PEOU) and trust
influence the attitude of customers in using ATMs; (2) trust and
attitudes affect the behavior of customers in using ATMs. This is
evidenced by the regression test the hypothesis that the PU, PEOU
and trust significantly influence the attitude of customers in using
ATMs. Partial, trust is the dominant variable influencing customer
attitudes in using the ATM. In addition, this study also showed that
trust directly affects the behavior of ATM usage.
Keywords: trust, technology acceptance model, ATM, Bank
Syariah Mandiri
A. PENDAHULUAN
Perkembangan Teknologi Informasi (TI) yang sangat pesat
dewasa ini memberikan banyak kemudahan pada berbagai aspek
kegiatan bisnis. TI dapat memenuhi kebutuhan informasi dunia bisnis
yang bersifat rahasia menjadi perhatian yang sangat penting bagi para
pengguna. Berbagai bentuk kejahatan terhadap sistem keamanan
ATM tidaklah sedikit. Kejahatan yang terjadi mulai dari tindakan
yang cukup sederhana, seperti pencopetan, penodongan, ataupun
perampokan, sampai pada penggunaan teknologi yang cukup canggih,
yaitu penggunaan teknologi untuk mengetahui nomor rekening, PIN
nasabah, ataupun melakukan duplikasi data keamanan nasabah
(www.informatika.org.).
Beberapa bentuk kejahatan tersebut di atas mengindikasikan
bahwa aspek kepercayaan (trust) merupakan salah satu faktor
penting yang mempengaruhi perilaku penggunaan teknologi ATM.
Ketidakpercayaan nasabah terhadap teknologiATM akan menyebabkan
para pengguna menjadi enggan untuk menggunakan teknologi
tersebut. Oleh karena itu, perlu kiranya untuk menginvestigasi faktor-
faktor yang mempengaruhi perilaku penggunaan teknologi ATM.
Penelitian-penelitian sebelumnya menekankan signifikansi
kepercayaan dalam penerimaan teknologi informasi. Namun, penelitian
kepercayaan pengguna pada penelitian sebelumnya menggunakan
model yang berbeda dan menguji pada objek penelitian yang berbeda,
seperti Eriksson, Kerem dan Nilsson (2005: 1) memasukkan variabel
trust sebagai anteseden dari perceived usefulness dan perceived
ease of use pada nasabah internet banking; Tang dan Chi melakukan
pengujian pada konsumen online shopping, Wu dan Liu (2007: 129)
mengintegrasikan variabel trust dengan model TRA pada pengguna
online games, dan Heidjen, Verhagen dan Creemers (2003: 3)
mengintegrasikan variabel trust dan risiko dengan model TAM pada
konsumen e-commerse website.
Untuk itu, penelitian ini menguji suatu model perilaku
penggunaan teknologi ATM pada nasabah bank syariah dengan
mengintegrasikan faktor kepercayaan (trust) dengan Technology
Acceptance Model (TAM). Alasan utama penggunaan dan
pengembangan model TAM adalah karena kesederhanaan (parsimony)
dan kemampuan menjelaskan (explanatory power) hubungan sebab
akibat model ini. Di samping itu, mayoritas penelitian sebelumnya
juga menggunakan model TAM sebagai model dasar.
Model TAM telah memberikan kontribusi teoritis yang sangat
penting terhadap pemahaman penggunaan dan penerimaan TI.
Model ini berasumsi bahwa seseorang mengadopsi suatu teknologi
B. LANDASAN TEORI
1. Perilaku Konsumen
Definisi perilaku konsumen banyak dikemukakan oleh para
ahli Ekonomi. Schiffman dan Kanuk (1994: 7) mendefinisikan perilaku
konsumen sebagai berikut: the behavior that consumers display in searcing
for, purchasing, using, evaluating and dispoting of products and servives that
they expect will satisfy their needs. Sedangkan Engel, Blackwell dan
Miniard (1993: 4) memberikan definisi perilaku konsumen sebagai
those activities directly involved in obtaining, consuming, and disposing
of products and services, including the decision processes that precede and
follow these action. Sementara itu, Loudon dan Della-Bitta (1984: 6)
mengemukakan definisi perilaku konsumen sebagai decision process
and physical activity individuals engage in when evaluating, acquiring, using
or disposing of goods and services.
Berdasarkan beberapa definisi yang telah dikemukakan di
atas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah semua
kegiatan, tindakan serta proses psikologis yang mendorong tindakan
tersebut dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan
menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang
mendahului dan menyusuli tindakan tersebut. Proses keputusan
konsumen dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti budaya,
sosial, pribadi maupun psikologi dari konsumen sebagaimana
dijelaskan sebagai berikut:
STRATEGI
PEMASARAN
Perusahaan
Perbankan
Pemerintah
PROSES KEPUTUSAN
PERBEDAAN Pengenalan FAKTOR
INDIVIDU Kebutuhan LINGKUNGAN
1.Kebutuhan dan
Motivasi 1.Budaya
2.Kepribadian Pencarian Informasi 2.Karakteristik
3.Pengolahan Sosial Ekonomi
Informasi dan 3.Keluarga dan RT
Persepsi Evaluasi Alternatif 4.Kelompok Acuan
4.Proses Belajar 5.Situasi Konsumen
5.Pengetahuan
Pembelian dan Kepuasan
6.Sikap
IMPLIKASI
Strategi Pemasaran
Kebijakan Publik
Identifikasi Pencarian Evaluasi Pembelian Evaluasi
kebutuhan:
Informasi: Alternatif: dan Purna Beli:
.HEXWXKDQ (YRNHGVHW 'HFLVLRQ Konsumsi: &RJQLWLYH
SHODQJJDQ 6XPEHU UXOH (PRVLGDQ GLVVRQDQFH
1LODL LQIRUPDVL PRRG .HSXDVDQ
SHODQJJDQ 3HUVHSVL 'UDPDWXUJL SHODQJJDQ
WHUKDGDS 5ROHWKHRU\
GDQVFULSW
/R\DOLWDV
ULVLNR SHODQJJDQ
WKHRU\ .XDOLWDV
&RQWURO MDVD
WKHRU\
&XVWRPHU
FRPSDWLELOLW\
6XPEHU7MLSWRQR
3.
Technology Acceptance Model (TAM)
Technology Acceptance Model (TAM) adalah model yang
diperkenalkan oleh Fred Davis pada tahun 1986 dengan disertasinya
yang berjudul A Technology Acceptance Model for Empirically Testing
Perceived
Usefulness
Behavior Actual Use
External Attitude Intention
Variable toward
using
Perceived
Ease of Use
to accept vulnerability, but with an expectation or confidence that one can rely
on the other party. Beberapa pendapat di atas menggambarkan bahwa
kepercayaan akan terjadi apabila seseorang memiliki keyakinan diri
kepada reliabilitas dan integritas dari partner.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa kepercayaan adalah kesediaan pihak tertentu terhadap pihak lain
dalam melakukan hubungan transaksi berdasarkan suatu keyakinan
bahwa pihak yang dipercayainya tersebut akan melakukan tindakan
sesuai dengan yang diharapkan. Dengan kata lain, kepercayaan itu
akan mengukur apakah seseorang mempercayai pihak lain sebagai
pihak yang dapat dipercaya.
Dalam konteks teknologi informasi, konsep kepercayaan dalam
penelitian ini adalah kepercayaan pada penyelenggaraan transaksi
teknologi informasi dan kepercayaan pada mekanisme operasional
dari transaksi yang dilakukan. Upaya tinggi harus dilakukan oleh
penyelenggara transaksi teknologi informasi agar kepercayaan
konsumen semakin meningkat. Hal ini disebabkan kepercayaan
mempunyai pengaruh besar pada niat dan perilaku konsumen untuk
melakukan transaksi secara online atau tidak melakukannya.
Menurut Koufaris dan Hampton-Sosa (2002: 15), indikator-
indikator trust meliputi: trustworthy, keep the best interest, keep the promises
and commitment, believe the information provided dan genuinely concerned.
Dengan demikian, jika sistem ATM itu dapat dipercaya oleh para
pengguna, maka akan mendorong para pengguna untuk menerima
dan atau menggunakan sistem ATM tersebut.
5. Pengembangan Hipotesis dan Model Penelitian
a. Pengaruh Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use, dan
Trust terhadap Sikap nasabah).
Persepsi manfaat (perceived usefulness) sebagaimana
dikemukakan oleh Davis dalam Ayyagari (2006: 198) merupakan
suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa penggunaan
suatu teknologi informasi tertentu akan meningkatkan prestasi kerja
orang tersebut. Manfaat sistem bagi pemakainya berkaitan dengan
produktifitas, kinerja tugas atau efektifitas dan kegunaan tugas
secara menyeluruh. Menurut Sun dan Zhang (2006: 644), dimensi
kemanfaatan dapat berupa pekerjaan lebih mudah (makes job easier),
Perceived
Usefulness H1
(PU) Attitude Behavior
(AT) H5 Intention
(BI)
Perceived H2
Ease of Use H3 H4
(PEOU)
Trust
(TR)
C. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian survey, yaitu penelitian
yang dilakukan dengan mengambil sampel secara langsung dari
populasi, sehingga ditemukan hubungan-hubungan antar variabel
(Sugiyono, 2004: 7). Sedangkan diilihat dari cakupan jenis eksplanasi
ilmu yang dihasilkan dalam penelitian, penelitian ini merupakan
penelitian kausalitas (Ferdinand, 2006: 5).
Adapun definisi operasional variabel-variabel penelitian
ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Persepsi manfaat (Perceived
Usefulness) didefinisikan sebagai suatu tingkatan di mana seseorang
percaya bahwa penggunaan suatu teknologi informasi akan
meningkatkan prestasi kerja orang tersebut; 2) Persepsi kemudahan
penggunaan (perceived ease of use/PEOU) didefinisikan sebagai suatu
tingkatan di mana seseorang percaya bahwa teknologi informasi
dapat dengan mudah dipahami; 3) Kepercayaan (trust) adalah
kesediaan pihak tertentu terhadap pihak lain dalam melakukan
Model Summaryb
ANOVAb
Sum of
Model
1 Regression Squares
313.054 df 3 Mean104.351
Square F
330.373 .000a
Sig.
Residual 29.691 94 .316
Total 342.745 97
a.
b. Predictors: (Constant), TRUST, PU, PEOU
Dependent Variable: ATT
Model Summaryb
p value 0.000 berada jauh di bawah alpha 0.05 ( p value 0.000 < alpha
0.05). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5
ANOVAb
Sum of
Model
1 Regression Squares
321.699 df 2 Mean160.849
Square F
143.199 .000a
Sig.
Residual 106.710 95 1.123
Total 428.408 97
a.
b. Predictors: (Constant), ATT, TRUST
Dependent Variable: BI
H4. Pengaruh Trust Terhadap Perilaku Penggunaan (Behavior
Intention)
Hasil pengujian empirik menunjukkan bahwa trust
(kepercayaan) secara signifikan dan positif berpengaruh terhadap
perilaku penggunaan ATM (behavior intention) nasabah pada pada
Bank Syariah Mandiri (BSM) Kudus. Hal ini ditunjukkan dengan nilai
t hitung 2.157 dengan nilai signifikansi atau p value 0.034 di mana
dengan menggunakan alpha 0.05 maka nilai p value 0.034 di bawah
nilai alpha 0.05. Sementara hubungan positif yang ditunjukkan dengan
nilai beta atau slope positif sebesar 0.343 memberi makna bahwa
semakin nasabah memiliki kepercayaan terhadap teknologi informasi
(ATM) di bank syariah, maka semakin meningkatkan kecenderungan
penggunaan teknologi informasi (ATM) di Bank Syariah Mandiri
(BSM) Kudus. Berdasarkan hasil pengujian tersebut di atas, maka
hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara trust
(kepercayaan) terhadap perilaku penggunaan ATM di bank syariah
tidak sanggup ditolak atau hipotesis diterima.
atau slope positif sebesar 0.535 memberi makna bahwa semakin tinggi
sikap nasabah untuk menggunakan teknologi informasi (ATM) di
bank syariah, maka semakin meningkatkan penggunaan teknologi
informasi (ATM) di Bank Syariah Mandiri (BSM) Kudus. Berdasarkan
hasil pengujian tersebut di atas, maka hipotesis yang menyatakan
bahwa terdapat pengaruh antara sikap nasabah terhadap perilaku
penggunaan ATM di bank syariah tidak sanggup ditolak atau hipotesis
diterima.
E. KESIMPULAN
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan terhadap
hipotesis yang telah diajukan, menghasilkan beberapa kesimpulan
sebagai berikut: 1) perceived usefulness, perceived ease of use dan trust
terbukti memberikan pengaruh signifikan terhadap sikap dalam
menggunakan ATM. Sedangkan trust merupakan variabel yang
dominan mempengaruhi sikap dalam menggunakan ATM; 2) trust
(kepercayaan) dan sikap terbukti memberikan pengaruh signifikan
terhadap minat perilaku penggunaan ATM. Dengan demikian, trust
mampu mempengaruhi perilaku penggunaan ATM, baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui variabel mediasi yaitu
attitude (sikap).
Studi ini memiliki beberapa keterbatasan sebagai berikut:
1) kerangka sampel yang digunakan adalah nasabah Bank Syariah
Mandiri yang menggunakan layanan ATM, maka temuan penelitian
ini mungkin saja tidak dapat digeneralisir untuk pengguna produk jasa
berbasis teknologi informasi lainnya; 2) Temuan penelitian terbatas di
wilayah Kudus, maka jawaban pada instrumen kuesioner responden
mencerminkan karakteristik sosio demografis di wilayah tersebut; dan
3) desain penelitian dalam bentuk data cross-section juga memberikan
keterbatasan karena ketidakmampuannya untuk mengamati secara
mendalam berbagai aspek hubungan yang tercipta selama suatu kurun
waktu manajemen tertentu.
Studi ini meninggalkan pula beberapa agenda penelitian
lanjutan sebagai berikut: 1) Studi ini hanya terbatas pada responden
adalah nasabah pengguna ATM. Oleh karena itu, sebuah penelitian
lanjutan diarahkan untuk melakukan pengujian pada teknologi
informasi yang lainnya; 2) Studi ini menggunakan model TAM
Abstrak
Kajian ini membahas persoalan yang selama ini menjadi
dilemma penentuan kalender Islam bahwa selama ini
umat Islam selalu mengalami perselisihan yang tiada
akhir. Menyikapi hal ini para praktisi ilmu falak berupaya
untuk menyatukan perselisihan tersebut dengan mencoba
membuat pedoman penanggalan dunia. Langkah ini
merupakan wujud implementasi terhadap masukan umat
Islam yang merespon tentang perselisihan pendapat yang tak
ada ujung. Sehingga penulis merasa penting untuk meneliti
kalender Islam Internasional sebagai langkah konkrit dalam
mewujudkan persamaan dan kesamaan kalender Islam secara
Internasional.
Dalam penelitian ini penulis memakai pendekatan (approach)
Library Researh dengan mempergunakan jenis data
sekunder dan bersifat deskriptif. Sedangkan tehnik analisis
data menggunakan analisis kualitatif normatif histories.
Hal ini mempunyai alasan bahwa pengamatan terhadap
teori astronomi khususnya penanggalan Islam perlu diamati
melalui sejarah yang pernah terjadi zaman Islam klasik
sampai zaman Islam modern, pada zaman Islam klasik
diamati melalui tekstualitas nas sedangkan zaman Islam
modern melalui uji astronomis sehingga dapat ditemukan
hasil penelitian yang akurat.
A. Analisis Nash
Bicara tentang kalender Islam Internasional, sangat terkait
dengan kapan batasan waktu dimulainya waktu karenanya
memerlukan analisis nash dan astronomi. Ternyata dari nash-nash di
atas tidak disebutkan secara tegas mengenai batasan-batasan waktu,
umur atau lamanya waktu tersebut. Apalagi menjelaskan tentang
kapan hari itu dimulai, dan di mana permulaan hari tersebut. Yang
dikemukakan bahwa waktu itu penting, sebagai bagian dari kehidupan
manusia dalam beribadah kepada Allah SWT.
Dalam kehidupannya di dunia ini, setiap makhluk
(khususnya manusia) tidak boleh mengabaikan waktu, karena
yang mengabaikannya akan merasakan suatu kerugian. Semakin
besar pengabaian terhadap waktu semakin besar pula kerugian itu
menimpa kita. Kita dituntut untuk berbuat yang terbaik dan lebih baik
setiap harinya agar kita memperoleh keberuntungan, karena jika kita
berbuat kebaikan yang sama hari ini dengan hari yang telah dilewati,
kita akan memperoleh kerugian, apalagi perbuatan kita lebih buruk
pada hari ini dibandingkan hari yang lalu, maka kita akan mengalami
kecelakaan yang lebih buruk daripada kerugian. Oleh karena itu, di
hari-hari mendatang kita harus melakukan sesuatu yang lebih baik
dari hari ini.
Hanya satu ayat di dalam al-Quran yang menyebutkan
tentang satuan waktu berkenaan dengan jumlah bulan dalam setahun,
yakni sebanyak 12 bulan, hal ini disebutkan di dalam surat at-Taubah
ayat 36. Sedangkan mengenai nama-nama bulan dalam Islam, sejak
zaman Rasulullah meneruskan tradisi masyarakat jahiliyah yang
sudah berlangsung secara populer pada waktu itu, yakni Muharram,
bulan yang disucikan dan diharamkan untuk melakukan peperangan.
Safar, artinya kuning yakni karena pada waktu itu daun-daun sedang
menguning menjelang musim gugur. Rabi al-Ula atau Rabi al-Awwal
dan Rabi al-Tsani atau Rabi al-Akhir, kata Rabi artinya gugur, dua
bulan tersebut secara berturut-turut jatuh pada musim gugur. Jumad
al-Ula atau Jumad al-Awwal dan Jumad al-Tsani atau Jumad al-
Akhir, Jumad artinya beku, kedua bulan tersebut jatuh pada musim
dingin. Rajab artinya pada saat itu salju sedng mencair. Syaban
berasal dari kata syib artinya lembah, saat turun ke lembah-lembah
untuk mengolah lahan pertanian atau mengembala ternak. Ramadan,
1. Lihat Said Agil Syiradj, Memahami Sejarah Hijrah dimuat dalam ha -
ian Republika, Rabu 9 Januari 2008. lihat juga Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab
Rukyat. Cet. 1, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal. 85, 110, 127, 128, 134, 144,
145 dan 178. lihat juga Tanthawi al-Jauhari, al-Jawahir fi Tafsir al-Quran al-Karim,
(Bairut Dar al-Fikr, t. th.) Jilid 1, hal. 110.
) )
Kami adalah umat yang ummy, tidak dapat menulis dan tidak dapat
menghitung (tidak tahu ilmu hisab). Bulan adalah sekian dan sekian,
maksudnya ada yang 29 hari ada yang 30 hari. (HR. al-Bukhari).
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan
isteri-isteri kamu; mereka adalah Pakaian bagimu, dan kamupun adalah
Pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat
menahan nafsumu, Karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af
kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang Telah
ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu
benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah
puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka
itu, sedang kamu beri'tikaf 8 dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka
janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-
Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.(QS. Al-Baqarah:187).9
7. Aliran ini mempunyai paham bahwa awal bulan qamariyah itu setelah
terjadinya ijtima (conjunction, yaitu posisi bulan dan matahari dalam satu garis
bujur ekliptika). Hanya saja, ijtima itu terjadinya bukan pada waktu sebelum ma-
tahari terbenam (qabl al-gurub), namun setelah matahari terbenam (bad al-gurub
atau sebelum terbitnya fajar (qabl al-fajr).
8. Tafsirnya: I'tikaf ialah berada dalam mesjid dengan niat mendekatkan
diri kepada Allah.
9. Departemen Agama RI, Al-Quran Dan Terjemahan, (Jakarta: Cetakan
Departeman Agama RI, 1978) QS. Al-Baqarah: 187.
Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak
dapat mendahului siang. dan masing-masing beredar pada garis edarnya.
(QS. Yasiin:40).11
10. Sebagian besar ulama ahli hisab menetapkan awal bulan qamariyah
yang juga menunjukkan permulaan hari jatuh pada waktu Maghrib, yakni pada
saat terbenamnya matahari. Prosesnya setelah terjadi konjungsi atau ijtima lebih
dahulu yang terjadi sebelum terbenam matahari ditambah dengan kedudukan hilal
(bulan sabit) berada di atas ufuk ketika matahari tersebut terbenam. (Saadoeddin
Djambek, Hisab Awal Bulan, Cet. I, (Jakarta: Tintamas, 1976)), hal.15.
11. Departemen Agama RI, Al-Quran Dan Terjemahan, (Jakarta: Cetakan
Departeman Agama RI, 1978) QS. Yasiin:40.
12. Lihat Susiknan Azhari, Perlu Paradigma Baru Menuju Kalender Islam
Internasional. Dalam Selayang Pandang Hisab Rukyat, (Jakarta: Direktorat Jen-
deral Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat Pembinaan Agama, 2004),
hal.62.
14. Lihat Moeji Raharto,Di balik Persoalan Awal Bulan Islam dimuat
dalam majalah Forum Dirgantara, No. 02/Th. I/Oktober/1994, hal. 25.
15. Kriteria Muhammadiyah dalam menentukan awal bulan qamariyah
menggunakan wujud al-hilal dengan tidak mempersyaratkan berapa derajatnya
(yang penting di atas nol derajat) di atas ufuk dan tidak mesti harus dapat dirukyat
tampaknya sejalan dengan penetapan garis tanggal ini.
B. Analisis Astronomis
Meskipun hanya dengan cara perhitungan astronomilah
sebuah kalender Islam prolepsis dapat disusun, satu hal yang perlu
diperhatikan oleh umat Islam adalah kenyataan bahwa cara rukyat
untuk penentuan awal bulan Islam bukan berarti merupakan cara
yang salah. Yang lebih tepat adalah bahwa cara rukyat memiliki
banyak sekali kendala dalam prakteknya, baik akibat kendala cuaca,
keterbatasan kemampuan penginderaan mata, posisi geometris hilal
dan pencahayaan Matahari pada saat pengamatan dan lain-lain. Di
zaman Rasulullah SAW, semua kendala-kendala tersebut tidak dapat
dihindari karena belum tersedianya teknologi yang memadai sehingga
cara tersebut menjadi satu-satunya pilihan. Namun, dengan kemajuan
sains dan teknologi saat ini, dan demi terciptanya prinsip-prinsip
penyusunan sebuah kalender Islam prolepsis, sudah sangat jelas
bahwa cara rukyat tidak dapat digunakan untuk penyusunan sebuah
kalender Islam prolepsis seperti telah disinggung di atas.
Namun demikian, meskipun sebuah kalender Islam yang
bersifat universal di seluruh dunia dapat disusun, perlu disadari bahwa
terutama karena posisi astronomis Bumi dan Bulan dalam konstelasi
tatasurya, bentuk geometris Bumi (bola), pergerakan Bumi (rotasi
dan revolusi), pergerakan Bulan mengorbit Bumi, posisi (lintang,
bujur, dan ketinggian pengamat di Bumi) dan lainnya, maka tidaklah
mungkin menetapkan awal bulan Islam yang berlaku universal di
seluruh bola Bumi. Prinsip pendefinisian waktu dalam Al-Quran dan
Hadis digambarkan bahwa hilal yang tampak di bagian muka Bumi
tertentu belum tentu tampak di belahan Bumi yang lain pada saat yang
bersamaan. Banyak sekali factor yang akan mempengaruhi parameter
hilal. Dengan demikian, prinsip universalitas kalender Islam yang
akan tersusun hanya dapat ditunjukkan berdasarkan informasi posisi
dan ukuran hilal di seluruh permukaan Bumi yang dapat dihitung
setiap saat.
19. Misalnya ditranfer dari Maroko (ujung barat Dunia Islam) ke Ind -
nesia (ujung timur Dunia Islam) yang jaraknya 7 jam, dalam arti bila bulan telah
terukyat di Maroko, maka rukyat itu ditranfer dan berlaku bagi orang Indonesia,
sehingga karena itu kedua negara itu memasuki bulan qamariyah baru pada hari
yang sama.
adalah 48 jam. Jadi hari Jumat itu di seluruh dunia berlangsung 48 jam
dan itulah yang disebut Hari Universal. Sama dengan hari Jumat adalah
hari-hari lainnya. Ciri dari Hari Universal itu adalah bahwa permulaan
Hari Universal berikutnya tidak pada saat berakhirnya Hari Universal
sebelumnya, melainkan pada pertengahannya.
Bertitik tolak dari kosep Hari Universal ini, Jamaluddin
merumuskan kaidah hisab untuk Kalender Kamariah Islam Unifikasi
usulannya sebagai berikut:
Apabila waktu konjungsi sama atau lebih besar dari pukul
00:00 dan lebih kecil dari pukul 24:00 dari suatu Hari Universal, maka
awal bulan kamariah baru jatuh pada Hari Universal berikutnya.32
Rumusan ini, karena berangkat dari konsep Hari Universal
yang tidak dengan cepat dapat difahami terutama oleh mereka yang
tidak terbiasa dengan diskursus semacam ini, terasa agak sukar
difahami. Dalam tulisan sebelumnya, Jamaluddn membuat rumusan
kaidah hisab kalendernya dengan formulasi yang lebih mudah dan
cepat difahami, tetapi isinya sama, dengan bertitik tolak dari konsep
hari biasa, yaitu:
1. Apabila J lebih besar dari atau setara dengan 00.00 WU dan lebih
kecil dari 12.00 WU, maka tanggal 1 bulan baru adalah H + 1.
2. Apabila J lebih besar dari atau setara dengan 12.00 WU dan lebih
kecil dari 24.00 WU, maka tanggal 1 bulan baru adalah H+2.33
Kaidah hisab kalender ini sama dengan kaidah hisab kalender
terdahulu, hanya formulasinya saja yang berbeda. Arti kaidah hisab
ini adalah bahwa apabila konjungsi terjadi antara pukul 00:00 WU
dan sebelum pukul 12:00 WU, maka bulan kamariah baru dimulai
keesokan hari konjungsi. Akan tetapi apabila konjungsi terjadi antara
pukul 12:00 WU dan sebelum pukul 24:00 WU, maka bulan baru
dimulai lusa hari konjungsi. Dengan kata lain, apabila konjungsi
terjadi pada periode pagi, maka bulan baru mulai keesokan harinya;
dan apabila konjungsi terjadi pada periode petang, maka bulan baru
mulai lusa. Pukul 00:00 WU hingga menjelang 12:00 WU merupakan
periode pagi, dan pukul 12:00 WU hingga menjelang pukul 24:00 WU
pukul 18:00 sore di zona waktu ujung barat (WU 12 jam), maka usia
Bulan akan mencapai 18 jam kurang 4 menit saat matahari sore Senin
terbenam di zona ujung barat (WU 12 jam).
Di sinilah letak masalahnya, karena pada sore Senin itu
dimungkinkan hilal terukyat di zona ujung barat, sebab hilal mungkin
terlihat dalam usia kurang dari 18 jam. Rekord usia terkecil hilal saat
terlihat adalah 15 jam 01 menit yang terlihat di Collins Gap oleh John
Pierre 25-02-1990.35 Jadi semakin banyak konjungsi terjadi mepet
dengan pukul 12:00 WU (00:00 WU + 12 jam), maka semakin banyak
kemunkinan penyimpangan kaidah kalender. Untuk 50 tahun ke depan
(sejak 1421 H s/d 1470 H), ada dua kasus. Untuk tahun-tahun sesudah
1470 H, masih perlu dilakukan penelitian apakah ada penyimpangan
seperti ini atau tidak, dan jika ada barapa banyak.
Oleh Jamaluddin kasus seperti ini dipandang sebagai
perkecualian dan jumlahnya amat kecil, hanya 2/600 atau 0,34 %
paling tidak hingga 1470 H (untuk 600 bulan ke depan dari 1421 H).
Jadi bilamana konjungsi terjadi pada waktu yang sangat mepet dengan
pukul 00:00 di zona ujung timur atau pukul 12:00 di zona tengah (WU +
0 jam), maka terbuka peluang terjadinya kemungkinan penyimpangan
dari kaidah hisab kalender atau terjadinya ketidakkonsistenan kaidah
kalender. Para pendukung kalender zonal menganggap dua hal di atas
sebagai aspek kelemahan kalender unifikasi.
Konsep kalender Jamaluddin ini diikuti oleh beberapa tokoh
dan organisasi Islam. Terinspirasi oleh gagasan Jamaluddin, Khalid
Shaukat dari Amerika Serikat mengemukan kaidah yang sama di
mana ia mengatakan,
1. Titik acu paling logis untuk menentukan kalender kamariah
Islam global adalah Garis Tanggal Internasional;
2. Apabila kelahiran Bulan terjadi antara pukul 00:00 WU dan
pukul 12:00 WU, maka bulan baru Islam dimulai di seluruh
dunia pada hari itu sejak terbenam matahari;
3. Apabila kelahiran Bulan terjadi antara pukukl 12:00 dan pukul
23:59 WU, maka bulan baru Islam dimulai di seluruh dunia
pada hari berikutnya sejak terbenam matahari.36
C. Kesimpulan
Setelah menganalisis dari bab sebelumnya, penulis dapat
menyimpulkan bahwa terdahulu telah dikemukakan perkembangan
upaya mencari bentuk kalender Islam internasional. Sejauh ini
37. Dimuat dalam appendix tulisan Louay Safi, Reading, Sighting and
Calculating: From Moon Singting to Astronomical Calculation, <http://lsinsight.
org/articles/Current/Hilal.pdf>, h.13, akses 21-05-2008.
38.Lihat Syamsul Anwar, Dalam Musyawarah Ahli Hisab dan
Fiqih Muhammadiyah, h. 21.
D. Kata Penutup
Demikianlah penelitian ini, semoga bermanfaat bagi kita
semua sekaligus sebagai bahan pertimbangan yang harus dikaji ulang
untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Peneliti sangat bersyukur
jika ada saran dan kritik terhadap penulisan penelitian ini.
Oleh Mubasyaroh
Abstrak
Islam sebagai salah satu agama dakwah di dalamnya terdapat
upaya oleh umatnya untuk menyebarluaskan isi kebenaran ajaran
agamanya. Ada beberapa langkah yang dapat ditempuh oleh dai
dalam aktifitas dakwahnya, seperti ceramah, nasehat, diskusi,
bimbingan dan penyuluhan serta metode yang lain. Dalam hal ini
Quraish Shihab mengingatkan bahwa metode apapun yang baik
tidak menjamin keberhasilan suatu dakwah secara otomatis. Akan
tetapi keberhasilan dakwah ditunjang oleh faktor-faktor yang lain
diantaranya kepribadian dai dan ketepatan pemilihan materi. 1
Demikian pula kegagalan dai disebabkan karena ketidaktepatan
pemilihan materi atau pemilihan metode yang kurang tepat
dan keterbatasan dai dalam pemilihan metode. Disamping itu
kegagalan dakwah juga bisa disebabkan karena tidak sesuai dengan
konteks (situasi dan kondisi)
Islam merupakan agama yang universal, egaliter dan inklusif.
Tiga konsep mendasar itulah yang memberikan nuansa lebih
dibanding berbagai tradisi agama yang lain. Dari prinsip-prinsip
fundamental itu, kemudian melahirkan nilai-nilai dogmatis yang
bisa diejawantahkan dalam tradisi-tradisi demokratis, kosmopolit.
dan pluralis: suatu ciri dari pola peradaban modern yang bervisi
futuristik.
Dakwah Islam dalam pelaksanaannya harus memperhatikan madu
(sasaran dakwah) pada berbagai lapisan masyarakat, termasuk di
dalamnya adalah pada masyarakat marginal yaitu suatu masyarakat
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun permasalahan yang akan penulis angkat dalam
penelitian ini adalah model dakwah seperti apakah yang dilakukan
oleh dai pada masyarakat marginal di Kampung Pecinan Argopuro
Kudus?
C. METODE PENELITIAN
1. Metode penelitian
Penelitian ini adalah field Research atau penelitian lapangan
yaitu jenis penelitian yang menggunakan data lapangan sebagai
sumber utama, sehingga penelitian ini akan menangkap gejala dari
obyek atau perilaku yang diamati . Adapun metode yang digunakan
adalah metode penelitian kualitataif yaitu metode peneltian yang
berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti
pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah instrumen
kunci.1
Alasan pemilihan metode ini adalah:
1. Untuk memahami makna dibalik data yang nampak. Gejala sosial
sering tidak bisa dipahami berdasarkan apa yang diucapkan
dan dilakukan orang karena setiap ucapan dan tindakan orang
b. Metode Wawancara/interview
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data melalui
tanya jawab antara dua orang atau lebih guna saling tukar
informasi dan ide, sehingga dapat direkonstruksi makna dalam
suatu topik tertentu.
Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini
adalah wawancara semiterstruktur (semistructure interview),
wawancara ini juga termasuk dalam kategori in-dept interview,
dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas jika dibandingkan
dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara ini
adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka,
dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan
ide-idenya. Dalam melakukan wawancara, peneliti perlu
mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan
oleh informan.
Wawancara semiterstruktur digunakan untuk menggali data
yang terkait dengan aktivitas madu pada mayarakat marginal
Argopuro Hadipolo, Jekulo Kudus, serta aktivitas mereka
secara lebih mendalam. Adapun hal-hal yang ditanyakan
dalam wawancara ini menyangkut pengetahuan, pengalaman,
pendapat, perasaan, indra serta latar belakang atau demografi
informan.3
c. Metode Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu, yang dapat berbentuk tulisan, gambar, atau karya-
karya monumental seseorang. Studi dokumen merupakan
pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara.
Dokumentasi digunakan untuk menggali data yang terkait
dengan jumlah masyarakat margibal Desa Argopuro, kondisi
sosial budaya serta kondisi para dai di Desa Argopuro
d. Metode Triangulasi
Metode triangulasi merupakan metode pengumpulan
data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik
Rasulullah Bersabda :
Siapa diantaramu melihat kemungkaran, maka hendaklah ia merubah
dengan tangannya, jika tidak mampu, maka hendaklah dengan lisannya,
jika tidak mampu juga, maka dengan hatinya, dan itulah iman yang paling
lemah. (H.R. Muslim).
13. Hiroko,Loc.Cit.hlm.228-229
14. Peran ini sebenarnya diihami oleh nilai-nilai ajaran agama itu sendiri
yang secara tradisional mempunyai fungsi sebagi pemersatu. Sebab sebagian
besar sejarah umat manusia yang ada secara empiris, agama telah memainkan per-
anan penting dalam memberikan tirai simbol-simbol yang melingkupi segalanya
bagai integrsai masyarakat yang berarti. Beraneka macam makna, nilai dan ke-
percayaan yang ada pada suatu masyarakat, akhirnya dipersatukan dalam sebuah
penafsiran menyeluruh tentang unsur realitas yang menghubungkan kehidupan
manusia dengan dunia(kosmos) secara keseluruhan, sehingga secara sosiologis
dan psikologis memungkinkan manusia merasa betah tinggal di alam semesta dan
terhindar dari penyakit homeless mind, merasa tak berumah atau rasa kesepian di
tengah-tengah keramaian . Lihat Peter L.Berger, dan Hansfried Keliner, Pluralisasi
Dunia Kehidupan, dalam Hans Dieter Eers (peny.)Teori Masyarakat, Proses Perada-
ban dalam Sistem Dunia Modern, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1988, hlm.49-51
15. Menurut Wolf, seperti dikutip Horikoshi, konsep mediator ini dapat
didefinisikan sebagai orang-orang atau kelompok yang menempati posisi pen-
ghubung dan perantara antara masyarakat dan sistem nasional yang bercorak
perkotaan. Bergantung pada posisi strukturnya dalam jaringan masyarakat yang
kompleks, mediator ini dapat diperankan oleh pemimpin tradisional yang mem-
bentengi titik-titik rawan dalam jalinan yang meghubungkan sistem lokal dengan
keseluruhan sistem yang lebih luas, dan serng bertindak sebagai penyangga atau
penengah antara kelompok-kelompok yang saling bertentangan, menjaga terpe-
liharanya daya pendorong dinamika masyarakat yang diperlukan bagi kegiatan-
kegiatan mereka. Lihat Hiroko, Loc.Cit.hlm5
F. Temuan Penelitian
18. 66 Dikutip dari papan monografi Balai Desa Hadipolo pada tanggal
25 Oktober 2008
19. Wawancara peneliti dengan Syafii, Hanafi dan K. Ahmad Yasin warga
desa Hadipolo, pada Juli 2008.
putri, sebagai pengumpul barang bekas dan juga sebagian ada yang
terpaksa mencopet dan sejenisnya. Namub sebagian besar mereka
tetap berusaha untuk mendapatkan/memenuhi kebutuhan ekonomi
mereka dengan jalan yang benar, meski dalam bentuknya yang masih
rendahan.
Karena itu kebiasaan mereka yang hidup di jalanan ini
menjadikan mereka sungguh kuat dari terpaaan angin malam maupun
panasnya sianr mentari pada siang hari. Namun meskipun mereka
kurang tidur karena pada malam hari seringkali begadang, esok
harinya sudah bangun pagi-pagi betul untuk mengobyek sekedar
demi sesuap nasi.
Kebiasaan mereka bertahun-tahun yang hidup dalam dunai
yang keras sewakti masih hidup di pinggir Kaligelis Kudus, ternyata
tidak juga berubah meski sudah pindah di kompleks perumahan baru
di Pecinan, Hadipolo, Kudus.
Meski sudah sering ada penyuluhan dari dinas sosial pemda
Kudus dan sejumlah lembaga terkait di Komunitas "Pecinan"
tersebut, ternyata tetap belum mampu mengubah kebiasaan mereka
yang lebih senang meminta-minta (pengemis), pengamen dan juga
sebagai pengumpul barang bekas. Namun sebagain ada yang mulai
mengembangkan profesi lain dengan mengemudikan angkutan
becak.
Karena itu hingga sekarang sumber ekonomi Komunitas
"Pecinan" kebanyakan adalah sebagaimana kebiasaan ketika masih
di pinggir Kaligelis. Sementara kondisi sosial yang ada juga masih
cenderung keras, penampilan meraka terutama yang laki-laki banyak
yang bertato. Namun yang jelas etos mereka sangat tinggi menjalankan
upayanya dalam memperjuangkan keluarga agar tetap survive.
Maka pada siang hari sejak pagi sehabis subuh hingga petang
hari habis ashar perumahan di Komunitas "Pecinan" akan sepi dari
waganya, karena kebanyakan mereka sedang keluar rumah menggapai
rizki demi jalan panjang hidupnya yang penuh harapan.
3. Kondisi Dakwah Masyarakat Perumahan Sosial Pecinan
Hadipolo, Kudus
Sebagaimana telah sedikit disinggung di depan bahwa secara
sosial-ekonomi kebanyakan Komunitas "Pecinan" yang berprofesi
G. PENUTUP
Islam sebagai agama yang universal sangat memperhatikan
manusia sebagai individu, kare na individu merupakan dasa bagi
terciptanya masyarakat yang sejahtera, makmur, berkeadilan dan
damai. Suatu masyarakat tidak akan sejahtera, damai, aman dan
berkeadilan, jika tidak ditanamkan sedini mungkin makna dari nilai-
nilai kedamaian, keadilan dan kesejahteraan kepada setiap individu
dari masyarakat, karena masyarakat pada hakekatnya komunitas
yang terdiri dari individu-individu yang hidup di suatu daerah yang
mempunyai keinginan dan tujuan yang sama untuk saling dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Manusia tidak akan
mampu bertahan hidup hanya dengan kesendirian (individual) tanpa
bantuan orang lain.
Sikap dan tingkah laku dai merupakan salah satu faktor
keberhasilan dakwah yang dilakukan, masyarakat pelaku dakwah
senantiasa mengamati dan meniru sikap yang dimiliki dai. Sebagai
seorang dai sikapnya haruslah merupakan cerminan dari tingkah
lakunya sehari-hari.
Keberhasilan dakwah yang dilakukan di Kampung Pecinan
Argopuro Kudus diantaranya dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu;
metode yang digunakan, profil dai dan materi yang disampaikan
sesuai dengan kondisi madu, serta sesuai dengan situasi dan kondisi
yang terdapat pada masyarakat tersebut.
Oleh: Kisbiyanto
ABSTRAK
buruk, dan semangat untuk kategori baik; (3) pada usia anak dan
remaja, siswa mempunyai kecenderungan-kecenderungan yang
wajar meskipun kadang-kadang agak negatif sehingga harus tetap
mendapatkan bimbingan atau pembinaan yang intensif dari banyak
aspek pemikiran, sikap dan perilaku siswa; (4) tulisan ungkapan
siswa yang ditulis di tembok sekolah, pada umumnya mempunyai
makna-makna dalam kategori baik, buruk dan baik-buruk; dilihat
dari aspek tema tulisan, bermakna percintaan, gurauan, protes,
pernyataan jorok, prinsip atau ajakan dengan nasehat tertentu, dan
semacamnya, dan sebagian kecilnya bertema ajakan, pertemanan,
politik dan pernyataan ringan; adapun makna kontekstual dari
tulisan di tembok sekolah, antara lain sekolah harus meningkatkan
komunikasi dan pembinaan kepada siswanya, dan siswa sebagai
peserta didik membutuhkan ruang dan waktu yang luas dan
bervariasi untuk menyatakan pendapat, aspirasi, isi hati dan
semacamnya sebagai media komunikasi yang interaktif antara guru
dan siswa di sekolah.
Kata Kunci : Makna, Tulisan di Tembok
A. PENDAHULUAN
B. KAJIAN PUSTAKA
1. Sistem Nilai
Manusia berperilaku bukan tanpa pertimbangan, tapi sangat
terkait dengan pertimbangan awal yang dipersepsikan, yaitu suatu
nilai. Nilai menurut Robbins (2008:84) adalah keyakinan-keyakinan
dasar bahwa pola perilaku khusus atau bentuk akhir keberadaan
secara pribadi atau sosial lebih disukai dari pada pola perilaku atau
bentuk akhir keberadaan yang berlawanan atau kebalikan. Nilai
menurut Rokeach dalam Ekosusilo (2003) dipahami sebagai tipe suatu
kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan
dimana seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau
mengenai suatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan. Ini berarti
hubungannya dengan pemaknaan atau pemberian arti obyek.
Nilai erat kaitannya dengan perilaku organisasi karena
suatu nilai meletakkan dasar-dasar untuk memahami sikap dan
motivasi seseorang dan nilai juga mempengaruhi persepsi seseorang,
sebagaimana Robbins menjelaskan :
Values are important to the study of organizational behavior because they
lay the foundation for the understanding of attitudes and motivation as
well as influencing our perceptions. Individuals enter an organization with
preconceived notions of what ought and what ought not to be. Of course,
these notions are not value free.
yang meyakini baik atau tidak baik tentang sesuatu, (2) nilai bisa
memberikan pemaknaan terhadap suatu obyek berupa benda, sikap,
tindakan untuk dimaknai baik-buruk, layak-tidak layak, pantas-tidak
pantas dan sebagainya, dan (3) nilai bisa mempengaruhi persepsi
seseorang terhadap apresiasi tertentu sehingga mempengaruhi
obyektifitas tertentu karena seseorang dengan nilai itu akan mempunyai
kecenderungan dalam perspektif nilai yang dianutnya.
Sistem nilai menurut Robbins (2008:84) adalah hirarki yang
didasarkan pada pemeringkatan nilai-nilai pribadi berdasarkan
intensitas nilai tersebut. Menurut Rokeach, a value system is a learned
organization of principles and rules to help one choose between alternatives,
solve conflict and make decision, yang berarti bahwa sistem nilai adalah
prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang dapat dipelajari dalam suatu
organisasi untuk membantu seseorang memilih di antara berbagai
alternatif menyelesaikan konflik dan membuat keputusan (Ekosusilo
2003).
Suatu lembaga pendidikan sangat erat kaitannya dengan sistem
nilai. Lembaga pendidikan mempunyai subyek-subyek pelaku dan
penyelenggara pendidikan yang terdiri dari person-person berbeda
sikap dan perilakunya. Bahkan dalam suatu lembaga pendidikan,
sering kali ditemukan perbedaan itu berujung pada konflik antar
individu maupun konflik antar kelompok dalam organisasi. Karena
itu, untuk diperlukan suatu sistem nilai tertentu yang menjadi landasan
norma interaksional antara subyek pendidikan baik kepala sekolah,
guru, murid, orang tua/wali, anggota komite sekolah dan masyarakat
terkait lainnya.
Tujuan pendidikan nasional tentu berbeda dengan tujuan
pendidikan di negara lain karena perbedaan sistem nilai yang
digunakan dalam menentukan tujuan pendidikan diberbagai negara.
Negara Indonesia mempunyai latar belakang budaya, kondisi dan
masalah berbeda dengan bangsa lain, sehingga tujuan pendidikan
di Indonesia diarahkan kepada pembentukan karakter bangsa
sebagaimana dirumuskan di atas. Sistem nilai bisa berbeda karena
perbedaan stratifikasi pendidikan, misalnya pendidikan dasar,
pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Sistem nilai jugaa bisa
berbeda karena faktor setting sosial misalnya sekolah di pedesaan
dan perkotaan, sekolah di komunitas pertanian, perdagangan dan
industri. Sistem nilai juga bisa berbeda karena tradisi tertentu yang
biasa dilakukan di suatu sekolah, misalnya sekolah swasta dan sekolah
negeri, sekolah umum dan kejuruan.
Robbins (2008:84) menjelaskan bahwa nilai dalam suatu
organisasi sangat penting untuk mengkaji tentang perilaku organisasi
karena nilai menjadi dasar untuk memahami sikap dan motivasi
serta karena nilai mempengaruhi persepsi seseorang. Individu-
individu memasuki organisasi dengan gagasan yang dikonsepsikan
sebelumnya mengenai apa yang seharusnya dan tidak seharusnya.
Gagasan-gagasan itu sendiri tidaklah bebas nilai. Sebaliknya, gagasan-
gagasan itu mengandung penafsiran tentang benar dan salah. Bahkan,
gagasan-gagasan itu menyiratkan bahwa perilaku-perilaku atau hasil
tertentu lebih disukai dari pada yang lain. Efek sampingnya, nilai
bisa memperkeruh obyektifitas dan rasionalitas. Jadi nilai umumnya
mempengaruhi sikap dan perilaku.
2. Kepemimpinan Pendidikan
Kepemimpinan menurut Stogdill adalah proses mempengaruhi
aktifitas kelompok dalam rangka penyusunan tujuan organisasi dan
pelaksanaan sasarannya (Sulton 2003:24). Kepemimpinan dalam
pendidikan dijelaskan oleh Yukl sebagai berikut : Most definitions of
leadership reflect the assumption that it involves as social influence process
whereby intentional influence is axerted by one person (or group) over other
people (or groups) to structure the activities and relationship in a group or
organization (Bush 2006:5).
Selanjutnya, Bush (2006) menjelaskan bahwa kepemimpinan
pendidikan dibentuk oleh tiga dimensi dalam kepemimpinan, yaitu
kepemimpinan sebagai pengaruh, kepemimpinan berkaitan
dengan nilai-nilai dan kepemimpinan berkaitan dengan visi. Jadi
kepemimpinan pada hakekatnya merupakan kemampuan seseorang
untuk mempengaruhi orang-orang dalam organisasi dengan sistem
nilai tertentu dan visi tertentu pula untuk mencapai tujuan. Pemimpin
tidak bisa efektif jika tidak bisa mempengaruhi orang lain dengan
nilai-nilai dan visi kepemimpinan yang jelas.
Suatu model kepemimpinan bisa efektif jika mempunyai
kesesuaian tipologi dalam model-modelnya dengan situasi dan kondisi
organisasi atau lembaga pendidikan terutama (Bush 2006) tujuan
perceive, think about and feel in relation to those problem Jadi budaya
organisasi dipahami sebagai pola pemecahan masalah eksternal
dan internal yang diterapkan secara konsisten bagi suatu kelompok
dan karenanya diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai
cara yang benar dalam memandang, memikirkan dan merasakan
masalah yang dihadapi. Selanjutnya Owens juga menjelaskan bahwa
budaya organisasi berarti filsafat, ideologi, nilai-nilai, asumsi-asumsi,
keyakinan, harapan, sikap dan norma-norma bersama yang mengikat
atau mempersatukan suatu komunitas (Eko S, 2003:11).
Jadi budaya organisasi sangat terkait dengan sistem nilai yang
diyakini dalam suatu organisasi yang dengan nila-nilai itu komunitas
organisasi bersikap, berperilaku dan mengerjakan tugas-tugas
keorganisasian untuk mencapai tujuan. Dengan kata lain, budaya
kerja para anggota organisasi ditentukan oleh cara panadang mereka
terhadap nilai-nilai misalnya laba atau nilaba, efektif atau tidak efektif,
kebersamaan atau individual, terbuka atau tertutup, komitmen atau
melanggar dan sebagainya.
Suatu organisasi atau lembaga pendidikan tentu mempunyai
kekhasan sendiri dalam menyelenggarakan pengelolaan pendidikan.
Budaya sekolah unggulan berbeda dengan budaya sekolah belum
maju. Budaya sekolah di perkotaan cenderung berbeda dengan budaya
sekolah di pedesaan. Budaya sekolah formal dan sekolah non-formal
juga berbeda.
Menurut Robins terbentuknya budaya organisasi berasal
dari filsafat yang dimiliki oleh pendiri organisasi, selanjutnya
budaya tersebut digunakan sebagai criteria dalam mempekerjakan
karyawannya. Tindakan manajemen puncak (top leader) menentukan
iklim umum dari perilaku yang dapat diterima baik dan tidak baik.
Bagaimana karyawan harus diberi sosialisasi tergantung pada tingkat
sukses yang dicapai dalam mencocokkan nilaa-nilai karyawan baru
dengan nilai-nilai oranisasi dalam proses seleksi maupun preferensi
manajemen puncak akan metode-metode sosialisasi (Eko S, 2003:19-
21). Jadi budaya organisasi berasal dari pandangan hidup dan cita-cita
para pendiri (founding fathers) atas organisasi tersebut dan komunitas
berikutnya mengikutinya dengan cara kerja yang dicitakan. Misalnya,
sekolah keagamaan didirikan untuk mengajarkan ilmu-ilmu agama
agar generasi berikutnya tidak buta agama dan tidak meninggalkan
C. METODE PENELITIAN
1. Pendekatan Penelitian
D. TEMUAN PENELITIAN
1. Tulisan-tulisan Tembok pada Sekolah
Tulisan tembok pada umumnya ditulis pada tembok belakang,
tembok samping dan tembok pada toilet atau water closet sekolah.
Meskipun ada, tapi jarang sekali ada tulisan tembok di bagian depan
atau tempat strategis pada gedung sekolah. Bagian paling banyak dan
sering ditulisi adalah tembok toilet sekolah.
Pada umumnya, sekolah yang maju lebih nampak bersih dari
tulisan-tulisan tembok karena perawatan dan penjagaan kebersihan
dan kerapian sekolah relatif baik. Nampaknya, sekolah maju juga lebih
sering mengecat ulang tembok-tembok mereka. Sedang di sekolah yang
kurang maju, pada umumnya tembok nampak lebih usang mungkin
sudah lama tidak dicat ulang sehingga tulisan tembok nampak lebih
banyak dan bervariasi karena banyak yang menuliskan ungkapan dari
beberapa kelas, beberapa generasi atau angkatan.
Di beberapa sekolah, tulisan tembok ditemukan dalam ruang
kelas namun tidak terlalu banyak. Ada juga tulisan-tulisan ungkapan
siswa yang didapati di papan atau majalah dinding yang sebagiannya
nampak tidak terpakai. Ada juga tulisan-tulisan yang ditemukan pada
tiang-tiang gedung sekolah meskipun tidak terlalu banyak.
Cara menuliskan ungkapan juga bervariasi, yaitu ada yang
tulisan kapur, spidol, pensil dan bol point yang menjadi corak terbanyak
dari tulisan-tulisan tembok itu. Sebagian kecil juga ada tulisan yang
menggunakan cat tetapi tidak dijumpai di abnyak sekolah.
Berbagai macam tulisan tembok dari ungkapan siswa memang
cukup menarik terutama dilihat dari konten atau pesan tulisan-tulisan
tersebut. Secara umum, bisa dibedakan menjadi beberapa kelompok
tulisan, yaitu tulisan yang bernilai positif, tulisan bernilai negatif dan
tulisan bernilai biasa.
2. Motif yang Mendorong Siswa Menulis di Tembok pada
Sekolah
Ada beberapa motif yang melatarbelakangi siswa menulis
ungkapan-ungkapannya. Dari beberapa latar belakang motif itu, bisa
dikategori menjadi 24 temuan motif, yaitu :
E. SIMPULAN
Penelitian ini menyimpulkan beberapa point, yaitu :
1. Tulisan tembok pada umumnya ditulis pada tembok belakang,
tembok samping dan tembok pada toilet atau water closet
sekolah. Meskipun ada, tapi jarang sekali ada tulisan tembok
di bagian depan atau tempat strategis pada gedung sekolah.
Bagian paling banyak dan sering ditulisi adalah tembok toilet
sekolah. Cara menuliskan ungkapan juga bervariasi, yaitu ada
yang tulisan kapur, spidol, pensil dan bol point yang menjadi
corak terbanyak dari tulisan-tulisan tembok itu. Sebagian kecil
juga ada tulisan yang menggunakan cat tetapi tidak dijumpai di
abnyak sekolah. Berbagai macam tulisan tembok dari ungkapan
siswa memang cukup menarik terutama dilihat dari konten atau
pesan tulisan-tulisan tersebut. Secara umum, bisa dibedakan
menjadi beberapa kelompok tulisan, yaitu tulisan yang bernilai
positif, tulisan bernilai negatif dan tulisan bernilai biasa.
2. Motif-motif yang melatarbelakangi siswa menulis ungkapan-
ungkapannya. Dari beberapa latar belakang motif itu, bisa
dikategori menjadi 24 temuan motif, yaitu (1) ajakan untuk
kategori baik, (2) ancaman untuk kategori buruk, (3) bercanda/
bergurau untuk kategori baik dan buruk, (4) bersemangat/
bertekad untuk kategori baik, (5) berteman untuk kategori baik,
(6) biasa untuk kategori baik, (7) bujukan untuk kategori baik
dan buruk, (8) cinta untuk kategori baik dan buruk, (9) doa untuk
kategori baik, (10) dukungan sport untuk kategori baik, (11)
ejekan untuk kategori buruk, (12) evaluasi untuk kategori baik,
(13) harapan untuk kategori baik, (14) ingin rileks/jenuh untuk
kategori baik, (15) jorok untuk kategori buruk, (16) kacau untuk
kategori buruk, (17) keberanian untuk kategori baik, (18) kecewa
untuk kategori baik dan buruk, (19) kuat mental untuk kategori
baik, (20) nasehat untuk kategori baik, (21) persahabatan untuk
kategori baik, (22) politik untuk kategori baik, (23) protes untuk
kategori baik dan buruk, dan (24) semangat untuk kategori
baik.
3. Pada usia anak dan remaja itu, siswa mempunyai kecenderungan-
kecenderungan yang wajar meskipun kadang-kadang agak
negatif sehingga harus tetap mendapatkan bimbingan atau
Abstrak
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang pemikiran tersebut, dapat penulis
rumuskan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu
: Bagaimana mutu lulusan dan pasar kerja program studi tafsir-hadis
STAIN Kudus ?. Ada tiga aspek yang diteliti, yaitu :
1. Materi dan Proses Pembelajaran Prodi Tafsir Hadis.
2. Hasil Pembelajaran atau Mutu Lulisan Prodi Tafsir Hadis.
3. Pasar Kerja Lulusan Prodi Tafsir Hadis
C. TUJUAN PENELITIAN
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka pada dasarnya
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mutu lulusan dan pasar
kerja prodi tafsir hadis, yang meliputi tiga aspek, yaitu :
a. Untuk mengetahui materi dan proses pembelajaran pada prodi
tafsir hadis
b. Untuk mengetahui out put atau mutu lulusan prodi tafsir hadis,
dan
c. Pasar kerja lulusan prodi tafsir hadis.
E. METODE PENELITIAN
Pendekatan yang di pakai dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif, yaitu metode yang digunakan untuk meneliti pada kondisi
obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci,
teknik pengumpulan data bersifat induktif, dan hasil penelitian lebih
menekankan makna dari pada generalisasi. Metode ini juga sering
disebut metode naturalistic, karena penelitiannya dilakukan pada
kondisi yang alamiah (natural setting); disebut juga metode etnography
karena pada awalnya digunakan untuk penelitian bidang antropologi-
budaya; disebut kualitatif karena data yang terkumpul dan analisisnya
bersifat kualitatif. (Sugiono, 2005 : 1)
Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif yakni data yang
terkumpul berbentuk kata atau gambar, sehingga tidak menekankan
pada angka (ibid : 9). Neuman menulis,descriptive research present
a picture of specific details of situation, social setting or relationship (L.
Neuman, 1997 : 19 20). Suharsimi Arikunto (2001 : 243) menyatakan
bahwa penelitian deskriptif merupakan penelitian non hipotesis,
sehingga dalam langkah penelitiannya tidak perlu adanya hipotesis.
Moh. Nazir (1999 : 63 - 64) menulis bahwa penelitian deskriptif adalah
mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, tata cara yang
berlaku dalam masyarakat, serta situasi-situasi tertentu, termasuk
hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan,
serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh
dari suatu fenomena.
1. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar
untuk memperoleh data yang diperlukan. Selalu ada hubungan antara
metode pengumpulan data dengan masalah penelitian yang ingin
dipecahkan (M. Nazir, 1999 : 211). Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah :
a. Observasi atau pengamatan
Observasi adalah suatu proses pengumpulan data dengan
menggunakan seluruh perhatian, penglihatan dan pendengaran
F. KAJIAN TEORI
G. TEMUAN PENELITIAN
1. Hasil Pembelajaran
a. Kompetensi yang Dicapai
Program Studi Tafsir Hadits sebagai program studi tertua
di STAIN Kudus mengharapkan profil lulusan/alumni yang
Oleh: Mustaqim
Abstrak
Nahdlotul Ulama merupakan organisasi sosial keagamaan yang
berhaluan Islam ahlus sunnah waljamaah, dengan tetap melestarikan
tradisi masyarakart. Tradisi mitung dina merupakan tradisi Islam
yang telah beralkulturasi dengan tradisi pribumi. Di sini, tradisi
mitung dina merupakan tradisi keberagamaan warna NU yang
sudah mengakar. Secara teknis, tradisi mitung dina ini terkadang
membawa beban tersendiri bagi keluarga yang ditinggalkan. Hal ini
kemudian menjadi pembahasan tersendiri bagi pengurus jamiyyah,
untuk melakukan perubahan tradisi tersebut menjadi lebih
meringankan. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan
bahwa jamiyyah NU ranting kedung banteng telah melakukan
perubahan terhadap ritual mitung dina atau ngajekno di dukuh
Kedung Banteng Kecamatan Karangayar Kabupaten Demak.
Kata Kunci: Jamiyyah NU, tradisi Mitung Dina
I. PENDAHULUAN
Mengkaji Islam, meniscayakan dua domain yang berbeda,
yakni domain agama dan domain keberagamaan. Jika ranah agama
berisi tentang norma dan ajaran agama yang bersifat universal, maka
ranah keberagamaan merupakan pelaksanaan dari agama yang
meruang waktu. Di sini, karakteristik keberagamaan bersifat faktual
dan beragam, karena dipengaruhi oleh setting sosial di mana ummat
Islam berada.
Tradisi keberagamaan merupakan akumulasi perilaku
beragama yang dilanggengkan secara kolektif dalam sebuah komunitas
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari dua hal, yaitu:
a. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
sumber penelitian dengan menggunakan alat pengukur,
alat pengambil data langsung pada objek sebagai sumber
informasi yang dicari (Saifuddin, 2001: 91). Dalam hal ini
peneliti melakukan wawancara langsung pada pihak-pihak
yang terkait dalam tema penelitian, khususnya pengurus NU
Ranting Kedung Banteng, Kecamatan Karanganyar Demak.
Selain itu observasi partisipatoris juga digunakan, dalam hal
ini peNUlis juga berfungsi sebagai human instrument.
b. Data sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh lewat pihak lain,
III. PEMBAHASAN
1. Sejarah NU
Nahdlatul Ulama (NU) merupakan salah satu organisasi
sosial keagamaan di Indonesia yang pembentukannya
merupakan kelanjutan perjuangan kalangan pesantren dalam
melawan kolonialisme di Indonesia. NU didirikan pada tanggal
31 Januari 1926 di Surabaya oleh sejumlah ulama tradisional
yang diprakarsai oleh KH. Hasyim Asyari. Organisasi ini
berakidah Islam menurut paham Ahlussunah wal Jamaah.
Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme,
merespon kebangkitan nasional tersebut dengan membentuk
organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan
Tanah Air) pada 1916, yang merupakan modal pertama dalam
perjuangan ahlus sunnah waljamaah (Feillard, 1999:9).
Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau
dikenal juga dengan "Nahdlatul Fikri" (kebangkitan pemikiran),
sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan
kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar,
(pergerakan kaum saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk
memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul
Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok
studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang
sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota (www.
wikipedia.org).
Perkembangan politik di Timur Tengah yang terjadi di
awal abad ke-20 ditandai dengan tampilnya tokoh-tokoh Islam
penganut Ajaran Abdul Wahab dengan ajarannya yang terkenal
Aliran Wahabi, yakni berubahnya sistem pemerintahan di Turki
dari kesultanan ke sistem kerajaan di bawah pimpinan Mustafa
Kemal (penganut Wahabi), dan berdiri serta berpengaruhnya
pemerintahan golongan Wahabi di bawah kepemimpinan Raja
Ibnu Saud di Jazirah Arab dan kota Mekkah.
Pada masa Raja Saud ini berkuasa, ia melakukan gerakan-
gerakan modernisme Islam secara radikal terhadap tatanan
keagamaan dan masyarakat Islam di kawasan itu, termasuk
V. KESIMPULAN
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
Jamiyyah Nahdlotul Ulama (NU) merupakan organisasi sosial
keagamaan yang masih mengakomodir tradisi-tradisi yang ada
di masyarakat.
Tradisi keberagamaan merupakan kebiasaan yang terus
menerus dilakukan, yang didasarkan pada ajaran agama.
Tradisi keberagamaan bersifat relatif, meruang waktu dan
beragam. Tradisi mitung dina merupakan salah satu tradisi
VI. PENUTUP
Demikian penelitian ini disajikan. Tentunya masih banyak
kekurangan dan kesalahan baik secara redaksional maupun substansi.
Saran dan masukan pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan
tulisan ini. Kami ucapkan terima kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penelitian ini. Tak lupa permohonan maaf atas
kenaifan dan kekurangan dalam penelitian ini. Semoga mampu
memberi manfaat.Amin.
http://masdodod.wordpress.com/2009/01/20/catatan-penting-
tentang-tahlilan/27 oktober 2010
Laode Ida, Anatomi Konflik NU, Elit Islam, dan Negara. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 1996
Abstrak
Penelitian yang tujuan akhirnya ingin mengetahui model-model
pembagian harta kekayaan orang tua kepada anak-cucu dengan judul
Pembagian Harta Kekayaan Oleh Komunitas Santri: studi di desa
Tanggungharjo kecamatan Grobogan ini menggunakan metode
kualitatif, suatu metode yang diharapkan dapat mengungkap hal-
hal yang berada di belakang fenomena yang nampak di permukaan.
Beberapa tokoh masyarakat yang ditemui dan dimintai informasi
sekitar focus kajian dirasa cukup kompeten dalam menjawab
masalah yang diangkat. Para tokoh yang dijadikan nara sumber
itu di samping mengalami sendiri juga kaya dengan pengalaman
pembagian harta kekayaan masyarakat sekitar sebagai orang tua
kepada ahli waris terutama anak-anak dan cucunya. Artinya
para informan yang menjadi nara sumber itu pernah melakukan
pembagian harta kekayaannya kepada ahli warisnya, juga pernah
menerima pembagian harta dari orang tuanya. Hasil penelitian
dimaksud adalah :
1. Bahwa komunitas santri desa Tanggungharjo kecamatan
Grobogan dalam membagi harta peninggalan pewaris lebih
cenderung menggunakan model musyawarah. Musyawarah
keluarga itu dihadiri oleh seluruh anggota keluarga dekat
yang ada dan berpotensi mendapatkan bagian dari harta
peninggalan itu. Pembagian model musyawarah ini ada yang
dengan menghadirkan seorang tokoh masyarakat ada yang
tanpa kehadiran tokoh masyarakat (kyai). Yang perlu mendapat
perhatian khusus adalah bahwa meskipun tokoh yang dihadirkan
itu seorang kyai, dan atas dasar musyawarah, namun pembagian
A. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penelitian ini diilhami oleh suatu kegelisahan akademik yang
dirasakan oleh peneliti sehubungan dengan kesenjangan antara teori
dan realita di kalangan komunitas santri yang peduli dengan hukum
Islam terutama yang berhubungan dengan harta benda. Kegelisahan
dimaksud bermula dari teori-teori hasil temuan para pakar hukum
Islam yang kredibilitasnya tidak diragukan lagi. Sebut saja misalnya,
teori Van den Berg sebagaimana dikutip oleh Bustanul Arifin yang
meyatakan bahwa umat Islam di Indonesia selama ini melaksanakan
hukum Islam meskipun ada sedikit penyimpangan (Bustanul Arifin,
2001: 36); teori Ichtiyanto sebagai lanjutan dari penemuan Hazairin
menyatakan bahwa hukum Islam itu ada di Indonesia, teori
eksistensi ini menyatakan bahwa hukum Islam di Indonesia ini ada
Qodri Azizy bahwa ada tiga sistem hukum yang benar-benar ada di
lingkungan orang Jawa itu, yakni norma hukum BW, Islam dan adat.
Tiga sistem hukum ini saling berebut di hati masyarakat Jawa. Penelitian
ini ingin mengkaji peralihan harta kekayaan dari satu generasi ke
generasi berikutnya oleh komunitas santri di desa Tanggungharjo
kecamatan Grobogan kabupaten Grobogan Jawa Tengah.
Agar tidak terjadi salah pemahaman, di bawah ini akan
diuraikan beberapa term pada judul yang sangat mungkin para
pembaca salah mengerti. Istilah komunitas santri dalam penelitian
ini ditujukan pada sebuah komunitas muslim yang taat menjalankan
ajaran agama dengan indikator aktif melakukan shalat lima waktu dan
aktif menjalankan puasa pada bulan Ramadhan. Dengan demikian
maksud judul di atas adalah kajian ilmiah dan sistematis yang pokok
bahasannya pada pelaksanaan pembagian harta waris kepada ahli
warisnya yang dilakukan oleh komunitas muslim, aktif menjalankan
shalat lima waktu serta menjalankan puasa Ramadhan, dan sebagai
penduduk asli desa Tanggungharjo kecamatan Grobogan kabupaten
Grobogan Jawa Tengah serta masih berdomisili di desa tersebut sampai
saat penelitian ini dilakukan.
1.2. Rumusan Masalah
Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut :
a. Bagaimana model penyelesaian masalah kewarisan yang
dilaksanakan komunitas santri desa Tanggungharjo kecamatan
Grobogan kabupaten Grobogan Jawa Tengah
b. Mengapa masyarakat tersebut lebih cenderung menggunakan
model tertentu dalam pembagian harta waris
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara spesifik ingin mengetahui :
a. Model penyelesaian masalah kewarisan yang dilaksanakan oleh
komunitas santri desa tersebut
b. Alasan mengapa komunitas santri desa tersebut lebih cenderung
memilih model tertentu dalam pembagian harta waris
1.4. Manfaat Penelitian
Fenomena sosial yang terkait dengan dunia komunitas santri
masih mengandung banyak misteri. yang belum terungkap seluruhnya
5. Sampai di sini teori Qadri Azizy dapat dimengerti, hanya nilai mana
diantara nilai-nilai yang ada di sekitar masyarakat dan bangsa Indonesia itu yang
benar-benar dipilih. Perebutan tempat itu akan selalu berlangsung, dan yang da-
pat menentukan hanyalah masyarakat sebagai pelaku nilai yang telah menjadi
norma hukum itu, bukan yang lain. Yang selalu harus diingat utamanya bagi para
Pembina Hukum dan penegak hukum adalah bahwa hukum positif atau undang-
undang yang mengabaikan hukum yang hidup dalam masyarakat pasti akan man-
dul atau bahkan akan ditinggalkan oleh masyarakat itu.
C. METODE PENELITIAN
1. Metode
Untuk menemukan model yang menjadi kecenderungan
komunitas santri desa Tanggungharjo dalam upaya
menyelesaikan pembagian harta waris lengkap dengan alasan
mengapa mereka memilih cara sesuai rumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, maka digunakan metode penelitian
kualitatif. Dalam penelitian ini yang akan diamati adalah
orang, yaitu para tokoh komunitas santri yang diyakini dapat
menjawab hal-hal yang diperlukan dalam menjawab masalah
yang diangkat dalam penelitian ini.
Dengan menggunakan metode kualitatif, maka data yang
didapat akan lebih lengkap, lebih mendalam, kredibel dan
bermakna, sehingga tujuan penelitian dapat dicapai.
2. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
Sampel sumber data dipilih dengan sengaja, dan
mengutamakan perspektif emic, artinya mementingkan
pandangan informan, yakni bagaimana mereka
memandang dan menafsirkan dunia dan lingkungannya.
Dunia dan lingkungan yang dimaksud di sini adalah cara
atau system pembagian harta peninggalan atau kekayaan
si pewaris serta alasan mengapa pilihan jatuh pada system
itu.
Secara rinci sesuai focus kajian, maka sample yang
dijadikan nara sumber dan teknik pengumpulan data
adalah sebagai berikut :
a. Untuk mendapatkan data tentang model pembagian
harta waris, sumber datanya adalah keluarga-keluarga
yang pernah melakukan pembagian harta peninggalan
si pewaris dengan cara wawancara mendalam dan jika
198 Vol. 3, No. 2, Juli-Desember 2010
Pembagian Harta Kekayaan Oleh Komunitas Santri
D. HASIL PENELITIAN
Sebuah desa dengan luas tanahnya 1.163.500 ha (satu juta
seratus enam puluh tiga ribu lima ratus hektar) dan dihuni oleh 6975
jiwa menurut ukuran biasa termasuk desa yang sedang, tidak terlalu
luas dan juga tidak terlalu kecil. Dari sebanyak itu, hanya tercatat 5
(lima) orang penduduk yang beragama selain Islam, Katolik. Ini artinya
99,043 % penduduk desa ini beragama Islam. Menggali lebih dalam
keberislaman mereka utamanya dalam melaksanakan ajaran agama
tentang tata cara pembagian harta waris, penelitian ini dilakukan.
Penelitian ini ingin melihat bagaimana sesungguhnya komunitas santri
desa yang dinakodai oleh seorang nasionalis, Prapto, dan dibimbing
oleh empat orang kiyai yang cukup handal. Dikatakan handal karena
secara lahiriyah para kiyai ini diparcaya menjadi pengurus organisasi
6. Bagian dari ilmu fiqh yang khusus membicarakan tata cara pembag -
an harta waris, dari bahasan tentang siapa saja yang termasuk ahli waris, hajib
mahjub, bagian masing-masing ahli waris sampai dengan aturan main regulasi
penghitungannya. Sebagai konsekuensi sebuah fiqh yang merupakan hasil ijtihad
ulama, maka dalam ilmu ini bisa saja terdapat perbedaan pandangan di antara
para ulama, misalnya dalam masalah pelaksanaan wasiat dan hutang. Mana di an-
tara keduanya yang harus didahulukan manakala harta si mayat tidak mencukupi
keduanya.
) (
Upayakan sama-rata di antara anak-anakmu dalam hal pemberian. Bahkan
jika aku (rasul Allah saw) berkeinginan memberi lebih, niscaya saya berikan
kepada perempuan (Sayyid Ahmad al-Hasyimy, tth: 85)
bahwa hal itu merupakan kewajiban ahli waris yang harus dipenuhi,
berapapun banyaknya. Ini menunjukkan rasa empati keluarga
kepada pewaris mereka, meskipun sesungguhnya fiqh Islam tidak
mewajibkan pelunasan hutang melewati jumlah harta peninggalan si
pewaris. Dalam hal pelunasan hutang si mayat ini, nampaknya nilai
yang ada pada system kewarisan Islam juga diserap oleh masyarakat
desa ini. Belum terlunasinya hutang sebagai tanggungan si mayat akan
mengganggu kelancarannya menghadap Sang Maha Agung, hutang
itu tetap akan ditagih saat penghitungan amal di hari pembalasan.
Inilah yang membuat komunitas santri desa Tanggungharjo merasa
berkewajiban membayar hutang keluarganya yang telah meninggal
dan belum dapat melunasinya. Penyerapan ini pada hakikatnya
menguatkan teori yang menyatakan bahwa pertemuan dua nilai yang
berbeda akan selesai dengan wajar atau damai.Bustanul Arifin, 1996:
34)
Penelitian hukum untuk mengetahui kesadaran hukum
terhadap beberapa sistem hukum sejenis mempunyai karakteristik
yang berbeda dengan penelitian hukum terhadap satu sistem hukum
saja. Dalam penelitian hukum seperti itu terbuka kemungkinan
berbaurnya kesadaran hukum masyarakat terhadap sistem-sistem
hukum tersebut. Oleh sebab itu analisis terhadap setiap indikator
kesadaran hukum memerlukan acuan yang bervariasi. Secara
umum, analisis tersebut meliputi 2 (dua) hal pokok, yaitu:
1. Seberapa jauh kesadaran hukum komunitas santri terhadap sis
tem hukum kewarisan tertentu (yang dianut);
2. Terhadap sistem hukum kewarisan manakah kecenderungan
kesadaran hukum komunitas santri, tempat penelitian
Analisis pertama cenderung untuk melihat kesadaran hukum
masyarakat, yang-menyatakan diri tunduk pada suatu sistem hukum
tertentu, terhadap sistem hukum itu sendiri. Dalam hal itu, sampel
dibatasi terhadap responden yang yang menyatakan tunduk pada
sistem hukum tersebut.
Dari hasil penelitian, ternyata kelompok yang menundukkan
diri terhadap sistem hukum Islam merupakan kelompok terbesar.
Hal itu terlihat dari jumlah responden yang memilih sistem hukum
Islam, sebagai sistem hukum yang sebaiknya mengatur masalah waris
berjumlah 56.% dari keseluruhan sampel. Kelompok kedua terbesar
E. Kesimpulan
Sebagaimana karya penelitian yang lain, penelitian ini juga
akan diakhiri dengan memberikan kesimpulan sebagai rumusan akhir
dalam upaya menjawab persoalan yang dikaji atau diangkat pada
penelitian ini.Rumusan kesimpulan dimaksud adalah :
1. Bahwa komunitas santri desa Tanggungharjo kecamatan
Grobogan dalam membagi harta peninggalan pewaris lebih
cenderung menggunakan model musyawarah. Musyawarah
keluarga itu dihadiri oleh seluruh anggota keluarga dekat
Abd al-Wahhab Khalaf dalam karyanya Ilmu Ushul al-Fiqh, Jakarta, al-
Majlis al-A`la al-Indonesy, 1392 H
Abu al-Mawahib, Abd al-Wahhab bin Ahmad bin Ali al-Anshari al-
Ma`ruf bi al-Sya`rani, Al-Mizan al-Kubra, Dar al-Fikr, 1398 H /
1978 M
Abu Abdullah Muhammad bin Ali bin Muhammad bin al-Hasan al-
Rajiy, Matn al-Rahabiyah, Surabaya, Syirkah Maktabah Ahmad
bin Sa`ad bin Nabhan wa Awladuh, t.th.
Abu Bakar yang lebih dikenal dengan nama Sayyid al-Bakry bin
Muhammad Syatha al-Dimyathy, Hasyiyah I`anah al-Thalibin
`ala hilli Alfazh Fath al-Mu`in, juz III., Semarang, Maktabah al-
Alawiyah, t.th
___________, P e l e m b a g a a n H u k u m I s l a m d i I n d o n e s i a ,
Akar Sejarah, Hambatan dan Prospeknya,
Jakarta, Gema Insani Press, 1996,
Haidar Baqir dan Syafiq Basri, (ed), Ijtihad dalam Sorotan, Bandung,
Mizan Khazanah ilmu-Ilmu Islam, 1991
Jaenal Aripin, Dr., MA., Peradilan Agama dalam Bingkai Hukum Indonesia,
Jakarta, Prenada Media Group, 2008
Muhammad Amin, Ijtihad Ibn Taimiyah dalam Bidang Fiqh Islam, Jakarta,
Indonesian Netherlands Cooperation in Islamic Studies,
(INIS), 1991
Wahbah al-Zuhaily, Ushul al-Fiqh al-Islamy, juz II, Damsyiq, Dar al-Fikr
li al Thiba`ah wa al-Tauzi`wa al-nasyr, 1986 M/ 1406 H
Abstrak
Pengawas sekolah merupakan salah satu elemen yang sangat
dominan untuk mewujudkan kualitas pendidikan. Oleh sebab itu
pengawas sekolah perlu memperoleh perhatian secara serius darti
berbagai pihak agar dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan
Tupoksi yang dimiliki.
Perhatian terhadap pengawas perlu dilakukan secara sistematais,
utuh dan komprehensif dari berbagai pihak khususnya dari pejabat
atau atasan yang memiliki kewenangan untuk membina kualitas
kinerja pengawas sekolah. Kentao kementerian agama (kemenag)
kabupaten Kudus sebagai salah satu bagian yang memiliki
wewenang untuk membina pengawas sekolah perlu melakukan
berbagai terosbosan untuk melakukan pembinaan terhadap
pengawas sekolah.
Pembinaan terhadap pengawas yang selama ini berjalan perlu
disempurnakan melalui proses secara ilmiah. Karena pembinaan
terhadap pengawas sekolah selama ini masih bersifat formal
birokrasi yang belum mampu mengoptimalkan kinerja pengawas
sekolah khususnya pengawas sekolah yang ada dilingkungan kantor
kementerian agama kabupaten Kudus.
Pembinaan itu perlu dimulai dari cara melakukan seleksi atau
rekrutmen, sistem pelatihan, sistem penilaianj kinerja, sistem
pembinaan, pendekatan, aspek yang menjadi penekanan dalam
pembinaan dan elemen yang memiliki kewenangan untuk melakukan
pembinaan. Semua aspek ini perlu disempurnakan agar mampu
melahirkan sosok atau profil pengawas sekolah yang ideal.
A. PENDAHULUAN
Posisi Pengawas Sekolah adalah memiliki peran dominan
dalam proses pendidikan baik proses yang menyangkut kemampuan
guru dalam melaksanakan pembelajaran maupun proses
kepemimpinan yang dilaksanakan masing-masing kepala sekolah.
Oleh sebab itu Pengawas Sekolah memiliki makna pedagogis yaitu
bagaimana Pengawas Sekolah mampu memberi arahan, bimbingan
dan pengawasan terhadap guru dalam menjalankan pembelajaran,
dan juga memiliki makna manajerial yaitu sejauhmana Pengawas
Sekolah mampu membantu kepala sekolah dalam menjalankan fungsi
kepemimpinannya.
Dalam naskah akademik Standar Pengawas Sekolah yang
diterbitkan Badan Standar Nasional pendidikan (BNSP) tahun (2006:
16) dijelaskan bahwa pengawas sekolah yang disebut Pengawas
Sekolah adalah tenaga kependidikan profesional yang berstatus PNS
yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh
pejabat berwenang untuk melakukan pembinaan dan pengawasan
pendidikan pada sekolah/satuan pendidikan.
Dalam petunjuk tehnis (juknis) jabatan fungsional Pengawas
Sekolah dijelaskan bahwa ruanglingkup tugas Pengawas Sekolah
meliputi hal-hal sebagai berikut:
Pertama, melakukan kegiatan pengawasan terhadap guru
dan manajerial lembaga penbdidikan baik dilingkungan kantor
kementerian pendidikan nasional dan kantor kementerian agama baik
sekolah negeri maupun swasta.
Kedua, Pengawas di lembaga pendidikan merupakan pejabat
fungsional yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis untuk
melakukan pengawasan pendidikan terhadap sejumlah sekolah
tertentu yang ditunjuk/ditetapkan dalam upaya meningkatkan kualitas
proses dan hasil belajar/bimbingan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Dalam satu kabupaten/kota, pengawas sekolah dikoordinasikan dan
dipimpin oleh seorang koordinator pengawas (Korwas) sekolah/
satuan pendidikan.
Berdasarkan tugas dan fungsi serta kewenangan Pengawas
Sekolah tersebut, dapat penulis kemukakan beberapa asumsi bahwa:
Pertama, Pengawas Sekolah adalah suatu jabatan fungsional
yang memiliki tugas dan wewenang sangat jelas dalam mewujudkan
B. RUMUSAN MASALAH
Untuk memudahkan proses penelitian, maka dirumuskan
permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana sistem rekrutmen atau pengangkatan Pengawas
Sekolah yang ada di kantor kementeriaan agama kabupaten
Kudus?
b. Bagaimana sistem pelatihan atau training yang efektif untuk
meningkatkan kualitas kinerja Pengawas Sekolah di kantor
kementerian agama kabupaten Kudus?
c. Bagaimana sistem penilaian yang tepat untuk mengetahui
kinerja pengawas saatuan pendidikan di kantor kementerian
agama kabupaten Kudus?
d. Bagaimana pendekatan yang dilakukan dalam melakukan
pembinaan Pengawas Sekolah di kantor kementerian agama
kabupaten Kudus?;
e. Aspek apa saja yang ditekankan dalam melakukan pembinaan
pengawas sataun pendidikan di kantor kementerian agama
kabupaten Kudus?
f. Elemen apa saja yang terlibat dalam pembinaan Pengawas
Sekolah di kantor kementerian agama kabupaten Kudus?.
C. LANDASAN TEORI
Pegawai dalam konteks manajemen bagian dari fungsi
manajemen staffing yaitu proses merencanakan dan mengembangkan
pegawai yang ada di dalam suatu lembaga atau perusahaan. Dalam
manajemen personalia, pembinaan pegawai dilakukan melalui tahapan
yang terdiri dari proses seleksi atau rekruitmen, pelatihan (training),
pengupahan (konpensasi) dan penilaian.
Pembinaan pegawai memiliki nilai urgensial yang sangat
tinggi baik bagi perusahaan atau lembaga maupun bagi masyarakat.
Gary Desler (1993: 4-6), dijelaskan bahwa pentingnya pembinaan
disebabkan karena adanya kecenderungan social, ekonomi dan politik.
Secara rinci, pentingnya pembinana pegawai dapat dilihat dari aspek
sebagai berikut:
Pertama, adanya ketidakpuasan dari pegawai. Akibat adanya
dinamika budaya, seringkali menimbulkan rasa ketidakpuasan dari
pegawai. Ketidakpuasan disebabkan dari faktor dari kelemahan
F. ANALISIS DATA
Analisis data adalah proses mencari dan mengatur secara
sistematis transkrip wawancara, cacatan lapangan dan bahan-bahan
lain yang telah dikumpulkan atau dihimpun oleh peneliti setelah
melakukan proses pengambilan data dari lapangan. Kegiatan analisis
data ini dilakukan dengan menelaah data, menata, membagi menjadi
satuan-satuan sehingga dapat dikelola yang akhirnya dapat ditemukan
makna yang sebenarnya sesuai dengan rumusan masalah yang telah
ditentukan.
Hal-hal yang harus dihindari peneliti pada saat analisa data
dilapangan ada 4 hal ;
a. Jangan takut membuat spekulasi karena hal itu dapat membantu
peneliti dalam membangun ide-ide baru yang reflektif dan
bermakna
G. TEMUAN PENELITIAN
Pertama, Rekrutmen/seleksi pengawas
Berdasarkan wawancara dengan Ketua Kelompok Kerja
Pengawas (Pokjawas) H. Supaat, S.Ag pada tanggal 1 dan 12
oktober 2009 dan 5 januari 2010 diperoleh data bahwa sistem
rekrutmen/ seleksi pengawas sekolah di kantor kementerian
agama Kabupaten Kudus menggunakan dasar yuridis yang
berasal dari Kementerian Agama yaitu lebih didasarkan kepada
KMA nomor 381 tahun 1999. Aturan Permendiknas nomor 12
tahun 2007 menjadi bahan pengayaan, sehingga sistem seleksi
pengawas sekolah di kantor kementerian agama Kudus masih
kurang ideal/pas. Oleh sebab itu proses rekrutmen /seleksi perlu
ada penyempurnaan atau penambahan agar terwujud kualitas
pengawas sekolah yang ideal.
H. Supaat, S.Ag Ketua Pokjawas kudus menuturkan sebagai
berikut: menurut pendapat saya, tetapi ini pendapat saya
lho. Bahwa proses pengangkatan pengawas di depag sudah
sesuai dengan KMA nomor 381 tahun 1999, tetapi menurut
saya jika hayna memperhatikan seperti dalam KMA saja kok
rasanya masih kurang ideal. Maka menurut pendapat saya perlu
ada penambahan atau pengembangan yaitu pengawas yang
diangkat harus terlebih dahulu pernah menjadi kepala sekolah
dan juga pernah menjadi guru teladan. Hal ini penting agar para
pengawas memiliki kemampuan dan kesiapan mental yang
baik
TU) tanggal 5 & 10 april 2010 diperoleh data bahwa dalam proses
rekrutmen/seleksi pengawas belum melibatkan elemen yang
terkait. Kepala kantor dan kasubag dilibatkan sesuai dengan
kewenanangannya yaitu keterlibatan bersifat administratif.
Berdasarkan hasil wawancara dengan kasi mapenda
tanggal 29 agustus, 5 oktober 2009 dan 10 mei 2010, diperoleh
data bahwa agar proses rkerutmen/seleksi pengawas sekolah
di kantor kementerian agama Kudus menghasilkan penegawas
yang berkualitas maka elemen lain seperti ketua pokjawas
harus dilibatkan dalam hal jatah kebutuhan dan nama-nama
calon yang layak diusulkan mengikuti proses rekrutmen/
seleksi. Eelemen lain seperti LPMP atau lembaga yang memiliki
kompetensi dalam hal rekrutmen/seleksi pengawas selain LPMP
jika ada perlu dilibatkan dalam proses seleksi.
Dra. Fahriyah selaku Kasi Mapenda dalam wawancara tanggal
29 agustus 2009 menyatakan Saya sebagai kasi mapenda
tidak pernah terlibat dalam proses rekrutmen/seleksi pengawas
sekolah, saya hanya terlibat secara administrative ya seperti
menerima surat dan kemudian melakukan kordinasi dengan
pihak lain. Keterlibatan dalam TIM wawancara, terlibat dalam
penyusunan soal atau dimintai masukan sebelum penentuan
akhir juga tidak pernah.
INPUT
Legalisasi/SK
Pengangkatan
PROFIL IDEAL
Pendekatan Andragogic
1. Pengetahuan
dasar
2. Kemampuan Part time
Problem Sistem O
solving pelatihan U
3. Daya fikir Full time T
kritis
4. Terampil Matode - Klasikal P
komunikasi pelatihan - Small group U
5. Berwawasan - Presentasi T
luas - Tugas lapangan
6. Ketrampilan
teknologi
Evaluasi Proses
Hasil
Aspek yang
dinilai Kompetensi kepribadian
Kompetensi supervisi
Manajerial
Kompetensi supervisi
Akademik
Kompetensi evaluasi
Pendidikan
Kompetensi penelitian
pengembangan
Kompetensi sosial
Kesesuaian antara
Target keterampilan dengan
kompetensi
Asumsi :
- sebagai individu
- sebagai manager
- sebagai profesi
Metode : Teknik :
- Klasikal - Individuaal
- Kunjungan - Kelompok
- Birokrasi - Fungsional
- Portofolio
Efektivitas
Aspek yang melaksanakan
dibina pengawasan
Pengembangan
Profesi
Kasi
Kepala Kantor
Kasubag
TIM KHUSUS
KAMAD
Teman Sejawat
Pengawas
I. PENUTUP
Sebagai manusia, peneliti menyadari pasti memiliki kekurangan
atau kesalahan baik yang disengaja atau tidak disengaja. Melalui
media ini penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya bila dirasa
menyinggung beberapa pihak selama melaksanakan penelitian dalam
penyusunan desertasi ini. Semoga semua amal baik dari semua pihak
yang mendukung penulisan desertasi ini menjaid amal yang sholeh
dan kelak akan memperoleh imbalan yang setimpal, amien yarobbal
alamiin.
Umar
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran suasana
kerukunan diantara umat beragama yang mungkin berpengaruh
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dengan mengambil
sampel di masa pemarintahan Abbasiyah.
Bukti ekstrim yang mendukung orgensi penelitian ini adalah bahwa
di bawah kekuasaan umat Islam selama 500 tahun di Spanyol
muncul tiga agama: Islam, Yahudi, dan Nasrani. Mereka hidup
rukun dalam satu negara dan mengembangkan peradaban-inklusif
ilmu pengetahuan- yang begitu cemerlang.
Dengan demikian, penelitian yang diharapkan berhasil meng-
ungkapkan adanya kerukunan umat beragama dan pengaruhnya
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di masa pemerintahan
Abbasiyah dapat dijadikan model bagi usaha pengembangan ilmu
pengetahuan di masa kini.
Metodelogi penelitian yang dipilih adalah metodelogi kualitatif
karena mempunyai sifat responsif dan sarat nilai. Karena penelitian
ini termasuk jenis penelitian library research, maka data yang
diperolehnya adalah bertumpu pada pemahaman teks yang ada
hubungannya dengan masalah yang dibahas dengan menggunakan
pendekatan sejarah/history, dalam arti mejelaskan apa yang
sesungguhnya telah terjadi di masa lampau.
Sedangkan hasil sementara yang dapat diperoleh dari penelitian
ini adalah adanya kerukunan antar umat beragama dalam wilayah
pemerintahan Abbasiyah, dan kerukunan antar umat beragama
mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan.
Kata kunci: Kerukunan umat beragama, perkembangan ilmu
pengetahuan, kekhalifahan Abbasiyah.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ada tiga periode besar sejarah umat Islam, yaitu periode klasik,
pengetahuan, dan modern (Harun Nasution,1975:12). Dalam periode
klasik terdapat suatu fase yang disebut fase ekspansi, integrasi, dan
puncak kemajuan yang berlangsung antara tahun 650-1000 M. Dalam
subfase puncak kemajuan memuncak pula perkermbangan ilmu
pengetahuan, baik dalam bidang agama maupun bidang non-agama
(Harun Nasution,1975:13). Artinya, pasca tahun 1000 M grafik prestasi
umat Islam mengalami pasang surut dan pasang naik. Akan tetapi,
pasang naik sejarah umat Islam hingga kini tidak dapat disejajarkan
dengan puncak kemajuan zaman klasik.
Rentang waktu antara tahun 650 hingga tahun 1000 M, umat
Islam secara politis dikuasai oleh Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah.
Kurang lebih seratus tahun pertama (650-750) mereka dikuasai oleh
Bani Umayyah (Abu Jafar Muchammad Ibnu Jarir at-Thabari,1987:315-
317) dan sisanya dikuasai oleh Bani Abbasiyah. Secara keseluruhan
Bani Umayyah berkuasa pada tahun 661-750 M (Dilip Hiro,1980:26).
Dan pada masanya disebut sebagai periode ekspansi dalam Islam
(Dilip Hiro,1980:26). Secara keseluruhan Bani Abbasiyah berkuasa
pada tahun 750-1258 M/ 132-656 H (H.A. Gibb,1960:15). Dengan
demikian puncak kemajuan ilmu pengetahuan terjadi pada masa
pemerintahan Bani Abbasiyah. Sementara itu yang menonjol di era ini
adalah Islam sebagai sistim sosial, yang antara lain ditegakkan oleh
kaum intelektualnya.
Dapat dipahami bahwa kiranya di era Abbasiyah terdapat
sejumlah kelas sosial keagamaan atau sejumlah umat beragama, atau
pula sejumlah agama yang dianut oleh umatnya masing-masing. Di
wilayah kekuasaan Bani Abbasiyah itu terdapat tertib dan maksud-
maksud tertentu di balik hubungan-hubungan antara umat beragama.
Maksud-maksud itu adalah memperkembangkan ilmu pengetahuan.
Pelaku pengembang ilmu pengetahuan itu adalah kaum intelektualnya.
Pengertian sistem menurut The Liang Gie adalah kebulatan dari jumlah
unsur-unsur yang saling berhubungan menurut suatu pengaturan
guna mencapai suatu maksud atau menunaikan sesuatu peranan
tertentu. Jadi sesuatu sistem apapun tersesusun dari empat hal, yakni:
sejumlah unsur, serangkaian hubungan, asas tertib, dan maksud /
peranan tertentu.
B. Hipotesis
Atas dasar pemikiran tersebut, maka dapat diajukan hipotesis
bahwa terdapat kerukunan antar umat beragama dalam wilayah
pemerintahan Abbasiyah, dan kerukunan antar umat beragama
mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan.
C. Rumusan Masalah
Bertolak dari pengertian istilah tersebut dapat dinyatakan
bahwa judul pengertian ini hendak menjelaskan bahwa pada masa
pemerintahan khalifah Abbasiyah terdapat kondisi rukun diantara
para penganut agama yang satu terhadap penganut agama yang lain.
Kerukunan umat beragama itu mempengaruhi perkembangan ilmu
pengetahuan. Dengan demikian masalah penelitian ini adalah:
1) Kerukunan umat beragama dari penganut agama yang satu
dengan penganut agama yang lain.
2) Perkembangan ilmu pengetahuan, baik ilmu-ilmu agama
maupun ilmu-ilmu umum.
E. Metodologi Penelitian
Untuk menyelesaikan penelitian ini digunakan metodologi
yang mencakup: landasan filosofis, populasi, teknik sampling, rekaman
data, teknik analisis, dan penarikan kesimpulan,lokasi penelitian.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Landasan Filosofis
Oleh karena kerukunan umat beragama di wilayah kekuasaan
kekhalifahan Abbasiyah mencakup persoalan-persoalan
etik hingga persoalan yang transendental, maka metodologi
penelitian adalah metodologi kualitatif karena mempunyai sifat
adabtable, responsif, dan sarat nilai. Pendekatan yang dipilih
adalah pendekatan positifistik yang langkah-langkahnya sama
dengan metodologi kuantitatif kecuali dalam hal rekaman data
dan pemaknaannya.
2. Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh pemeluk agama di wilayah
kekuasaan kekhalifahan Abbasiyah dalam kurun waktu antara
tahun 750-1000 M atau padanan Hijriyahnya.
3. Teknik Sampling
Asumsi adanya heterogenitas pemeluk agama di lokasi penelitian
maka teknik sampling yang digunakan adalah purposif sampling
dan sertifikasi sampling. Teknik sampling yang pertama secara
praktis menunjukkan pada kalangan-kalangan pemeluk
agama. Teknik sampling yang kedua menunjukkan pada kelas
intelektual dari masing-masing kalangan pemeluk agama.
Termasuk kelas intelektual adalah mereka yang mempunyai
otoritas dalam keilmuan dan mempunyai karya tertulis atau
dicatat oleh sejarawan, penguasa yang mempunyai komitmen
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan para sponsor
perkembangan ilmu pengetahuan.
4. Rekaman Data
Sesuai dengan judul penelitian ini dan karakter metodologi
kualitatif, maka metode pengumpulan data yang dipilih adalah
library research (penelitian kepustakaan). Penelitian ini bertumpu
pada pemahaman teks yang ada hubungannya dengan masalah
yang dibahas.
Dengan demikian, penelitian ini juga menggunakan
pendekatan sejarah (history), dalam arti menjelaskan apa yang
sesungguhnya terjadi di masa lampau (Patrick Lancaster
Gardiner,1979:961). Sikap yang dipegangi terhadap sesuatu
yang telah terjadi itu adalah hanya membatasi fakta-fakta
empiris dan bukan keyakinan agama (Hans Meyerhoff,1959:5).
Tentu saja, fakta-fakta empirik yang dimaksud telah terekam
dalam bentuk catatan-catatan sejarah.
Menyadari keterbatasan penelitian ini, kritik intern dan
kritik ekstern seperti yang dijelaskan oleh Carter V. Good
Douglas Scates (Carter V. Good Douglas E. Scates dalam
Koentjaraningrat,1977:89, 83-84) tidak dilalui. Hal ini dilakukan
karena begitu jauhnya jarak waktu antara kegiatan penelitian
ini dan peristiwa-peristiwa sejarah dan para saksinya, baik yang
primer maupun yang sekunder di satu pihak dan kredibilitas
pribadi para saksi sejarah dipihak lain. Catatan sejarah dari
sumber sejarawan secara apriori dijadikan sebagai sumber
informasi. Sejauh yang dapat dijadikan patokan untuk menguji
keabsahan catatan sejarah adalah memberlakukan antara
catatan sejarah yang satu dengan catatan sejarah yang lain
dalam persoalan yang sama sebagai saling menjadi koroborasi =
pendukung.
5. Teknik Analisis Data
Karena kumpulan data berwujud ungkapan-ungkapan
verbal dan bukan angka, maka data akan diolah sesegera
mungkin, yakni ketika kegiatan penelitian ini masih berada
dalam tahap pengumpulan data di lapangan.
Teknik analisis data meliputi reduksi, pengkodean,
pengeditan, klasifikasi, kategorisasi, pencatatan objektif, catatan
reflektif, dan catatan marginal.
6. Penyimpulan
Tata pikir yang digunakan dalam penarikan penyimpulan ini
adalah menggunakan model yang ditawarkan oleh Miles dan
H. Kesimpulan
Berpijak pada keseluruhan isi laporan penelitian yang
mengambil sebuah tema Pengaruh Kerukunan Umat Beragama
Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat pendidikan Islam, Jakarta, Bulan
Bintang, 1979.
Bernard Lewis (ed), Islam From The Prophet Muhammad to The Copture
of Constantinopel, London, The Macmillan Press Ltd, 1976.
C.A Qadir, Philosophy and Science The Islamic World , Terjemahan Hasan
Basri dengan Judul Filsafat dan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam,
Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1989
H.M Rasjidi, Empat Kuliah Agama Islam Pada Perguruan Tinggi, Jakarta,
Bulan Bintang, 1974.
Philip K. Hitti, History of The Arab, London, The Macirillan Press Ltd.
1974.
Sheikh Moh. Iqbal, Misi Islam (The Mission of Islam), Jakarta, Gunung
Jati, t.t.
Syed Ameer Ali, Api Islam : Sejarah Evolusi dan Cita-cita Islam dengan
Riwayat Hidup Nabi Muhammad, Jakarta, Bulan Bintang, t.t.